Aera terlihat sibuk membenahi rungan serba guna yang ada di kediaman mertuanya, Aera sengaja menukar jadwal kerjanya dengan salah seorang perawat kenalannya di rumah sakit karena hari ini adalah hari jadi pernikahan mereka yang ketiga tahun.
"Aera?" suara lembut dari wanita paruh baya yang sangat dikenal oleh Aera itupun langsung mencuri fokus dari wanita cantik itu, Aera menoleh ke sumber suara.
Wajah Aera langsung berseri-seri kala retina hitam jernihnya itu mendapati Nyonya Lena tengah berdiri memamerkan senyuman hangat di wajahnya sembari memegang nampan berisi chocolate cake.
"Mama!!" gumam Aera manja sembari melangkah menghampiri Nyonya Lena kemudian memeluk wanita paruh baya itu manja.
"Selamat ulang tahun pernikahan, Sayang." ucap Nyonya Lena kemudian mencium lembut kening menantunya itu.
Mata Aera terfokus menatap lilin berbentuk angka tiga yang menancap sempurna di atas chocolate cake itu. Aera kembali tersenyum, ia sama sekali tak menyangka telah menghabiskan waktu tiga tahun lamanya menjadi Nyonya Marghero, istri sah dari Dhexsel Marghero.
Iya! Pernikahan Aera dan Dhexsel telah menginjak usia tiga tahun waktu yang bisa dikatakan lumayan lama dalam Aera membina rumah tangga yang harmonis dan bahagia bersama Dhexsel. Meski sesekali kadang kalanya ada beberapa moment pertengkaran dan perdebatan kecil membumbui biduk rumah tangga mereka.
Nyonya Lena memandang Aera gemas sebelum menyerahkan chocolate cake yang dibawanya kepada menantu kesayangannya itu.
"Letakan ini di atas meja, Sayang." Aera mengangguk kemudian membawa nampan berisi chocolate cake tersebut ke atas meja yang terletak tepat di tengah-tengah ruang serba guna kediaman Marghero.
Aera segera kembali kehadapan Nyonya Lena setelah meletakan chocolate cake itu di atas meja.
"Apa Mama yang membuat chocolate cake itu sendiri?"
Nyonya Lena tersenyum kemudian mencubit pipi Aera pelan "Tentu saja, Sayang." jawabnya.
"Tapi kenapa Dhexsel tak kunjung pulang juga?"
Pertanyaan Nyonya Lena membuat Aera langsung spontan menatap jam dinding berhiaskan kristal ungu yang menempel di ruang tamu.
"Apa mungkin Dhexsel lupa tentang hari jadi kalian?" Lanjut Nyonya Lena melontarkan pertanyaannya.
pukul 9 malam waktu setempat pemandangan yang disuguhkan oleh jam dinding indah itu.
"Mungkin saja Dhexsel terjebak macet, Ma." balas Aera.
"Apa kau sudah menelponya, Sayang?" Aera mengangguk memberi jawaban 'iya' pada mertuannya itu.
Alis Nyonya Lena menyerengit bingung pasalnya kejadian itu terasa janggal. Dhexsel belum tiba di rumah meski jam telah menunjukan pukul 9 malam waktu setempat, biasanya jam 6 atau biasanya paling telat jam 7 malam Dhexsel sudah berada di rumah kecuali ketika dirinya memiliki kegiatan kantor di luar kota. Tapi hari ini terlihat aneh dan terasa janggal ketika Dhexsel begitu terlambat pulang ke rumah terlebih lagi ini adalah hari perayaan ulang tahun pernikahan mereka.
"Coba telpon Dhexsel kembali, Sayang." titah Nyonya Lena.
Aera meraih ponsel pintarnya yang berada di saku celanannya setelah menemukan nomor suaminya yang tersimpan di koleksi kontak ponselnya Aera dengan sesegera mungkin menelpon Dhexsel.
Beberapa lama menunggu setelah mendengar nada tunggu sang suami Aera harus mendapati kenyataan bahwa panggilan telponya tak dijawab oleh Dhexsel.
"Kenapa dengan anak itu?" gumam Nyonya Lena saat Aera memberitahunya bahwa Dhexsel anaknya tak menjawab panggilan telpon dari Aera.
TING!!!..... TONG!!... Bunyi bel pintu keluarga Marghero mencuri perhatian kedua wanita yang saat ini tengah berada di ruang serba guna itu.
"Itu pasti bukan Dhexsel. Jika itu Dhexsel untuk apa dia memencet bel pintu ketika dia mengetahui password pintu rumah kita," ucap Nyonya Lena yang langsung membuat Aera tersenyum geli.
Tak beberapa lama sosok pememcet bel pintu rumah keluarga Marghero itupun muncul di ruang serba guna. Ternyata dia adalah Huan, sahabat dari Dhexsel dan juga Aera.
Lelaki berambut kriting itu datang sebagai tamu undangan dalam pesta kecil-kecilan milik Aera dan juga Dhexsel.
Aera menatap Huan dengan pandangan penuh tanya. Pasalnya Aera meminta pada Huan agar lelaki itu membawa serta seorang gadis yang bergelar sebagai pacarnya. Namun malam ini, lelaki itu justru datang seorang diri yang semakin memperjelas bahwa ia kini masih berstatus jomblo.
"Kenapa kau menatap ku seperti itu, Aera?" tanya Huan "Apa kau pangling melihat ketampananku malam ini." Lanjutnya.
"Berhenti menggoda menantuku, Huan. Atau kau akan kehilangan makanan enak yang ku masak special untuk mu," sambar Nyonya Lena dengan leluconya yang mampu membuat senyuman manis milik Huan memudar seketika.
"Tante! Ancamanmu sangat horror bahkan mengalahkan filem horror yang ku tonton tadi malam," tawa Aera pecah mendengar dengusan sebal dari Huan.
"Tapi ngomong-ngomong dimana Dhexsel?"
"Itu dia, anak itu tak menjawab telpon dari tadi." sambar Nyonya Lena menjawab pertanyaan dari Huan.
"Eren dan pasangan suami istri gila itu juga belum datang?" ucap Huan setelah mengamati seisi ruang tamu.
Aera menyerengit heran "Pasangan suami istri gila?" gumamnya "Siapa yang kau maksud, Huan?"
"Siapa lagi kalau bukan si cerewet Yura dan si pembuat lelucon garing Sham."
Nyonya Lena tertawa renyah begitu mendengar jawaban Huan dalam mendeskripsikan kedua sahabatnya itu.
"Jika Yura tahu kau mengatainya gila maka aku yakin malam ini adalah malam terakhir mu menghirup udar bebas sebelum Yura mencaci maki mu selama dua puluh empat jam lamanya." ucap Aera.
"Yura tidak akan tahu jika kau tak memberitahukannya, Aera."
"Kalau begitu aku akan memberitahukan Yura," sambar Nyonya Lena membuat Huan langsung melayangkan rengekan protes pada wanita paruh baya itu.
***Yura berjalan kesal menuju ke dalam gedung bertuliskan DD Grup. Pasalnya Sham tak sengaja meninggalkan hadia yang dibelinya untuk Aera dan juga Dhexsel di ruang kerjanya selaku ketua tim pemasaran di perusahaan DD Grup dan alhasil wanita yang tengah mengandung lima bulan itulah yang harus mengalah mengambil hadia sialan yang tertinggal itu di ruang kerja Sham. Karena saat ini Sham harus berurusan dengan beberap pekerjaan mendadak di luar kantor."Dasar lelaki ceroboh! teledor! Bagaimana mungkin dia bisa meninggalkan hadia itu di ruang kerjanya yang ada di kantor," ucap Yura meluapkan rasa kekesalannya di sepanjang perjalanannya.
Wanita cantik berperut buncit itu harus memberhentikan langkahnya sejenak ketika ponsel pintarnya bergetar dalam tas Dior berwarna blue yang digunakannya.
'Belahan Jiwa' nama yang tertera di layar ponsel pintar wanita itu, Yura memutar bola matanya malas sebelum menjawab panggilan telpon yang sedari tadi bergetar itu.
"Hallo?!" ucap Yura ketus menjawab si penelpon.
"Apa kau marah pada ku, Sayang?" balas si penelpon dari seberang.
"Apa wanita hamil ini dilarang untuk marah sekarang?"
Tawa renyah terdengar dari seberang begitu si penelpon mendengar jawaban menohok dari sang istri.
"Maafkan aku, Sayang. Maaf karena telah merepotkan dan menyusahkan mu," Mendengar permintaan maaf yang tulus dari sang suami mau tak mau Yura harus luluh mendengar nada lembut dari Sham.
"Baiklah! Karena aku tidak memiliki alasan lain selain memaafkan mu." balas Yura kini tak ada lagi kekesalan dan ekspresi cemberut di paras cantik wanita bernama lengkap Anai Yura itu.
Yura semakin melangkah masuk ke dalam gedung dengan ponsel pintar yang masih menempel di telinganya.
"Tapi Sham, apa kantor mu selalu seseram ini ketika malam hari. Apa si Dhexsel Marghero itu begitu pelit hingga tak ada lampu di loby perusahaan miliknya ini."
"Apa kau takut? Tadi memang ada pemberitahuan bahwa lampu loby di kantor mengalami masalah dan besok baru dapat diperbaiki. Tunggulah, Aku akan menyusul mu kebetulan urusan pekerjaanku sudah selsai sekarang." ucap Sham.
"Tidak usah, Sham. Kau tak perlu menyusul ku, aku bisa sendiri. Lagi pula jarak tempatmu sekarang berada sangatlah dekat dengan kediaman Marghero. Dan jika kau menyusul ku maka kau harus mengambil jalan memutar, lebih baik kita bertemu saja nanti di kediaman keluarga Marghero dan jangan lupa sampaikan salam permintaan maafku pada Aera karena datang sedikit terlambat nanti." balas Yura.
"Apa kau yakin berani seorang diri, Sayang?"
"Hhmm! Aku yakin. Lagi pula ku rasa ada Eren di kantor karena ku lihat lampu ruang kerjannya masih menyala."
"Baiklah kalau begitu, jangan lupa hubungi aku jika terjadi sesuatu." ucap Sham sebelum mengakhiri panggilan telponya.
Setelah menaruh ponsel pintarnya kembali dalam tas, Yura kini kembali mengamati cahaya lampu yang menyala melalui ruang kerja milik Eren.
"Apa yang dilakukan Eren pada jam seperti ini di kantor? Apa dia tidak akan menghadiri pesta ulang tahun pernikahan Aera dan Dhexsel? Atau jangan-jangan dia dipaksa untuk kerja lembur oleh Dhexsel? Awas saja jika itu benar, aku akan memberitahukanya pada Aera agar si Dhexsel Marghero itu dimarahi habis-habisan oleh Aera." Yura hanya bergumam sendiri, seakan ada orang yang akan menjawab semua pertanyaan dari rasa penasarannya itu.
Yura yang semula datang ke kantor ingin mengambil hadiahnya yang tertinggal di ruang kerja Sham kini justru merubah haluanya untuk menuju ruang kerja Eren yang berada tepat di samping kiri loby kantor.
Yura kembali mengambil ponsel pintarnya dalam tas kemudian merekam video, ia sengaja melakukan itu agar ia dapat merekam reaksi terkejut dari Eren ketika dia berhasil mengagetkan wanita itu.
Yura memgendap-endap melangkah berusaha menghilangkan bunyi heels yang digunakannya kala beradu dengan lantai.
Wanita berkaca mata itu berniat ingin mengagetkan Eren dan rencana jailnya itu akan sia-sia jika Eren mendengar bunyi heels yang digunakannya kala beradu dengan lantai dan alhasil Yura tanpa ragu berjalan mengendap-endap demi kesuksesan rencana jailnya itu.
Begitu sampai di depan ruang kerja Eren bukanya Eren yang terkejut tapi justru Yura sendiri yang dibuat terkejut begitu melihat Dhexsel tengah berdiri tegap di hadapan Eren, saat ini baik Dhexsel dan Eren keduanya terlihat begitu serius.
"Apa yang dilakukan Dhexsel di sini? Seharusnya dia sudah ada di rumah menemani Aera merayakan pesta ulang tahun pernikahan mereka." gumam Yura
Bersambung!...Yura sempat tertegun sejenak saat melihat Dhexsel sepupunya tengah berduaan dengan Eren sahabatnya dan itu terjadi tepat di hari pesta ulang tahun pernikahan Dhexsel dan Aera.Karena curiga dengan tingkah laku mereka, Yura akhirnya memutuskan untuk memusatkan kamera yang sedang merekam itu kearah dua sejoli yang nampak mencurigakan itu."Bagaimana ini, Dhexsel?" ucap Eren dengan nada terisak."Kita harus segera mengakhiri hubungan ini, Eren." balas Dhexsel.Tunggu! Apa yang sebenarnya terjadi antara Eren dan Dhexsel. Yura sama sekali tidak dapat menebak situasi macam apa yang tengah dilihatnya saat itu. Seketika pikiran Yura mengerucut pada perselingkuhan setelah melihat adegan yang disuguhkan Eren dan juga Dhexsel. Namun wanita yang sedang mengandung itu dengan segera menepis pikiran negatifnya itu."Tidak mungkin mereka berselingkuh, tidak mungkin Eren menusuk Aera dari belakang. Eren tidak mungkin bermain gila dengan suami sahabat karibnya sendi
Dalam mobil Eren terlihat gugup dan resah, entah mengapa perasaan wanita berambut pirang itu terasa tak enak malam ini jantungnya berdegup sangat cepat seakan ingin meloncat keluar, wanita berambut pirang itu bahkan tak mengetahui kenapa perasaanya malam ini terasa begitu tidak nyaman, sesekali ia bahkan akan menarik nafas dalam kemudian dihembuskannya secara berlahan berusaha menghilangkan perasaan yang mengganjal di hatinya.Dhexsel yang fokus menatap jalan raya sesekali melirik melalui ekor matanya, ia dapat merasakan bahwa wanita yang tengah duduk di sampingnya itu tengah merasa gelisah."Apa yang membuat mu begitu merasa gelisah, Eren?" tanya DhexselEren menggeleng berusaha menyembunyikan rasa kegelisahanya saat itu alih-alih menjawab ia justru mengambil sebuah kotak warna pink yang dihias pita hitam di atasnya dari dalam tas selempang yang dikenakanya."Ku harap Aera menyukainya," gumam Eren sembari tersenyum menatap kotak pink itu, ia berharap Aer
Aera yang tengah asyik mengobrol dengan sang mertuanya kini fokus menatap Sham, lelaki itu terlihat duduk di atas sofa memasang ekspresi resah sembari sesekali menatap ponsel pintar yang ada di genggamannya.Aera berjalan menghampiri Sham kemudian ikut mendudukan tubuhnya di atas sofa itu."Yura belum menjawab telponya?" Sham mengangguk dengan wajah gelisah pasalnya Yura tak perna mengabaikan panggilan telpon darinya."Mungkin Yura tak melihat ponselnya sama seperti Dhexsel tadi. Kau tahu sendiri jika Yura sedang menyetir dia tak akan pernah menoleh sekalipun kearah ponselnya," ucapan Aera sedikit tidaknya dapat membuat Sham tenang, pasalnya apa yang dikatakan Aera memang benar adanya.Tengah asyik mengobrol akan kondisi kandungan Yura perhatian Aera dicuri oleh kehadiran sang suami disusul Eren yang mengekor di belakangnya.Aera berdiri kemudian menghampiri Dhexsel. Dhexsel tersenyum kemudian memeluk Aera erat, Eren dengan segera memalingkan wajah
Eren menatap Yura bingung dengan air mata yang mengalir, bukan hanya air mata saja yang mengalir di wajah Eren bahkan darah segarpun ikut mengalir melalui hidung Eren akibat kerasnya tamparan yang dilayangkan Yura padanya.Buukk!!.. Yura kembali mendaratkan tamparan yang keduanya pada wajah Eren."YURA!!" teriak Aera sembari menyeret tubuh Yura untuk menjauhi Eren yang terlihat telah tak berdaya."Apa yang kau lakukan, Yura? Apa salah Eren hingga kau tega menghajarnya seperti itu?" suara Dhexsel yang seakan ingin melindungi Eren semakin membuat Yura naik pitam.Yura yang masih dipeluk Aera kini menunjuk Dhexsel dengan begitu lantangnya "Diam kau lelaki menjijikan!"Perkataan Yura sontak membuat suasana semakin kacau.Melihat Yura memberinya tatapan tajam membuat Dhexsel menyadari sesuatu."Jangan katakan bahwa Yura mengetahui hubungan ku dan Eren," Dhexsel membatin."Yura, kau ini kenapa? Kenapa kau menunjuk Dhexsel seperti itu
Bibir Dhexsel keluh, mendadak ia tidak dapat bersuara, lelaki bernama lengkap Dhexsel Marghero itu ingin sekali berkata 'tidak' pada sang istri namun suaranya seakan tertahan di kerongkongannya alih-alih menjawab pertanyaan sang istri, ia lebih memilih kembali meraih pergelangan tangan Aera, Dhexsel menggenggam tangan itu dengan sangat erat."Aku akan menjelaskan semuanya, Aera__""AKU TAK MEMBUTUHKAN PENJELASAN, DHEXSEL!!" teriak Aera spontan membuat semua orang bergedik ngeri, akhirnya wanita berambut coklat gelap itu mulai meluapkan kemarahanya setelah hanya diam mematung.Tubuh Aera gemetar hebat, tubuhnya yang ramping itu seakan tak sanggup menahan rasa emosi yang menggebuh-gebuh dalam hatinya."Aku sudah katakan padamu, Dhexsel. Aku tak membutuhkan penjelasan, aku hanya butuh satu kata antara benar dan tidaknya," nada suara Aera kini mulai melunak."Sekali lagi aku akan bertanya, apa semua ini benar Dhexsel? Apa benar kau memiliki hubun
kediaman Keluarga Marghero saat ini terlihat sunyi dan hening, ruangan itu hanya dihiasi oleh tangisan-tangisan kecil dari suara Nyonya Lena yang terus memanggil nama Aera.Seharusnya malam ini menjadi malam yang penuh canda tawa di kediaman Marghero, seharusnya malam menjadi malam yang membahagiakan di keluarga Marghero, namun semuanya sirna setelah dihantam badai perselingkuhan antara Dhexsel dan Eren.Ruangan serba guna yang tadinya terlihat bersinar kini justru menjadi kelabu yang hanya menyisahkan empat orang di dalamnya yaitu Alex, Nyonya Lena, Dhexsel dan Juga Eren.Dhexsel yang duduk di sofa tunggal yang ada di sudut kiri ruang serba guna terlihat gelisah, hampir ratusan kali lelaki bermata coklat itu hendak berlari mengejar sang istri namun terhalang oleh Alex yang mencegahnya dan alhasil lelaki bernama Dhexsel Marghero itu harus duduk diam menahan rasa gelisanya di sudut kiri ruang serba guna.Di bagian tengah ruang serba guna tepatnya di atas s
Alex menghampiri Dhexsel setelah kepergian Eren. Lelaki itu kini berdiri tepat disamping sang adik.Dhexsel menatap Alex sekilas kemudian kembali menatap kosong kedepan sembari berkata "Jika kau datang hanya ingin menyalahkan ku atas apa yang terjadi sebaiknya kau menundanya sampai besok, karena saat ini aku tak memiliki tenaga sedikitpun untuk meladeni mu, Kak Alex."Alex hanya tersenyum getir, ia tak menyangka bahwa adik kesayangannya itu akan merusak kehidupan rumah tangganya sendiri dengan perselingkuhan."Aku tidak berniat sedikitpun ingin memarahi mu, karena aku tahu sekarang kau pasti tengah menyesali perbuatan mu. Aku tidak memarahi mu bukan berarti aku membenarkan perbuatan mu, bagaimanapun dan dilihat dari sudut pandang manapun tindakan mu itu tetaplah salah, Dhexsel." Balas AlexAlex berbalik hendak meninggalkan Dhexsel namun langkahnya terhenti, ia kemudian kembali menatap kearah sang adik "Apa kau sudah tak mencintai Aera lagi?"Sponta
Aera berjalan gontai membawa hatinya yang telah hancur, tak ada tujuan dan tak ada perencanaan sebelumnya, ia hanya segera ingin keluar dari kediaman keluarga Marghero tanpa perencanaan terlebih dahulu alhasil wanita berambut coklat gelap itu hanya berjalan tapi tak memiliki arah dan tunjuan.Aera menangis, ia sudah tak memperdulikan tatapan orang-orang padanya, mungkin saat ini jika dia memiliki orang tua dia akan berlari ke rumahnya menceritakan semua isi hatinya, tapi Aera harus menahan keinginan itu karena kedua orang tuanya telah tiada, satu-satunya keluarga yang dimiliki Aera adalah keluarga suaminya, Marghero.Aera terjatuh tepat di pinggir jembatan kembar, kakinya sudah tak sanggup lagi melangkah setelah tiga jam lamanya ia memaksa kaki itu untuk berjalan tanpa tujuan.Aera menatap kakinya, ada bercak luka disana. Luka lecet yang tak terasa meski mengeluarkan darah segar, siapa yang akan menyangka luka gaib yang ada di hati akan memanipulasi rasa sakit d
Yura mengedarkan pandangnya mengamati setiap ruangan yang ada di apartement milik Aera yang baru tiga jam lalu disewa sahabatnya itu.Lain halnya dengan Yura yang masih ragu untuk membiarkan Aera tingga sendiri di apartement kecil berlantai tujuh itu, Aera sang pemilik apartement justru dengan sibuk membenahi barang-barang seadanya yang dia miliki."Aera?" panggil Yura memberhentikan aktifitas wanita bersuai coklat itu."Apa kau yakin akan tinggal disini sendirian?"Aera mengangguk untuk merespon pertanyaan dari Yura."Tinggal di rumahku saja." ajak Yura "Saat ini kau sedang hamil, bagaimana jika terjadi sesuatu denganmu? Intinya aku tidak membiarkanmu tinggal seorang diri sendiri disini." ucap Yura seraya meraih ganggang koper milik Aera lalu menariknya ingin membawa koper itu keluar dari dalam apartement yang cukup sempit itu.Aera dengan cepat menahan kopernya membuat Yura langsung menoleh kebelakang dan mendapati empuhnya kop
Mobil berwarna putih yang dikendarai oleh Yura berhenti tepat di depan kediaman keluarga Marghero, tak beberapa lama kemudian Aera dan Yura keluar dari dalam mobil dengan waktu yang nyaris bersamaan.Aera melangkah memasuki kediaman keluarga Marghero disusul Yura yang setia mengekor di belakang.Alex yang baru saja berniat berangkat ke restauran miliknya tiba-tiba memberhentikan langkahnya kala Aera berjalan memasuki ruang keluarga kediamannya."Aera?" Gumam Alex kaget, hal itu spontan membuat Dhexsel yang berada di ruang keluarga langsung ikut menoleh kearah ambang pintu ruang keluarga, senyum senang langsung terpatih di wajah milik Dhexsel, ia sudah menduga bahwa istrinya itu akan kembali ke rumah.Seorang pelayan berlari menuju kamar Nyonya Lena, untuk menjalankan perintah wanita paruh baya itu, tiga jam yang lalu sebelum beranjak menuju kamarnya, Nyonya Lena berpesan pada sang pelayan agar memberitahukannya jika Aera kembali, dan alhasil pelayan itu k
Yura melangkah berlahan menghampiri Eren, sementara wanita yang dihampiri itu sudah mulai kalang kabut."Kenapa Eren?" tanya Yura dengan nada mengejek "Kenapa kau begitu ketakutan melihatku tapi kau begitu tak tahu malunya datang menemui Aera." lanjut Yura yang kini sudah berdiri begitu dekat dengan Eren.Buukkk!.. Satu tamparan keras membuat Eren langsung terhuyun kebelakang seraya memegangi pipinya yang terasa berdenyut dan perih, mendapati kejadian itu semua orang yang tadinya sibuk akan aktifitas mereka kini terfokus menatap Eren dan Yura dengan pandangan penuh tanya dan bingung.Yura menjambak rambut milik Eren tepat di tengah-tengah kepalanya memaksa agar wajah wanita berambut pirang itu terangkat ke atas agar semua orang dapat dengan jelas melihat wajah milik Eren."Hallo semuanya!" ucap Yura dengan suara yang lantang tak mempedulikan Eren yang sudah memohon agar melepaskan dirinya."Perhatikan wajah wanita ini baik, baik." lanjut Yura seray
Aera berjalan cepat menghampiri Yura sementara Arzhel masih berdiri di area loby berpura-pura melihat papan buletin rumah sakit namun dalam jarak yang masih bisa mendengar pembicaraan Aera dan Yura."Kau sudah makan?" tanya Yura dengan cepat Aera menggeleng dengan sesekali terlihat resah menatap kearah lift takut-takut Eren muncul dari sana."Sudah ku duga kau pasti belum makan. Ini," ucap Yura seraya menyerahkan rantang di tanganya kearah sahabat karibnya itu "Aku sudah menyiapkan makan siang untukmu." lanjutnya.Aera dengan cepat meraih rantang yang diserahkan Yura padanya "Ayo! Temani aku makan di luar," ajak Aera membalikan paksa tubuh Yura sedikit mendorongnya kearah pintu loby.Yura menyerengit mendapati gelagat aneh wanita bersuai coklat itu dengan cepat Yura memberhetikan langkahnya lalu membalikan tubuhnya kerah Aera yang kini terlihat gugup."Ada apa denganmu, Aera? Kenapa kau terlihat aneh sekali," tanya Yura dengan tatapan penuh selidik
Eren masih belum mendapat respon dari Aera atas ajakanya yang meminta istri sah dari Dhexsel Marghero itu untuk bicara."Atau perlu kita bicara disini, Aera?" ucap Aren kembali membuat Aera sedikit tersentak kemudian bangun dari tempatnya terduduk, Aera berpikir tempatnya bekerja bukanlah tempat yang cocok membahas masalah pribadi mereka terlebih banyak orang yang berlalu lalang disekitar mereka."Ayo!.. Kita pergi bicara ke atap," ajak Aera seraya memimpin jalan menuju ke lantai paling atas rumah sakit tempatnya bekerja.Arzhel awalnya ingin mengabaikan dua wanita yang baru saja melewatinya itu menuju lift namun hati kecilnya meminta Arzhel untuk pergi mengikuti Aera dan Eren, akhirnya Arzhelpun mengikuti kemana Aera dan Eren pergi meskipun tingkahnya itu bukanlah sebagai tingkah yang dapat disebut bijak karena dia mengikuti dua orang wanita secara diam-diam.***Di atas atap rumah sakit, Eren dan Aera kini saling berhadapan kencangnya angin
Arzhel yang kala itu tengah duduk disalah satu kursi yang ada di caffe taria rumah sakit terlihat gelisah, matanya jelalatan mencari-cari seseorang. Alan yang duduk tepat dihadapan Arzhel terlihat terganggu akan tingkah Arshel yang sesekali berdiri menatap kearah pintu masuk caffe taria."Alan apa benar hanya ini satu-satunya caffe yang ada di rumah sakit ini?" tanya Arzhel tanpa menatap lawan bicaranya."Hmm!.. Benar. Memangnya siapa yang sedang kau cari Arzhel?""Gadis itu," sahut Arzhel cepat masih tak menatap lawan bicaranya."Gadis itu?" gumam Alan "Gadis yang mana?" lanjutnya.Arzhel menghela nafas dalam lalu mendudukan tubuhnya kembali ke atas kursi, ia menatap makanan yang dipesanya dengan tidak berselera "Gadis yang waktu itu adu jotos denganku.""Aaahh!... Perawat itu." sambar Alan ketika ia mulai mengingat kajadian saat Arzhel merasa kesal setelah menerima hasil labnya."Aku ingin minta maaf pada gadis itu, setelah ku
Alex yang berada dalam kamarnya bernafas lega begitu mendapat panggilan telpon dari Huan yang memberitahukannya bahwa Aera dalam keadaan baik-baik saja dan kini menginap dirumah Yura."Terimakasih atas informasi mu, Huan." ucap Alex sebelum mengakhiri panggilan telponya.*****Dhexsel beranjak keluar dari dalam kamarnya, ia keluar menuju ruang makan berharap akan menemukan sosok istrinya yang tengah mempersiapkan sarapan seperti pagi-pagi biasanya.Namun sesampainya di ruang makan Dhexsel harus menerima kekecewaan begitu melihat tak ada sosok Aera disana."Apa ada yang anda butuhkan, Tuan?" tanya seorang pelayan paruh baya pada DhexselDhexsel menggeleng lemas menjawab pertanyaan pelayannya itu, kemudian dengan langkah berat ia berjalan gontai menuju ruang tamu.Jujur, saat ini Dhexel sangat merindukan Aera. Semalaman lelaki itu tak bisa tidur karena memikirkan Aera, ia menelpon ribuan kali ke ponsel sang istri namun ponsel itu
Aera berjalan gontai membawa hatinya yang telah hancur, tak ada tujuan dan tak ada perencanaan sebelumnya, ia hanya segera ingin keluar dari kediaman keluarga Marghero tanpa perencanaan terlebih dahulu alhasil wanita berambut coklat gelap itu hanya berjalan tapi tak memiliki arah dan tunjuan.Aera menangis, ia sudah tak memperdulikan tatapan orang-orang padanya, mungkin saat ini jika dia memiliki orang tua dia akan berlari ke rumahnya menceritakan semua isi hatinya, tapi Aera harus menahan keinginan itu karena kedua orang tuanya telah tiada, satu-satunya keluarga yang dimiliki Aera adalah keluarga suaminya, Marghero.Aera terjatuh tepat di pinggir jembatan kembar, kakinya sudah tak sanggup lagi melangkah setelah tiga jam lamanya ia memaksa kaki itu untuk berjalan tanpa tujuan.Aera menatap kakinya, ada bercak luka disana. Luka lecet yang tak terasa meski mengeluarkan darah segar, siapa yang akan menyangka luka gaib yang ada di hati akan memanipulasi rasa sakit d
Alex menghampiri Dhexsel setelah kepergian Eren. Lelaki itu kini berdiri tepat disamping sang adik.Dhexsel menatap Alex sekilas kemudian kembali menatap kosong kedepan sembari berkata "Jika kau datang hanya ingin menyalahkan ku atas apa yang terjadi sebaiknya kau menundanya sampai besok, karena saat ini aku tak memiliki tenaga sedikitpun untuk meladeni mu, Kak Alex."Alex hanya tersenyum getir, ia tak menyangka bahwa adik kesayangannya itu akan merusak kehidupan rumah tangganya sendiri dengan perselingkuhan."Aku tidak berniat sedikitpun ingin memarahi mu, karena aku tahu sekarang kau pasti tengah menyesali perbuatan mu. Aku tidak memarahi mu bukan berarti aku membenarkan perbuatan mu, bagaimanapun dan dilihat dari sudut pandang manapun tindakan mu itu tetaplah salah, Dhexsel." Balas AlexAlex berbalik hendak meninggalkan Dhexsel namun langkahnya terhenti, ia kemudian kembali menatap kearah sang adik "Apa kau sudah tak mencintai Aera lagi?"Sponta