Alan yang saat itu sedang terduduk di balik meja kerjanya sembari memeriksa laporan kesehatan para pasiennya tiba-tiba terlonjak kaget begitu Arzhel menyerobot masuk dengan kasar sembari berteriak.
"Waaahh!.. Gadis aneh itu benar-benar kurangajar!" geram Arzhel tak mempedulikan empuhnya ruangan nyaris saja terkena serangan jantung akibat tingkahnya.
"Maaf permisi, Tuan?" ucap Alan setelah berhasil menetralisir rasa kagetnya sementara Arzhel hanya menoleh sekilas untuk menatap kearahnya "Maaf Tuan, ini ruangan kerjaku dan harap kau keluar jika kau datang hanya untuk membuat onar disini." lanjut Alan
Bukanya keluar Arzhel justru dengan tanpa rasa berdosanya langsung menarik kursi yang ada di hadapan Alan lalu mendudukan tubuhnya disana tanpa mengindahkan perintah sang pemilik ruangan yang memintanya untuk keluar ruangan dengan sopan.
Alan dengan fokus mengamati wajah Arzhel, wajah lelaki tampan bernama lengkap Arzhel De Leon itu terlihat memerah dengan guratan kemarahan, mengetahui temanya itu sedang kesal Alan langsung tertawa terbahak-bahak pasalnya wajah Arzhel yang memerah serta lubang hidungnya yang kembang kempis terlihat lucu di mata Dokter berusia dua puluh delapan tahun itu.
Mendengar tawa Alan yang renyah Arzhel langsung melancarkan tatapan tajamnya yang sukses mumbuat Alan langsung terdiam.
"Apa rasa kesalku sekarang ini adalah lelucon bagimu?" ucap Arzhel dingin namun hal itu justru semakin mancing galak tawa milik Alan tapi kali ini Alan mampu mengontrol tawanya.
Alan menarik nafas dalam lalu dihembuskannya secara berlahan "Sebenarnya apa yang membuatmu begitu kesal?" tanya lelaki berkaca mata itu.
Arzhel terdiam sejenak berusaha menenangkan diri sebelum kemudian Arzhel mulai menceritakan kejadian saat dia bertemu Aera di koridor.
"Aku tadi bertemu gadis gila yang sangat menyebalkan di koridor." jawab Arzhel yang terlihat mulai tenang.
"Dia yang menyebalkan atau kau yang membuat situasi menjadi menyebalkan?" tanya Alan spontan membuat Arzhel langsung menyerengitkan alisnya.
"Maksudmu aku yang memulai perkelahian dengan gadis itu?" Alan dengan cepat menganggu "Yah!.. Kau pikir aku ini lelaki pengecut yang mengajak seorang gadis berkelahi."
"Bisa jadikan," sambar Alan cepat membuat bibir Arzhel langsung terkatup saat ia kembali mengingat alasan gadis itu bertingkah kasar padanya.
Mata Arzhel membelalak sempurna begitu dia mengingat bahwa gadis itu awalnya berniat membantunya tapi dia justru membentak gadis itu dan bicara kasar padanya, rupanya kegundahan dan kegelisahanya setelah mengetahui hasil lab pemeriksaan kesehatannya membuatnya tak menyadari bahwa ia telah berkata kasar dengan seorang gadis.
Alan tersenyum saat menyadari raut wajah Arzhel yang telihat menyesal "Dugaanku benar bukan, kau yang lebih dulu memulai perkelahian dengan gadis itu." ucap Alan semakin membuat Arzhel menunduk dalam penyesalannya.
"Apa yang harus ku lakukan sekarang?" tanya Arzhel
"Minta maaf padanya."
"Mana aku tahu dimana dia sekarang," sahut Arzhel.
"Tunggu dulu, gadis itu mengenakan seragam perawat tadi." gumam Arzhel kemudian beranjak pergi "Aku pergi dulu tak usah menungguku pulang nanti," lanjutnya kearah Alan begitu tiba di ambang pintu.
Alan hanya dapat menggeleng pelan melihat tingkah sahabatnya itu "Dia belum berubah, kebiasaanya masih sama seperti dulu." ucap Alan pelan sebelum kembali melanjutkan aktifitasnya memeriksa laporan para pasiennya.
Arzhel berkeliling rumah sakit mencari Aera namun nihil, sudah hampir satu jam dia mengitari area rumah sakit namun sosok gadis berambut coklat gelap itu tak kunjung juga dia temukan.
"Ahhh!.." Arzhel mengerang lelah "Dimana dia sebenarnya?" gumamnya
***
Buuukk!... Aera yang kala itu sedang memotong sayuran langsung menghempaskan pisau yang ada di tanganya ke atas meja dengan kasar "Dasar lelaki sinting!" umpatnya merasa jengkel kala kembali mengingat kejadian tadi di koridor rumah sakit.
Aera menarik nafas dalam kemudian dihembuskanya berlahan, dia berusaha untuk tenang dan melupakan kejadian menyebalkan di koridor rumah sakit tadi dan berlahan Aerapun mulai melanjutkan aktifitasnya memotong sayuran.
Aera menyerengit saat melihat jam di dinding dapur kediamanya menunjukan pukul 9 malam "Tumben Dhexsel telat sekali malam ini?" pikirnya seraya dengan terburu menyelesaikan pekerjaan masak memasaknya.
Aera berjalan menghampiri ruang tamu kemudian meraih ponsel pintarnya yang ada di atas meja dengan teliti dia mencari nomor kontak suaminya lalu meletak ponsel berwarna coklat itu kearah telinganya setelah menelponnya. Tak butuh waktu lama suara Dhexsel yang berat dengan barito tenang menyapa indra pendengaran milik Aera.
"Iya sayang?" ucap Dhexsel dari seberang.
"Kau masih di kantor?" tanya Aera.
"Hhhm!.. Aku masih di kantor, tiba-tiba ada kerjaan mendadak." sahut Dhexsel masih dengan nada lembutnya.
"Kau ingkar janji lagi hari ini, kemarin malam kau janji akan pulang cepat nyatanya kau masih terlambat," keluh Aera dengan wajah sendunya sebelum kemudian wanita itu terlonjak kaget dan hampir memekik begitu sebuah lengan kekar tiba-tiba melingkar di pingganya dari belakang.
"Dhexsel!" seru Aera lega saat menoleh melihat sosok orang yang tiba-tiba memeluknya itu ternyata adalah suaminya.
Dhexsel tersenyum yang langsung memamerkan lesung pipit yang ada di kedua pipinya ketika melihat wajah sang istri.
"Maaf telah membuatmu terkejut," ucap Dhexsel seraya memandang gemas wajah Aera lalu memeluk istrinya itu erat menenggelamkan wajahnya di balik leher jenjang milik Aera.
Aera tersenyum mendapati tingkah sang suami dengan lembut ia membelai punggu milik Dhexsel "Apa pekerjaan di kantor begitu banyak hingga membuatmu lelah seperti ini?" tanya Aera namun tak dijawab oleh Dhexsel yang telah merasa nyaman bergelayutan memeluk tubuh mungil sang istri.
"Mau sampai kapan kau akan memelukku seperti ini?"
"Tunggu sebentar, lima menit lagi," sahut Dhexsel dengan suara parau.
"Pergilah mandi selsai itu kita makan, aku sudah memasak makanan kesukaanmu." bujuk Aera agar sang suami melepas pelukannya.
Dhexsel tersenyum ia memajukan wajahnya kearah telinga sang istri kemudian berbisik pelan "Mau mandi bersama?" ucapnya yang sepontan membuat wajah Aera langsung memerah layaknya udang rebus, merasa grogi akan tingkah sang suami dengan cepat Aera melepas pelukan Dhexsel sementara Dhexsel hanya dapat tertawa renyah melihat reaksi sang istri yang masih merasa malu meski mereka sudah menikah tiga tahun lamanya.
"Berhentilah menggodaku, Dhexsel," ucap Aera seraya memegangi pipinya yang mulai terasa memanas "Cepatlah mandi setelah itu kita makan." lanjutnya
"Baiklah, tapi sebelum itu_" Dhexsel menggantung kalimatnya sebagai gantinya ia mengetuk pipi kanannya dengan ujung jarinya "Beri aku hadia disini sebagai sewa karena aku pergi mandi." lanjutnya membuat Aera menyerengit.
"Kenapa harus minta hadia segala?" protes Aera.
Mendengar protes yang dilayangkan sang istri membuat Dhexsel menatap Aera tajam lalu memegang erat pergelangan tangan wanita berambut coklat gelap itu seraya berkata "jika kau tidak memberikan ku hadia maka aku akan menyeret mu ke kamar mandi lalu kita akan mandi bersama." ancam Dhexsel seraya membuat ekspresi wajah seseram mungkin layaknya parah penjahat.
Aerapun mengalah dengan cepat ia melayangkan sebuah kecupan singkat di pipi kanan milik Dhexsel membuat lelaki itu langsung kembali memeluknya dan mencium wajah Aera bertubi-tubi
"Hentikan Dhexsel geli!" ucap Aera yang merasa geli kala bibir Dhexsel mendarat di sekitar area pangkal lehernya "Dan cepatlah mandi, kau sudah mendapat hadiamu bukan." lanjutnya membuat Dhexsel langsung menghentikan aktifitasnya.
"Oh iya!" ucap Aera membuat Dhexsel yang kala itu sedang berjalan menuju kamar mereka langsung menghentikan langkahnya lalu menoleh kearah sang istri.
"Dua hari lagi adalah hari jadi pernikahan kita dan tadi Mama menelpon, Mama ingin kita mengadakan pestanya di rumah Mama seperti tahun-tahun sebelumnya." jelas Aera yang langsung dibalas dengan anggukan kelapa tanda setuju dari Dhexsel.
Bersambung
Aera terlihat sibuk membenahi rungan serba guna yang ada di kediaman mertuanya, Aera sengaja menukar jadwal kerjanya dengan salah seorang perawat kenalannya di rumah sakit karena hari ini adalah hari jadi pernikahan mereka yang ketiga tahun."Aera?" suara lembut dari wanita paruh baya yang sangat dikenal oleh Aera itupun langsung mencuri fokus dari wanita cantik itu, Aera menoleh ke sumber suara.Wajah Aera langsung berseri-seri kala retina hitam jernihnya itu mendapati Nyonya Lena tengah berdiri memamerkan senyuman hangat di wajahnya sembari memegang nampan berisi chocolate cake."Mama!!" gumam Aera manja sembari melangkah menghampiri Nyonya Lena kemudian memeluk wanita paruh baya itu manja."Selamat ulang tahun pernikahan, Sayang." ucap Nyonya Lena kemudian mencium lembut kening menantunya itu.Mata Aera terfokus menatap lilin berbentuk angka tiga yang menancap sempurna di atas chocolate cake itu. Aera kembali tersenyum, ia sama sekali tak menyan
Yura sempat tertegun sejenak saat melihat Dhexsel sepupunya tengah berduaan dengan Eren sahabatnya dan itu terjadi tepat di hari pesta ulang tahun pernikahan Dhexsel dan Aera.Karena curiga dengan tingkah laku mereka, Yura akhirnya memutuskan untuk memusatkan kamera yang sedang merekam itu kearah dua sejoli yang nampak mencurigakan itu."Bagaimana ini, Dhexsel?" ucap Eren dengan nada terisak."Kita harus segera mengakhiri hubungan ini, Eren." balas Dhexsel.Tunggu! Apa yang sebenarnya terjadi antara Eren dan Dhexsel. Yura sama sekali tidak dapat menebak situasi macam apa yang tengah dilihatnya saat itu. Seketika pikiran Yura mengerucut pada perselingkuhan setelah melihat adegan yang disuguhkan Eren dan juga Dhexsel. Namun wanita yang sedang mengandung itu dengan segera menepis pikiran negatifnya itu."Tidak mungkin mereka berselingkuh, tidak mungkin Eren menusuk Aera dari belakang. Eren tidak mungkin bermain gila dengan suami sahabat karibnya sendi
Dalam mobil Eren terlihat gugup dan resah, entah mengapa perasaan wanita berambut pirang itu terasa tak enak malam ini jantungnya berdegup sangat cepat seakan ingin meloncat keluar, wanita berambut pirang itu bahkan tak mengetahui kenapa perasaanya malam ini terasa begitu tidak nyaman, sesekali ia bahkan akan menarik nafas dalam kemudian dihembuskannya secara berlahan berusaha menghilangkan perasaan yang mengganjal di hatinya.Dhexsel yang fokus menatap jalan raya sesekali melirik melalui ekor matanya, ia dapat merasakan bahwa wanita yang tengah duduk di sampingnya itu tengah merasa gelisah."Apa yang membuat mu begitu merasa gelisah, Eren?" tanya DhexselEren menggeleng berusaha menyembunyikan rasa kegelisahanya saat itu alih-alih menjawab ia justru mengambil sebuah kotak warna pink yang dihias pita hitam di atasnya dari dalam tas selempang yang dikenakanya."Ku harap Aera menyukainya," gumam Eren sembari tersenyum menatap kotak pink itu, ia berharap Aer
Aera yang tengah asyik mengobrol dengan sang mertuanya kini fokus menatap Sham, lelaki itu terlihat duduk di atas sofa memasang ekspresi resah sembari sesekali menatap ponsel pintar yang ada di genggamannya.Aera berjalan menghampiri Sham kemudian ikut mendudukan tubuhnya di atas sofa itu."Yura belum menjawab telponya?" Sham mengangguk dengan wajah gelisah pasalnya Yura tak perna mengabaikan panggilan telpon darinya."Mungkin Yura tak melihat ponselnya sama seperti Dhexsel tadi. Kau tahu sendiri jika Yura sedang menyetir dia tak akan pernah menoleh sekalipun kearah ponselnya," ucapan Aera sedikit tidaknya dapat membuat Sham tenang, pasalnya apa yang dikatakan Aera memang benar adanya.Tengah asyik mengobrol akan kondisi kandungan Yura perhatian Aera dicuri oleh kehadiran sang suami disusul Eren yang mengekor di belakangnya.Aera berdiri kemudian menghampiri Dhexsel. Dhexsel tersenyum kemudian memeluk Aera erat, Eren dengan segera memalingkan wajah
Eren menatap Yura bingung dengan air mata yang mengalir, bukan hanya air mata saja yang mengalir di wajah Eren bahkan darah segarpun ikut mengalir melalui hidung Eren akibat kerasnya tamparan yang dilayangkan Yura padanya.Buukk!!.. Yura kembali mendaratkan tamparan yang keduanya pada wajah Eren."YURA!!" teriak Aera sembari menyeret tubuh Yura untuk menjauhi Eren yang terlihat telah tak berdaya."Apa yang kau lakukan, Yura? Apa salah Eren hingga kau tega menghajarnya seperti itu?" suara Dhexsel yang seakan ingin melindungi Eren semakin membuat Yura naik pitam.Yura yang masih dipeluk Aera kini menunjuk Dhexsel dengan begitu lantangnya "Diam kau lelaki menjijikan!"Perkataan Yura sontak membuat suasana semakin kacau.Melihat Yura memberinya tatapan tajam membuat Dhexsel menyadari sesuatu."Jangan katakan bahwa Yura mengetahui hubungan ku dan Eren," Dhexsel membatin."Yura, kau ini kenapa? Kenapa kau menunjuk Dhexsel seperti itu
Bibir Dhexsel keluh, mendadak ia tidak dapat bersuara, lelaki bernama lengkap Dhexsel Marghero itu ingin sekali berkata 'tidak' pada sang istri namun suaranya seakan tertahan di kerongkongannya alih-alih menjawab pertanyaan sang istri, ia lebih memilih kembali meraih pergelangan tangan Aera, Dhexsel menggenggam tangan itu dengan sangat erat."Aku akan menjelaskan semuanya, Aera__""AKU TAK MEMBUTUHKAN PENJELASAN, DHEXSEL!!" teriak Aera spontan membuat semua orang bergedik ngeri, akhirnya wanita berambut coklat gelap itu mulai meluapkan kemarahanya setelah hanya diam mematung.Tubuh Aera gemetar hebat, tubuhnya yang ramping itu seakan tak sanggup menahan rasa emosi yang menggebuh-gebuh dalam hatinya."Aku sudah katakan padamu, Dhexsel. Aku tak membutuhkan penjelasan, aku hanya butuh satu kata antara benar dan tidaknya," nada suara Aera kini mulai melunak."Sekali lagi aku akan bertanya, apa semua ini benar Dhexsel? Apa benar kau memiliki hubun
kediaman Keluarga Marghero saat ini terlihat sunyi dan hening, ruangan itu hanya dihiasi oleh tangisan-tangisan kecil dari suara Nyonya Lena yang terus memanggil nama Aera.Seharusnya malam ini menjadi malam yang penuh canda tawa di kediaman Marghero, seharusnya malam menjadi malam yang membahagiakan di keluarga Marghero, namun semuanya sirna setelah dihantam badai perselingkuhan antara Dhexsel dan Eren.Ruangan serba guna yang tadinya terlihat bersinar kini justru menjadi kelabu yang hanya menyisahkan empat orang di dalamnya yaitu Alex, Nyonya Lena, Dhexsel dan Juga Eren.Dhexsel yang duduk di sofa tunggal yang ada di sudut kiri ruang serba guna terlihat gelisah, hampir ratusan kali lelaki bermata coklat itu hendak berlari mengejar sang istri namun terhalang oleh Alex yang mencegahnya dan alhasil lelaki bernama Dhexsel Marghero itu harus duduk diam menahan rasa gelisanya di sudut kiri ruang serba guna.Di bagian tengah ruang serba guna tepatnya di atas s
Alex menghampiri Dhexsel setelah kepergian Eren. Lelaki itu kini berdiri tepat disamping sang adik.Dhexsel menatap Alex sekilas kemudian kembali menatap kosong kedepan sembari berkata "Jika kau datang hanya ingin menyalahkan ku atas apa yang terjadi sebaiknya kau menundanya sampai besok, karena saat ini aku tak memiliki tenaga sedikitpun untuk meladeni mu, Kak Alex."Alex hanya tersenyum getir, ia tak menyangka bahwa adik kesayangannya itu akan merusak kehidupan rumah tangganya sendiri dengan perselingkuhan."Aku tidak berniat sedikitpun ingin memarahi mu, karena aku tahu sekarang kau pasti tengah menyesali perbuatan mu. Aku tidak memarahi mu bukan berarti aku membenarkan perbuatan mu, bagaimanapun dan dilihat dari sudut pandang manapun tindakan mu itu tetaplah salah, Dhexsel." Balas AlexAlex berbalik hendak meninggalkan Dhexsel namun langkahnya terhenti, ia kemudian kembali menatap kearah sang adik "Apa kau sudah tak mencintai Aera lagi?"Sponta
Yura mengedarkan pandangnya mengamati setiap ruangan yang ada di apartement milik Aera yang baru tiga jam lalu disewa sahabatnya itu.Lain halnya dengan Yura yang masih ragu untuk membiarkan Aera tingga sendiri di apartement kecil berlantai tujuh itu, Aera sang pemilik apartement justru dengan sibuk membenahi barang-barang seadanya yang dia miliki."Aera?" panggil Yura memberhentikan aktifitas wanita bersuai coklat itu."Apa kau yakin akan tinggal disini sendirian?"Aera mengangguk untuk merespon pertanyaan dari Yura."Tinggal di rumahku saja." ajak Yura "Saat ini kau sedang hamil, bagaimana jika terjadi sesuatu denganmu? Intinya aku tidak membiarkanmu tinggal seorang diri sendiri disini." ucap Yura seraya meraih ganggang koper milik Aera lalu menariknya ingin membawa koper itu keluar dari dalam apartement yang cukup sempit itu.Aera dengan cepat menahan kopernya membuat Yura langsung menoleh kebelakang dan mendapati empuhnya kop
Mobil berwarna putih yang dikendarai oleh Yura berhenti tepat di depan kediaman keluarga Marghero, tak beberapa lama kemudian Aera dan Yura keluar dari dalam mobil dengan waktu yang nyaris bersamaan.Aera melangkah memasuki kediaman keluarga Marghero disusul Yura yang setia mengekor di belakang.Alex yang baru saja berniat berangkat ke restauran miliknya tiba-tiba memberhentikan langkahnya kala Aera berjalan memasuki ruang keluarga kediamannya."Aera?" Gumam Alex kaget, hal itu spontan membuat Dhexsel yang berada di ruang keluarga langsung ikut menoleh kearah ambang pintu ruang keluarga, senyum senang langsung terpatih di wajah milik Dhexsel, ia sudah menduga bahwa istrinya itu akan kembali ke rumah.Seorang pelayan berlari menuju kamar Nyonya Lena, untuk menjalankan perintah wanita paruh baya itu, tiga jam yang lalu sebelum beranjak menuju kamarnya, Nyonya Lena berpesan pada sang pelayan agar memberitahukannya jika Aera kembali, dan alhasil pelayan itu k
Yura melangkah berlahan menghampiri Eren, sementara wanita yang dihampiri itu sudah mulai kalang kabut."Kenapa Eren?" tanya Yura dengan nada mengejek "Kenapa kau begitu ketakutan melihatku tapi kau begitu tak tahu malunya datang menemui Aera." lanjut Yura yang kini sudah berdiri begitu dekat dengan Eren.Buukkk!.. Satu tamparan keras membuat Eren langsung terhuyun kebelakang seraya memegangi pipinya yang terasa berdenyut dan perih, mendapati kejadian itu semua orang yang tadinya sibuk akan aktifitas mereka kini terfokus menatap Eren dan Yura dengan pandangan penuh tanya dan bingung.Yura menjambak rambut milik Eren tepat di tengah-tengah kepalanya memaksa agar wajah wanita berambut pirang itu terangkat ke atas agar semua orang dapat dengan jelas melihat wajah milik Eren."Hallo semuanya!" ucap Yura dengan suara yang lantang tak mempedulikan Eren yang sudah memohon agar melepaskan dirinya."Perhatikan wajah wanita ini baik, baik." lanjut Yura seray
Aera berjalan cepat menghampiri Yura sementara Arzhel masih berdiri di area loby berpura-pura melihat papan buletin rumah sakit namun dalam jarak yang masih bisa mendengar pembicaraan Aera dan Yura."Kau sudah makan?" tanya Yura dengan cepat Aera menggeleng dengan sesekali terlihat resah menatap kearah lift takut-takut Eren muncul dari sana."Sudah ku duga kau pasti belum makan. Ini," ucap Yura seraya menyerahkan rantang di tanganya kearah sahabat karibnya itu "Aku sudah menyiapkan makan siang untukmu." lanjutnya.Aera dengan cepat meraih rantang yang diserahkan Yura padanya "Ayo! Temani aku makan di luar," ajak Aera membalikan paksa tubuh Yura sedikit mendorongnya kearah pintu loby.Yura menyerengit mendapati gelagat aneh wanita bersuai coklat itu dengan cepat Yura memberhetikan langkahnya lalu membalikan tubuhnya kerah Aera yang kini terlihat gugup."Ada apa denganmu, Aera? Kenapa kau terlihat aneh sekali," tanya Yura dengan tatapan penuh selidik
Eren masih belum mendapat respon dari Aera atas ajakanya yang meminta istri sah dari Dhexsel Marghero itu untuk bicara."Atau perlu kita bicara disini, Aera?" ucap Aren kembali membuat Aera sedikit tersentak kemudian bangun dari tempatnya terduduk, Aera berpikir tempatnya bekerja bukanlah tempat yang cocok membahas masalah pribadi mereka terlebih banyak orang yang berlalu lalang disekitar mereka."Ayo!.. Kita pergi bicara ke atap," ajak Aera seraya memimpin jalan menuju ke lantai paling atas rumah sakit tempatnya bekerja.Arzhel awalnya ingin mengabaikan dua wanita yang baru saja melewatinya itu menuju lift namun hati kecilnya meminta Arzhel untuk pergi mengikuti Aera dan Eren, akhirnya Arzhelpun mengikuti kemana Aera dan Eren pergi meskipun tingkahnya itu bukanlah sebagai tingkah yang dapat disebut bijak karena dia mengikuti dua orang wanita secara diam-diam.***Di atas atap rumah sakit, Eren dan Aera kini saling berhadapan kencangnya angin
Arzhel yang kala itu tengah duduk disalah satu kursi yang ada di caffe taria rumah sakit terlihat gelisah, matanya jelalatan mencari-cari seseorang. Alan yang duduk tepat dihadapan Arzhel terlihat terganggu akan tingkah Arshel yang sesekali berdiri menatap kearah pintu masuk caffe taria."Alan apa benar hanya ini satu-satunya caffe yang ada di rumah sakit ini?" tanya Arzhel tanpa menatap lawan bicaranya."Hmm!.. Benar. Memangnya siapa yang sedang kau cari Arzhel?""Gadis itu," sahut Arzhel cepat masih tak menatap lawan bicaranya."Gadis itu?" gumam Alan "Gadis yang mana?" lanjutnya.Arzhel menghela nafas dalam lalu mendudukan tubuhnya kembali ke atas kursi, ia menatap makanan yang dipesanya dengan tidak berselera "Gadis yang waktu itu adu jotos denganku.""Aaahh!... Perawat itu." sambar Alan ketika ia mulai mengingat kajadian saat Arzhel merasa kesal setelah menerima hasil labnya."Aku ingin minta maaf pada gadis itu, setelah ku
Alex yang berada dalam kamarnya bernafas lega begitu mendapat panggilan telpon dari Huan yang memberitahukannya bahwa Aera dalam keadaan baik-baik saja dan kini menginap dirumah Yura."Terimakasih atas informasi mu, Huan." ucap Alex sebelum mengakhiri panggilan telponya.*****Dhexsel beranjak keluar dari dalam kamarnya, ia keluar menuju ruang makan berharap akan menemukan sosok istrinya yang tengah mempersiapkan sarapan seperti pagi-pagi biasanya.Namun sesampainya di ruang makan Dhexsel harus menerima kekecewaan begitu melihat tak ada sosok Aera disana."Apa ada yang anda butuhkan, Tuan?" tanya seorang pelayan paruh baya pada DhexselDhexsel menggeleng lemas menjawab pertanyaan pelayannya itu, kemudian dengan langkah berat ia berjalan gontai menuju ruang tamu.Jujur, saat ini Dhexel sangat merindukan Aera. Semalaman lelaki itu tak bisa tidur karena memikirkan Aera, ia menelpon ribuan kali ke ponsel sang istri namun ponsel itu
Aera berjalan gontai membawa hatinya yang telah hancur, tak ada tujuan dan tak ada perencanaan sebelumnya, ia hanya segera ingin keluar dari kediaman keluarga Marghero tanpa perencanaan terlebih dahulu alhasil wanita berambut coklat gelap itu hanya berjalan tapi tak memiliki arah dan tunjuan.Aera menangis, ia sudah tak memperdulikan tatapan orang-orang padanya, mungkin saat ini jika dia memiliki orang tua dia akan berlari ke rumahnya menceritakan semua isi hatinya, tapi Aera harus menahan keinginan itu karena kedua orang tuanya telah tiada, satu-satunya keluarga yang dimiliki Aera adalah keluarga suaminya, Marghero.Aera terjatuh tepat di pinggir jembatan kembar, kakinya sudah tak sanggup lagi melangkah setelah tiga jam lamanya ia memaksa kaki itu untuk berjalan tanpa tujuan.Aera menatap kakinya, ada bercak luka disana. Luka lecet yang tak terasa meski mengeluarkan darah segar, siapa yang akan menyangka luka gaib yang ada di hati akan memanipulasi rasa sakit d
Alex menghampiri Dhexsel setelah kepergian Eren. Lelaki itu kini berdiri tepat disamping sang adik.Dhexsel menatap Alex sekilas kemudian kembali menatap kosong kedepan sembari berkata "Jika kau datang hanya ingin menyalahkan ku atas apa yang terjadi sebaiknya kau menundanya sampai besok, karena saat ini aku tak memiliki tenaga sedikitpun untuk meladeni mu, Kak Alex."Alex hanya tersenyum getir, ia tak menyangka bahwa adik kesayangannya itu akan merusak kehidupan rumah tangganya sendiri dengan perselingkuhan."Aku tidak berniat sedikitpun ingin memarahi mu, karena aku tahu sekarang kau pasti tengah menyesali perbuatan mu. Aku tidak memarahi mu bukan berarti aku membenarkan perbuatan mu, bagaimanapun dan dilihat dari sudut pandang manapun tindakan mu itu tetaplah salah, Dhexsel." Balas AlexAlex berbalik hendak meninggalkan Dhexsel namun langkahnya terhenti, ia kemudian kembali menatap kearah sang adik "Apa kau sudah tak mencintai Aera lagi?"Sponta