Eren menatap Yura bingung dengan air mata yang mengalir, bukan hanya air mata saja yang mengalir di wajah Eren bahkan darah segarpun ikut mengalir melalui hidung Eren akibat kerasnya tamparan yang dilayangkan Yura padanya.
Buukk!!.. Yura kembali mendaratkan tamparan yang keduanya pada wajah Eren.
"YURA!!" teriak Aera sembari menyeret tubuh Yura untuk menjauhi Eren yang terlihat telah tak berdaya.
"Apa yang kau lakukan, Yura? Apa salah Eren hingga kau tega menghajarnya seperti itu?" suara Dhexsel yang seakan ingin melindungi Eren semakin membuat Yura naik pitam.
Yura yang masih dipeluk Aera kini menunjuk Dhexsel dengan begitu lantangnya "Diam kau lelaki menjijikan!"
Perkataan Yura sontak membuat suasana semakin kacau.
Melihat Yura memberinya tatapan tajam membuat Dhexsel menyadari sesuatu.
"Jangan katakan bahwa Yura mengetahui hubungan ku dan Eren," Dhexsel membatin.
"Yura, kau ini kenapa? Kenapa kau menunjuk Dhexsel seperti itu?" tutur Aera yang masih merasa bingung akan situasi itu.
Nyonya Lena menghampiri Sham kemudian berkata lembut "Sham ajak pulang istrimu, Nak. Ku rasa dia sedang kelelahan hingga membuatnya tak sadar melakukan tindakan seperti itu,"
Mendengar perkataan Nyonya Lena itu Yura langsung tersenyum getir "Aku sadar, Tante. Bahkan sangat sadar! Yang tidak dalam kondisi sadar disini adalah Dhexsel dan Eren!"
Bluuss!!.. Mendengar nama mereka berdua disebut membuat tubuh Dhexsel langsung lemas, Ia sudah dapat menebak bahwa kecurigaannya tentang Yura yang mengetahui hubungan gelapnya dan Eren itu benar.
"Apa maksudmu Yura?" sambar Nyonya Lena.
"Ayo! Dhexsel, ceritakan dan tunjukan pada semuanya tentang apa yang kau lakukan di kantor dengan Eren di belakang Aera dan kami semua."
Mendengar kalimat Yura, Aera langsung tersenyum getir pikiranya berusaha menolak dengan apa yang diucapkan Yura tapi hatinya justru sudah merontah menahan bahwa ia mulai menaruh curiga pada hubungan Dhexsel dan Eren.
Nyonya Lena menghampiri Dhexsel, ia memegang lengan anak bungsungnya itu, menarik lengan itu agar Dhexsel berhadapan langsung dengannya.
"Kenapa kau menundukan kepalamu, Dhexsel? Cepat! Ceritakan dan berikan penjelasan pada kami semua dengan apa yang diucapkan Yura dan jangan membuat Mama bingung."
Yura hanya tersenyum kecut melihat baik Dhexsel dan Eren tak ada yang ingin menjelaskan perkara hubungan gelap mereka.
"Lihat ini, Tante!" Yura menyerahkan ponsel pintarnya pada Nyonya Lena dan Aera, ponsel itu saat ini sedang menayangkan adegan dimana Dhexsel dan Eren melakukan percakapan saat di kantor tadi.
Mata semua orang terbelalak kaget mendengar kalimat dari Eren yang mengakui bahwa dirinya telah hamil tiga bulan dan itu adalah hasil dari hubungan gelapnya bersama Dhexsel.
Suasana seketika hening, Nyonya Lena yang telah mengetahui perbuatan anaknya itu langsung jatuh lemas seakan tak ada tenaga lagi di dalam tubuhnya.
Dhexsel menghampiri sang Ibu berusaha membuat agar wanita paruh baya itu berdiri.
"Ma! Bangun, ku mohon jangan seperti ini," ucap Dhexsel seraya berusaha membangunkan sang Ibu yang tengah terduduk di lantai.
Nyonya Lena menatap Dhexsel tajam kemudian mendorong si anak bungsunya itu hingga terjerambah jatuh ke lantai sembari berteriak "Kau menjijikan!"
Nyonya Lena bangkit dengan gontai, wanita paruh baya itu barjalan menghampiri Aera yang sedari tadi hanya diam tak ada yang mengetahui apa yang ada dalam pikiran wanita cantik itu saat ini.
Nyonya Lena memeluk Aera erat, wanita tua itu terisak dalam pelukan sang menantu merasa sakit mengetahui bahwa sang anak telah menghianati cinta menantu yang sangat disayanginya itu.
"Aera, aku bisa menjelaskan semuanya." tutur Dhexsel dengan nada goyah.
Yura menarik tas selempang yang dipakai Eren kemudian dengan cepat wanita berkaca mata itu mengambil kertas hasil lab yang menyatakan bahwa Eren telah mengandung tiga bulan.
"Lihat ini, Aera!" Yura menyerahkan kertas itu pada Aera.
Dhexsel dengan cepat merampas kertas yang diserahkan Yura pada Aera bahkan sebelum Aera sempat melihat hasil dari kertas lab itu.
Dhexsel merobek-robek kertas itu hingga menjadi potongan-potongan kecil.
Aera dengan segera memapah Nyonya Lena kala wanita tua itu hendak kehilangan keseimbangannya.
Alex yang sedari tadi hanya diam kini berjalan melangkah menghampiri Aera, anak sulung dari keluarga Marghero itu dengan sigap memapah sang Ibu menuju sofa kemudian mendudukan wanita tua itu disana.
Dhexsel membanting kertas yang baru saja disobeknya itu ke lantai, lelaki itu menghampiri Aera, meraih jemari istrinya kemudian menatap Aera dengan tatapan memelas.
"Aku bisa menjelaskan semuanya, Aera. Aku dan Eren__"
"Sssttt!!.." Aera mengangkat jari telunjuknya kedepan mulutnya membuat Dhexsel tak dapat melanjutkan kalimatnya.
Aera melepas pegangan tangan Dhexsel dari pergelangan tangan kirinya kemudian berkata "Aku tidak membutuhkan penjelasan, Dhexsel. Yang ku butuhkan sekarang hanya satu kata antara benar dan tidak."
Aera mengalihkan tatapanya dari Dhexsel menuju Eren yang tengah tertunduk diam dalam penyesalannya.
"Aku hanya akan bertanya beberapa hal saja padamu Dhexsel, dan ku harap kau akan menjawabnya dengan jujur. Apa benar kau memiliki hubungan gelap dengan Eren? Dan apakah benar anak yang dikandung Eren adalah anak hasil perselingkuhanmu dengannya?" lanjut Aera.
Bersambung!...
Bibir Dhexsel keluh, mendadak ia tidak dapat bersuara, lelaki bernama lengkap Dhexsel Marghero itu ingin sekali berkata 'tidak' pada sang istri namun suaranya seakan tertahan di kerongkongannya alih-alih menjawab pertanyaan sang istri, ia lebih memilih kembali meraih pergelangan tangan Aera, Dhexsel menggenggam tangan itu dengan sangat erat."Aku akan menjelaskan semuanya, Aera__""AKU TAK MEMBUTUHKAN PENJELASAN, DHEXSEL!!" teriak Aera spontan membuat semua orang bergedik ngeri, akhirnya wanita berambut coklat gelap itu mulai meluapkan kemarahanya setelah hanya diam mematung.Tubuh Aera gemetar hebat, tubuhnya yang ramping itu seakan tak sanggup menahan rasa emosi yang menggebuh-gebuh dalam hatinya."Aku sudah katakan padamu, Dhexsel. Aku tak membutuhkan penjelasan, aku hanya butuh satu kata antara benar dan tidaknya," nada suara Aera kini mulai melunak."Sekali lagi aku akan bertanya, apa semua ini benar Dhexsel? Apa benar kau memiliki hubun
kediaman Keluarga Marghero saat ini terlihat sunyi dan hening, ruangan itu hanya dihiasi oleh tangisan-tangisan kecil dari suara Nyonya Lena yang terus memanggil nama Aera.Seharusnya malam ini menjadi malam yang penuh canda tawa di kediaman Marghero, seharusnya malam menjadi malam yang membahagiakan di keluarga Marghero, namun semuanya sirna setelah dihantam badai perselingkuhan antara Dhexsel dan Eren.Ruangan serba guna yang tadinya terlihat bersinar kini justru menjadi kelabu yang hanya menyisahkan empat orang di dalamnya yaitu Alex, Nyonya Lena, Dhexsel dan Juga Eren.Dhexsel yang duduk di sofa tunggal yang ada di sudut kiri ruang serba guna terlihat gelisah, hampir ratusan kali lelaki bermata coklat itu hendak berlari mengejar sang istri namun terhalang oleh Alex yang mencegahnya dan alhasil lelaki bernama Dhexsel Marghero itu harus duduk diam menahan rasa gelisanya di sudut kiri ruang serba guna.Di bagian tengah ruang serba guna tepatnya di atas s
Alex menghampiri Dhexsel setelah kepergian Eren. Lelaki itu kini berdiri tepat disamping sang adik.Dhexsel menatap Alex sekilas kemudian kembali menatap kosong kedepan sembari berkata "Jika kau datang hanya ingin menyalahkan ku atas apa yang terjadi sebaiknya kau menundanya sampai besok, karena saat ini aku tak memiliki tenaga sedikitpun untuk meladeni mu, Kak Alex."Alex hanya tersenyum getir, ia tak menyangka bahwa adik kesayangannya itu akan merusak kehidupan rumah tangganya sendiri dengan perselingkuhan."Aku tidak berniat sedikitpun ingin memarahi mu, karena aku tahu sekarang kau pasti tengah menyesali perbuatan mu. Aku tidak memarahi mu bukan berarti aku membenarkan perbuatan mu, bagaimanapun dan dilihat dari sudut pandang manapun tindakan mu itu tetaplah salah, Dhexsel." Balas AlexAlex berbalik hendak meninggalkan Dhexsel namun langkahnya terhenti, ia kemudian kembali menatap kearah sang adik "Apa kau sudah tak mencintai Aera lagi?"Sponta
Aera berjalan gontai membawa hatinya yang telah hancur, tak ada tujuan dan tak ada perencanaan sebelumnya, ia hanya segera ingin keluar dari kediaman keluarga Marghero tanpa perencanaan terlebih dahulu alhasil wanita berambut coklat gelap itu hanya berjalan tapi tak memiliki arah dan tunjuan.Aera menangis, ia sudah tak memperdulikan tatapan orang-orang padanya, mungkin saat ini jika dia memiliki orang tua dia akan berlari ke rumahnya menceritakan semua isi hatinya, tapi Aera harus menahan keinginan itu karena kedua orang tuanya telah tiada, satu-satunya keluarga yang dimiliki Aera adalah keluarga suaminya, Marghero.Aera terjatuh tepat di pinggir jembatan kembar, kakinya sudah tak sanggup lagi melangkah setelah tiga jam lamanya ia memaksa kaki itu untuk berjalan tanpa tujuan.Aera menatap kakinya, ada bercak luka disana. Luka lecet yang tak terasa meski mengeluarkan darah segar, siapa yang akan menyangka luka gaib yang ada di hati akan memanipulasi rasa sakit d
Alex yang berada dalam kamarnya bernafas lega begitu mendapat panggilan telpon dari Huan yang memberitahukannya bahwa Aera dalam keadaan baik-baik saja dan kini menginap dirumah Yura."Terimakasih atas informasi mu, Huan." ucap Alex sebelum mengakhiri panggilan telponya.*****Dhexsel beranjak keluar dari dalam kamarnya, ia keluar menuju ruang makan berharap akan menemukan sosok istrinya yang tengah mempersiapkan sarapan seperti pagi-pagi biasanya.Namun sesampainya di ruang makan Dhexsel harus menerima kekecewaan begitu melihat tak ada sosok Aera disana."Apa ada yang anda butuhkan, Tuan?" tanya seorang pelayan paruh baya pada DhexselDhexsel menggeleng lemas menjawab pertanyaan pelayannya itu, kemudian dengan langkah berat ia berjalan gontai menuju ruang tamu.Jujur, saat ini Dhexel sangat merindukan Aera. Semalaman lelaki itu tak bisa tidur karena memikirkan Aera, ia menelpon ribuan kali ke ponsel sang istri namun ponsel itu
Arzhel yang kala itu tengah duduk disalah satu kursi yang ada di caffe taria rumah sakit terlihat gelisah, matanya jelalatan mencari-cari seseorang. Alan yang duduk tepat dihadapan Arzhel terlihat terganggu akan tingkah Arshel yang sesekali berdiri menatap kearah pintu masuk caffe taria."Alan apa benar hanya ini satu-satunya caffe yang ada di rumah sakit ini?" tanya Arzhel tanpa menatap lawan bicaranya."Hmm!.. Benar. Memangnya siapa yang sedang kau cari Arzhel?""Gadis itu," sahut Arzhel cepat masih tak menatap lawan bicaranya."Gadis itu?" gumam Alan "Gadis yang mana?" lanjutnya.Arzhel menghela nafas dalam lalu mendudukan tubuhnya kembali ke atas kursi, ia menatap makanan yang dipesanya dengan tidak berselera "Gadis yang waktu itu adu jotos denganku.""Aaahh!... Perawat itu." sambar Alan ketika ia mulai mengingat kajadian saat Arzhel merasa kesal setelah menerima hasil labnya."Aku ingin minta maaf pada gadis itu, setelah ku
Eren masih belum mendapat respon dari Aera atas ajakanya yang meminta istri sah dari Dhexsel Marghero itu untuk bicara."Atau perlu kita bicara disini, Aera?" ucap Aren kembali membuat Aera sedikit tersentak kemudian bangun dari tempatnya terduduk, Aera berpikir tempatnya bekerja bukanlah tempat yang cocok membahas masalah pribadi mereka terlebih banyak orang yang berlalu lalang disekitar mereka."Ayo!.. Kita pergi bicara ke atap," ajak Aera seraya memimpin jalan menuju ke lantai paling atas rumah sakit tempatnya bekerja.Arzhel awalnya ingin mengabaikan dua wanita yang baru saja melewatinya itu menuju lift namun hati kecilnya meminta Arzhel untuk pergi mengikuti Aera dan Eren, akhirnya Arzhelpun mengikuti kemana Aera dan Eren pergi meskipun tingkahnya itu bukanlah sebagai tingkah yang dapat disebut bijak karena dia mengikuti dua orang wanita secara diam-diam.***Di atas atap rumah sakit, Eren dan Aera kini saling berhadapan kencangnya angin
Aera berjalan cepat menghampiri Yura sementara Arzhel masih berdiri di area loby berpura-pura melihat papan buletin rumah sakit namun dalam jarak yang masih bisa mendengar pembicaraan Aera dan Yura."Kau sudah makan?" tanya Yura dengan cepat Aera menggeleng dengan sesekali terlihat resah menatap kearah lift takut-takut Eren muncul dari sana."Sudah ku duga kau pasti belum makan. Ini," ucap Yura seraya menyerahkan rantang di tanganya kearah sahabat karibnya itu "Aku sudah menyiapkan makan siang untukmu." lanjutnya.Aera dengan cepat meraih rantang yang diserahkan Yura padanya "Ayo! Temani aku makan di luar," ajak Aera membalikan paksa tubuh Yura sedikit mendorongnya kearah pintu loby.Yura menyerengit mendapati gelagat aneh wanita bersuai coklat itu dengan cepat Yura memberhetikan langkahnya lalu membalikan tubuhnya kerah Aera yang kini terlihat gugup."Ada apa denganmu, Aera? Kenapa kau terlihat aneh sekali," tanya Yura dengan tatapan penuh selidik