Aera mengangkat tinggi-tinggi tes pek putih yang ada di tangannya ke arah Yura agar wanita berkaca mata itu dapat melihat dengan jelas dua garis merah yang terukir di tes pek tersebut.
"Positif!!" Yura berkata dengan nada tinggi.
Aera mengangguk membuat sahabat karibnya itu meloncat bahagia, Yura yang tak dapat membendung kebahagiaanya akan berita kehamilan Aera dengan segera berlari memeluk wanita bersuai coklat gelap di hadapannya itu dengan sangat erat.
"Yura!.. Yura!.. Anai Yura!!.. Hati-hati," Aera berucap sembari melepas pelukanya pada wanita berkaca mata itu.
Mata hitam Aera kini tertuju pada perut yang membuncit itu. Aera sangat panik ketika Yura meluapkan kebahagiaanya dengan cara melompat-lompat ringan seakan tak ada beban berat bersemayam di perutnya.
Tangan Aera terulur menuju perut wanita berkaca mata itu "Kau ini ada-ada saja, Yura. Kau bahkan melupakan kondisi mu yang tengah mengandung saat ini."
Yura hanya tersipu malu mendengar ucapan Aera yang benar adanya. Perkataan Aera memang benar, terkadang wanita berkaca mata di hadapanya itu sering sekali melupakan fakta bahwa dirinya kini tengah mengandung lima bulan.
"Hehehe!!" Yura hanya terkekeh kecil merespon perkataan Aera.
"Kau tahu Aera! Entah mengapa mengetahui kau telah hamil betul-betul membuat ku bahagia. Aku bahkan jauh lebih bahagia mengetahui berita kehamilanmu dari pada saat aku mengetahui berita tentang kehamilanku sendiri," tutur Yura dengan wajah yang masih setia memamerkan tawa riang.
Aera menggeleng pelan "Kau ini ada-ada saja." ucapnya.
Yura memandang Aera dengan wajah yang cukup serius, tapi tentu saja keseriusan di wajahnya itu tidak dapat menutupi kebahagiaan di paras ayunya.
"Apa kau sudah memberitahukan Dhexsel tentang kehamilanmu?"
Dengan senyum Aera menggeleng pelan, ia kemudian menatap Yura intens "Aku akan memberitahukan Dhexsel tentang kehamilanku ini nanti, tepat di tanggal dua puluh tiga."
"Tanggal dua puluh tiga, itu berarti dua hari lagi?" Aera mengangguk membenarkan celotehan sang sahabat.
"Bukankah itu masih terlalu lama, Aera. Akan lebih bagus jika kau memberitahukan Dhexsel kabar gembira ini secepatnya. Bila perlu lakukan detik ini, menit ini, jam ini, hari ini juga." Aera hanya tertawa riang memdengar celotehan-celotehan cerewet wanita berkaca mata itu.
"Sebelum memberi pendapat kenapa kau tidak bertanya terlebih dahulu tentang alasanku. Kenapa aku memilih tanggal dua puluh tiga itu untuk memberitahukan Dhexsel akan kabar kehamilanku ini,"
Yura menyerengit heran sembari melontarkan pertanyaan singkat "Kenapa?"
"Tanggal dua puluh tiga februari nanti adalah hari pernikahan kami, Yura. Dan aku ingin memberikan Dhexsel hadia pernikahan kabar tentang kehamilanku ini."
Mendengar penjelasan yang dilontarkan Aera spontan Yura langsung menganga kaget. Maklum, wanita berkaca mata itu memiliki penyakit pelupa akut jadi wajar jika dia melupakan tanggal pernikahan Aera dan Dhexsel.
Jangankan tanggal pernikahan Aera dan Dhexsel tanggal pernikahannya sendiri dengan Shampun wanita berkaca mata itu lupakan, bukankah dia sudah dapat dikategorikan sebagai istri yang lumayan durhaka.
"Aku yakin Dhexsel pasti akan sangat senang menerima hadia dari mu." ucap Yura yang langsung disambut oleh anggukan pelan dari Aera.
Aera memasukan tes pek yang diperlihatkannya pada Yura itu ke dalam kotak berwarna coklat tua sebelum kemudian mengikat kotak tersebut menggunakan pita berwarna gold.
Sesekali Aera tertawa kecil begitu menatap kotak yang akan dijadikanya sebagai hadia pernikahan untuk Dhexsel. Selain tes pek dengan dua garis merah dalam kotak tersebut juga diletakan sebuah kartu memo berwarna hitam dengan tulisan 'aku hamil' yang ditulis tangan oleh Aera menggunakan tintah berwarna Gold.
Aera kembali mengelus-elus kotak yang akan menghantarkan kabar gembira pada Dhexsel itu "Ku harap waktu cepat berlalu, Dhexsel. Aku sudah tidak sabar ingin memberikan ini pada mu." Gumam Aera riang.
Yura yang kala itu ada di hadapan Aera langsung ikut tersenyum melihat wajah berseri bahagia milik sahabatnya itu, kehamilan Aera adalah kabar yang sangat membahagiakan bagi Aera, Dhexsel dan keluarga besar mereka mengingat bahwa selama ini Aera dan Dhexsel memang sudah sangat lama menantikan kehadiran seorang anak dan kini impian mereka berdua terkabulkan tepat di tiga tahun usia pernikahan mereka.
***
Di sebuah ruangan seorang lelaki tampan menatap nanar kertas hasil pemeriksaanya beberapa hari yang lalu, lelaki dengan sorot mata tajam itu seakan tak percaya begitu mengetahui hasil pemeriksaan kesehatannya.
"Arzhel?" panggil sang Dokter berusaha membuat lelaki bernama Arzhel itu kembali pada kesadarannya.
Arzhel tersenyum lirih "Alan?" panggilnya pada sang Dokter "Kau pasti sedang bercanda bukan? Ini pasti bohong, aku tidak mungkin__" ucapan lelaki bernama Arzhel itu terhenti kala ia melihat penyesalan di mata sang Dokter yang juga sekaligus sahabatnya itu.
Dengan perasaan putus asa Arzhel menggenggam kuat kertas hasil lab itu lalu bekata dengan nada yang berat "Rahasiakan ini dari Ayah dan juga Kakakku, Alan." Dengan cepat Dokter bernama Alan tersebut langsung mengangguk tanda setuju sebelum kemudian Arzhel melangkah meninggalkan ruangan sang Dokter.
Arzhel berjalan gontai membawa langkah kakinya yang berat untuk menyusuri area koridor rumah sakit sebelum kemudian Buukk!.. Arzhel terjatuh lemas di lantai, ia ingin berteriak menyalahkan takdir atas apa yang menimpanya saat ini namun sebisa mungkin lelaki tampan itu mengontrol emosinya.
Aera menyerengit begitu melihat seorang lelaki terduduk lemas di lantai dengan cepat ia berlari menghampiri lelaki itu, tanggung jawab dan kewajibannya sebagai seorang perawat membuat kakinya berlari tanpa terkontrol hanya untuk membantu lelaki yang terduduk lemas di lantai.
"Kau baik-baik saja Tuan?" tanya Aera dengan wajah panik matanya yang bulat jerni memandang khawatir kearah Arzhel.
"Hm!.. Aku baik-baik saja," jawab Arzhel seraya beranjak berdiri dan dengan sigap Aera membantunya dengan cara memegang lengan kekar lelaki itu.
Aera berjongkok mengambil kertas yang terlepas dari genggaman Arzhel sebelum kemudian Aera berteriak memanggil lelaki itu "Permisi Tuan!" teriak Aera seraya berlari kecil menghampiri lelaki yang telah berada jauh meninggalkannya "Tuan, kau menjatuhkan ini." ucap Aera seraya menyodorkan kertas yang dijatuhkan Arzhel.
"Buang saja," ucap Arzhel dingin dan pelan.
"Ah?" seru Aera bingung karena dia tak mendengar dengan baik ucapan lelaki yang ada di hadapannya itu.
"Tuan ini__"
"KU BILANG BUANG SAJA!.." teriak Arzhel memenggal ucapan Aera bahkan membuat wanita cantik itu tersentak kaget akan suaranya yang keras "APA KAU TULI?!" pekik Arzhel kearah Aera.
Aera yang tak terima akan perlakuan kasar Arzhel setelah niat baiknya langsung melemparkan kertas yang ada di tanganya kearah wajah Arzhel "Hanya karena aku memanggil mu Tuan bukan berarti aku pelayanmu, jika kau ingin membuangnya maka buanglah sendiri." balas Aera seraya melangkah pergi meninggalkan Arzhel yang telah sukses dibuatnya kesal.
"Berhenti!.." ucap Arzhel namun tak digubris oleh Aera, wanita cantik itu hanya terus melenggang pergi.
"KU BILANG BERHENTI!!!.." terika Arzhel dan tentu saja teriakan itu sia-sia saja karena Aera tak menggubrisnya.
"Apa dia pikir aku ini pembantunya yang harus menuruti semua perintahnya, dasar lelaki kasar dan tak beretika." dumel Aera kesal seraya mempercepat langkahnya mengabaikan teriakan-teriakan Arzhel di belakangnya.
Bersambung!...
Alan yang saat itu sedang terduduk di balik meja kerjanya sembari memeriksa laporan kesehatan para pasiennya tiba-tiba terlonjak kaget begitu Arzhel menyerobot masuk dengan kasar sembari berteriak."Waaahh!.. Gadis aneh itu benar-benar kurangajar!" geram Arzhel tak mempedulikan empuhnya ruangan nyaris saja terkena serangan jantung akibat tingkahnya."Maaf permisi, Tuan?" ucap Alan setelah berhasil menetralisir rasa kagetnya sementara Arzhel hanya menoleh sekilas untuk menatap kearahnya "Maaf Tuan, ini ruangan kerjaku dan harap kau keluar jika kau datang hanya untuk membuat onar disini." lanjut AlanBukanya keluar Arzhel justru dengan tanpa rasa berdosanya langsung menarik kursi yang ada di hadapan Alan lalu mendudukan tubuhnya disana tanpa mengindahkan perintah sang pemilik
Aera terlihat sibuk membenahi rungan serba guna yang ada di kediaman mertuanya, Aera sengaja menukar jadwal kerjanya dengan salah seorang perawat kenalannya di rumah sakit karena hari ini adalah hari jadi pernikahan mereka yang ketiga tahun."Aera?" suara lembut dari wanita paruh baya yang sangat dikenal oleh Aera itupun langsung mencuri fokus dari wanita cantik itu, Aera menoleh ke sumber suara.Wajah Aera langsung berseri-seri kala retina hitam jernihnya itu mendapati Nyonya Lena tengah berdiri memamerkan senyuman hangat di wajahnya sembari memegang nampan berisi chocolate cake."Mama!!" gumam Aera manja sembari melangkah menghampiri Nyonya Lena kemudian memeluk wanita paruh baya itu manja."Selamat ulang tahun pernikahan, Sayang." ucap Nyonya Lena kemudian mencium lembut kening menantunya itu.Mata Aera terfokus menatap lilin berbentuk angka tiga yang menancap sempurna di atas chocolate cake itu. Aera kembali tersenyum, ia sama sekali tak menyan
Yura sempat tertegun sejenak saat melihat Dhexsel sepupunya tengah berduaan dengan Eren sahabatnya dan itu terjadi tepat di hari pesta ulang tahun pernikahan Dhexsel dan Aera.Karena curiga dengan tingkah laku mereka, Yura akhirnya memutuskan untuk memusatkan kamera yang sedang merekam itu kearah dua sejoli yang nampak mencurigakan itu."Bagaimana ini, Dhexsel?" ucap Eren dengan nada terisak."Kita harus segera mengakhiri hubungan ini, Eren." balas Dhexsel.Tunggu! Apa yang sebenarnya terjadi antara Eren dan Dhexsel. Yura sama sekali tidak dapat menebak situasi macam apa yang tengah dilihatnya saat itu. Seketika pikiran Yura mengerucut pada perselingkuhan setelah melihat adegan yang disuguhkan Eren dan juga Dhexsel. Namun wanita yang sedang mengandung itu dengan segera menepis pikiran negatifnya itu."Tidak mungkin mereka berselingkuh, tidak mungkin Eren menusuk Aera dari belakang. Eren tidak mungkin bermain gila dengan suami sahabat karibnya sendi
Dalam mobil Eren terlihat gugup dan resah, entah mengapa perasaan wanita berambut pirang itu terasa tak enak malam ini jantungnya berdegup sangat cepat seakan ingin meloncat keluar, wanita berambut pirang itu bahkan tak mengetahui kenapa perasaanya malam ini terasa begitu tidak nyaman, sesekali ia bahkan akan menarik nafas dalam kemudian dihembuskannya secara berlahan berusaha menghilangkan perasaan yang mengganjal di hatinya.Dhexsel yang fokus menatap jalan raya sesekali melirik melalui ekor matanya, ia dapat merasakan bahwa wanita yang tengah duduk di sampingnya itu tengah merasa gelisah."Apa yang membuat mu begitu merasa gelisah, Eren?" tanya DhexselEren menggeleng berusaha menyembunyikan rasa kegelisahanya saat itu alih-alih menjawab ia justru mengambil sebuah kotak warna pink yang dihias pita hitam di atasnya dari dalam tas selempang yang dikenakanya."Ku harap Aera menyukainya," gumam Eren sembari tersenyum menatap kotak pink itu, ia berharap Aer
Aera yang tengah asyik mengobrol dengan sang mertuanya kini fokus menatap Sham, lelaki itu terlihat duduk di atas sofa memasang ekspresi resah sembari sesekali menatap ponsel pintar yang ada di genggamannya.Aera berjalan menghampiri Sham kemudian ikut mendudukan tubuhnya di atas sofa itu."Yura belum menjawab telponya?" Sham mengangguk dengan wajah gelisah pasalnya Yura tak perna mengabaikan panggilan telpon darinya."Mungkin Yura tak melihat ponselnya sama seperti Dhexsel tadi. Kau tahu sendiri jika Yura sedang menyetir dia tak akan pernah menoleh sekalipun kearah ponselnya," ucapan Aera sedikit tidaknya dapat membuat Sham tenang, pasalnya apa yang dikatakan Aera memang benar adanya.Tengah asyik mengobrol akan kondisi kandungan Yura perhatian Aera dicuri oleh kehadiran sang suami disusul Eren yang mengekor di belakangnya.Aera berdiri kemudian menghampiri Dhexsel. Dhexsel tersenyum kemudian memeluk Aera erat, Eren dengan segera memalingkan wajah
Eren menatap Yura bingung dengan air mata yang mengalir, bukan hanya air mata saja yang mengalir di wajah Eren bahkan darah segarpun ikut mengalir melalui hidung Eren akibat kerasnya tamparan yang dilayangkan Yura padanya.Buukk!!.. Yura kembali mendaratkan tamparan yang keduanya pada wajah Eren."YURA!!" teriak Aera sembari menyeret tubuh Yura untuk menjauhi Eren yang terlihat telah tak berdaya."Apa yang kau lakukan, Yura? Apa salah Eren hingga kau tega menghajarnya seperti itu?" suara Dhexsel yang seakan ingin melindungi Eren semakin membuat Yura naik pitam.Yura yang masih dipeluk Aera kini menunjuk Dhexsel dengan begitu lantangnya "Diam kau lelaki menjijikan!"Perkataan Yura sontak membuat suasana semakin kacau.Melihat Yura memberinya tatapan tajam membuat Dhexsel menyadari sesuatu."Jangan katakan bahwa Yura mengetahui hubungan ku dan Eren," Dhexsel membatin."Yura, kau ini kenapa? Kenapa kau menunjuk Dhexsel seperti itu
Bibir Dhexsel keluh, mendadak ia tidak dapat bersuara, lelaki bernama lengkap Dhexsel Marghero itu ingin sekali berkata 'tidak' pada sang istri namun suaranya seakan tertahan di kerongkongannya alih-alih menjawab pertanyaan sang istri, ia lebih memilih kembali meraih pergelangan tangan Aera, Dhexsel menggenggam tangan itu dengan sangat erat."Aku akan menjelaskan semuanya, Aera__""AKU TAK MEMBUTUHKAN PENJELASAN, DHEXSEL!!" teriak Aera spontan membuat semua orang bergedik ngeri, akhirnya wanita berambut coklat gelap itu mulai meluapkan kemarahanya setelah hanya diam mematung.Tubuh Aera gemetar hebat, tubuhnya yang ramping itu seakan tak sanggup menahan rasa emosi yang menggebuh-gebuh dalam hatinya."Aku sudah katakan padamu, Dhexsel. Aku tak membutuhkan penjelasan, aku hanya butuh satu kata antara benar dan tidaknya," nada suara Aera kini mulai melunak."Sekali lagi aku akan bertanya, apa semua ini benar Dhexsel? Apa benar kau memiliki hubun
kediaman Keluarga Marghero saat ini terlihat sunyi dan hening, ruangan itu hanya dihiasi oleh tangisan-tangisan kecil dari suara Nyonya Lena yang terus memanggil nama Aera.Seharusnya malam ini menjadi malam yang penuh canda tawa di kediaman Marghero, seharusnya malam menjadi malam yang membahagiakan di keluarga Marghero, namun semuanya sirna setelah dihantam badai perselingkuhan antara Dhexsel dan Eren.Ruangan serba guna yang tadinya terlihat bersinar kini justru menjadi kelabu yang hanya menyisahkan empat orang di dalamnya yaitu Alex, Nyonya Lena, Dhexsel dan Juga Eren.Dhexsel yang duduk di sofa tunggal yang ada di sudut kiri ruang serba guna terlihat gelisah, hampir ratusan kali lelaki bermata coklat itu hendak berlari mengejar sang istri namun terhalang oleh Alex yang mencegahnya dan alhasil lelaki bernama Dhexsel Marghero itu harus duduk diam menahan rasa gelisanya di sudut kiri ruang serba guna.Di bagian tengah ruang serba guna tepatnya di atas s
Yura mengedarkan pandangnya mengamati setiap ruangan yang ada di apartement milik Aera yang baru tiga jam lalu disewa sahabatnya itu.Lain halnya dengan Yura yang masih ragu untuk membiarkan Aera tingga sendiri di apartement kecil berlantai tujuh itu, Aera sang pemilik apartement justru dengan sibuk membenahi barang-barang seadanya yang dia miliki."Aera?" panggil Yura memberhentikan aktifitas wanita bersuai coklat itu."Apa kau yakin akan tinggal disini sendirian?"Aera mengangguk untuk merespon pertanyaan dari Yura."Tinggal di rumahku saja." ajak Yura "Saat ini kau sedang hamil, bagaimana jika terjadi sesuatu denganmu? Intinya aku tidak membiarkanmu tinggal seorang diri sendiri disini." ucap Yura seraya meraih ganggang koper milik Aera lalu menariknya ingin membawa koper itu keluar dari dalam apartement yang cukup sempit itu.Aera dengan cepat menahan kopernya membuat Yura langsung menoleh kebelakang dan mendapati empuhnya kop
Mobil berwarna putih yang dikendarai oleh Yura berhenti tepat di depan kediaman keluarga Marghero, tak beberapa lama kemudian Aera dan Yura keluar dari dalam mobil dengan waktu yang nyaris bersamaan.Aera melangkah memasuki kediaman keluarga Marghero disusul Yura yang setia mengekor di belakang.Alex yang baru saja berniat berangkat ke restauran miliknya tiba-tiba memberhentikan langkahnya kala Aera berjalan memasuki ruang keluarga kediamannya."Aera?" Gumam Alex kaget, hal itu spontan membuat Dhexsel yang berada di ruang keluarga langsung ikut menoleh kearah ambang pintu ruang keluarga, senyum senang langsung terpatih di wajah milik Dhexsel, ia sudah menduga bahwa istrinya itu akan kembali ke rumah.Seorang pelayan berlari menuju kamar Nyonya Lena, untuk menjalankan perintah wanita paruh baya itu, tiga jam yang lalu sebelum beranjak menuju kamarnya, Nyonya Lena berpesan pada sang pelayan agar memberitahukannya jika Aera kembali, dan alhasil pelayan itu k
Yura melangkah berlahan menghampiri Eren, sementara wanita yang dihampiri itu sudah mulai kalang kabut."Kenapa Eren?" tanya Yura dengan nada mengejek "Kenapa kau begitu ketakutan melihatku tapi kau begitu tak tahu malunya datang menemui Aera." lanjut Yura yang kini sudah berdiri begitu dekat dengan Eren.Buukkk!.. Satu tamparan keras membuat Eren langsung terhuyun kebelakang seraya memegangi pipinya yang terasa berdenyut dan perih, mendapati kejadian itu semua orang yang tadinya sibuk akan aktifitas mereka kini terfokus menatap Eren dan Yura dengan pandangan penuh tanya dan bingung.Yura menjambak rambut milik Eren tepat di tengah-tengah kepalanya memaksa agar wajah wanita berambut pirang itu terangkat ke atas agar semua orang dapat dengan jelas melihat wajah milik Eren."Hallo semuanya!" ucap Yura dengan suara yang lantang tak mempedulikan Eren yang sudah memohon agar melepaskan dirinya."Perhatikan wajah wanita ini baik, baik." lanjut Yura seray
Aera berjalan cepat menghampiri Yura sementara Arzhel masih berdiri di area loby berpura-pura melihat papan buletin rumah sakit namun dalam jarak yang masih bisa mendengar pembicaraan Aera dan Yura."Kau sudah makan?" tanya Yura dengan cepat Aera menggeleng dengan sesekali terlihat resah menatap kearah lift takut-takut Eren muncul dari sana."Sudah ku duga kau pasti belum makan. Ini," ucap Yura seraya menyerahkan rantang di tanganya kearah sahabat karibnya itu "Aku sudah menyiapkan makan siang untukmu." lanjutnya.Aera dengan cepat meraih rantang yang diserahkan Yura padanya "Ayo! Temani aku makan di luar," ajak Aera membalikan paksa tubuh Yura sedikit mendorongnya kearah pintu loby.Yura menyerengit mendapati gelagat aneh wanita bersuai coklat itu dengan cepat Yura memberhetikan langkahnya lalu membalikan tubuhnya kerah Aera yang kini terlihat gugup."Ada apa denganmu, Aera? Kenapa kau terlihat aneh sekali," tanya Yura dengan tatapan penuh selidik
Eren masih belum mendapat respon dari Aera atas ajakanya yang meminta istri sah dari Dhexsel Marghero itu untuk bicara."Atau perlu kita bicara disini, Aera?" ucap Aren kembali membuat Aera sedikit tersentak kemudian bangun dari tempatnya terduduk, Aera berpikir tempatnya bekerja bukanlah tempat yang cocok membahas masalah pribadi mereka terlebih banyak orang yang berlalu lalang disekitar mereka."Ayo!.. Kita pergi bicara ke atap," ajak Aera seraya memimpin jalan menuju ke lantai paling atas rumah sakit tempatnya bekerja.Arzhel awalnya ingin mengabaikan dua wanita yang baru saja melewatinya itu menuju lift namun hati kecilnya meminta Arzhel untuk pergi mengikuti Aera dan Eren, akhirnya Arzhelpun mengikuti kemana Aera dan Eren pergi meskipun tingkahnya itu bukanlah sebagai tingkah yang dapat disebut bijak karena dia mengikuti dua orang wanita secara diam-diam.***Di atas atap rumah sakit, Eren dan Aera kini saling berhadapan kencangnya angin
Arzhel yang kala itu tengah duduk disalah satu kursi yang ada di caffe taria rumah sakit terlihat gelisah, matanya jelalatan mencari-cari seseorang. Alan yang duduk tepat dihadapan Arzhel terlihat terganggu akan tingkah Arshel yang sesekali berdiri menatap kearah pintu masuk caffe taria."Alan apa benar hanya ini satu-satunya caffe yang ada di rumah sakit ini?" tanya Arzhel tanpa menatap lawan bicaranya."Hmm!.. Benar. Memangnya siapa yang sedang kau cari Arzhel?""Gadis itu," sahut Arzhel cepat masih tak menatap lawan bicaranya."Gadis itu?" gumam Alan "Gadis yang mana?" lanjutnya.Arzhel menghela nafas dalam lalu mendudukan tubuhnya kembali ke atas kursi, ia menatap makanan yang dipesanya dengan tidak berselera "Gadis yang waktu itu adu jotos denganku.""Aaahh!... Perawat itu." sambar Alan ketika ia mulai mengingat kajadian saat Arzhel merasa kesal setelah menerima hasil labnya."Aku ingin minta maaf pada gadis itu, setelah ku
Alex yang berada dalam kamarnya bernafas lega begitu mendapat panggilan telpon dari Huan yang memberitahukannya bahwa Aera dalam keadaan baik-baik saja dan kini menginap dirumah Yura."Terimakasih atas informasi mu, Huan." ucap Alex sebelum mengakhiri panggilan telponya.*****Dhexsel beranjak keluar dari dalam kamarnya, ia keluar menuju ruang makan berharap akan menemukan sosok istrinya yang tengah mempersiapkan sarapan seperti pagi-pagi biasanya.Namun sesampainya di ruang makan Dhexsel harus menerima kekecewaan begitu melihat tak ada sosok Aera disana."Apa ada yang anda butuhkan, Tuan?" tanya seorang pelayan paruh baya pada DhexselDhexsel menggeleng lemas menjawab pertanyaan pelayannya itu, kemudian dengan langkah berat ia berjalan gontai menuju ruang tamu.Jujur, saat ini Dhexel sangat merindukan Aera. Semalaman lelaki itu tak bisa tidur karena memikirkan Aera, ia menelpon ribuan kali ke ponsel sang istri namun ponsel itu
Aera berjalan gontai membawa hatinya yang telah hancur, tak ada tujuan dan tak ada perencanaan sebelumnya, ia hanya segera ingin keluar dari kediaman keluarga Marghero tanpa perencanaan terlebih dahulu alhasil wanita berambut coklat gelap itu hanya berjalan tapi tak memiliki arah dan tunjuan.Aera menangis, ia sudah tak memperdulikan tatapan orang-orang padanya, mungkin saat ini jika dia memiliki orang tua dia akan berlari ke rumahnya menceritakan semua isi hatinya, tapi Aera harus menahan keinginan itu karena kedua orang tuanya telah tiada, satu-satunya keluarga yang dimiliki Aera adalah keluarga suaminya, Marghero.Aera terjatuh tepat di pinggir jembatan kembar, kakinya sudah tak sanggup lagi melangkah setelah tiga jam lamanya ia memaksa kaki itu untuk berjalan tanpa tujuan.Aera menatap kakinya, ada bercak luka disana. Luka lecet yang tak terasa meski mengeluarkan darah segar, siapa yang akan menyangka luka gaib yang ada di hati akan memanipulasi rasa sakit d
Alex menghampiri Dhexsel setelah kepergian Eren. Lelaki itu kini berdiri tepat disamping sang adik.Dhexsel menatap Alex sekilas kemudian kembali menatap kosong kedepan sembari berkata "Jika kau datang hanya ingin menyalahkan ku atas apa yang terjadi sebaiknya kau menundanya sampai besok, karena saat ini aku tak memiliki tenaga sedikitpun untuk meladeni mu, Kak Alex."Alex hanya tersenyum getir, ia tak menyangka bahwa adik kesayangannya itu akan merusak kehidupan rumah tangganya sendiri dengan perselingkuhan."Aku tidak berniat sedikitpun ingin memarahi mu, karena aku tahu sekarang kau pasti tengah menyesali perbuatan mu. Aku tidak memarahi mu bukan berarti aku membenarkan perbuatan mu, bagaimanapun dan dilihat dari sudut pandang manapun tindakan mu itu tetaplah salah, Dhexsel." Balas AlexAlex berbalik hendak meninggalkan Dhexsel namun langkahnya terhenti, ia kemudian kembali menatap kearah sang adik "Apa kau sudah tak mencintai Aera lagi?"Sponta