Beranda / Romansa / Paracetalove [INDONESIA] / 1- Bukan Sebuah Akhir

Share

Paracetalove [INDONESIA]
Paracetalove [INDONESIA]
Penulis: Asterona

1- Bukan Sebuah Akhir

Kepercayaan itu seperti sebuah kaca, jika sudah pecah, tidak ada yang bisa membuatnya kembali sempurna.

•••

Seorang cewek berambut selengan berjalan santai menuju tangga, senyum terpapar di wajahnya kala melihat seorang cowok dengan kedua tangan masuk ke saku celana menghampirinya. Itu Arga, pacarnya.

"Udah lama nunggu, ya?" tanya Mery.

Arga tersenyum lebar. Disampirkannya anak rambut Mery ke telinga. "Enggak kok. Gimana ujian kamu? Lancar?"

Mery menggangguk. Cewek yang memiliki tinggi hanya sebatas dadanya itu tersenyum. "Lancar kok, berkat olimpiade bulan lalu aku jadi mudah banget ingat sama materinya. Makasih ya, Ga."

"Iy--"

"Iya sama-sama. Alga nanti ajalin Mely bikin anak juga ya." Suara itu milik Arlan, Mery tersenyum malu sementara Arga terkekeh.

Ya, hari ini-atau lebih tepatnya tiga hari ke depan murid kelas XII akan melaksanakan ujian kelulusan. Jika semua murid bersorak ria, berbeda untuk Arga, jauh dalam lubuk hatinya, ia justru merasa takut kehilangan Mery. Mengingat keputusan yang cewek itu ambil bahwa akan melanjutkan pendidikan ke Amerika.

"Ngapa sih lu?! Ikut-ikutan aja. Sana hush," usir Arga pada Arlan.

"Yah, diusir, nggak asik ah lo," sungut Arlan, lalu menatap Mery. "Ry, lain kali pacar lo diajarin ya gimana caranya beduaan. Nggak di tangga juga kali."

Arga melotot sesaat, belum sempat ia menoyor kepala sahabatnya, Arlan sudah ngibrit lari.

"Jangan didengerin, Ry. Mending kita pulang," kata Arga.

"Yuk! Tapi beli eskrim dulu ya pacar, hauss. Hehe," pinta Mery manja, ia memeluk lengan Arga.

Arga pun mengangguki saja permintaan Mery, oleh karenanya, mereka berjalan santai menuju parkiran. Dengan tangan saling menggenggam atau sesekali mengayunkan. Namun, baru tiga langkah, suara ribut dari arah belakang membuat mereka menoleh.

"KEVIN! FOTOIN NGGAK?! BENTAR DOANG IH. LO NGGAK BAKAL DISKORS JUGA KALO MOTOIN GUE!" mencak Raya. Tangannya mencakar di udara. Sementara Kevin berjalan menuruni tangga sambil mengangkat kameranya setinggi mungkin.

"NGGAK! KAMERA GUE BUAT DOKUMENTASI, BUKAN BUAT MOTO CEWEK LEBAY MACAM LO."

"GUE BUKAN CEWEK LEBAY! ENAK AJA. GUE CANTIK, SYAHRINI AJA KALAH."

"GIGI LO, YA. GIGI LO. CANTIKAN JUGA KUTIL ARLAN."

"ISH. NYEBELIN! SINI NGGAK LO?!"

"NGGAK!"

"KEVIN!"

Melihat itu Mery maupun Arga terkekeh, keduanya saling berpandangan, seolah memori keduanya begitu lekat akan suatu hal yang pernah terjadi dulu. Pertemuan mereka. Ya, pertemuan mereka persis seperti itu.

"Jadi keinget kita dulu ya pacar," kata Mery.

Arga mengacak gemas rambut cewek itu. "Iya. Rasanya susah banget dilupain. Apalagi sekarang ceweknya jadi milik aku."

Pipi Mery merah merona, blushing. Ia memeluk Arga erat, mendongak menatap cowok itu lekat. "Cowoknya juga, sekarang udah jadi milik aku. Nggak nyangka banget, awalnya musuhan terus lama-kelamaan jadi suka," ujar Mery. "Cowoknya ganteng, baik lagi, pinter, pokoknya perfect dah buat aku yang-"

"Shtt," Arga menempelkan telunjuk ke bibir Mery. "Berapa kali aku bilang jangan rendahin diri kamu, Ry. Ini udah skenario Tuhan, karena cinta datang untuk saling melengkapi."

Tidak terhitung berapa kali sudah Mery tersenyum, hanya dengan kalimat Arga yang selalu menenangkan hatinya. Bersamaan itu juga rasa takut muncul, jika mereka harus berpisah di kemudian hari.

"Al?"

"Hm?"

"Aku nggak mau kita pisah. Aku nggak mau sendiri. Aku mau kamu selalu ada di sampingku," pinta Mery. Jangan lupa tangannya yang memeluk Arga erat.

"Aku juga, Ry. Tapi ya ... mau gimana lagi? Kamu harus ikutin keinginan papa kamu. Jangan kecewain dia," ucap Arga mengusap lembut rambut Mery. "Udah gih, kok jadi melow gini. Katanya mau beli es krim."

Mery nyengir singkat. "Hehe. Iya. Yuk!"

Baru saja Mery melangkah, Arga menahan tangannya, sontak saja Mery menaikkan alis, heran.

"Ada syaratnya, Ry," kata Arga. Dia berdiri tepat di hadapan Mery. Tanpa mengulur waktu, tanpa peduli tatapan beberapa siswa mengarah pada mereka, Arga menempelkan kedua jarinya di bibir Mery. Mencium bibir gadis itu meski jarinya menghalangi.

Lima detik, waktu yang cukup lama bagi Mery mematung, karena detik selanjutnya Arga tersenyum dan mengacak gemas rambutnya.

Jika Mery mematung sambil menyentuh bibirnya, maka Arga berjalan santai dengan kedua tangan masuk ke dalam celana.

"Pacar, ish. Tungguinn!"

★★★

"Yeay, es krim."

Mery tersenyum lebar ketika menemukan penjual es krim di pinggir taman kota Bandung. Usai memarkirkan motor, Arga langsung mengajak cewek itu turun. Seraya menggenggam tangan Mery, cowok itu bertanya.

"Seneng banget kayaknya, emang udah lama, ya nggak makan es krim?" tanya Arga

"Enggak juga, baru dua hari aku absen makan es krim. Tapi kali ini beda, aku mau makan es krimnya sama kamu."

Arga memicing. Terbesit ide jahil untuk menggoda Mery. "Mau makan es krim bareng aku atau mau dilapin sudut bibirnya sama aku? Hayo ngaku."

Mery mengerucutkan bibir, tuh kan. Lagi-lagi romantisnya Arga mendadak hilang. Mery jadi badmood, ia melepas genggaman tangan Arga dan berjalan lebih dulu menuju penjual es krim itu dengan wajah kesal.

"Eh, Ry. Aku becanda doang. Ry, jangan ngambek." Arga mengusap wajahnya gusar. Lantas, ia langsung menghampiri cewek itu.

"Ry," panggil Arga. Namun, Mery tak peduli, cewek itu justru menggembungkan kedua pipi.

"Nah, ini Dek es krimnya," ujar Bapak penjual es krim itu, Mery menerimanya senang hati dan langsung ngibrit lari.

Apalagi? Kalau bukan ekspresi Bapak itu meminta bayaran. Arga tersenyum kikuk, sadar akan tatapan si Bapak, Arga pun mengeluarkan sejumlah uang dari saku seragamnya.

"Kembaliannya ambil aja, Pak."

"Oke, Dek. Tapi, tadi itu pacarnya lagi ngambek, ya?"

Arga mengangguk singkat. Bapak itu lantas tertawa pelan. "Waduh, jangan dibiarin lama-lama, Dek. Kamu ikutin saran Bapak aja sini."

Arga menaikkan alis, sedikit tertarik ucapan Bapak itu Arga akhirnya memajukan telinga sesaat Bapak itu berbisik. Tersenyum, setelah memikirkan saran Bapak itu Arga menanggukan kepala. Tak lama cowok itu menghampiri Mery yang duduk di kursi panjang bersama dua es krim di tangannya.

Awalnya Arga hanya diam, sesekali melirik Mery yang fokus memakan es krimnya. Entah kenapa, cewek itu sangat terlihat menggemaskan di matanya. Selang waktu kemudian, Arga mengeluarkan setangkai bunga dari saku seragamnya dan menyelipkan bunga itu di telinga Mery.

Membuat Mery yang tadinya fokus memakan es krim kini menatapnya.

"Jangan ngambek lagi ya, Ry. " Arga menyelipkan anak rambut Mery ke telinga satunya, cowok itu tersenyum. "Entar cantiknya hilang."

Skakmat. Dalam satu detik, Arga berhasil meluluhkan seorang Mery. Oleh wajah tampan yang kini tersenyum lebar ke arahnya.

"Maafin aku, ya, pleasee," Arga menyatukan kedua telapak tangannya di depan dada.

Mery menghela napas lalu mengangguk singkat, tepat setelah itu Arga sulit menahan tangannya untuk tidak mengacak gemas rambut Mery.

"Pacar ish, rambut aku berantakan lagi, kan," sungut Mery.

"Abisnya gemes, cewek siapa sih ini? Cantik banget."

"Gombal," kata Mery menutupi kebulshingannya. "Pacar mau es krim?" tawar Mery, Arga menggeleng.

"Aku enggak mau itu."

"Terus maunya apa?"

"Kamu."

Hedueh, andai tidak ada es krim di tangannya sekarang, Mery dengan senang hati pingsan ke pangkuan Arga. Cowok itu berhasil membuatnya meleleh tingkat dewa.

"Ya udah, bapernya ditahan dulu, kamu habisin es krimnya. Biar kita bisa jalan-jalan," ucap Arga datar.

"Oke."

Mery pun menghabiskan es krimnya terburu-buru, alhasil, bibirnya belepotan es krim coklat hingga ke pipi. Seolah tidak mau merepotkan pacarnya Mery mengeluarkan tissue, berniat mengusapnya sendiri namun lagi Arga lebih dulu merebut tissue itu dari tangannya.

"Biar aku yang bersihin, sini mukanya."

Mau tak mau, Mery malu-malu memajukan wajahnya. Mata mereka bertemu selama beberapa saat sambil merasakan Arga membersihkan sudut bibirnya. Lalu, saat Mery menatap ke bawah, Arga selalu menaikkan dagu cewek itu.

"Nggak usah malu."

Lagi-lagi, senyum Mery sulit ditahan, jika suara bocah sepuluh tahunan tidak membuyarkan keromantisan keduanya.

"Kak Mery?"

Mery menoleh, sementara Arga membuang napas berat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status