Mendengar hal itu, Dean berbalik dengan wajah terkejut, cih! Bukan hanya Dean, Dera pun ikut berbalik dan terkejut dengan cara serupa dan Dean lah yang langsung mendekat ke hadapan Linar.
Linar melengos dan duduk di sofa empuk berwarna putih. Menegakkan tubuh.
"Kenapa cuma berdiri? Silahkan duduk!" titah Linar berhasil menstabilkan suaranya.
"Apa yang bisa kamu jelasin, Mas?" tanya Linar bernada lemah dengan tangan bergetar yang ditutupi dengan tas tangannya.
Dera dengan mengenakan lingerie minim terbalut handuk kimono minim berjalan enggan, ia mengambil tempat tepat disebelah Dean yang terduduk tegang.
Nafas Linar bergemuruh melihatnya. Dan Dera merasa benar mengambil posisi berdekatan dengan Dean. Dean yang menyadari sedang diperhatikan oleh Linar segera bangkit untuk duduk di sofa yang sama yang digunakan Linar.
Namun itu tak berarti apapun bagi Linar, menahan sesak di dada. Linar menunduk kewalahan lantaran dada dan kepalanya semakin pening menyerang bersamaan.
"Linar?"
Linar mengangkat tangannya memberi kode pada Dean agar tidak menyentuhnya meski dalam kondisi lemah.
"Sayang, kamu nggak apa-apa?" tanya Dean panik mengabaikan larangan Linar. Dean menyentuh bahu Linar agar menghadapnya merangkum wajahnya dengan telapak tangannyayang besar dan menahan wajah Linar agar tetap menatapnya.
"Hah, kamu sadar ngga, sih? Barusan kamu manggil aku 'sayang' di depan jalang kamu. Nggak takut dia merajuk dan nggak kasih kamu jatah malam ini, eh?" tanya istrinya mengejek dengan mata berkaca-kaca serta suara yang bergetar.
Dean membuka mulutnya dan langsung menutupnya lagi, dengan tatapan kaget dan kecewa, ia berkata lirih "Maafin aku, Lin."
Deg!
Dean bahkan tak mengelak atau marah dan menjelaskan apapun yang mungkin saja kesalah pahaman.
Hah!
Linar menepis kasar kedua tangannya yang merangkum rahangnya, dan menoleh pada Dera yang menatap ia cemburu.
"Jadi, apa yang mau kamu jelasin, Mas?"
"Dari mana kamu tahu aku di sini, hah?"
"Aku yang bertanya lebih dulu! Kenapa bisa kamu pulang ke hotel wanita ini, dengan dia yang memakai lingerie merah berbalut jubah minim dan kamu yang berpenampilan santai berduaan di kamar tertutup, di jam selarut ini. UNTUK APA? UNTUK BERTAMU, HAH?!"
Dean mundur dua langkah. Kembali ia menjenggut rambutnya frustasi.
"Seharusnya kamu nggak di sini, Lin! Harusnya kamu berada di rumah, bukan di sini!" erangnya kian frustasi.
Linar memandangnya kecewa dan lelah.
Tentu saja. Ia frustasi akibat perbuatan bejatnya telah terbongkar.
"Maksud kamu? Menurut kamu harusnya aku tetap jadi istri yang bego! Yang mudah ditipu dan tetap jadi istri yang baik untuk melayani kamu di rumah, gitu? Dengan kamu yang curang! Bersenang-senang dengan perempuan lain di belakang aku, gitu Mas?!" tantang Linar geram.
Dean menunduk kalah. Sedangkan Linar tersenyum masam, menahan sakit tatkala melihat suaminya, yang tak juga menyangkal
Kemudian aku menoleh pada Dera yang kedua tangannya bersedekap di atas perut dengan wajah yang dibuang ke samping.
Dalam kemarahannya Dera menatap Dean, menilai reaksi dan menuntut perlindungan dari Dean, namun hatinya kian kecewa mendapati Dean yang tak berkutik.
Linar mengadahkan kepalaku ke atas, menahan air mata yang hendak mengalir lalu bertanya lirih, "Kenapa harus berselingkuh, Mas? Apa yang kamu cari, apa alasannya?"
"Lin!"
"Jelasin dong, Mas! biar aku paham, apa kurangku dan apa alasan kamu! Semuanya karena ada alasannya, 'kan?"
"Ngga ada, Lin! aku cuma lagi bermain-main karena ... karena, Aku masih cinta sama kamu!" sentaknya frustasi.
Linar beralih menatap lurus wanita itu, sengaja demi memantau apa pun reaksi wanita itu. Terlebih setelah apa yang Dean katakan barusan.
Dera menipiskan bibirnya kesal, mendengar pengakuan tanpa hati dari Dean, sejak awal ia tahu jalannya akan lebih sulit dari sebelumnya, ia mendongak membalas tatapan nyalang dari Linar.
"Sudah berapa lama kamu bermain-main sama jalang ini, dan curangin aku, Mas?"
"Sialan! Aku bukan wanita jalang! Kamu harus tahu satu hal, ya. Linar! Dean datang padaku karena kamu yang nggak bisa memuaskannya, karena Dean masih cinta sama aku!" bentak Dera melotot.
"Dera, diamlah!" sentak Dean balas melotot.
"Jadi yang mana yang benar dari ucapan wanita itu, Mas. Yang pertama atau kedua-duanya?" tanya Linar parau.
"Lin, dengar! Ayo kita pulang dan selesaikan ini di rumah, lagi pula kamu kelihatan lemas dan pucat, ayo kita pergi!" bujuk Dean dengan suara lebih lembut.
Dean mengambil tangan istrinya dan bangkit berdiri menariknya penuh hati-hati.
"Jadi ketika kamu pulang larut itu karena kamu singgah ke sini lebih dulu, Mas? Bermain-main?" Lagi-lagi suaminya hanya diam, sambil menundukkan wajahnya, dia melemahkan pegangannya.
Suara Linar semakin sumbang dan aku tak mampu berbicara dengan baik. Ia menghapus air mata yang mengalir deras dengan tangannya yang bebas, dan memaksa menegakkan badan, berusaha tetap tegar.
Linar mendongak melihatnya "Kamu masih cinta sama aku ngga, sih Mas?"
Dean menunduk membalas tatapan Linar sesaat dan mengangguk lemah.
"Ya terus kenapa kamu selingkuhin aku, Mas? 'Kan kamu tahu aku benci isu perselingkuhan! dan sulit memaafkan perbuatan 'khilaf' itu!" ucap Linar sembari tersenyum meringis.
"Aku ngga ada maksud untuk nyakitin kamu kayak gini, Lin. Aku bersumpah!"
"Tapi aku benci dicurangin gini, Mas, dan kamu tahu itu!"
"Lin, ayo kita pergi dari sini! kita bicarakan semuanya di rumah, tolong berhenti keras kepala. kayak gini, Lin!"
"Dan melepaskan dia begitu aja?! cih! Mudah banget jadi dia, setelah apa yang udah dia lakukan sama kamu, sama aku, PADA PERNIKAHAN KITA, MAS!"
"OK! JADI MAU KAMU, APA, HAH?" tanya Dean tersulut emosi.
"Mau aku? Aku mau kamu putuskan hubungan sama dia! Kamu tinggalin dia demi aku, sekarang juga! Sanggup?"
"Dean!" sentak Dera merajuk pada Dean.
"Sampai kapanpun kamu akan tetap jadi istriku, Linar!" tukas Dean tegas.
Dera berdecih kesal membuang wajahnya ke samping. kesal pada Dean yang mengabaikannya dan cukup jantan untuk menjawab kepastian.
Linar mengangguk, masih tersenyum getir, "Jadi, jawabannya adalah?"
Dean menghela napasnya gusar. "Ya, aku akan meninggalkannya, asalkan kamu mau memaafkan aku dan nggak mengungkitnya lagi."
"Kenapa harus ada permintaan lain. Seperti apa yang akan kamu lakukan sama aku, kalau aku melakukan hal yang sama. Selingkuh di belakang kamu yang aku yakini. Ini bukan pertama kalinya kamu di hotel berduaan, berzinah sama dia. Lantas apa kamu masih bisa meminta itu sama aku?"
"Lin, dengar! aku bisa jelaskan semuanya, tapi bukan di sini ayo!" penggalnya gusar meraih lenganku.
"Kenapa nggak di sini aja? Bukannya aku juga harus mendengarkan versi simpananmu itu juga. biar lebih adil!" seru Linar mengejek.
"Linar," panggil Dean memelas
Linar menoleh pada Dera. "Nadera William, itu 'kan ya, nama asli kamu? jadi sudah berapa lama kamu berhubungan dengan suamiku?"
Linar bisa melihat dari ujung mata Dean yang melepaskan tangan keduanya, dan beralih menjenggut rambutnya sendiri. Frustasi dengan mata terpejam.
"Menurut lo, sudah berapa lama kami berhubungan?" ejek Dera yang sudah berbalik demi membalas Linar.
"Dera!" desis Dean mengancam.
Linar mengerling sedih, tenggorokannya sedetik tercekat, tapi aku menolak terlihat lemah.
"Mungkin belum genap setahun, jadi tepatnya sudah berapa lama?" tebak Linar enggan.
Dera menyunggingkan bibirnya sebelah menatapku mengejek. "Kami jadi lebih intim sejak lima bulan yang lalu, setelah lama dekat."
"Dera! Hentikan, kamu diam aja!" sambar Dean.
"Apa? Dia sendiri yang menuntut bertanya, dan aku udah muak selalu jadi pihak yang mengalah dan bersikap seolah nggak terjadi apa-apa, aku capek terus bermain di belakang dia!" sentak Dera pada Dean.
"Ah, iya udah pasti. Selama lima bulan kalian harus memakai banyak topeng di depan banyak orang, pasti melelahkan dan sudah mendarah daging jadi munafik, ya?" ejek Linar melirik mereka berdua.
"Sial!" umpat Dera yang masih terdengar jelas.
"Ayo kita pulang Linar, sekarang!" tegas Dean yang segera ditepis kasar oleh Linar berbalik menyorot memusuhinya.
"Dan kenapa kamu mau aja dijadikan mainan tepat di belakang aku? selama lima bulan pula! udah terlanjur nyaman ya? Jadi pelakor dan perempuan murahan, hah! apa karena kamu sudah nggak laku lagi sampai mau dijadikan mainan sama suami orang, eh?" tanya Linar mengejek sembari menahan getir.
Linar balas pelototi Dera yang kian membara di matanya, tahu harga dirinya terusik dengan pertanyaan yang aku lontarkan barusan.
"LINAR! AKU BILANG AYO PULANG!" bentak Dean menarik tanganku memaksa.
"LINAR! AKU BILANG AYO PULANG!" bentak Dean menarik tangan istrinya, memaksa. Linar mengaitkan kakinya pada kaki meja mencoba menahan tarikannya. Dean menoleh mencari tahu apa yang membuat tubuh Linar tertahan. Linar mendongak dengan berani "Kamu membentak aku di depan jalang simpananmu, Mas? Jadi, kamu baru aja membuatku malu dan membuat dia tersenyum meremehkanku, begitu?" ucap Linar jengah. Linar menyela balasannya dengan memberikan kode untuk berhenti tanpa kata dan menjulurkan kepalaku ke arah Dera. "Selamat, Dera! Kamu udah sukses menabung banyak dosa, karena udah berzinah, dan menghancurkan rumah tangga orang. Aku berdoa kamu akan mendapatkan karmanya atau pada keluargamu juga bisa aja sih terjadi!" ucap Linar terkekeh di ujung kalimat dengan air mata yang berlinang di pelupuk mata. "Kamu sudah selesai? Ayo kita pulang!" kali ini Dean terdengar begitu jengah dan emosional. Mungkin tersinggung mendengar istri sah mendoakan jalangnya, begitu pula dengan Linar yang tersakiti
Linar merasakan dadanya sakit, kempas-kempis dada ini karena napas yang kian memburu dan ulu hati yang seperti di tusuk merasuk, sakit! Linar mendorong dada suaminya setengah tenaga yang tersisa, menolak usapan ringan yang ia beri pada pipiku yang bergelimang air mata. "Kamu nyakitin aku, Mas! Kamu buat aku selalu bertanya-tanya kenapa kamu jadi sering pulang larut malam. Aku setengah mati menahan bertanya pada teman-teman kamu sebagai bukti aku percaya sama semua kata-kata bohong kamu! Aku menahan malu ketika keluarga kamu bertanya keberadaan kamu semalaman, sekuat hati aku jaga kehormatan kamu yang ninggalin aku gitu aja!" "Lin," gumamnya. "Dan sekarang udah terbukti, 'kan! Kamu selingkuhi aku dengan wanita yang mengejek aku nggak bisa jadi istri yang baik buat kamu, memangnya dia tahu apa tentang usaha aku jadi istri kamu, hah! Kamu bicara apa aja sama dia tentang aku, Mas, JAWAB!" sentak Linar emosi. "Demi Tuhan, Aku nggak pernah ngejelekin kamu ke dia, atau siapa pun Lin!
Ponsel yang aku taruh di dalam saku dadaku, berdering. ia dapat mendapati bahwa Dean meneleponnya. Dengan cepat, ia langsung menolak panggilan tersebut. Beberapa detik kemudian, ponselku menerima panggilan dari orang yang sama lagi, yang sama seperti sebelumnya. Aku tolak tanpa pikir panjang. Aku sedang tidak ingin menerima panggilan dari siapapun, terutama dari Mas Dean. Buru-buru aku mematikan ponselnya agar Dean tidak dapat menghubunginku lagi. Tapi kemudian, suara klakson dan lampu tinggi yang diberikan oleh kendaraan di belakangnya mendapatkan perhatiannya. Aku semakin yakin melihat mobil yang melaju bersisian dengan mobil kami adalah mobil milik Dean, membayangkan wajah marah Dean dari balik kaca film gelap mobilnya membuat aku semakin ingin menantangnya. “Sepertinya, Dean nggak akan melepaskanmu begitu saja, Linar.” “Pastikan saja kita nggak tertangkap, lebih cepat lagi, Erwin! atau kamu akan mendapatkan beberapa pukulan darinya.” ucapku menakutinya. Menghapus air mata, a
"Apapun itu lebih aman di sini," gumam Dean. "Apa maksud kamu, Mas?" tanya Linar tertarik. "Karena aku nggak mau putar balik dan terjebak macet, aku harus segera sampai ke kantor. Lagipula aku pikir kamu butuh teman bicara, dan Mami juga sama." Dean melirik Linar dari ujung matanya, ia terlihat tengah menimbang dan sebelum Linar menolak Dean kembali bicara. "Aku pergi sekarang, agar aku punya waktu untuk sekedar sarapan sebelum ke kantor." Mobil berhenti tepat di depan gerbang rumah maminya. Memilih menghindari konflik, ia berpesan. "Aku akan langsung berangkat, salam buat Mami!" "Oh ya, pastikan kamu sarapan, sebelum bekerja, Mas?" Dean menoleh membalas tatapan istrinya yang ia kenal sarat akan perhatian khas Linar "Ok, mungkin aku akan pesan makanan untuk di take away atau delivery. Entahlah." Linar mengangguk kecil, "Terserah, pastikan aja maag kamu nggak akan kumat lagi," ucapnya pelan di akhir kalimat. Dean tersenyum kecil ia mengelus rambut hitam Linar sayang. "Iya, s
"Dia terlihat nggak semangat jelas lagi banyak pikiran tapi dia nggak mau bilang apapun ke mami tapi dia sempat bilang ..?" jeda maminya menatap Dean dalam."Pas mami tanya kemarin apa alasan kamu nggak balik ke rumah ini jemput dia, dia bilang itu tanya aja ke kamu, dia takut salah ngomong. Maksudnya apa Mas? Emang kamu kemana sampai ngga pulang ke rumah mami bahkan kamu nggak jemput istri kamu. Kamu tahu dia dapat pertanyaan dari saudara - saudara kamu mereka mengira kalian bertengkar dan Linar terlihat bingung menjawabnya,"Dean menghembuskan napasnya kasar, rasa bersalah menyeruak di dadanya untuk istrinya."Mas?" Panggil maminya menuntut."Aku lagi ada urusan Mi dan nggak sempat ngasih kabar, dan kami sempat salah paham." dustanya sembari menandaskan makanannya dan bangkit menjauh.Tak lama Dean mendatangi kamar mereka untuk mencari Linar yang ternyata tengah berendam di bath up, Dean merengut tak biasanya istrinya itu meninggalkannya sekalipun Linar sudah selesai makan ia selal
Linar menunggu dengan detak jantungnya yang bertabur cepat hingga menyesakkan dadanya, ia takut ... "Udah 8 bulan belakangan ini, Maafin Mas, sayang," seru Dean payah. "Udah lama dong? Oh iya yah kamu mulai berubah juga udah lama kok. Kalian mainnya cantik sih udah pengalaman yah pacar kamu itu?" Ejek Linar datar. Dean membuang wajahnya, bahu dan kepalanya menurun. "Well, untung aku rajin mendoakan kamu dan rumah tangga kita. Jadi aku nggak harus di curangin kamu lama - lama. Lebih baik begini cepat terbongkar sebelumnya lebih parah dari ini. "Maksud kamu Lin?" "Dan sejak kapan kalian mulai sex nya, Mas?" ucap Linar pelan sembari tetap menatap suaminya. "Cukup Lin, aku nggak mau ngebahasnya dan aku tahu itu akan nyakitin kamu lebih dari ini, udah yah aku haus tolong ambilkan aku minum!" sambar Dean. "Nyakitin aku lebih dari ini? Berarti dari pertama kalian mutusin pacaran kali itu juga kalian berzinah ya, dan sepanas apa sih pergulatan kalian di atas ranjang sampai ,-" tanya Li
"Si perempuan itu tampak akrab sama suami lo, Lin!" jelas Tya hati-hati. Linar hanya balas mengangguk, "Dalam circle pertemanan Mas Dean, memang ada aja perempuannya. Semacam wanita alpha gitu yang punya prestasi dan punya posisi setara eksekutif di perusahaan mereka. Bukan hal yang baru, Tya. Udah ya, kita ganti topik aja!" Hening .. Tya terlihat ingin mengejar topik yang sudah di tutup oleh empunya cerita tapi ia memilih mengangguk mengerti demi kenyamanan sahabatnya. "Apapun itu lo harus ingat Lin, kita ada buat lo kalau lo butuh teman curhat atau teman pelarian jadi jangan sok kuat seakan lo tinggal sendiri dan bisa menyelesaikan semua sendiri, ok!" tutur Tita menguatkan. "Iya, lo boleh kok ngerepotin kita kapan aja toh selama ini gue sama Tita sering kecipratan hidup enak karena uang suami lo itu hahaha, intinya lo punya kita untuk ngebantu masalah lo mungkin jadi yah kita harus tahu dulu masalahnya apa nih?" pancing Tya yang di balas tawa kecil Tita. "Lihai sekali anda
"Diet? Tumben kamu diet sekeras ini lagian walaupun tubuh kamu ngga selangsing yang lain, tapi kamu, 'kan nggak gendut?"Yang lain? Ah pasti maksudnya sepupu Dean yang lain yang memang menjaga bentuk tubuh seapik mungkin hingga menyiksa karena tak leluasa makan enak kapanpun dimau pikirnya."Iya, belakangan ini aku lagi ngga percaya diri, Mi. Di sekitar mas Dean banyak yang lebih cantik, pintar dan punya pekerjaan yang bagus terlebih mereka pintar jaga badan, aku jadi minder. Lagian ini usaha aku agar mas Dean tetap setia sama aku," Linar tersenyum masam menyadari ada sengau menahan tangis di ujung suaranya."Memangnya si Mas kenapa?"Linar makin tersenyum lebar dengan mata yang sendu memandang maminya. "Ngga, ngga apa-apa kok, mas Dean baik-baik, aja.""Walaupun ada masalah. sebagai seorang istri kamu harus tetap mendampingi suami kamu, kamu harus percaya dan jaga kepercayaanya. Jangan jadi istri yang suka membesar-besarkan masalah, kamu harus lebih sabar dan mengalah, itu kuncinya."
Silahkan Mampir Cerita Lainnya, Peringatan Cerita 19+Genre Adult Romance, Kontrak dg CEO yg bergaya Cassanova. Alur dan permasalahannya lebih real dan relate kehidupan normal. BlurbJavas mengerang karena bergairah, semakin merengkuh tubuh Zehra pada tubuh tegapnya yang membuat pipi Zehra memerah karena ikut merasakannya, dengan mata berkilat Javas mengusap pipi Zehra. "Jadi dari mana aja kamu seharian ini?""Cuma di rumah, mengemas semua barang aku. Kamu ingat 'kan? Ini jadi hari terakhir-""Aku berubah pikiran, ayo kita bertunangan!" Zehra mendorong dada Javas pelan, "Maaf, aku nggak bisa karena kontrak kita udah selesai, benar 'kan?"Tentang dua manusia yang tak pernah bersilang jalan sebelumnya kini terus dipertemukan hingga memantik rasa penasaran Javas Wira Sastro yang sudah muak dengan hidupnya, mencoba bermain api hingga memanfaatkan Zehra Deris yang terhimpit masalah.Mereka setuju untuk terikat dan tanpa sadar saling terbakar. Namun terlalu banyak perbedaan, drama serta
Empat Tahun Kemudian “Elkan sudah berusia enam tahun, sudah agak telat buat punya adik, tapi kenapa masih belum?” pupil mata Tante Ambar membesar, dengan reaksi dramanya ia melanjutkan. “Apa kalian cuma berencana punya satu anak atau ada masalah dengan rahim kamu lagi, Lin?”Pertanyaan terakhir adalah yang paling sensasional terbukti semua mata tertuju pada Linar yang tengah menuangkan air ke dalam gelas kosong. Ia menyadarinya tapi tak cukup ada alasan untuk menghentikan gerakannya. Ia memang langsung haus saat Tante Ambar kembali kumat.“Ambar! Jaga ucapan kamu!” peringat Om Soepomo.“Aku cuma tanya, kita ini ‘kan keluarga. Wajar dong kalau saling terbuka lagipula lebih baik bertanya langsung dari pada ngomongin di belakang ‘kan?”“Memangnya Tante Ambar masih ngomongin aku di belakang, ya?” tanya Linar berpura-pura ingin tahu.Tante Ambar mengerjapkan matanya beberapa kali. Kemudian mengulas senyum sambil mengedikkan bahunya. “Kadang-kadang aja, kamu terlihat awet muda sih,”“Aku ‘
"Dia pasti tahu itu, Roland pasti sudah cerita tentang itu ke dia." Linar bersedekap layaknya petugas biro interogasi, "Maryn tahu kamu sudah punya anak?" Dean menghela napasnya kasar. “Aku nggak tau, kami jarang ketika bertemu, ngobrol urusan pribadi seperti itu.” Linar memutuskan untuk tidak berhenti, ia mengikuti suaminya. "Lantas, mau apa dia menghubungi kamu selarut ini?" Dean memandang Linar lama, mencoba merangkai kata dengan penjelasan yang ia pilih. "Maryn memastikan aku hadir di pestanya Roland. Akan banyak yang datang dan mungkin akan menjadi acara semacam reuni." "Kamu memang pasti hadir 'kan? Secara dia sahabat kamu. Lagian acara pernikahannya masih dua minggu lagi, jadi kenapa dia harus memastikan kamu hadir sampai segitunya?" Dean terlihat frustrasi dengan enggan ia menambahkan. “Bukan acara pernikahannya tapi…semacam pesta lajang di tempat yang sudah di booking sama yang punya acara.” “Pesta lajang? Dimana?” “Di salah satu pulau Bali.” “Hah, pesta sendirian sek
Braaak! Dean memejamkan matanya, coba menahan keluhan lantaran pintu mobilnya yang baru saja dibanting oleh istrinya. Ia melirik pada Linar yang masih cemberut mengotak atik ponselnya.“Sebentar lagi jam sebelas, kita sekalian makan siang aja ya, jadi kamu pulang jam satu aja.” buka Dean sembari menjalani mobilnya keluar garasi.“Nggak bisa, ‘kan aku udah bilang aku nggak tega ninggalin Elkan terlalu lama.” balas Linar.“Makanya aku udah bilang tadi, bawa Elkan dan susternya sekalian.” bantah Dean santai namun dibalas delikkan oleh Linar.“Justru karena aku mikirin posisi kamu di kantor. Gimana kalau tantrumnya kambuh? Udah pasti mengganggu kesejahteraan kantor kamu.” ucap Linar sewot.Dean memejamkan matanya lelah. Tangannya mengusap wajahnya gusar. Dia mencoba mendekati Rere. “Aku minta maaf, ok. Berhenti ketus saat bicara sama aku, Lin.” Hening…Linar menyadari jika Dean sudah mulai tersinggung dan mengambil sikap tegas dan dinginnya.“Aku pikir kita udah baik-baik aja. Aku bena
"Maaf, Buk. Pak Dean sedang tidak ada di tempat.""Oh ya, bukannya kurang dari setengah jam, baru tiba jam istirahat?""Betul, Buk. Tapi sejam dua jam yang lalu Pak Dean keluar kantor untuk menghadiri event peluncuran salah salah satu karya kami, dan Bapak bilang akan kembali ke kantor sekitar jam dua nanti." jawab sekretaris Dean. Linar mengangguk kecil, ada perasaan menyesal karena sudah semangat mempersiapkan bekal makan siang sejak jam sembilan pagi. "Tadi kamu bilang, event peluncuran produk? Apa itu artinya Buk Dera William dan Pak Roland juga ikut?" pancing Linar. ***Linar merengut kesal, perasaan was-was masih saja menganggunya selama masih ada Dera yang menjadi salah satu partner kerja suaminya artinya Dera masih berputar di dunia suaminya. Peluang mereka untuk bertemu, dekat dan kembali nyaman terlalu besar. Dan terbukti ada kecocokan tempat diantara mereka. Dean baru saja memberitahu lewat telpon jika ia tengah berada di restoran ternama dan memakai ruang makan tertut
"Iya, nanti di dalam kamarnya jangan terlalu lama, ya. Biar kamu bisa ikut foto bersama nah, setelah itu kita bahas acara ulang tahun Ista, nanti. Kamu tahu 'kan sebentar lagi giliran Ista, adik ipar kamu yang berulang tahun. Jadi kamu harus ikut diskusi, ya!""Ok, Tante. Yaudah aku ke kamar dulu, ya. Elkan udah merengek terus."Linar masuk ke salah satu kamar tamu yang ada di lantai dasar. la duduk di sisi ranjang dan mulai menurunkan gaunnya di bagian dada dan melepas kancing bra. Sejak melahirkan Elkan, Linar selalu memakai bra dengan kancing di bagian depan agar memudahkannya untuk menyusui.Linar segera menempatkan bibir Elkan di puncak dadanya. Elkan yang sudah lapar dan haus, segera menghisap dengan tidak sabar. Tidak lama kemudian, mata bayi laki-laki sehat itu terpejam. Linar menatap Elkan dengan penuh kasih sayang. Tangannya bergerak pelan dan lembut untuk mengelus kepala anaknya yang berambut lebat seperti Dean. la tersenyum tipis. Perjalanan rumah tangga yang dulu terasa
Dean menelengkan kepalanya. "Kenapa bisa nggak seger lagi?""Ya, karena aku udah mandi dari setengah jam yang lalu," ucap Linar cemberut."Ya, terus kenapa kamu nggak langsung samperin aku aja, hmm?" "Niatnya 'kan mau kasih kejutan, lagian kamu kelihatan serius banget kerjanya, jadi aku pilih skincare-an deh, sambil nungguin." Dean mendengus ketika kedua lengan Linar mengalungi lehernya. “Bukan karena kamu sibuk cari alasan supaya aku nggak marahin kamu, hm?” sindir Dean tajam. Meski begitu, kedua tangannya bergerak pasti memeluk pinggang Linar.Linar tersenyum geli, kakinya sedikit berjinjit agar bisa mengecup sebentar bibir Dean. "Jangan marah dong, 'kan akunya ga jadi seminggu disana.""Kesepakatannya kamu dan Elkan cuma tiga hari disana, ingat.""Tapi kamu tau sendiri, Mamah aku protes karena aku nggak ikut bantuin acaranya. Dan kamu udah izinkan aku, ingat?""Amat sangat terpaksa, karena mamah kamu yang minta." dengus Dean. “Tapi Mas, kamu suka nggak?” bisiknya tepat didepa
"Cium!" bisik Linar ragu, "Dia cium bibir aku, Mas."Jawaban Linar cukup membuat Dean lega, hanya saja egonya terlanjur luka. Ia kecewa manakala di saat mereka berpisah, ia masih meyakini Linar masih mencintainya, dan kepercayaan Linar adalah perempuan yang pandai menjaga dirinya. Sejujurnya ia pun banyak membiarkan Dera. "Tumben, kamu mau. Padahal hubungan kalian setengah tahu pun belum?""..." Linar tak mampu memandang wajah suaminya.Dean berbalik, "Aku kecewa, aku pikir kamu nggak akan semudah itu berpaling.""Mas..." Linar menahan lengan Dean, "Waktu itu kita udah bercerai, Mas.""Secepat itu kamu berpaling? Apa kamu memang tipikal nggak bisa kesepian? Jangan - jangan kalau aku tinggal dinas lama di luar kota, kamu cari pelukan pria lain.""Aku nggak kaya gitu, Mas. Bukannya banyak kesempatan yang aku buktikan ke kamu, ya? Aku yang selalu nungguin kamu di kamar yang dingin sendirian, Mas! Aku selalu setia sama kamu….” Linar menggigit lidahnya, dan membuang wajahnya ke samping.D
Dean mengetahui jika Linar sudah lama bersahabat dengan Tita tapi dengan Andaru, pria yang dikenalnya sebagai kekasih dari Tita, sejauh apa istrinya dekat dengan Andaru? Dan apakah Tita mengetahui kedekatan mereka berdua hingga dengan santainya Andaru membuat janji temu dan makan bersama, bahkan mengirim pesan selarut ini. Berbagai macam pertanyaan dan pikiran negatif bersemayam dibenaknya dengan cara yang menjengkelkan. Ia curiga, khawatir dan mungkin cemburu. Namun kali ini Dean ingin menguji istrinya.***Tok.. Tok.. "Masuk,"“Mas, ini udah jam makan siang lho, makan yuk!”Dean tersenyum kecil saat menemukan Linar yang melangkah menuju meja kerjanya. Ia memundurkan kursinya dan menyamankan posisi duduknya dengan kaki yang terbuka lebar.Linar berdiri di sampingnya, menyandar di pinggir meja setelah meletakkan tas di atasnya. Tangannya memainkan rambut Dean. “Lunch bareng aku yuk, ada resto recommended yang mau aku coba bareng kamu," Dean mengangguk setuju, menikmati tangan Linar