Dalam mobil Eren terlihat gugup dan resah, entah mengapa perasaan wanita berambut pirang itu terasa tak enak malam ini jantungnya berdegup sangat cepat seakan ingin meloncat keluar, wanita berambut pirang itu bahkan tak mengetahui kenapa perasaanya malam ini terasa begitu tidak nyaman, sesekali ia bahkan akan menarik nafas dalam kemudian dihembuskannya secara berlahan berusaha menghilangkan perasaan yang mengganjal di hatinya.
Dhexsel yang fokus menatap jalan raya sesekali melirik melalui ekor matanya, ia dapat merasakan bahwa wanita yang tengah duduk di sampingnya itu tengah merasa gelisah.
"Apa yang membuat mu begitu merasa gelisah, Eren?" tanya Dhexsel
Eren menggeleng berusaha menyembunyikan rasa kegelisahanya saat itu alih-alih menjawab ia justru mengambil sebuah kotak warna pink yang dihias pita hitam di atasnya dari dalam tas selempang yang dikenakanya.
"Ku harap Aera menyukainya," gumam Eren sembari tersenyum menatap kotak pink itu, ia berharap Aera sahabat karibnya itu menyukai hadia pemberianya.
Dhexsel melirik kotak pink yang tengah dipegang Eren sekilas kemudian kembali terfokus menatap kearah jalan raya.
"Kau membelikan apa untuk Aera?" tanya Dhexsel.
Eren tersenyum, ia seakan tak memiliki sedikitpun rasa bersalah pada Aera. Ia kemudian menjawab "Aku membelikan sebuah brows berbentuk kupu-kupu. Setahu ku, Aera sangat menyukai kupu-kupu."
Tawa renyahpun muncul di bibir Dhexsel, ia mengetahui betul betapa tergila-gilanya Aera pada serangga bersayap indah itu. Bahkan semua pernak pernik dalam kamar mereka didominasi oleh kupu-kupu mulai dari seprai, lukisan, hingga ukiran di pintu lemari yang ada dalam kamar mereka semua berbentuk kupu-kupu.
"Kau benar, Eren. Aera memang sangat menyukai kupu-kupu, aku yakin dia akan sangat menyukai hadia pemberian mu." Eren mengangguk memberi tanda setuju akan ucapan Dhexsel.
Suasana dalam mobil kembali hening Eren kini tertunduk kemudian menatap Dhexsel nanar.
"Apa menurut mu, Aera akan memaafkan kita Jika dia mengetahui hubungan kita, Dhexsel? Apa dia akan memaafkan perbuatan kita?" ucapan Eren spontan membuat Dhexsel menginjak rem dengan kerasnya membuat mobil yang tadinya melaju kencang langsung berhenti seketika itu juga.
Dhexsel melotot kearah Eren, wajahnya terlihat memasang ekspresi tak suka pada kalimat yang baru saja dilontarkan gadis berambut pirang itu.
"Apa maksud mu, Eren? Jangan perna sekalipun kau berpikir akan memberitahukan pada Aera akan hubungan kita ini, karena aku tidak akan perna mengizinkan itu terjadi. Aku tidak akan perna membiarkan Aeraku tahu tentang hubungan kita ini."
"Lalu aku harus bagaiman, Dhexsel? Aku harus bagaimana menjawab Aera ketika dia bertanya dengan siapa aku hamil, lalu apa yang akan kau perbuat pada anak dalam kandunganku ini?"
BUURRKKK!!!.... Dhexsel memukul kemudi mobil dengan begitu kerasnya sebanyak tiga kali sebelum kemudian kembali melotot kearah Eren membuat wanita berambut pirang itu langsung diam mematung karena merasa takut dengan tatapan tajam Dhexsel pasalnya tatapan mata yang diberikan Dhexsel padanya itu bagaikan tatapan seorang monster yang siap melahapnya bulat-bulat.
"Aku sudah katakan, aku akan mencari solusinya atau kau bisa tinggal di vila ku yang berada di Bali sebelum perut mu semakin membesar, lusa aku akan mengantar mu kesana sebelum banyak orang yang curiga akan kehamilanmu. Tinggalah di vila sembari membesarkan anak itu, aku akan berusaha sesering mungkin mengunjungi mu disana," ucap Dhexsel memberi usulan hanya itulah yang ada dipikiranya saat ini.
"Ini anak kita bukan anak itu," Eren mencoba meralat ucapan Dhexsel yang menurutnya salah.
Dhexsel menarik nafas dalam kemudian menghembuskannya berlahan berusaha meredahkan kemarahanya yang sempat memuncak akan ucapan dari Eren. Dhexsel tak perna membayangkan bagaimana jika Aera mengetahui perbuatanya itu, membayangkanya saja sudah dapat membuat Dhexsel gelisah hingga membuatnya terjaga semalaman karena tak dapat tertidur.
Dhexsel sangat mengetahui tabiat Aera, istrinya itu tidak akan perna mungkin dapat memaafkan perbuatanya dan Eren.
Dhexsel sudah dapat menarik kesimpulan pasti, bahwa Aera akan meninggalkanya jika istri yang dicintainya itu mengetahui tentang hubungan gelapnya bersama dengan Eren.
Dhexsel kembali menyetir mobil setelah merasa perasaanya sudah cukup tenang.
"Jangan perna mengatakan hal-hal seperti itu lagi, Eren." ucap Dhexsel dengan pandangan yang terus terfokus pada jalan raya sementara Eren hanya menganggukan kepalanya pelan.
***
Aera berdiri dengan gelisah, di dalam ruang serba guna tempat diadakannya pesta sudah hadir sang mertua kesayangan, kakak iparnya Alex, ada Huan dan juga Sham hanya tinggal Dhexsel suaminya, Yura dan Eren yang belum ada.
Tamu undangan perayaan ulang tahun pernikahan Aera dan Dhexsel memang sedikit karena Aera tak menginginkan pesta yang terlalu meriah. Baginya sudah sangat cukup mengadakan pesta yang hanya dihadiri oleh keluarga dan juga para sahabat baiknya saja.
"Apa belum ada kabar dari Dhexsel, Sayang?" tanya Nyonya Lena.
"Coba ditelpon kembali Dhexsel, Aera." titah Alex.
Aera meraih ponsel pintar yang diletakannya di atas meja, wanita itu kemudian menempelkan ponsel pintarnya itu kearah telinganya setelah menelpon nomor Dhexsel.
Beberapa saat menunggu akhirnya Dhexsel menjawab telponya juga.
"Maaf sayang, aku tak mendengar panggilan telponmu tadi." serobot Dhexsel tanpa embel-embel 'Halo' terlebih dahulu.
"Kenapa kau pulang begitu telat? Apa kau lupa akan hari ini?"
"Tidak sayang, aku tidak mungkin melupakan hari pernikahan kita. Tadi ada pekerjaan mendadak jadi mau tak mau aku harus terpaksa lembur," sambar Dhexsel menjelaskan dengan dustanya "Aku akan segera sampai, tunggulah hanya tinggal tiga belokan lagi." Lanjutnya.
"Apa Eren bersama mu?" tanya Aera.
"Iya dia bersama ku, aku tak sengaja bertemu denganya di kantor tadi karena tujuan kami sama jadi aku mengajaknya untuk ikut bersama ku, kebetulan Eren juga akan ikut menghadiri pesta ulang tahun pernikahan kita."
Aera tertawa renyah mendengar jawaban dari sang suami "Bagus sayang, terimakasih karena telah menjaga Eren untukku selama di kantor, kau tahukan apa saja penderitaan yang telah dialami Eren selama ini."
"Hhm!" jawab Dhexsel dengan wajah sendu sebelum mengakhiri panggilan telponya.
Nyonya Lena menghampiri Aera yang kini telah memasang wajah leganya.
"Apa kata Dhexsel?" tanya Nyonya Lena.
"Sebentar lagi sampai katanya." jawab Aera dengan senyuman manis.
"Kenapa dia bisa sampai begitu terlambat? Lihat saja, Mama akan memarahinya habis-habisan nanti."
Aera memeluk Nyonya Lena kemudian menyandarkan kepalanya itu di bahu wanita paruh baya itu, wanita manis itu seakan merajuk berusaha merayu sang mertua agar tak memarahi suami tercintanya itu.
Mengetahui alasan kenapa Aera bertingkah seperti itu Nyonya Lenapun hanya tersenyum dengan gemas melihat tingkah sang menantu yang seperti anak kecil.
"Lihatlah! Kau memeluk ku seperti ini karena kau ingin merayu ku agar aku tak memarahi suami tinggi mu yang seperti tiang listrik itu, bukan?"
Dengan cepat Aera menganggukan kepalanya memberi arti 'iya' pada ucapan yang dilontarkan Nyonya Lena.
Melihat tingkah Aera tawa Alex dan Huanpun pecah.
"Dasar nakal!" gumam Nyonya Lena sembari tersenyum hangat kearah Aera.
Nyonya Lena memeluk Aera hangat kemudian berbisik "Mama berharap kau dan Dhexsel dapat segera memiliki baby."
Aera melepaskan pelukan Nyonya Lena kemudian wanita berambut coklat gelap itu balas berbisik kearah sang mertua "Sudah."
"APA?!!" teriak Nyonya Lena bahagia mata wanita paruh baya itu terbelalak dengan tangan yang berusaha menutupi mulutnya yang menganga.
Nyonya Lena kembali memeluk Aera matanya berkaca-kaca mendengar kabar gembira itu.
"Kenapa tidak memberitahukan, Mama. Kenapa baru sekarang kau memberitahukannya?"
"Aku baru mengetahuinya dua hari yang lalu, Ma." balas Aera.
"Sudah berapa usianya?" Nyonya Lena menatap kearah perut Aera kemudian tanganya dengan lembut menyentuh perut sang menantu yang tentu saja masih terasa rata.
"Usianya baru tiga minggu, satu minggu lagi cucu Mama ini genap berusia satu bulan." bisik Aera kembali.
Alex hanya tersenyum sembari melihat keakraban yang terjalin antara Adik Ipar dan Ibunya itu sembari berpikir apakah jika dia menikah nanti istrinya dapat seakrab itu dengan sang Ibu. Alex berharap jika dia menikah suatu saat nanti, ia ingin agar istrinya itu dapat seperti Aera yang dengan mudahnya dapat membuat semua orang menyayanginya.
Huan menghampiri Alex yang terlihat masih mematung menatap keceriaan yang tercipta antara Aera dan Nyonya Lena.
Huan menyenggol lengan Alex membuat si pemilik lengan langsung menoleh menatap kearahnya.
"Makanya cepat menikah agar kau tak hanya menyaksikan Adik Iparmu itu saja yang bermanjaan dengan Tante. Jika kau menikah, kau akan melihat istrimu lah yang akan bermanjaan dengan Tante. Ingat, usia mu sudah tidak cocok lagi jika masih menyandang status jomblo, Kak Alex."
Alex tersenyum masam pada Huan lalu sedetik kemudian tangan kanan Alex sudah mendarat di kepala Huan. Lelaki berjanggut tipis itu memberikan Huan jitakan keras.
"Sakit Kak Alex!" pekik Huan.
"Biar kau tau rasa!" sambar Alex sebelum beranjak meninggalkan Huan yang masih mengelus-elus kepalanya yang masih terasa sakit itu. Huan bergumam pelan "Apa salah ku?
Bersambung!..Aera yang tengah asyik mengobrol dengan sang mertuanya kini fokus menatap Sham, lelaki itu terlihat duduk di atas sofa memasang ekspresi resah sembari sesekali menatap ponsel pintar yang ada di genggamannya.Aera berjalan menghampiri Sham kemudian ikut mendudukan tubuhnya di atas sofa itu."Yura belum menjawab telponya?" Sham mengangguk dengan wajah gelisah pasalnya Yura tak perna mengabaikan panggilan telpon darinya."Mungkin Yura tak melihat ponselnya sama seperti Dhexsel tadi. Kau tahu sendiri jika Yura sedang menyetir dia tak akan pernah menoleh sekalipun kearah ponselnya," ucapan Aera sedikit tidaknya dapat membuat Sham tenang, pasalnya apa yang dikatakan Aera memang benar adanya.Tengah asyik mengobrol akan kondisi kandungan Yura perhatian Aera dicuri oleh kehadiran sang suami disusul Eren yang mengekor di belakangnya.Aera berdiri kemudian menghampiri Dhexsel. Dhexsel tersenyum kemudian memeluk Aera erat, Eren dengan segera memalingkan wajah
Eren menatap Yura bingung dengan air mata yang mengalir, bukan hanya air mata saja yang mengalir di wajah Eren bahkan darah segarpun ikut mengalir melalui hidung Eren akibat kerasnya tamparan yang dilayangkan Yura padanya.Buukk!!.. Yura kembali mendaratkan tamparan yang keduanya pada wajah Eren."YURA!!" teriak Aera sembari menyeret tubuh Yura untuk menjauhi Eren yang terlihat telah tak berdaya."Apa yang kau lakukan, Yura? Apa salah Eren hingga kau tega menghajarnya seperti itu?" suara Dhexsel yang seakan ingin melindungi Eren semakin membuat Yura naik pitam.Yura yang masih dipeluk Aera kini menunjuk Dhexsel dengan begitu lantangnya "Diam kau lelaki menjijikan!"Perkataan Yura sontak membuat suasana semakin kacau.Melihat Yura memberinya tatapan tajam membuat Dhexsel menyadari sesuatu."Jangan katakan bahwa Yura mengetahui hubungan ku dan Eren," Dhexsel membatin."Yura, kau ini kenapa? Kenapa kau menunjuk Dhexsel seperti itu
Bibir Dhexsel keluh, mendadak ia tidak dapat bersuara, lelaki bernama lengkap Dhexsel Marghero itu ingin sekali berkata 'tidak' pada sang istri namun suaranya seakan tertahan di kerongkongannya alih-alih menjawab pertanyaan sang istri, ia lebih memilih kembali meraih pergelangan tangan Aera, Dhexsel menggenggam tangan itu dengan sangat erat."Aku akan menjelaskan semuanya, Aera__""AKU TAK MEMBUTUHKAN PENJELASAN, DHEXSEL!!" teriak Aera spontan membuat semua orang bergedik ngeri, akhirnya wanita berambut coklat gelap itu mulai meluapkan kemarahanya setelah hanya diam mematung.Tubuh Aera gemetar hebat, tubuhnya yang ramping itu seakan tak sanggup menahan rasa emosi yang menggebuh-gebuh dalam hatinya."Aku sudah katakan padamu, Dhexsel. Aku tak membutuhkan penjelasan, aku hanya butuh satu kata antara benar dan tidaknya," nada suara Aera kini mulai melunak."Sekali lagi aku akan bertanya, apa semua ini benar Dhexsel? Apa benar kau memiliki hubun
kediaman Keluarga Marghero saat ini terlihat sunyi dan hening, ruangan itu hanya dihiasi oleh tangisan-tangisan kecil dari suara Nyonya Lena yang terus memanggil nama Aera.Seharusnya malam ini menjadi malam yang penuh canda tawa di kediaman Marghero, seharusnya malam menjadi malam yang membahagiakan di keluarga Marghero, namun semuanya sirna setelah dihantam badai perselingkuhan antara Dhexsel dan Eren.Ruangan serba guna yang tadinya terlihat bersinar kini justru menjadi kelabu yang hanya menyisahkan empat orang di dalamnya yaitu Alex, Nyonya Lena, Dhexsel dan Juga Eren.Dhexsel yang duduk di sofa tunggal yang ada di sudut kiri ruang serba guna terlihat gelisah, hampir ratusan kali lelaki bermata coklat itu hendak berlari mengejar sang istri namun terhalang oleh Alex yang mencegahnya dan alhasil lelaki bernama Dhexsel Marghero itu harus duduk diam menahan rasa gelisanya di sudut kiri ruang serba guna.Di bagian tengah ruang serba guna tepatnya di atas s
Alex menghampiri Dhexsel setelah kepergian Eren. Lelaki itu kini berdiri tepat disamping sang adik.Dhexsel menatap Alex sekilas kemudian kembali menatap kosong kedepan sembari berkata "Jika kau datang hanya ingin menyalahkan ku atas apa yang terjadi sebaiknya kau menundanya sampai besok, karena saat ini aku tak memiliki tenaga sedikitpun untuk meladeni mu, Kak Alex."Alex hanya tersenyum getir, ia tak menyangka bahwa adik kesayangannya itu akan merusak kehidupan rumah tangganya sendiri dengan perselingkuhan."Aku tidak berniat sedikitpun ingin memarahi mu, karena aku tahu sekarang kau pasti tengah menyesali perbuatan mu. Aku tidak memarahi mu bukan berarti aku membenarkan perbuatan mu, bagaimanapun dan dilihat dari sudut pandang manapun tindakan mu itu tetaplah salah, Dhexsel." Balas AlexAlex berbalik hendak meninggalkan Dhexsel namun langkahnya terhenti, ia kemudian kembali menatap kearah sang adik "Apa kau sudah tak mencintai Aera lagi?"Sponta
Aera berjalan gontai membawa hatinya yang telah hancur, tak ada tujuan dan tak ada perencanaan sebelumnya, ia hanya segera ingin keluar dari kediaman keluarga Marghero tanpa perencanaan terlebih dahulu alhasil wanita berambut coklat gelap itu hanya berjalan tapi tak memiliki arah dan tunjuan.Aera menangis, ia sudah tak memperdulikan tatapan orang-orang padanya, mungkin saat ini jika dia memiliki orang tua dia akan berlari ke rumahnya menceritakan semua isi hatinya, tapi Aera harus menahan keinginan itu karena kedua orang tuanya telah tiada, satu-satunya keluarga yang dimiliki Aera adalah keluarga suaminya, Marghero.Aera terjatuh tepat di pinggir jembatan kembar, kakinya sudah tak sanggup lagi melangkah setelah tiga jam lamanya ia memaksa kaki itu untuk berjalan tanpa tujuan.Aera menatap kakinya, ada bercak luka disana. Luka lecet yang tak terasa meski mengeluarkan darah segar, siapa yang akan menyangka luka gaib yang ada di hati akan memanipulasi rasa sakit d
Alex yang berada dalam kamarnya bernafas lega begitu mendapat panggilan telpon dari Huan yang memberitahukannya bahwa Aera dalam keadaan baik-baik saja dan kini menginap dirumah Yura."Terimakasih atas informasi mu, Huan." ucap Alex sebelum mengakhiri panggilan telponya.*****Dhexsel beranjak keluar dari dalam kamarnya, ia keluar menuju ruang makan berharap akan menemukan sosok istrinya yang tengah mempersiapkan sarapan seperti pagi-pagi biasanya.Namun sesampainya di ruang makan Dhexsel harus menerima kekecewaan begitu melihat tak ada sosok Aera disana."Apa ada yang anda butuhkan, Tuan?" tanya seorang pelayan paruh baya pada DhexselDhexsel menggeleng lemas menjawab pertanyaan pelayannya itu, kemudian dengan langkah berat ia berjalan gontai menuju ruang tamu.Jujur, saat ini Dhexel sangat merindukan Aera. Semalaman lelaki itu tak bisa tidur karena memikirkan Aera, ia menelpon ribuan kali ke ponsel sang istri namun ponsel itu
Arzhel yang kala itu tengah duduk disalah satu kursi yang ada di caffe taria rumah sakit terlihat gelisah, matanya jelalatan mencari-cari seseorang. Alan yang duduk tepat dihadapan Arzhel terlihat terganggu akan tingkah Arshel yang sesekali berdiri menatap kearah pintu masuk caffe taria."Alan apa benar hanya ini satu-satunya caffe yang ada di rumah sakit ini?" tanya Arzhel tanpa menatap lawan bicaranya."Hmm!.. Benar. Memangnya siapa yang sedang kau cari Arzhel?""Gadis itu," sahut Arzhel cepat masih tak menatap lawan bicaranya."Gadis itu?" gumam Alan "Gadis yang mana?" lanjutnya.Arzhel menghela nafas dalam lalu mendudukan tubuhnya kembali ke atas kursi, ia menatap makanan yang dipesanya dengan tidak berselera "Gadis yang waktu itu adu jotos denganku.""Aaahh!... Perawat itu." sambar Alan ketika ia mulai mengingat kajadian saat Arzhel merasa kesal setelah menerima hasil labnya."Aku ingin minta maaf pada gadis itu, setelah ku