Aera yang tengah asyik mengobrol dengan sang mertuanya kini fokus menatap Sham, lelaki itu terlihat duduk di atas sofa memasang ekspresi resah sembari sesekali menatap ponsel pintar yang ada di genggamannya.
Aera berjalan menghampiri Sham kemudian ikut mendudukan tubuhnya di atas sofa itu.
"Yura belum menjawab telponya?" Sham mengangguk dengan wajah gelisah pasalnya Yura tak perna mengabaikan panggilan telpon darinya.
"Mungkin Yura tak melihat ponselnya sama seperti Dhexsel tadi. Kau tahu sendiri jika Yura sedang menyetir dia tak akan pernah menoleh sekalipun kearah ponselnya," ucapan Aera sedikit tidaknya dapat membuat Sham tenang, pasalnya apa yang dikatakan Aera memang benar adanya.
Tengah asyik mengobrol akan kondisi kandungan Yura perhatian Aera dicuri oleh kehadiran sang suami disusul Eren yang mengekor di belakangnya.
Aera berdiri kemudian menghampiri Dhexsel. Dhexsel tersenyum kemudian memeluk Aera erat, Eren dengan segera memalingkan wajahnya kala melihat adegan romantis itu.
Jujur hatinya terasa sakit melihat kejadian itu, bagaimanapun dia tetap terluka melihat Dhexsel bermesraan dengan Aera.
Nyonya Lena berkacak pinggang raut wajahnya terlihat kesal "Darimana saja kau, Dhexsel?" tanya Nyonya Lena dengan nada suara yang lumayan tinggi.
Melihat sang mertua yang mengambil ancang-ancang untuk memarahi sang suami, Aera dengan segera memeluk sang mertua erat.
"Mama kan sudah janji tidak akan memarahinya," mulut Nyonya Lena langsung tertutup rapat padahal sebelumnya ia sudah menyiapkan kata-kata sumpah serapa untuk anak bungsunya itu.
"Kau beruntung karena memiliki istri seperti Aera." gumam Nyonya Lena sebelum berlalu pergi.
Dhexsel tersenyum lega, lelaki bermata coklat itu kembali memeluk Aera dan berbisik lembut "Terimakasih sayang, kau telah menyelamatkan ku."
"Aera?" suara panggilan dari Eren membuat Aera langsung menoleh kearahnya.
Dhexsel melepaskan pelukannya dari Aera begitu melihat Eren berjalan menghampiri mereka.
Eren menyerahkan kotak pink yang sedari tadi dibawanya pada Aera.
"Apa ini?" tanya Aera setelah menerima kotak pemberian Eren.
"Hadia untuk ulang tahun pernikahanmu,"
Aera kemudian memeluk Eren hangat sembari berkata "Seharusnya kau tak perlu repot-repot seperti ini, Eren."
"Aku sama sekali tidak merasa repot, Aera." balas Eren dengan senyuman manis.
Dhexsel telah bergabung mengobrol dengan Alex dan juga Huan sementara Sham masih memasang wajah gelisahnya.
Aera menghampiri Sham, wanita itu memegang bahu Sham sembari berkata "Coba telpon Yura kembali, Sham."
Sham dengan segera menelpon Yura saat ponsel pintarnya baru saja mengarah ketelinganya tiba-tiba BBRUUUUKK!!... Suara pintu yang dibanting mencuri perhatian semua orang yang ada di dalam ruang serba guna kediaman Marghero, semua orang yang tadinya sibuk dengan aktifitas masing-masing kini secara spontan menoleh menatap sosok wanita yang muncul dari balik pintu.
Di ambang pintu ruang serba guna, Yura berdiri dengan tatapan tajam penuh benci yang hanya menyoroti dua objek yaitu Kakak Sepupunya Dhexsel dan sahabatnya Eren.
Sedari tadi Yura sudah menahan amarahnya sejak berada di perusahaan DD Group namun ia menahan emosi itu agar tidak meledak karena dia berpikir itu bukan waktu yang tepat untuknya meluapkan amarahnya, tapi sekarang wanita itu sudah memiliki waktu yang bagus untuk meledakan emosinya yang sedari tadi diredamnya.
Semua orang hanya bingung sembari menatap wanita berambut ikal itu penuh tanya.
Sham dan Aera dapat menebak bahwa ekspresi Yura saat itu menggambarkan kemarahan yang amat besar, wanita berambut ikal itu seakan sanggup membunuh siapapun saat itu juga.
Sham menghampiri Yura, ia meraih pergelangan tangan sang istri yang terasa mengeras itu "Kau kenapa, Sayang?" Tanya Sham namun Yura tak menggubris.
Yura hanya menatap Sham sekilas kemudian kembali menatap Eren dan Dhexsel secara bergantian dengan tatapan tajamnya.
"Yura?" gumam Eren yang merasa terintimidasi dengan tatapan tajam itu.
Yura melangkah berlahan menuju tepat kearah Eren yang berdiri tak jauh dari Aera.
Aera berlari menghampiri Yura sembari bertanya "Apa kau Sakit, Yura?"
Yura yang tadinya melangkah menuju Eren kini memberhentikan langkahnya kala Aera mencekal lenganya.
Yura menatap Aera nanar kemudian air mata wanita berkaca mata itu mengalir deras, ia mengasihani nasib Aera yang begitu tragis.
"Yura, kenapa kau menangis? Apa kau sakit?" Aera bertanya dengan nada terdengar panik ketika melihat air mata yang mengalir di pipi Yura.
"Tunggu Aera, ada yang harus ku lakukan." jawab Yura kemudian kembali melangkah menghampiri Eren yang masih berdiri mematung menatap kearahnya.
Tubuh Eren gemetar takut melihat Yura yang kini telah berdiri di hadapanya dengan tatapan tajam.
"Yu!.. Yura?" gumam Eren terbatah memanggil nama sahabat yang telah tersulut api amarah itu.
"Yura? Apa kau baik-baik saja? Kenapa menatap ku seperti itu? Apa aku melakukan kesalahan_"
Buuukk!!!.. semua orang terbelalak kaget, pasalnya Yura bukanlah wanita yang dengan mudahnya menggunakan kekerasan tapi kini berbeda Yura menampar Eren dengan sangat keras membuat wanita berambut pirang itu sedikit terperanjat dari tempatnya berdiri bahkan sampai terhuyun mundur kebelakang.
Bersambung!...
Eren menatap Yura bingung dengan air mata yang mengalir, bukan hanya air mata saja yang mengalir di wajah Eren bahkan darah segarpun ikut mengalir melalui hidung Eren akibat kerasnya tamparan yang dilayangkan Yura padanya.Buukk!!.. Yura kembali mendaratkan tamparan yang keduanya pada wajah Eren."YURA!!" teriak Aera sembari menyeret tubuh Yura untuk menjauhi Eren yang terlihat telah tak berdaya."Apa yang kau lakukan, Yura? Apa salah Eren hingga kau tega menghajarnya seperti itu?" suara Dhexsel yang seakan ingin melindungi Eren semakin membuat Yura naik pitam.Yura yang masih dipeluk Aera kini menunjuk Dhexsel dengan begitu lantangnya "Diam kau lelaki menjijikan!"Perkataan Yura sontak membuat suasana semakin kacau.Melihat Yura memberinya tatapan tajam membuat Dhexsel menyadari sesuatu."Jangan katakan bahwa Yura mengetahui hubungan ku dan Eren," Dhexsel membatin."Yura, kau ini kenapa? Kenapa kau menunjuk Dhexsel seperti itu
Bibir Dhexsel keluh, mendadak ia tidak dapat bersuara, lelaki bernama lengkap Dhexsel Marghero itu ingin sekali berkata 'tidak' pada sang istri namun suaranya seakan tertahan di kerongkongannya alih-alih menjawab pertanyaan sang istri, ia lebih memilih kembali meraih pergelangan tangan Aera, Dhexsel menggenggam tangan itu dengan sangat erat."Aku akan menjelaskan semuanya, Aera__""AKU TAK MEMBUTUHKAN PENJELASAN, DHEXSEL!!" teriak Aera spontan membuat semua orang bergedik ngeri, akhirnya wanita berambut coklat gelap itu mulai meluapkan kemarahanya setelah hanya diam mematung.Tubuh Aera gemetar hebat, tubuhnya yang ramping itu seakan tak sanggup menahan rasa emosi yang menggebuh-gebuh dalam hatinya."Aku sudah katakan padamu, Dhexsel. Aku tak membutuhkan penjelasan, aku hanya butuh satu kata antara benar dan tidaknya," nada suara Aera kini mulai melunak."Sekali lagi aku akan bertanya, apa semua ini benar Dhexsel? Apa benar kau memiliki hubun
kediaman Keluarga Marghero saat ini terlihat sunyi dan hening, ruangan itu hanya dihiasi oleh tangisan-tangisan kecil dari suara Nyonya Lena yang terus memanggil nama Aera.Seharusnya malam ini menjadi malam yang penuh canda tawa di kediaman Marghero, seharusnya malam menjadi malam yang membahagiakan di keluarga Marghero, namun semuanya sirna setelah dihantam badai perselingkuhan antara Dhexsel dan Eren.Ruangan serba guna yang tadinya terlihat bersinar kini justru menjadi kelabu yang hanya menyisahkan empat orang di dalamnya yaitu Alex, Nyonya Lena, Dhexsel dan Juga Eren.Dhexsel yang duduk di sofa tunggal yang ada di sudut kiri ruang serba guna terlihat gelisah, hampir ratusan kali lelaki bermata coklat itu hendak berlari mengejar sang istri namun terhalang oleh Alex yang mencegahnya dan alhasil lelaki bernama Dhexsel Marghero itu harus duduk diam menahan rasa gelisanya di sudut kiri ruang serba guna.Di bagian tengah ruang serba guna tepatnya di atas s
Alex menghampiri Dhexsel setelah kepergian Eren. Lelaki itu kini berdiri tepat disamping sang adik.Dhexsel menatap Alex sekilas kemudian kembali menatap kosong kedepan sembari berkata "Jika kau datang hanya ingin menyalahkan ku atas apa yang terjadi sebaiknya kau menundanya sampai besok, karena saat ini aku tak memiliki tenaga sedikitpun untuk meladeni mu, Kak Alex."Alex hanya tersenyum getir, ia tak menyangka bahwa adik kesayangannya itu akan merusak kehidupan rumah tangganya sendiri dengan perselingkuhan."Aku tidak berniat sedikitpun ingin memarahi mu, karena aku tahu sekarang kau pasti tengah menyesali perbuatan mu. Aku tidak memarahi mu bukan berarti aku membenarkan perbuatan mu, bagaimanapun dan dilihat dari sudut pandang manapun tindakan mu itu tetaplah salah, Dhexsel." Balas AlexAlex berbalik hendak meninggalkan Dhexsel namun langkahnya terhenti, ia kemudian kembali menatap kearah sang adik "Apa kau sudah tak mencintai Aera lagi?"Sponta
Aera berjalan gontai membawa hatinya yang telah hancur, tak ada tujuan dan tak ada perencanaan sebelumnya, ia hanya segera ingin keluar dari kediaman keluarga Marghero tanpa perencanaan terlebih dahulu alhasil wanita berambut coklat gelap itu hanya berjalan tapi tak memiliki arah dan tunjuan.Aera menangis, ia sudah tak memperdulikan tatapan orang-orang padanya, mungkin saat ini jika dia memiliki orang tua dia akan berlari ke rumahnya menceritakan semua isi hatinya, tapi Aera harus menahan keinginan itu karena kedua orang tuanya telah tiada, satu-satunya keluarga yang dimiliki Aera adalah keluarga suaminya, Marghero.Aera terjatuh tepat di pinggir jembatan kembar, kakinya sudah tak sanggup lagi melangkah setelah tiga jam lamanya ia memaksa kaki itu untuk berjalan tanpa tujuan.Aera menatap kakinya, ada bercak luka disana. Luka lecet yang tak terasa meski mengeluarkan darah segar, siapa yang akan menyangka luka gaib yang ada di hati akan memanipulasi rasa sakit d
Alex yang berada dalam kamarnya bernafas lega begitu mendapat panggilan telpon dari Huan yang memberitahukannya bahwa Aera dalam keadaan baik-baik saja dan kini menginap dirumah Yura."Terimakasih atas informasi mu, Huan." ucap Alex sebelum mengakhiri panggilan telponya.*****Dhexsel beranjak keluar dari dalam kamarnya, ia keluar menuju ruang makan berharap akan menemukan sosok istrinya yang tengah mempersiapkan sarapan seperti pagi-pagi biasanya.Namun sesampainya di ruang makan Dhexsel harus menerima kekecewaan begitu melihat tak ada sosok Aera disana."Apa ada yang anda butuhkan, Tuan?" tanya seorang pelayan paruh baya pada DhexselDhexsel menggeleng lemas menjawab pertanyaan pelayannya itu, kemudian dengan langkah berat ia berjalan gontai menuju ruang tamu.Jujur, saat ini Dhexel sangat merindukan Aera. Semalaman lelaki itu tak bisa tidur karena memikirkan Aera, ia menelpon ribuan kali ke ponsel sang istri namun ponsel itu
Arzhel yang kala itu tengah duduk disalah satu kursi yang ada di caffe taria rumah sakit terlihat gelisah, matanya jelalatan mencari-cari seseorang. Alan yang duduk tepat dihadapan Arzhel terlihat terganggu akan tingkah Arshel yang sesekali berdiri menatap kearah pintu masuk caffe taria."Alan apa benar hanya ini satu-satunya caffe yang ada di rumah sakit ini?" tanya Arzhel tanpa menatap lawan bicaranya."Hmm!.. Benar. Memangnya siapa yang sedang kau cari Arzhel?""Gadis itu," sahut Arzhel cepat masih tak menatap lawan bicaranya."Gadis itu?" gumam Alan "Gadis yang mana?" lanjutnya.Arzhel menghela nafas dalam lalu mendudukan tubuhnya kembali ke atas kursi, ia menatap makanan yang dipesanya dengan tidak berselera "Gadis yang waktu itu adu jotos denganku.""Aaahh!... Perawat itu." sambar Alan ketika ia mulai mengingat kajadian saat Arzhel merasa kesal setelah menerima hasil labnya."Aku ingin minta maaf pada gadis itu, setelah ku
Eren masih belum mendapat respon dari Aera atas ajakanya yang meminta istri sah dari Dhexsel Marghero itu untuk bicara."Atau perlu kita bicara disini, Aera?" ucap Aren kembali membuat Aera sedikit tersentak kemudian bangun dari tempatnya terduduk, Aera berpikir tempatnya bekerja bukanlah tempat yang cocok membahas masalah pribadi mereka terlebih banyak orang yang berlalu lalang disekitar mereka."Ayo!.. Kita pergi bicara ke atap," ajak Aera seraya memimpin jalan menuju ke lantai paling atas rumah sakit tempatnya bekerja.Arzhel awalnya ingin mengabaikan dua wanita yang baru saja melewatinya itu menuju lift namun hati kecilnya meminta Arzhel untuk pergi mengikuti Aera dan Eren, akhirnya Arzhelpun mengikuti kemana Aera dan Eren pergi meskipun tingkahnya itu bukanlah sebagai tingkah yang dapat disebut bijak karena dia mengikuti dua orang wanita secara diam-diam.***Di atas atap rumah sakit, Eren dan Aera kini saling berhadapan kencangnya angin