Sebelum keluar, Jihan berbalik dan menatap Wina dengan dingin."Meskipun Rian memutuskan pernikahan itu, bukan berarti Keluarga Gerad akan setuju. Cepat atau lambat, dia tetap akan menjadi menantu Keluarga Lionel. Kamu jangan berpikir dengan menghasutnya dia akan melawan keluarganya hanya demi kamu."Setelah mengatakan itu, Jihan berbalik dan berjalan ke toilet pria di seberang.Melihat sosok arogan itu menjauh, Wina menghela napas lega.Setiap kali menghadapi Jihan, Wina merasa sangat gugup.Tidak tahu apa karena takut padanya atau takut tidak bisa mengendalikan perasaannya dan menyatakan yang sebenarnya.Untungnya, Wina tadi bereaksi dengan cepat dan mengatakan bahwa dirinya tidak pernah ada perasaan dengannya.Jika Jihan mengetahui perasaannya, tidak tahu bagaimana Jihan akan mentertawakannya dan salah paham dengannya.Setelah menyingkirkan pikirannya yang kacau, Wina berbalik dan berjalan ke wastafel, pura-pura mencuci tangannya, lalu berjalan keluar.Saat mencari Wina, Rian digang
Wina masih terkejut karena Rian membelanya. Kemudian, mendengar Lisa memfitnahnya.Wina sebelumnya tidak ingin memperpanjang masalah ini, tetapi Lisa memfitnahnya dan hal ini membuatnya marah.Saat Wina hendak bertanya pada Lisa, dia sudah memarahinya apa, tiba-tiba terdengar suara dingin datang dari belakangnya."Jadi, selama Nona Lisa berkuliah, yang dipelajari adalah membalikkan fakta, ya?"Pria di belakang Wina, yang mengenakan jas hitam, auranya tampak sedikit menyilaukan di bawah cahaya lampu.Ketika mendengar suara itu, Wina tahu siapa pria itu. Wina bersyukur pria itu membelanya, tetapi Wina tidak berani menoleh ke belakang.Mata Jihan menatap tangan Rian yang memegang tangan Wina, ekspresinya menjadi sedikit muram.Dia menuruni tangga, perlahan berjalan sampai di depan Lisa."Aku kebetulan lewat ketika Nona Lisa sedang mempermalukan orang lain."Jihan langsung mengungkapkan perbuatan Lisa di depan banyak orang, yang membuat wajah Lisa menjadi masam.Lisa masih ingin berdalih,
Lisa tentu tidak tahu apa yang dipikirkan Wina. Dia hanya merasa Winalah yang membuatnya kehilangan muka di depan banyak orang.Begitu pesta berakhir, Lisa mengeluh sambil menangis kepada Alex dan Ferdian. "Ayah, Kakak, aku dipermalukan dan kalian harus membalasnya untukku!" seru Lisa.Mendengar suara tangisan itu, Alex malah menamparnya dan berseru, "Siapa suruh kamu bertindak gegabah! Sudah menyinggung Jihan, tapi masih berani menangis di depanku!"Lisa langsung berhenti menangis, memandang Alex dengan tatapan tidak percaya dan bertanya, "Ayah, kenapa kamu memukulku?""Kalau nggak beri kamu pelajaran apa kamu akan mengingat hal ini? Kamu pikir kamu boleh menyinggung Jihan? Kamu pikir kamu boleh menampar teman wanita yang dibawa Rian? Yang satu berkuasa di Kota Aster, Yang satu lagi berkuasa di Kota Ostia. Kamu malah menyinggung dua orang itu sekaligus!"Raut wajah Alex sangat masam dan sekujur tubuhnya gemetar. Jika Ferdian tidak menghentikannya, Alex pasti akan memberi pelajaran yan
Jefri melihat melalui kaca spion ke arah Jihan, yang terlihat dingin dan jauh.Setelah ragu-ragu sejenak, Jefri akhirnya mengumpulkan keberanian untuk bertanya, "Kakak Jihan, kapan kamu akan menikah dengan Winata?"Jefri selalu merasa bahwa begitu Jihan dan Winata menikah, semuanya akan beres dan dia tidak perlu khawatir lagi.Jihan tersenyum, tetapi senyuman itu terlihat palsu. "Kamu juga berharap aku menikahinya?" tanya Jihan.Jefri menggelengkan kepalanya tanpa sadar dan berkata, "Aku nggak berharap, tapi ...."'Tapi nggak mungkin, 'kan?'Saat Jefri sedang memikirkan apa yang harus dia katakan, Jihan tiba-tiba berkata pelan, "Aku akan menikahinya."Suaranya tidak ada emosi sama sekali, begitu dingin seperti robot tak berperasaan.Jefri mendesah kuat di dalam hatinya. 'Kak Jihan sepertinya tidak pernah terlihat bahagia ....'Rian mengantar Wina pulang.Sebelum Wina turun dari mobil, Rian memberinya salep sambil berkata, "Ini akan mengurangi pembengkakannya."Wina berterima kasih pada
Saat terbangun, Wina merasa konyol bahwa dia bermimpi seperti itu.Wina menyentuh wajahnya yang memerah dan bibirnya terasa hangat.'Pasti karena aku nggak sengaja mencium pipinya kemarin, jadi aku memimpikan hal memalukan seperti itu.''Bersamanya selama lima tahun, aku selalu dirasuki olehnya dan sudah terbiasa dengan sentuhannya.''Sekarang aku mungkin belum terbiasa dengan ketidakhadirannya, tapi pasti akan menjadi lebih baik seiring berjalannya waktu.'Saat Wina menghibur dirinya sendiri, panggilan dari Rian tiba-tiba masuk.Wina pun mengangkat dan bertanya, "Pak Rian, apa ada yang perlu aku lakukan?"Rian merasa sedikit tidak nyaman mendengar nada bicara Wina yang begitu profesional.Namun, dia segera menjawab, "Nona Wina, Fariz nggak ada di kantor hari ini. Jadi, tolong temani aku ke rapat penawaran."'Fariz yang selalu lengket dengan Rian itu nggak ada di sampingnya?'Wina sedikit kebingungan, tetapi tetap mengiakan.'Segera setelah rapat penawaran berakhir, Rian harus kembali
Rian mendorong dengan lembut Wina yang sedang melamun sambil menatap gedung-gedung di depannya."Nona Wina, ikut aku."Wina sadar dari lamunannya, mengikuti Rian masuk ke salah satu gedung yang terlihat seperti melayang.Sistem keamanan Grup Lionel sangat ketat. Orang luar harus memverifikasi identitas mereka sebelum masuk, jika tidak, pintu tidak akan terbuka.Saat mereka sedang memverifikasi identitas mereka satu per satu, Winata tiba bersama sekelompok eksekutif.Winata menyapa Rian, lalu melihat ke Wina yang berada di belakang Rian."Pak Rian, apakah kamu keberatan kalau aku minta waktu Wina sebentar?""Nona Wina adalah karyawan perusahaanmu, kenapa aku akan keberatan?"Rian tidak menyukai ucapan Winata yang terkesan sopan, tetapi ada sarkastiknya. Hal ini membuat Rian merasa tidak nyaman.Wina adalah karyawan Grup Nizari, jadi dia tidak punya hak untuk mengatakan apa pun."Aku tunggu kamu di dalam." Setelah mengatakan ini kepada Wina, Rian memimpin karyawan Grup Gerad-nya masuk ke
Awalnya, COO perusahaan, Pak Arlo, yang akan melakukan presentasinya. Namun karena kehadiran Jihan, Rian tidak punya pilihan selain melakukan presentasi.Jihan sangat ketat. Selama presentasi, ada satu kesalahan saja dalam pengucapan sudah mungkin akan kehilangan kesempatan untuk melakukan penawaran.Rian tidak akan membiarkan kesalahan seperti itu terjadi, jadi dia mengambil alih tugas Arlo untuk sementara.Arlo sangat lega, tetapi Rian harus mempersiapkan diri dalam waktu satu jam.Untuk berkonsentrasi penuh, dia perlu minum secangkir kopi yang sangat kental untuk membangunkannya, jadi dia hanya bisa meminta Wina menyeduhkan kopi untuknya.Wina mengangguk dan bertanya dengan lembut, "Apa masih sempat?"Rian berkedip dan berkata, "Grup Gerad ada di urutan kesepuluh, jadi masih sempat."Setelah mengetahui hal itu, Wina tidak bertanya lagi dan langsung berdiri dan berjalan ke pintu belakang.Wina tidak terlalu mengenal kawasan industri Grup Lionel. Ketika keluar, yang dia temui hanyalah
Mata Wina sangat jernih, tidak ada sedikit pun kotoran. Begitu bersih sehingga tidak ada yang tega menyakitinya.Raut wajah Jefri sedikit menegang, lalu memalingkan mukanya. "Ingatlah untuk menutup pintu." Setelah mengatakan ini dia berbalik dan pergi.Ketika Wina melihatnya pergi, dia mengambil kopi dan berjalan ke tempat tersebut.Rapat penawaran sudah dimulai, lampu di venue dimatikan dan hanya layar lebar yang menyala.Ruangannya seperti studio kecil. Dari pintu belakang menuju ke tempat duduk depan harus melewati ratusan anak tangga.Di tengah kegelapan, Wina hanya bisa pelan-pelan menuruni tangga dan meraba-raba ke depan.Wina memegang kopi di satu tangan dan memegang kursi dengan tangan lainnya, perlahan berjalan ke bawah.Dia telah menjadi asisten presiden selama bertahun-tahun, jadi dia masih bisa menangani hal kecil ini.Tidak lama kemudian, Wina tiba sampai tempat Rian berada.Wina membungkuk, menyerahkan cangkir kopi itu untuk Rian dan mengingatkannya dengan berbisik, "Pak
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je
Jihan mengernyit sebagai isyarat untuk Jefri agar tidak mengatakan apa-apa, lalu mencengkeram pundak Jefri dengan kuat.Selama puluhan tahun bersama, Jihan dan Jefri jadi memiliki ikatan batin yang kuat. Jefri tahu Jihan takut Wina akan ketakutan dengan rupanya saat ini, jadi dia menuruti perintah Jihan.Jefri bangkit berdiri tanpa mengucapkan sepatah kata pun, lalu memapah Jihan yang matanya sudah berdarah itu berjalan keluar."Biar kupanggilkan dokter sekarang, Kak Jihan."Setelah keluar dari vila, Jefri langsung ingin berlari menuruni Gunung Kiron. Ada sebuah rumah kayu tidak jauh dari sana tempat dokter tinggal. Jefri sengaja mengaturnya untuk berjaga-jaga seandainya sesuatu terjadi kepada Jihan."Jefri."Namun, Jihan menghentikan adiknya. Karena sekarang ajalnya benar-benar sudah di depan mata, sikap Jihan menjadi jauh lebih tenang. Nada bicaranya bahkan terdengar seperti lega. "Cip itu menembus pembuluh darah sehingga darah keluar dari semua lubang pada tubuhku dan ini berarti ak
"Apa sekarang kamu sudah tahu bedanya garam dan gula?"Jihan menatap Wina yang bertanya seperti itu kepadanya, lalu menggelengkan kepalanya.Alis Delwyn sontak mengernyit. Kenapa ... firasatnya mendadak jadi buruk?Firasat buruknya akhirnya terbukti setelah Delwyn mencicipi steik buatan ayahnya. Sekeras apa pun dia mengunyah, steik itu tetap tidak bisa dikunyah.Delwyn sontak merasa tertipu, terlebih setelah melihat Daris dan Alta menutup mulut masing-masing untuk menahan tawa. Kedua pria itu ternyata jahil sekali.Delwyn menahan rasa mualnya, lalu melirik ke arah Ethel dan Edna yang mengenakan seragam SMA. "Kalian mau cobain nggak?"Ethel dan Edna yang sedang menatap makanan di piring mereka dengan bersemangat pun langsung menggelengkan kepala masing-masing. "Nggak mau. Ayah bilang anjing saja nggak bisa makan masakan Paman Jihan ...."Delwyn sontak terdiam.Ethel dan Edna diam-diam merasa begitu senang karena jarang sekali bisa melihat ekspresi Delwyn setertekan ini. Mereka langsung
Jihan bukanlah orang baik, tetapi dia juga bukan orang yang sangat jahat. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa dia tega melakukan apa pun demi kekuasaan. Tangannya bahkan sudah berlumuran darah banyak orang. Bagi orang-orang seperti ini, umur mereka memang biasanya hanya beberapa puluh tahun.Jihan juga bukannya mengeluh, hanya saja .... Dia pun menoleh memandang ke arah vila, lebih tepatnya ke arah Wina yang berdiri di depan jendela yang terbentang dari langit-langit. Sorot tatapan Jihan tampak berbinar sekaligus tidak rela. "Ayah terpaksa ingkar janji, jadi kamu harus gantikan Ayah untuk menjaga ibumu baik-baik selamanya."Delwyn tahu betapa dalamnya perasaan kedua orang tuanya terhadap satu sama lain, tidak ada yang bisa menggantikan mereka. Mana mungkin Delwyn akan menyanggupi permintaan ayahnya? "Ayah, harusnya Ayah tepati janji Ayah dan bukannya memintaku menggantikan Ayah."Jihan tahu bahwa putranya sebenarnya berhati lembut. Jika Jihan benar-benar pergi, bukan tanggung jawab putr
Pohon mati yang tumbang dan malang-melintang di Gunung Kiron membuat suasana sendu di daratan pegunungan. Jihan ingin terus melangkah, tetapi entah kenapa dia perlahan duduk di sepanjang pohon mati itu.Delwyn yang mengikuti di belakang pun berjalan menghampiri ayahnya sambil membawa payung.Beberapa butir salju menempel di tepi payung. Bulu mata lentik Jihan bergetar sesaat, tetapi dia tidak menoleh ke belakang."Duduklah."Delwyn takut ayahnya basah karena salju yang berjatuhan. Dia pun duduk di sebelahnya, menekuk lutut dan menyandarkan siku di pahanya, ujung payungnya dimiringkan ke sisi ayahnya.Ayahnya kini berbeda dengan dulu. Saat ini ayahnya mengenakan jas hitam, lehernya dibalut syal putih. Meski gayanya masih seperti dulu, ekspresinya terkesan menyiapkan perpisahan."Ayah."Delwyn memanggilnya, tetapi tidak tahu harus berkata apa. Rasanya seperti ada yang harus dikatakan, tetapi entah apa yang harus dikatakan. Intinya, rasanya selalu ada rasa penyesalan yang akan datang ....
Di Gunung Kiron, hujan salju turun dengan lebat di hari pesta ulang tahun Delwyn, mirip seperti hujan deras di mana Wina bangun dari komanya. Wina yang masih setengah sadar hanya berdiri diam, melamun di depan jendela bahkan sampai lupa turun ke lantai bawah.Setelah Jihan ganti baju, dia keluar dari kamar ganti dan melihat Wina yang berdiri diam di depan jendela. Jihan pun ikut berdiri bersama Wina.Jihan menatap punggung Wina, sosok wanita yang sudah mendarah daging dalam jiwanya. Jihan teringat ke masa mereka masih muda, saat Wina yang disinari cahaya berlari menghampirinya, dengan rambut panjang berkibar dan mata cerah. Sosok Wina saat itu membuat gelora membara dalam hati Jihan.Dalam hidup ini, hal yang paling tak terlupakan, hal yang paling menakutkan bagi Jihan jika sampai terlupakan adalah sosok Wina. Kenapa semua orang di dunia ini bisa berumur panjang, hanya dirinya yang akan kehilangan segalanya sebelum menyentuh usia 50 tahun ....Jihan tidak menyalahkan takdir karena tida