"Apapun itu lebih aman di sini," gumam Dean.
"Apa maksud kamu, Mas?" tanya Linar tertarik.
"Karena aku nggak mau putar balik dan terjebak macet, aku harus segera sampai ke kantor. Lagipula aku pikir kamu butuh teman bicara, dan Mami juga sama."
Dean melirik Linar dari ujung matanya, ia terlihat tengah menimbang dan sebelum Linar menolak Dean kembali bicara. "Aku pergi sekarang, agar aku punya waktu untuk sekedar sarapan sebelum ke kantor."
Mobil berhenti tepat di depan gerbang rumah maminya. Memilih menghindari konflik, ia berpesan.
"Aku akan langsung berangkat, salam buat Mami!"
"Oh ya, pastikan kamu sarapan, sebelum bekerja, Mas?"
Dean menoleh membalas tatapan istrinya yang ia kenal sarat akan perhatian khas Linar "Ok, mungkin aku akan pesan makanan untuk di take away atau delivery. Entahlah."
Linar mengangguk kecil, "Terserah, pastikan aja maag kamu nggak akan kumat lagi," ucapnya pelan di akhir kalimat.
Dean tersenyum kecil ia mengelus rambut hitam Linar sayang. "Iya, sayang," ucapnya lembut
Linar terdiam ia menarik kecil sudut bibirnya "Sayang? Aku bukan Dera mas gimana sih, kamu." balas Linar setengah hati melepas seat belt dan membuka pintu.
"Lin!" tahan Dean spontan berseru lebih keras karena tersinggung.
"Nah itu dia, kamu sadar nggak sih mas kamu udah lama berhenti manggil aku sayang di saat normal kayak gini dan itu alasan buat aku bertanya - tanya kenapa dan aku udah tahu sih jawabannya jadi kamu ngga perlu repot menjelaskan apapun, aku udah paham" imbuh Linar perih.
"Kamu salah Lin dan apa maksud kamu di saat normal, hah?"
"Belakangan ini kamu udah jarang manggil aku sayang selain saat kamu minta hak kamu di atas ranjang selain itu kamu manggil aku nama sama seperti orang kebanyakan, itu karena kamu udah punya wanita kesayangan lain kan, Dera kan orangnya!" Habis sudah unek -unek yang disimpan selama ini, niatnya tak ingin ribut di pagi hari pupus sudah.
Dean melepas cekalannya pada lengan Linar dan memukul frustasi kemudinya.
"Lin, aku minta maaf aku ... " Dean masih membuka mulutnya kini tanpa suara, suaranya seakan tercekik di tenggorokan.
Linar memandang intens suaminya dan mengerti, ia mengangguk dua kali.
"Kamu hati - hati di jalan ya, pastiin kamu sarapan lagi." Linar mengambil tangan Dean bertakdzim lalu mendongak untuk tersenyum yang dipaksakan dan bergegas keluar dari mobil berjalan ke gerbang tanpa menoleh.
"Mbak Linar," sapa mbok jah asisten rumah tangga keluarga Dean.
"Pagi mbok, Mami mana?" Tanyanya yang bukan basa basi.
"Nyonya belum sampai rumah, kemarin sore ke rumah adiknya mungkin siang ini baliknya"
Linar mengangguk sembari menghela napas lega, syukurlah pikirnya.
"Aku langsung ke kamar ya, Mbok." Seru Linar berjalan ke arah tangga ke kamar suaminya dulu sebelum menikah dengannya.
Sesampainya di kamar Linar duduk di tepi ranjang, ia menutup wajahnya dan menangis kecil rasa sesak di dada masih bercokol di dalam hatinya dan ia adalah jenis manusia yang sulit melepas ingatan hingga merasa sakit di dada.
Ia menatap ke arah pigura berisi foto ia dan suaminya di hari pernikahan tampak bahagia dan bersyukur di mata keduanya. Ya Tuhan apa yang harus hamba lakukan gumamnya bertanya.
***
Dean menaiki anak tangga lebih cepat dari biasanya, hatinya resah karena istrinya yang abai di setiap panggilannya membuat otaknya memproyeksi dari hal biasa hingga yang tak diinginkan. Linar selalu mengirim pesan jika ia sedang tak bisa mengangkat telepon.
Dean membuka pintu kamar kayu ia lekas menekan saklar dan lampu menyala ia berjalan tiga langkah dan berbelok jadi lebih kesal karena tak menemukan istrinya di sudut manapun.
"Lin, Linar?!" Panggilnya setengah teriak namun tak kunjung dibalas ,ia sampai di depan pintu kamar mandi tapi tetap tanpa sautan.
Dean membuka pintu tanpa mengetuk dan tetap saja istrinya tak ia temukan , ia menyentuh keningnya frustasi sembari menekan panggilan telepon matanya menatap jauh ke arah balkon yang tertutup tirai hitam dan bejalan mendekat lalu membuka tirainya lebar - lebar, sial nomornya tidak aktif .
Apa istrinya itu pergi dari kembali ke rumah mereka atau dia ..
"LINAR , ... LINAR!" bentak Dean. Tak ingin membuang waktu ia lekas menaruh ranselnya asal dan melangkah lebar - lebar berbelok ke pintu luar dalam pengawasan netra sendu yang berdiri di ujung balkon .
Ia mengaktifkan kembali gawai di tangan dan melihat enam miscall dari suaminya kemudian ia menghubungi balik.
"Aku di kamar dan kamu mau kemana lagi Mas?"
Linar menutup mata dan mengangguk kecil mendengar kemarahan suaminya karena ulahnya yang sengaja menghindar dengan cara tak menyahuti panggilan suaminya.
Ia berjalan dan duduk di tepi ranjang masih mendengarkan ocehan suaminya.
Brak!
Linar menoleh dan menutup panggilan teleponnya bersiap menghadapi suaminya.
"Kenapa kamu nggak aktifin Hp kamu hah? Dan kemana kamu tadi aku cari di kamar tapi kamu nggak ada?"
"Hp aku lowbat jadi sebelum bener - bener mati aku nonaktif hpnya. Dan aku ada kok, kamu aja yang nggak bisa sadari kehadiran aku," sambutnya memelan.
Dean melemaskan otot pada rahangnya balasan tersirat itu tampak mengena dan ia memilih tak membahasnya.
"Kamu bisa nyaut pas aku manggil nama kamu Lin, bahkan aku teriak manggil kamu dan kamu ngga jawab,"
Linar berdiri dan berjalan pelan ke arah suaminya yang tengah membuka kancing kemejanya. Linar meraih pergelangan tangan kiri suaminya membalik pelan dan melepaskan arloji dengan lembut lalu dilanjutkan dengan ikat pinggang dilepasnya
"Aku selalu ada di tempat kamu Mas, nunggu kamu dan mendoakan kamu saat aku khawatir karena kamu terlambat pulang. Aku mendoakan kesehatan, keselamatan dan kebahagiaan kamu tapi kamu malah biarin aku nunggu kamu mencari kesenangan kamu dengan perempuan lain" Linar mendongak menatap tepat pad netra hitam pekat suaminya.
"Harusnya kamu ngga securang itu Mas, kamu tega banget sama aku kenapa sih?" tanyanya dengan suara parau.
Dean membuang wajahnya ke samping tak siap akan pertanyaan hati istrinya.
Linar tersenyum sinis, walau tak harap jawaban normal tapi ia sesak karena suaminya tak mengucapkan penyesalan atau permintaan maaf dan berujung bujuk rayu, seperti biasa.
Setelah melepaskan dua barang itu dari suaminya Linar melangkah mundur dan mendongak.
"Kamu ingat saat aku maksa kamu nonton drama keluarga yang suaminya selingkuh dari istrinya juga mengkhianati anaknya. Di hari itu aku minta sama kamu untuk selalu terus terang sama aku ,kalau ada yang buat kamu ngga suka, tersinggung atau apapun kamu cukup bilang sama aku atau ,- "
"Lin!" potong Dean melangkah dan meremas bahu Linar ia menunduk.
"Aku minta maaf, aku tahu aku salah dan yang penting aku udah di sini sama kamu jadi jangan bahas itu lagi ya," pintanya melembut.
Linar tersenyum masam, ia menggeleng sekali "Atau kalau kamu udah nggak suka aku, kamu bisa langsung bilang dan kasih tahu apa yang harus aku lakukan untuk nyenengin kamu lagi bukan dengan kamu diam, abai dan selingkuhi aku maaf," ucapnya sesak.
Dean menyugar rambutnya frustasi kerutan di keningnya lebih dalam. Dia tampak kewalahan meredam emosinya.
Linar tahu harus berhenti lagi pula ia sendiri lelah karena menangis sedari tadi menangis dan mengintrospeksi diri ternyata mengeluarkan banyak energinya.
"Kamu mandi sana! Dan kamu udah makan malam?"
Mata Dean beralih pada istrinya yang melangkah menjauh dari dirinya, tampak menghentikan provokasinya Lalu ia menggeleng pelan.
"Aku lapar,"
"Kamu mandi dulu yah, setelah itu kamu makan, makanan kamu udah aku taruh di oven tinggal di nyalain aja biar hangat makannya" balas Linar berjalan ke arah laci dan menaruh arloji dan ikat pinggang suaminya.
"Kamu-"
"Aku mau langsung tidur, ngantuk," potong Linar beralih ke ranjang dan bersiap tidur.
Dean menghela napasnya kasar atas penolakan Linar yang tak biasanya. pun berjalan ke arah kamar mandi, sembari membuka pakaiannya.
***
"Mas?"
"Mami, belum tidur Mi?" tanya Dean terkejut melihat maminya sudah berdiri di sampingnya.
Sang mami menggeleng pelan menangkap keterkejutan anak lelakinya yang kedapatan tengah memandangi makanannya tak minat, hal yang langka. Rasa khawatir pun menyusup ke dada sang ibu.
Sang mami menggeleng pelan menangkap keterkejutan anak lelakinya yang kedapatan tengah melamun, hal yang langka.
"Iya, tadi siang udah tidur lama jadi mami belum ngantuk, mana Linar tumben ngga di temenin makan sama istrimu itu?"
Dean kembali menekuri makan malamnya, bertambah malas menghabiskannya.
"Dia di kamar ngantuk katanya,"
Sang mami menduduki kursi di sebelah Dean dan menopang dagu seraya bertanya.
"Ada apa? Kalian ada masalah lagi yang ... lebih serius ya, masalahnya?"
Dean membuang wajahnya dan mendorong piring yang sisa sedikit.
"Biasalah Mi, masalah rumah tangga," jawabnya acuh.
"Mami kaget dengar dari si Mbok, Linar datang ke sini tapi langsung ke kamar dan nggak keluar cukup lama. Dia keluar cuma untuk makan malam dan jawab mami juga singkat tapi yah itu walaupun lagi jelek moodnya dia tetap siapin makan malam buat kamu"
Dean menggenggam gelas tinggi yang sisa setengah sembari mendengarkan maminya.
"Dia terlihat nggak semangat jelas lagi banyak pikiran tapi dia nggak mau bilang apapun ke mami tapi, dia sempat bilang ..?" jeda maminya menatap Dean dalam.
"Dia terlihat nggak semangat jelas lagi banyak pikiran tapi dia nggak mau bilang apapun ke mami tapi dia sempat bilang ..?" jeda maminya menatap Dean dalam."Pas mami tanya kemarin apa alasan kamu nggak balik ke rumah ini jemput dia, dia bilang itu tanya aja ke kamu, dia takut salah ngomong. Maksudnya apa Mas? Emang kamu kemana sampai ngga pulang ke rumah mami bahkan kamu nggak jemput istri kamu. Kamu tahu dia dapat pertanyaan dari saudara - saudara kamu mereka mengira kalian bertengkar dan Linar terlihat bingung menjawabnya,"Dean menghembuskan napasnya kasar, rasa bersalah menyeruak di dadanya untuk istrinya."Mas?" Panggil maminya menuntut."Aku lagi ada urusan Mi dan nggak sempat ngasih kabar, dan kami sempat salah paham." dustanya sembari menandaskan makanannya dan bangkit menjauh.Tak lama Dean mendatangi kamar mereka untuk mencari Linar yang ternyata tengah berendam di bath up, Dean merengut tak biasanya istrinya itu meninggalkannya sekalipun Linar sudah selesai makan ia selal
Linar menunggu dengan detak jantungnya yang bertabur cepat hingga menyesakkan dadanya, ia takut ... "Udah 8 bulan belakangan ini, Maafin Mas, sayang," seru Dean payah. "Udah lama dong? Oh iya yah kamu mulai berubah juga udah lama kok. Kalian mainnya cantik sih udah pengalaman yah pacar kamu itu?" Ejek Linar datar. Dean membuang wajahnya, bahu dan kepalanya menurun. "Well, untung aku rajin mendoakan kamu dan rumah tangga kita. Jadi aku nggak harus di curangin kamu lama - lama. Lebih baik begini cepat terbongkar sebelumnya lebih parah dari ini. "Maksud kamu Lin?" "Dan sejak kapan kalian mulai sex nya, Mas?" ucap Linar pelan sembari tetap menatap suaminya. "Cukup Lin, aku nggak mau ngebahasnya dan aku tahu itu akan nyakitin kamu lebih dari ini, udah yah aku haus tolong ambilkan aku minum!" sambar Dean. "Nyakitin aku lebih dari ini? Berarti dari pertama kalian mutusin pacaran kali itu juga kalian berzinah ya, dan sepanas apa sih pergulatan kalian di atas ranjang sampai ,-" tanya Li
"Si perempuan itu tampak akrab sama suami lo, Lin!" jelas Tya hati-hati. Linar hanya balas mengangguk, "Dalam circle pertemanan Mas Dean, memang ada aja perempuannya. Semacam wanita alpha gitu yang punya prestasi dan punya posisi setara eksekutif di perusahaan mereka. Bukan hal yang baru, Tya. Udah ya, kita ganti topik aja!" Hening .. Tya terlihat ingin mengejar topik yang sudah di tutup oleh empunya cerita tapi ia memilih mengangguk mengerti demi kenyamanan sahabatnya. "Apapun itu lo harus ingat Lin, kita ada buat lo kalau lo butuh teman curhat atau teman pelarian jadi jangan sok kuat seakan lo tinggal sendiri dan bisa menyelesaikan semua sendiri, ok!" tutur Tita menguatkan. "Iya, lo boleh kok ngerepotin kita kapan aja toh selama ini gue sama Tita sering kecipratan hidup enak karena uang suami lo itu hahaha, intinya lo punya kita untuk ngebantu masalah lo mungkin jadi yah kita harus tahu dulu masalahnya apa nih?" pancing Tya yang di balas tawa kecil Tita. "Lihai sekali anda
"Diet? Tumben kamu diet sekeras ini lagian walaupun tubuh kamu ngga selangsing yang lain, tapi kamu, 'kan nggak gendut?"Yang lain? Ah pasti maksudnya sepupu Dean yang lain yang memang menjaga bentuk tubuh seapik mungkin hingga menyiksa karena tak leluasa makan enak kapanpun dimau pikirnya."Iya, belakangan ini aku lagi ngga percaya diri, Mi. Di sekitar mas Dean banyak yang lebih cantik, pintar dan punya pekerjaan yang bagus terlebih mereka pintar jaga badan, aku jadi minder. Lagian ini usaha aku agar mas Dean tetap setia sama aku," Linar tersenyum masam menyadari ada sengau menahan tangis di ujung suaranya."Memangnya si Mas kenapa?"Linar makin tersenyum lebar dengan mata yang sendu memandang maminya. "Ngga, ngga apa-apa kok, mas Dean baik-baik, aja.""Walaupun ada masalah. sebagai seorang istri kamu harus tetap mendampingi suami kamu, kamu harus percaya dan jaga kepercayaanya. Jangan jadi istri yang suka membesar-besarkan masalah, kamu harus lebih sabar dan mengalah, itu kuncinya."
"Tapi, Bapak setia kan?""Ya enggak juga. Namanya juga laki-laki suka khilaf.""Maksudnya?" tanyanya agak sinis.Linar merasa tertarik dengan supir taxi ini bahkan ia terbawa suasana "Lalu, apa Bapak menyesal udah selingkuh?""Selingkuh itu rasanya berlebihan Mbak. Seakan saya melibatkan hubungan jangka panjang dengan wanita itu. Saya cuma beberapa kali itupun sewaktu tidak bisa mengontrol diri. Namanya lelaki kan hormonnya beda. Apalagi kalau ada masalah di rumah dan mabuk lalu melihat yang bening dan bersedia disentuh kadang jadi tidak bisa menahan diri. Setelah selesai ya merasa bersalah lalu pulang.""Dalam keadaan masih cinta istri Bapak?""Cinta? Rasanya udah lama rasa itu mba saya malah hampir lupa dan udah nggak penting sama cinta. Yang namanya sama istri yang jadi ibu anak-anak bagaimanapun harus saya jalani. Senakal-nakalnya saya, saya tidak pernah berniat meninggalkan istri saya. Terutama setelah saya perlahan mengurangi aktivitas malam saya, rasanya kesadaran saya kembali
14. Adu Amarah"Dan aku sadar aku ini masih seorang istri yang jauh dari kata cukup buat kamu, 'kan? Jadi aku tunggu, maksud kamu aja?" ucapnya datar dan melangkah tapi ditahan."Apa maksud kamu?" tanyanya tegang.Linar balas memandang kali ini dengan tatapan emosi ingin menangis, "Kalau kamu berbuat lebih dari ini. Jujur aku udah ngga mampu mempertahankan apapun yang tersisa dari rapuhnya rumah tangga kita, Mas!""Apa MAKSUD KAMU?" bentaknya emosi.Tes ...Air mata Linar jatuh di pipi kiri, ia menggigit bibirnya demi menahan Isak tangis, mereka sama-sama tahu pembicaraan malam ini terkesan sensitif.Linar berhasil menyunggingkan senyum kecil yang malah terlihat sendu. "Aku sudah kalah saat kamu memilih dia sebagai tempat kamu singgah setelah seharian kamu bekerja, aku udah kehilangan kepercayaan diri saat kamu memilih menghabiskan waktu libur kamu sama dia dan aku-"Linar menjeda ucapannya yang sudah terdengar getir dengan air mata di pipi."Aku udah kehilangan kewarasanku saat lihat
15.Linar memejamkan matanya beberapa detik, khawatir ia akan ditekan lagi. "Linar!" panggil Dean lebih keras. "Apa?""Kamu mikir apa sih?""Bukan apa-apa. Berhenti ikut campur yang bukan urusanmu, Mas," ucap Linar setengah bergumam."Kamu bilang apa?""Aku cuma heran, kamu kenapa balik lagi Mas? Ada yang ketinggalan?" tanya Linar mengalihkan pembicaraan."Iya, aku nggak menemukan laptop aku di mobil, tolong kamu cari di meja kerjaku!""Iya, aku cari, kamu tunggu disini!"***Linar menyeka keringatnya yang terasa kian mengganggu lantaran banyaknya buliran keringat yang banyak sebagai hasil ekskresi setelah ia melakukan zumba bersama teman sekelasnya selama 1 jam."Hufthh ..." Linar memutuskan untuk bergabung bersama teman -temannya yang sudah lebih dulu beristirahat."Udah capek Lin?" tanya Ineu yang di balas anggukan lemah oleh Linar."Habis ini gue sama anak - anak mau makan gulai kambing di resto sebelah, lo mau ikut?""Gulai kambing? Aduh nggak deh makasih, gue lagi diet nih" t
"Dean, Kamu terlambat!" sungut Dera cemberut menerima kedatangan Dean yang ditunggunya. "Kamu tahu alasan aku telat kan Ra dan kamu aja yang nggak sabaran. Kali ini ada apa? Kamu mau apa?""Apa? Kamu masih tanya?! Aku muak sama sikap kamu yang terus berlagak nggak mau tahu!" sentak Dera jengkel."Aku mau kita segera resmikan hubungan kita sebelum perut aku membesar dan buat aku malu oh dan jangan lupakan keluarga aku. Rasanya kepalaku mau pecah mikirin ini. Harusnya aku nggak seceroboh ini," ucap Dera kalut, tak memperdulikan wajah kesal Dean."Aku udah berulang kali peringatkan kamu untuk minum pil KB itu kan," desis Dean menipiskan bibirnya.Dera mencebikkan bibirnya kesal "Kamu tahu efek sampingnya kan, aku nggak mau jadi gemuk dan aku nggak punya waktu ke rumah sakit hanya untuk suntik KB atau apapun itu tapi ya, sudahlah toh ada efek positifnya kan,""Apa maksud kamu?" tanya Dean menunggu."Efek positifnya adalah kamu punya alasan kuat untuk meresmikan hubungan kita dan cuma perl
Silahkan Mampir Cerita Lainnya, Peringatan Cerita 19+Genre Adult Romance, Kontrak dg CEO yg bergaya Cassanova. Alur dan permasalahannya lebih real dan relate kehidupan normal. BlurbJavas mengerang karena bergairah, semakin merengkuh tubuh Zehra pada tubuh tegapnya yang membuat pipi Zehra memerah karena ikut merasakannya, dengan mata berkilat Javas mengusap pipi Zehra. "Jadi dari mana aja kamu seharian ini?""Cuma di rumah, mengemas semua barang aku. Kamu ingat 'kan? Ini jadi hari terakhir-""Aku berubah pikiran, ayo kita bertunangan!" Zehra mendorong dada Javas pelan, "Maaf, aku nggak bisa karena kontrak kita udah selesai, benar 'kan?"Tentang dua manusia yang tak pernah bersilang jalan sebelumnya kini terus dipertemukan hingga memantik rasa penasaran Javas Wira Sastro yang sudah muak dengan hidupnya, mencoba bermain api hingga memanfaatkan Zehra Deris yang terhimpit masalah.Mereka setuju untuk terikat dan tanpa sadar saling terbakar. Namun terlalu banyak perbedaan, drama serta
Empat Tahun Kemudian “Elkan sudah berusia enam tahun, sudah agak telat buat punya adik, tapi kenapa masih belum?” pupil mata Tante Ambar membesar, dengan reaksi dramanya ia melanjutkan. “Apa kalian cuma berencana punya satu anak atau ada masalah dengan rahim kamu lagi, Lin?”Pertanyaan terakhir adalah yang paling sensasional terbukti semua mata tertuju pada Linar yang tengah menuangkan air ke dalam gelas kosong. Ia menyadarinya tapi tak cukup ada alasan untuk menghentikan gerakannya. Ia memang langsung haus saat Tante Ambar kembali kumat.“Ambar! Jaga ucapan kamu!” peringat Om Soepomo.“Aku cuma tanya, kita ini ‘kan keluarga. Wajar dong kalau saling terbuka lagipula lebih baik bertanya langsung dari pada ngomongin di belakang ‘kan?”“Memangnya Tante Ambar masih ngomongin aku di belakang, ya?” tanya Linar berpura-pura ingin tahu.Tante Ambar mengerjapkan matanya beberapa kali. Kemudian mengulas senyum sambil mengedikkan bahunya. “Kadang-kadang aja, kamu terlihat awet muda sih,”“Aku ‘
"Dia pasti tahu itu, Roland pasti sudah cerita tentang itu ke dia." Linar bersedekap layaknya petugas biro interogasi, "Maryn tahu kamu sudah punya anak?" Dean menghela napasnya kasar. “Aku nggak tau, kami jarang ketika bertemu, ngobrol urusan pribadi seperti itu.” Linar memutuskan untuk tidak berhenti, ia mengikuti suaminya. "Lantas, mau apa dia menghubungi kamu selarut ini?" Dean memandang Linar lama, mencoba merangkai kata dengan penjelasan yang ia pilih. "Maryn memastikan aku hadir di pestanya Roland. Akan banyak yang datang dan mungkin akan menjadi acara semacam reuni." "Kamu memang pasti hadir 'kan? Secara dia sahabat kamu. Lagian acara pernikahannya masih dua minggu lagi, jadi kenapa dia harus memastikan kamu hadir sampai segitunya?" Dean terlihat frustrasi dengan enggan ia menambahkan. “Bukan acara pernikahannya tapi…semacam pesta lajang di tempat yang sudah di booking sama yang punya acara.” “Pesta lajang? Dimana?” “Di salah satu pulau Bali.” “Hah, pesta sendirian sek
Braaak! Dean memejamkan matanya, coba menahan keluhan lantaran pintu mobilnya yang baru saja dibanting oleh istrinya. Ia melirik pada Linar yang masih cemberut mengotak atik ponselnya.“Sebentar lagi jam sebelas, kita sekalian makan siang aja ya, jadi kamu pulang jam satu aja.” buka Dean sembari menjalani mobilnya keluar garasi.“Nggak bisa, ‘kan aku udah bilang aku nggak tega ninggalin Elkan terlalu lama.” balas Linar.“Makanya aku udah bilang tadi, bawa Elkan dan susternya sekalian.” bantah Dean santai namun dibalas delikkan oleh Linar.“Justru karena aku mikirin posisi kamu di kantor. Gimana kalau tantrumnya kambuh? Udah pasti mengganggu kesejahteraan kantor kamu.” ucap Linar sewot.Dean memejamkan matanya lelah. Tangannya mengusap wajahnya gusar. Dia mencoba mendekati Rere. “Aku minta maaf, ok. Berhenti ketus saat bicara sama aku, Lin.” Hening…Linar menyadari jika Dean sudah mulai tersinggung dan mengambil sikap tegas dan dinginnya.“Aku pikir kita udah baik-baik aja. Aku bena
"Maaf, Buk. Pak Dean sedang tidak ada di tempat.""Oh ya, bukannya kurang dari setengah jam, baru tiba jam istirahat?""Betul, Buk. Tapi sejam dua jam yang lalu Pak Dean keluar kantor untuk menghadiri event peluncuran salah salah satu karya kami, dan Bapak bilang akan kembali ke kantor sekitar jam dua nanti." jawab sekretaris Dean. Linar mengangguk kecil, ada perasaan menyesal karena sudah semangat mempersiapkan bekal makan siang sejak jam sembilan pagi. "Tadi kamu bilang, event peluncuran produk? Apa itu artinya Buk Dera William dan Pak Roland juga ikut?" pancing Linar. ***Linar merengut kesal, perasaan was-was masih saja menganggunya selama masih ada Dera yang menjadi salah satu partner kerja suaminya artinya Dera masih berputar di dunia suaminya. Peluang mereka untuk bertemu, dekat dan kembali nyaman terlalu besar. Dan terbukti ada kecocokan tempat diantara mereka. Dean baru saja memberitahu lewat telpon jika ia tengah berada di restoran ternama dan memakai ruang makan tertut
"Iya, nanti di dalam kamarnya jangan terlalu lama, ya. Biar kamu bisa ikut foto bersama nah, setelah itu kita bahas acara ulang tahun Ista, nanti. Kamu tahu 'kan sebentar lagi giliran Ista, adik ipar kamu yang berulang tahun. Jadi kamu harus ikut diskusi, ya!""Ok, Tante. Yaudah aku ke kamar dulu, ya. Elkan udah merengek terus."Linar masuk ke salah satu kamar tamu yang ada di lantai dasar. la duduk di sisi ranjang dan mulai menurunkan gaunnya di bagian dada dan melepas kancing bra. Sejak melahirkan Elkan, Linar selalu memakai bra dengan kancing di bagian depan agar memudahkannya untuk menyusui.Linar segera menempatkan bibir Elkan di puncak dadanya. Elkan yang sudah lapar dan haus, segera menghisap dengan tidak sabar. Tidak lama kemudian, mata bayi laki-laki sehat itu terpejam. Linar menatap Elkan dengan penuh kasih sayang. Tangannya bergerak pelan dan lembut untuk mengelus kepala anaknya yang berambut lebat seperti Dean. la tersenyum tipis. Perjalanan rumah tangga yang dulu terasa
Dean menelengkan kepalanya. "Kenapa bisa nggak seger lagi?""Ya, karena aku udah mandi dari setengah jam yang lalu," ucap Linar cemberut."Ya, terus kenapa kamu nggak langsung samperin aku aja, hmm?" "Niatnya 'kan mau kasih kejutan, lagian kamu kelihatan serius banget kerjanya, jadi aku pilih skincare-an deh, sambil nungguin." Dean mendengus ketika kedua lengan Linar mengalungi lehernya. “Bukan karena kamu sibuk cari alasan supaya aku nggak marahin kamu, hm?” sindir Dean tajam. Meski begitu, kedua tangannya bergerak pasti memeluk pinggang Linar.Linar tersenyum geli, kakinya sedikit berjinjit agar bisa mengecup sebentar bibir Dean. "Jangan marah dong, 'kan akunya ga jadi seminggu disana.""Kesepakatannya kamu dan Elkan cuma tiga hari disana, ingat.""Tapi kamu tau sendiri, Mamah aku protes karena aku nggak ikut bantuin acaranya. Dan kamu udah izinkan aku, ingat?""Amat sangat terpaksa, karena mamah kamu yang minta." dengus Dean. “Tapi Mas, kamu suka nggak?” bisiknya tepat didepa
"Cium!" bisik Linar ragu, "Dia cium bibir aku, Mas."Jawaban Linar cukup membuat Dean lega, hanya saja egonya terlanjur luka. Ia kecewa manakala di saat mereka berpisah, ia masih meyakini Linar masih mencintainya, dan kepercayaan Linar adalah perempuan yang pandai menjaga dirinya. Sejujurnya ia pun banyak membiarkan Dera. "Tumben, kamu mau. Padahal hubungan kalian setengah tahu pun belum?""..." Linar tak mampu memandang wajah suaminya.Dean berbalik, "Aku kecewa, aku pikir kamu nggak akan semudah itu berpaling.""Mas..." Linar menahan lengan Dean, "Waktu itu kita udah bercerai, Mas.""Secepat itu kamu berpaling? Apa kamu memang tipikal nggak bisa kesepian? Jangan - jangan kalau aku tinggal dinas lama di luar kota, kamu cari pelukan pria lain.""Aku nggak kaya gitu, Mas. Bukannya banyak kesempatan yang aku buktikan ke kamu, ya? Aku yang selalu nungguin kamu di kamar yang dingin sendirian, Mas! Aku selalu setia sama kamu….” Linar menggigit lidahnya, dan membuang wajahnya ke samping.D
Dean mengetahui jika Linar sudah lama bersahabat dengan Tita tapi dengan Andaru, pria yang dikenalnya sebagai kekasih dari Tita, sejauh apa istrinya dekat dengan Andaru? Dan apakah Tita mengetahui kedekatan mereka berdua hingga dengan santainya Andaru membuat janji temu dan makan bersama, bahkan mengirim pesan selarut ini. Berbagai macam pertanyaan dan pikiran negatif bersemayam dibenaknya dengan cara yang menjengkelkan. Ia curiga, khawatir dan mungkin cemburu. Namun kali ini Dean ingin menguji istrinya.***Tok.. Tok.. "Masuk,"“Mas, ini udah jam makan siang lho, makan yuk!”Dean tersenyum kecil saat menemukan Linar yang melangkah menuju meja kerjanya. Ia memundurkan kursinya dan menyamankan posisi duduknya dengan kaki yang terbuka lebar.Linar berdiri di sampingnya, menyandar di pinggir meja setelah meletakkan tas di atasnya. Tangannya memainkan rambut Dean. “Lunch bareng aku yuk, ada resto recommended yang mau aku coba bareng kamu," Dean mengangguk setuju, menikmati tangan Linar