"Aku bisa jelasin, Lin!" seru Dean meraih tanganku yang segera ku balas dengan tamparan di pipi kiri kanannya keras. Suamiku menunduk sebelum menoleh aku menamparnya lagi di pipi kiri sekeras mungkin. Aku bergerak mundur dua langkah, tersenyum masam dan mengangguk lemah. "Silahkan dijelaskan! Karena aku tahu gimana rasanya nggak dikasih kesempatan untuk menjelaskan, dan jadi orang bersalah di saat bukan sepenuhnya salahku." Kalimat terakhir yang ku lontarkan berhasil membuat mas Dean terperanjat, wajahnya pias tersinggung. Pria itu menyugar rambutnya frustasi dengan enggan ia berkata, "Kamu keluarlah, Dera!" "Apa?! Nggak mau. Kamu tahu kan aku cuma pake lingerie minim di balik jubah pendek ini. Nggak! Orang-orang akan berpikir kalau aku wanita panggilan yang kabur!" "Itu, fakta 'kan?" sambarku sinis. "Apa lo bilang?" "Kamu memang wanita panggilan, jalang murahan yang berzina dengan suami orang, itu fakta 'kan?" sengit ku mengejek. "Apa! Sialan! Beraninya lo dasar istri mandul-" Bugghh!!! Prangg!! Semesta kembali mengkhianatinya dengan telak dan atas nama kesehatan jiwanya, Linar Mehra memilih untuk bercerai namun setelah itu ia baru menyadari jika dirinya tengah hamil di saat yang sama mantan suaminya sedang mempersiapkan pernikahan keduanya. Linar tak sudi kembali. Hingga semesta kembali mempertemukan mereka berdua dengan keadaan yang berbalik. Mantan suaminya yang menginginkannya kembali melakukan segala cara, Ya. keadaan telah berbalik arah.
Lihat lebih banyak1.Pesan Janggal
Linar mematutkan dirinya di depan cermin. Ia tersenyum puas melihat dirinya yang berhasil menurunkan dua kilogram berat badan dalam seminggu ini. Ia merasa tampak pas mengenakan lingerie hitam yang dibelinya dua minggu yang lalu.
Dean benar, mereka punya banyak waktu untuk mengupayakan punya anak, dan kali ini Linar lah yang akan memulainya. Ia menyemprotkan kembali wewangian yang disukai Dean, suaminya. Linar memakai jubah panjang untuk menutupi lingerie hitamnya, lalu keluar dari kamar mandi.
Linar melihat tubuh tinggi Dean di balkon kamar tidur mereka, tampak Dean tengah mengangguk dan berbicara di saluran telepon, ia memutuskan menyusul ke balkon.
Linar tersenyum pada Dean yang langsung menutup teleponnya karena kedatangan Linar. Namun, ada raut wajah kaget berlebihan yang segera disembunyikan oleh Dean.
Linar mengerutkan dahinya penasaran, "Dari siapa, Mas?"
Dean balas tersenyum, ia menarik pelan dan merengkuh Linar erat. Dean mencium kening dan menumpu dagunya pada kepala Linar.
"Dari Roland, dia meminta bertemu di kafe untuk bertemu rekan kerja kami yang baru. Kamu tahu 'kan kami sedang membangun koneksi dan relasi," papar Dean, ia merangkum wajah Linar mendongak untuk bertemu bola matanya.
Dean sempat meragu, ia menatap dalam bola mata Linar yang jernih "Maafin aku, ya. Aku harus pergi sekarang,"
"Tapi ini udah malam, Mas?!"
"Aku tahu, tapi ini sekedar pertemuan kasual, sambil nongkrong sambil kenalan relasi baru dan sedikit membicarakan pekerjaan,"
Linar mengerutkan dahi "Nggak perlu minta maaf, tapi bisa 'kan kamu pulang cepat? Aku akan menunggumu," pinta Linar mengalungkan kedua tangannya pada leher Dean.
"Oh, ya Mas. Dari kemarin malam, ponsel kamu berdering terus, aku lihat pemanggilnya Dera. Nama perempuan 'kan? Dia siapa, Mas?"
Linar melihat pupil Dean sempat membesar barang beberapa detik sebelum mengedipkan mata cepat, "Dera? Ah, iya dia teman lama aku, temannya Roland juga. Mungkin dia mau ngajak reuni atau semacamnya, aku belum sempat mengangkat teleponnya,"
"Reuni? Oh ya, cuma kalian bertiga?"
"Aku... Aku nggak tahu, Lin! Tapi aku dengar dari Roland dia bertemu sama Dera beberapa waktu lalu, itu aja aku ngga tanya lebih jauh,"
"Roland pasti udah di perjalanan, dan aku nggak mau terlambat datang dan melewatkan banyak hal, jadi aku pergi, ya!"
Linar mengerutkan dahi "Nggak perlu minta maaf, tapi bisa, 'kan? Kamu pulang nggak terlalu larut? Aku akan menunggumu." pinta Linar mengalungkan kedua tangannya pada leher Dean.
Dean tersenyum tipis dan mengangkat bokong Linar demi bisa mencumbu dalam kelopak bibir merah muda Linar.
Linar mendorong dada Dean pelan dan menghirup oksigen, degup jantungnya berdetak cepat entah karena gairah atau kurangnya oksigen.
"Hati-hati di jalan, aku akan menunggu kamu di sini." lepas Linar.
***
Linar membuka aplikasi pesan pada gawainya, dan merengut saat membaca pesan yang tertulis permintaan maaf suaminya karena menginap di rumah Roland tadi malam.
Sudah tengah malam Dean membalas pesannya, Linar kecewa, perasaannya hari ini kian buruk.
Linar mengerutkan dahinya karena tak jua mendapat balasan tambahan, kenapa Dean semakin irit membalas pesan? Seperti bukan dia, tapi rasanya tak mungkin ada yang berani mengotak-atik gawai Dean walau tak di kunci.
Linar menggelengkan kepalanya pelan, membuang pikiran negatif yang mulai menghantuinya belakangan ini.
"Sudah sampai. Bu," interupsi supir taxi dan benar saja ia sudah tiba di depan lobi kantor Dean.
Setelah menyelesaikan transaksi, Linar keluar taxi menegakkan tubuhnya. Karena ia tahu ia setidaknya akan ada beberapa orang yang memperhatikan dirinya. Linar berjalan dengan wibawa yang ia rakit sendiri menenteng dua kantung dengan percaya diri.
Linar melambatkan langkah kakinya dan, "Linar?" panggil Roland menyapa.
"Hai Mas Land, apa kabar?" balas Linar.
"Aku baik, kamu ... terlihat lebih cantik."
Linar terkekeh. "Ya, aku memang lebih kurusan karena diet karbohidrat" ucapnya tersenyum maklum.
"Oh ya Mas, gimana semalam lancar hasilnya?"
"Semalam?" tanya Roland menggantung.
"Iya, semalam selesai ketemuannya sampai jam berapa, sih?" tanya Linar ingin tahu.
Roland menyatukan alisnya dekat, keheranan "Jam sebelas malam,"
"Oh ya? terus kenapa Mas Dean harus sampai menginap, biasanya jam segitu dia masih memilih pulang ke rumah?"
"Dean?" gumam Roland bertanya.
"Iya, kenapa? Kalian ketemuan di cafe atau di club' tadi malam 'kan?" tanya Linar curiga.
"Kalian? Semalam aku nggak bersama Dean, tapi sama teman perempuanku dan bukannya Dean semalam ada di rumah kakeknya, bersama kamu, 'kan?"
Tahu ada yang salah dengan berubahnya raut wajah Linar, Roland segera menambahkan.
"Mungkin kamu salah tangkap omongannya dia, bukan aku teman Dean yang bersama dia semalam, mungkin Dipta yang dimaksud." tebak Roland menenangkan.
Deg.
Ia jelas mendengar jika nama yang di sebut suaminya adalah Roland bukan Dipta, tapi kenapa?'
"Linar, maaf aku harus lanjut bekerja Sebentar lagi jam makan siang,aku duluan ya."
Linar mengangguk kecil seketika ada beban yang menggelayuti dada dan pikirannya. Linar menggeleng pelan dan menatap depan, terkesiap menyadari ia berdiri sendiri di tempat yang salah.
Untung saja liftnya terbuka dan ia segera masuk menyelamatkan dirinya dari tatapan bertanya atau kesal karena berdiri di tengah jalan.
****
Linar mengangguk saat dirinya dipersilahkan masuk oleh Nuga asisten kerja Dean.
"Terima kasih Nuga."
Linar menatap dalam Dean yang menyambutnya di depan pintu. "Linar, kamu disini, tumben biasanya kamu nge WA aku kalau mau datang? Ah, soal semalam, aku minta maaf karena semalam aku nggak pulang dan terlambat membalas pesanmu."
Dean yang tak kunjung dapat jawaban bertanya kembali "Apa yang kamu bawa?"
Deg... deg.. deg.
Linar mendongak menatap kedalaman bola mata Dean, menatap dalam dengan perasaan yang tak menentu.
"Lin?"
Linar menunduk dan menggeleng pelan.
"Kenapa kamu masih bertanya, bukannya aku sudah memberitahu kamu, Mas?" ucapnya pelan.
Dean melipat bibirnya tahu ada yang salah.
"Dan Mas, kelihatan terkejut melihatku mengunjungi kamu pagi ini setelah meninggalkanku di rumah kakekmu, kamu tahu? Semalam aku kedinginan menunggu kamu dan paginya aku kebingungan menjawab pertanyaan saudaramu tentang keberadaan kamu yang aku sendiri nggak tahu, dimana Mas semalam?" cecar Linar.
Dean mendatarkan wajahnya tak suka akan situasi yang diciptakan Linar.
"Aku sudah bilang sama kamu, semalam aku harus menemui relasi kerja yang akan di kenalkan sama Roland. Dan kami lupa waktu, aku terlalu lelah mengemudi, jadi aku putuskan menginap di kontrakan Roland." ucap Dean sembari berbalik menuju set sofa kecil yang ada di tengah ruangan.
Tangan Linar saling bertaut mencari kekuatan, dadanya kian sakit seolah dipukul oleh tangan tak kasat mata. Siapa yang sedang berbohong? Tapi respon Roland terlalu natural tadi.
Linar menarik napas dan menghembuskan pelan, "Ada apa lagi, Linar?"
Linar mendongak "Aneh," gumam Linar sengaja.
"Aneh aja, tadi pagi aku mengirimi pesan menanyakan keberadaan kamu dan Mas yang balas sendiri isi pesannya ada di rumah Roland."
"Tapi aku juga menawarkan mengantar baju ganti untuk bekerja dan makan siang ke kantormu dan Mas membalasnya 'iya datang aja' terkesan dingin." ucap Linar parau sembari mengamati respon Dean.
"Ah, iya kamu benar aku yang lupa, maaf ... udahan ya, marahnya," seru Dean tulus.
Linar benci jadi terlalu peka, karena kepekaannya membuat ia berpikir banyak hal dengan menyakitkan. Maka Linar hanya bisa tersenyum masam,
"Aku masih ngerasa aneh, kamu yakin yang balas pesan tadi pagi itu kamu, Mas?" tanya Linar sangsi.
"Aku cuma lupa Linar, hari ini aku terlambat ke kantor karena telat bangun dan langsung di hadapan banyak pekerjaan, maaf ok!" pinta Dean merengkuh tubuh Linar tak perduli telah berjalan mundur, dipeluknya erat di cium puncak kepala merambah ke kening dan turun ke bibir Linar yang tak membalas.
Bibir Linar tersungging masam mendengar degup jantung Dean berdetak keras, seperti ... Perasaan nggak nyaman?
Linar membalas pelukan, menyandarkan kepalanya di dada Dean menghirup aroma yang menguar dari tubuh Dean yang selalu ia sukai. Tapi aromanya terlalu kuat tanda Dean menyemprotkan wewangian terlalu banyak.
Dasar!
Linar meregangkan pelukannya lebih dulu dan mendongak, ia tersenyum lalu bertanya.
"Jadi gimana pertemuan kamu sama relasi yang dikenalin Mas Roland kemarin, sini ceritain deh, sama aku?" pancing Linar tersenyum tipis.
Dean menatapnya dalam seolah tengah memilah sesuatu, "Lancar, dia seorang kontraktor yang memiliki banyak pengalaman. kami berbicara banyak sampai lupa waktu dan karena terlalu lelah mengemudi jadi Roland mengajak aku menginap di tempatnya jadi, ya aku setuju."
Linar mengangguk dua kali mendudukkan dirinya tepat di samping Dean tak lama Dean bangkit dan berjalan ke mejanya, Dean menyambungkan telepon di meja kerjanya memesan segelas ice matcha latte secepatnya pada Nuga asisten kerjanya untuk istrinya.
"Nggak apa-apa Mas, aku bisa menunggu. Kamu nggak perlu mendesak Nuga yang juga sedang sibuk."
Dean menoleh setengah hati lalu menuntaskan panggilannya dengan Nuga.
"Kamu sini dong, Mas!" ajak Linar
Linar menoleh mengamati wajah asli Dean. Pasalnya sedari tadi Dean bergerak kikuk, bahkan lebih banyak membelakanginya seperti tak nyaman atau ada yang ia tutupi, salahkan saja hatinya yang terlalu peka.
"Terus sama siapa lagi kalian mengobrol?"
Dean mengerjap matanya dua kali
"Cuma kami bertiga, memang kemarin itu sekedar pertemuan kasual antar lelaki sambil ngobrolin prospek kerja, proposal client yang sekiranya bisa kerja sama nantinya," papar Dean mengangkat bahunya dan menyugarkan rambutnya yang sudah rapih ke belakang.
Linar menatap dalam pada bola mata Dean, terasa begitu kecewa namun ia lebih memilih diam.
Linar yakin Dean menangkap perubahan dirinya yang tak ditutupi. Linar membiarkan Dean yang sudah duduk di sampingnya mencoba meraih tangannya, namun disaat yang sama Linar sengaja menepis tangannya.
"Kenapa, Lin?!" tanya Dean yang ditepis kasar oleh Linar. Mereka sama-sama terkejut akan reaksi masing-masing.
"Maaf, reflek tadi," cicit Linar tersenyum palsu.
"Aku pulang aja, Mas," ucap Linar bangkit dan berbalik cepat, tapi belum sampai ke depan pintu lengannya ditahan oleh Dean.
"Kamu itu kenapa, sih?!" sentak Dean frustrasi.
"Nggak apa-apa, aku nggak mau mengganggu kamu lebih lama Mas, maksudku. Mas harus lanjut bekerja lagi 'kan?" balas Linar menepiskan tangan Dean pelan namun tegas.
"Dan pastikan nanti malam, Mas pulang ke rumah kita! Bukannya keluyuran, ok!" pungkas Linar keluar mengabaikan panggilan Dean.
Silahkan Mampir Cerita Lainnya, Peringatan Cerita 19+Genre Adult Romance, Kontrak dg CEO yg bergaya Cassanova. Alur dan permasalahannya lebih real dan relate kehidupan normal. BlurbJavas mengerang karena bergairah, semakin merengkuh tubuh Zehra pada tubuh tegapnya yang membuat pipi Zehra memerah karena ikut merasakannya, dengan mata berkilat Javas mengusap pipi Zehra. "Jadi dari mana aja kamu seharian ini?""Cuma di rumah, mengemas semua barang aku. Kamu ingat 'kan? Ini jadi hari terakhir-""Aku berubah pikiran, ayo kita bertunangan!" Zehra mendorong dada Javas pelan, "Maaf, aku nggak bisa karena kontrak kita udah selesai, benar 'kan?"Tentang dua manusia yang tak pernah bersilang jalan sebelumnya kini terus dipertemukan hingga memantik rasa penasaran Javas Wira Sastro yang sudah muak dengan hidupnya, mencoba bermain api hingga memanfaatkan Zehra Deris yang terhimpit masalah.Mereka setuju untuk terikat dan tanpa sadar saling terbakar. Namun terlalu banyak perbedaan, drama serta
Empat Tahun Kemudian “Elkan sudah berusia enam tahun, sudah agak telat buat punya adik, tapi kenapa masih belum?” pupil mata Tante Ambar membesar, dengan reaksi dramanya ia melanjutkan. “Apa kalian cuma berencana punya satu anak atau ada masalah dengan rahim kamu lagi, Lin?”Pertanyaan terakhir adalah yang paling sensasional terbukti semua mata tertuju pada Linar yang tengah menuangkan air ke dalam gelas kosong. Ia menyadarinya tapi tak cukup ada alasan untuk menghentikan gerakannya. Ia memang langsung haus saat Tante Ambar kembali kumat.“Ambar! Jaga ucapan kamu!” peringat Om Soepomo.“Aku cuma tanya, kita ini ‘kan keluarga. Wajar dong kalau saling terbuka lagipula lebih baik bertanya langsung dari pada ngomongin di belakang ‘kan?”“Memangnya Tante Ambar masih ngomongin aku di belakang, ya?” tanya Linar berpura-pura ingin tahu.Tante Ambar mengerjapkan matanya beberapa kali. Kemudian mengulas senyum sambil mengedikkan bahunya. “Kadang-kadang aja, kamu terlihat awet muda sih,”“Aku ‘
"Dia pasti tahu itu, Roland pasti sudah cerita tentang itu ke dia." Linar bersedekap layaknya petugas biro interogasi, "Maryn tahu kamu sudah punya anak?" Dean menghela napasnya kasar. “Aku nggak tau, kami jarang ketika bertemu, ngobrol urusan pribadi seperti itu.” Linar memutuskan untuk tidak berhenti, ia mengikuti suaminya. "Lantas, mau apa dia menghubungi kamu selarut ini?" Dean memandang Linar lama, mencoba merangkai kata dengan penjelasan yang ia pilih. "Maryn memastikan aku hadir di pestanya Roland. Akan banyak yang datang dan mungkin akan menjadi acara semacam reuni." "Kamu memang pasti hadir 'kan? Secara dia sahabat kamu. Lagian acara pernikahannya masih dua minggu lagi, jadi kenapa dia harus memastikan kamu hadir sampai segitunya?" Dean terlihat frustrasi dengan enggan ia menambahkan. “Bukan acara pernikahannya tapi…semacam pesta lajang di tempat yang sudah di booking sama yang punya acara.” “Pesta lajang? Dimana?” “Di salah satu pulau Bali.” “Hah, pesta sendirian sek
Braaak! Dean memejamkan matanya, coba menahan keluhan lantaran pintu mobilnya yang baru saja dibanting oleh istrinya. Ia melirik pada Linar yang masih cemberut mengotak atik ponselnya.“Sebentar lagi jam sebelas, kita sekalian makan siang aja ya, jadi kamu pulang jam satu aja.” buka Dean sembari menjalani mobilnya keluar garasi.“Nggak bisa, ‘kan aku udah bilang aku nggak tega ninggalin Elkan terlalu lama.” balas Linar.“Makanya aku udah bilang tadi, bawa Elkan dan susternya sekalian.” bantah Dean santai namun dibalas delikkan oleh Linar.“Justru karena aku mikirin posisi kamu di kantor. Gimana kalau tantrumnya kambuh? Udah pasti mengganggu kesejahteraan kantor kamu.” ucap Linar sewot.Dean memejamkan matanya lelah. Tangannya mengusap wajahnya gusar. Dia mencoba mendekati Rere. “Aku minta maaf, ok. Berhenti ketus saat bicara sama aku, Lin.” Hening…Linar menyadari jika Dean sudah mulai tersinggung dan mengambil sikap tegas dan dinginnya.“Aku pikir kita udah baik-baik aja. Aku bena
"Maaf, Buk. Pak Dean sedang tidak ada di tempat.""Oh ya, bukannya kurang dari setengah jam, baru tiba jam istirahat?""Betul, Buk. Tapi sejam dua jam yang lalu Pak Dean keluar kantor untuk menghadiri event peluncuran salah salah satu karya kami, dan Bapak bilang akan kembali ke kantor sekitar jam dua nanti." jawab sekretaris Dean. Linar mengangguk kecil, ada perasaan menyesal karena sudah semangat mempersiapkan bekal makan siang sejak jam sembilan pagi. "Tadi kamu bilang, event peluncuran produk? Apa itu artinya Buk Dera William dan Pak Roland juga ikut?" pancing Linar. ***Linar merengut kesal, perasaan was-was masih saja menganggunya selama masih ada Dera yang menjadi salah satu partner kerja suaminya artinya Dera masih berputar di dunia suaminya. Peluang mereka untuk bertemu, dekat dan kembali nyaman terlalu besar. Dan terbukti ada kecocokan tempat diantara mereka. Dean baru saja memberitahu lewat telpon jika ia tengah berada di restoran ternama dan memakai ruang makan tertut
"Iya, nanti di dalam kamarnya jangan terlalu lama, ya. Biar kamu bisa ikut foto bersama nah, setelah itu kita bahas acara ulang tahun Ista, nanti. Kamu tahu 'kan sebentar lagi giliran Ista, adik ipar kamu yang berulang tahun. Jadi kamu harus ikut diskusi, ya!""Ok, Tante. Yaudah aku ke kamar dulu, ya. Elkan udah merengek terus."Linar masuk ke salah satu kamar tamu yang ada di lantai dasar. la duduk di sisi ranjang dan mulai menurunkan gaunnya di bagian dada dan melepas kancing bra. Sejak melahirkan Elkan, Linar selalu memakai bra dengan kancing di bagian depan agar memudahkannya untuk menyusui.Linar segera menempatkan bibir Elkan di puncak dadanya. Elkan yang sudah lapar dan haus, segera menghisap dengan tidak sabar. Tidak lama kemudian, mata bayi laki-laki sehat itu terpejam. Linar menatap Elkan dengan penuh kasih sayang. Tangannya bergerak pelan dan lembut untuk mengelus kepala anaknya yang berambut lebat seperti Dean. la tersenyum tipis. Perjalanan rumah tangga yang dulu terasa
Dean menelengkan kepalanya. "Kenapa bisa nggak seger lagi?""Ya, karena aku udah mandi dari setengah jam yang lalu," ucap Linar cemberut."Ya, terus kenapa kamu nggak langsung samperin aku aja, hmm?" "Niatnya 'kan mau kasih kejutan, lagian kamu kelihatan serius banget kerjanya, jadi aku pilih skincare-an deh, sambil nungguin." Dean mendengus ketika kedua lengan Linar mengalungi lehernya. “Bukan karena kamu sibuk cari alasan supaya aku nggak marahin kamu, hm?” sindir Dean tajam. Meski begitu, kedua tangannya bergerak pasti memeluk pinggang Linar.Linar tersenyum geli, kakinya sedikit berjinjit agar bisa mengecup sebentar bibir Dean. "Jangan marah dong, 'kan akunya ga jadi seminggu disana.""Kesepakatannya kamu dan Elkan cuma tiga hari disana, ingat.""Tapi kamu tau sendiri, Mamah aku protes karena aku nggak ikut bantuin acaranya. Dan kamu udah izinkan aku, ingat?""Amat sangat terpaksa, karena mamah kamu yang minta." dengus Dean. “Tapi Mas, kamu suka nggak?” bisiknya tepat didepa
"Cium!" bisik Linar ragu, "Dia cium bibir aku, Mas."Jawaban Linar cukup membuat Dean lega, hanya saja egonya terlanjur luka. Ia kecewa manakala di saat mereka berpisah, ia masih meyakini Linar masih mencintainya, dan kepercayaan Linar adalah perempuan yang pandai menjaga dirinya. Sejujurnya ia pun banyak membiarkan Dera. "Tumben, kamu mau. Padahal hubungan kalian setengah tahu pun belum?""..." Linar tak mampu memandang wajah suaminya.Dean berbalik, "Aku kecewa, aku pikir kamu nggak akan semudah itu berpaling.""Mas..." Linar menahan lengan Dean, "Waktu itu kita udah bercerai, Mas.""Secepat itu kamu berpaling? Apa kamu memang tipikal nggak bisa kesepian? Jangan - jangan kalau aku tinggal dinas lama di luar kota, kamu cari pelukan pria lain.""Aku nggak kaya gitu, Mas. Bukannya banyak kesempatan yang aku buktikan ke kamu, ya? Aku yang selalu nungguin kamu di kamar yang dingin sendirian, Mas! Aku selalu setia sama kamu….” Linar menggigit lidahnya, dan membuang wajahnya ke samping.D
Dean mengetahui jika Linar sudah lama bersahabat dengan Tita tapi dengan Andaru, pria yang dikenalnya sebagai kekasih dari Tita, sejauh apa istrinya dekat dengan Andaru? Dan apakah Tita mengetahui kedekatan mereka berdua hingga dengan santainya Andaru membuat janji temu dan makan bersama, bahkan mengirim pesan selarut ini. Berbagai macam pertanyaan dan pikiran negatif bersemayam dibenaknya dengan cara yang menjengkelkan. Ia curiga, khawatir dan mungkin cemburu. Namun kali ini Dean ingin menguji istrinya.***Tok.. Tok.. "Masuk,"“Mas, ini udah jam makan siang lho, makan yuk!”Dean tersenyum kecil saat menemukan Linar yang melangkah menuju meja kerjanya. Ia memundurkan kursinya dan menyamankan posisi duduknya dengan kaki yang terbuka lebar.Linar berdiri di sampingnya, menyandar di pinggir meja setelah meletakkan tas di atasnya. Tangannya memainkan rambut Dean. “Lunch bareng aku yuk, ada resto recommended yang mau aku coba bareng kamu," Dean mengangguk setuju, menikmati tangan Linar
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen