Wina masih terkejut karena Rian membelanya. Kemudian, mendengar Lisa memfitnahnya.Wina sebelumnya tidak ingin memperpanjang masalah ini, tetapi Lisa memfitnahnya dan hal ini membuatnya marah.Saat Wina hendak bertanya pada Lisa, dia sudah memarahinya apa, tiba-tiba terdengar suara dingin datang dari belakangnya."Jadi, selama Nona Lisa berkuliah, yang dipelajari adalah membalikkan fakta, ya?"Pria di belakang Wina, yang mengenakan jas hitam, auranya tampak sedikit menyilaukan di bawah cahaya lampu.Ketika mendengar suara itu, Wina tahu siapa pria itu. Wina bersyukur pria itu membelanya, tetapi Wina tidak berani menoleh ke belakang.Mata Jihan menatap tangan Rian yang memegang tangan Wina, ekspresinya menjadi sedikit muram.Dia menuruni tangga, perlahan berjalan sampai di depan Lisa."Aku kebetulan lewat ketika Nona Lisa sedang mempermalukan orang lain."Jihan langsung mengungkapkan perbuatan Lisa di depan banyak orang, yang membuat wajah Lisa menjadi masam.Lisa masih ingin berdalih,
Lisa tentu tidak tahu apa yang dipikirkan Wina. Dia hanya merasa Winalah yang membuatnya kehilangan muka di depan banyak orang.Begitu pesta berakhir, Lisa mengeluh sambil menangis kepada Alex dan Ferdian. "Ayah, Kakak, aku dipermalukan dan kalian harus membalasnya untukku!" seru Lisa.Mendengar suara tangisan itu, Alex malah menamparnya dan berseru, "Siapa suruh kamu bertindak gegabah! Sudah menyinggung Jihan, tapi masih berani menangis di depanku!"Lisa langsung berhenti menangis, memandang Alex dengan tatapan tidak percaya dan bertanya, "Ayah, kenapa kamu memukulku?""Kalau nggak beri kamu pelajaran apa kamu akan mengingat hal ini? Kamu pikir kamu boleh menyinggung Jihan? Kamu pikir kamu boleh menampar teman wanita yang dibawa Rian? Yang satu berkuasa di Kota Aster, Yang satu lagi berkuasa di Kota Ostia. Kamu malah menyinggung dua orang itu sekaligus!"Raut wajah Alex sangat masam dan sekujur tubuhnya gemetar. Jika Ferdian tidak menghentikannya, Alex pasti akan memberi pelajaran yan
Jefri melihat melalui kaca spion ke arah Jihan, yang terlihat dingin dan jauh.Setelah ragu-ragu sejenak, Jefri akhirnya mengumpulkan keberanian untuk bertanya, "Kakak Jihan, kapan kamu akan menikah dengan Winata?"Jefri selalu merasa bahwa begitu Jihan dan Winata menikah, semuanya akan beres dan dia tidak perlu khawatir lagi.Jihan tersenyum, tetapi senyuman itu terlihat palsu. "Kamu juga berharap aku menikahinya?" tanya Jihan.Jefri menggelengkan kepalanya tanpa sadar dan berkata, "Aku nggak berharap, tapi ...."'Tapi nggak mungkin, 'kan?'Saat Jefri sedang memikirkan apa yang harus dia katakan, Jihan tiba-tiba berkata pelan, "Aku akan menikahinya."Suaranya tidak ada emosi sama sekali, begitu dingin seperti robot tak berperasaan.Jefri mendesah kuat di dalam hatinya. 'Kak Jihan sepertinya tidak pernah terlihat bahagia ....'Rian mengantar Wina pulang.Sebelum Wina turun dari mobil, Rian memberinya salep sambil berkata, "Ini akan mengurangi pembengkakannya."Wina berterima kasih pada
Saat terbangun, Wina merasa konyol bahwa dia bermimpi seperti itu.Wina menyentuh wajahnya yang memerah dan bibirnya terasa hangat.'Pasti karena aku nggak sengaja mencium pipinya kemarin, jadi aku memimpikan hal memalukan seperti itu.''Bersamanya selama lima tahun, aku selalu dirasuki olehnya dan sudah terbiasa dengan sentuhannya.''Sekarang aku mungkin belum terbiasa dengan ketidakhadirannya, tapi pasti akan menjadi lebih baik seiring berjalannya waktu.'Saat Wina menghibur dirinya sendiri, panggilan dari Rian tiba-tiba masuk.Wina pun mengangkat dan bertanya, "Pak Rian, apa ada yang perlu aku lakukan?"Rian merasa sedikit tidak nyaman mendengar nada bicara Wina yang begitu profesional.Namun, dia segera menjawab, "Nona Wina, Fariz nggak ada di kantor hari ini. Jadi, tolong temani aku ke rapat penawaran."'Fariz yang selalu lengket dengan Rian itu nggak ada di sampingnya?'Wina sedikit kebingungan, tetapi tetap mengiakan.'Segera setelah rapat penawaran berakhir, Rian harus kembali
Rian mendorong dengan lembut Wina yang sedang melamun sambil menatap gedung-gedung di depannya."Nona Wina, ikut aku."Wina sadar dari lamunannya, mengikuti Rian masuk ke salah satu gedung yang terlihat seperti melayang.Sistem keamanan Grup Lionel sangat ketat. Orang luar harus memverifikasi identitas mereka sebelum masuk, jika tidak, pintu tidak akan terbuka.Saat mereka sedang memverifikasi identitas mereka satu per satu, Winata tiba bersama sekelompok eksekutif.Winata menyapa Rian, lalu melihat ke Wina yang berada di belakang Rian."Pak Rian, apakah kamu keberatan kalau aku minta waktu Wina sebentar?""Nona Wina adalah karyawan perusahaanmu, kenapa aku akan keberatan?"Rian tidak menyukai ucapan Winata yang terkesan sopan, tetapi ada sarkastiknya. Hal ini membuat Rian merasa tidak nyaman.Wina adalah karyawan Grup Nizari, jadi dia tidak punya hak untuk mengatakan apa pun."Aku tunggu kamu di dalam." Setelah mengatakan ini kepada Wina, Rian memimpin karyawan Grup Gerad-nya masuk ke
Awalnya, COO perusahaan, Pak Arlo, yang akan melakukan presentasinya. Namun karena kehadiran Jihan, Rian tidak punya pilihan selain melakukan presentasi.Jihan sangat ketat. Selama presentasi, ada satu kesalahan saja dalam pengucapan sudah mungkin akan kehilangan kesempatan untuk melakukan penawaran.Rian tidak akan membiarkan kesalahan seperti itu terjadi, jadi dia mengambil alih tugas Arlo untuk sementara.Arlo sangat lega, tetapi Rian harus mempersiapkan diri dalam waktu satu jam.Untuk berkonsentrasi penuh, dia perlu minum secangkir kopi yang sangat kental untuk membangunkannya, jadi dia hanya bisa meminta Wina menyeduhkan kopi untuknya.Wina mengangguk dan bertanya dengan lembut, "Apa masih sempat?"Rian berkedip dan berkata, "Grup Gerad ada di urutan kesepuluh, jadi masih sempat."Setelah mengetahui hal itu, Wina tidak bertanya lagi dan langsung berdiri dan berjalan ke pintu belakang.Wina tidak terlalu mengenal kawasan industri Grup Lionel. Ketika keluar, yang dia temui hanyalah
Mata Wina sangat jernih, tidak ada sedikit pun kotoran. Begitu bersih sehingga tidak ada yang tega menyakitinya.Raut wajah Jefri sedikit menegang, lalu memalingkan mukanya. "Ingatlah untuk menutup pintu." Setelah mengatakan ini dia berbalik dan pergi.Ketika Wina melihatnya pergi, dia mengambil kopi dan berjalan ke tempat tersebut.Rapat penawaran sudah dimulai, lampu di venue dimatikan dan hanya layar lebar yang menyala.Ruangannya seperti studio kecil. Dari pintu belakang menuju ke tempat duduk depan harus melewati ratusan anak tangga.Di tengah kegelapan, Wina hanya bisa pelan-pelan menuruni tangga dan meraba-raba ke depan.Wina memegang kopi di satu tangan dan memegang kursi dengan tangan lainnya, perlahan berjalan ke bawah.Dia telah menjadi asisten presiden selama bertahun-tahun, jadi dia masih bisa menangani hal kecil ini.Tidak lama kemudian, Wina tiba sampai tempat Rian berada.Wina membungkuk, menyerahkan cangkir kopi itu untuk Rian dan mengingatkannya dengan berbisik, "Pak
Rian menyesap kopinya. Rasa manis dam pahit menyebar di mulutnya membuatnya merasa menjadi lebih santai.Dia meminumnya sedikit demi sedikit. Saat pewara di atas panggung memanggil Grup Gerad, dia dengan enggan meminum habis kopinya dalam sekali teguk.Ketika Rian menyerahkan cangkir kopi kepada Wina dan hendak naik ke atas panggung, Wina yang merasa sedikit khawatir, bertanya padanya, "Kamu sudah selesai membaca dokumennya?"Wina agak terkejut karena Rian barusan sama sekali tidak membaca dokumen dengan serius. 'Dia berencana langsung naik ke panggung tanpa persiapan penuh?'Rian menunjuk ke kepalanya dan berkata dengan percaya diri, "Aku langsung ingat hanya dengan sekali membacanya. Jangan khawatir."Saat mendengar itu, raut wajah Wina menegang.'Benar. Dia punya ingatan yang begitu kuat, jadi mana mungkin dia bisa kehilangan ingatannya.'Perkataan Rian itu melenyapkan sisa kebaikan Wina terhadapnya.'Rian hanya berpura-pura.''Aku hampir mengira dia adalah Ivan yang sebelumnya.'Me