Setelah alarm berbunyi cukup lama, Wina baru samar-sama mendengar suara alarm setelah berbunyi cukup lama. Perlahan-lahan Wina membuka matanya.Wina mengambil ponselnya. Jam sembilan pagi. 'Bagus, bukan lagi jam empat atau lima sore.'Jam kerja di Perusahaan Krisan mulai pukul sepuluh, jadi dia masih punya waktu.Setelah bangun, mandi sebentar, Wina selesai bersiap-siap dan pergi ke kantor.Karena Hani memintanya untuk langsung menyerahkan pekerjaannya, Wina langsung pergi ke lantai paling atas perusahaan.Wina mengetuk pintu ruang kantor Hani dan berkata, "Kak Hani, aku datang untuk penyerahan pekerjaanku."Ekspresi Hani sedikit berubah saat melihat yang datang adalah Wina. "Masuk," ujarnya.Wina berjalan ke meja Hani dan bertanya dengan hormat: "Saudari Hani, Yuna tidak bersedia mengambil alih pekerjaan saya. Kepada siapa saya harus menyerahkan pekerjaan saya?"Hani teringat apa yang dikatakan Winata padanya kemarin, lalu berkata dengan tidak enak hati, "Wina, kamu sudah bekerja di s
Maksud dari perkataan Winata adalah jika ingin menikah dengan pria kaya raya, tidak cukup hanya mengandalkan paras, tapi harus memiliki latar belakang yang setara. Jika tidak setara, setidaknya harus memiliki akademis yang luar biasa.Winata tidak hanya cantik, tetapi juga cerdas. Dia tidak menggunakan kata-kata kasar untuk menghina orang lain.Wina mengepalkan tangannya dan berkata dengan suara dingin, "Bu Wina, saya ingin menikah dengan pria kaya atau nggak dengan saya ingin mengundurkan diri adalah dua hal yang berbeda. Meskipun Anda adalah atasan saya, Anda nggak berhak mencampuri urusan pribadi saya, 'kan?"Winata tidak menyangka Wina akan berani mengatainya sudah ikut campur urusan pribadi orang lain. Ekspresinya seketika menjadi masam dan berkata, "Tentu saja nggak berhak. Aku hanya berbaik hati mengingatkanmu. Jangan melepaskan kesempatan bekerja hanya untuk hal seperti itu. Kalau nanti menyesal, jangan kembali ke sini sambil menangis."Wina tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia b
Wina perlahan berbalik, menatap Winata yang sedang bersandar di kursi kantor dan terlihat arogan.Keelokan Winata yang bagaikan bunga membuat Wina terlihat seperti rumput liar.Wina tidak pernah merasa berkecil hati seperti sekarang ini.Dirinya sekarang ibarat diinjak-injak oleh orang dan seberapa berusaha dia mencoba berdiri, hasilnya sia-sia.Karena dia tidak memiliki latar belakang, status dan kekuatan. Dia hanyalah orang biasa yang tidak kompeten.Oleh karena itu, dia bisa diancam, diinjak-injak dan diintimidasi oleh orang lain sesuka hati.Wina menyerah melawan takdirnya dan langsung bertanya pada Winata, "Apa yang kamu ingin aku lakukan agar menyetujui pengunduranku?"Wina sebelumnya meminjam 400 juta. Enam kali lipat, berarti 2.4 miliar. Dia tidak mampu membayar ganti rugi sebanyak itu, jadi hanya bisa pasrah mengikuti keinginan Winata.Melihat Wina tahu diri, sikap Winata menjadi lebih arogan dan berkata, "Gampang. Kamu hanya perlu menjamu Pak Rian dengan baik. Setelah dia kem
Ketika Yuna mendengar kata "asam sulfat", dia menggigil ketakutan. Bahkan kata-kata yang ingin dia ucapkan tersangkut di tenggorokannya.Wina membuang muka, menoleh ke arah Rina, yang meringkuk di samping dan tidak berani mengatakan sepatah kata pun, lalu berkata, "Apa benda itu berguna atau nggak? Kamu yang sudah bersama begitu banyak lelaki tua. Apa kamu nggak tahu? Kamu masih berani memfitnahku?"Rina tidak menyangka Wina akan mengungkapkan rahasianya di depan umum. Dia langsung menjadi marah, "Apa maksudmu?"Wina menatapnya dengan tatapan dingin dan berkata, "Yuna sudah memberi tahu semua orang tentang kemampuanmu ini. Seharusnya kamu tahu apa maksudku, 'kan?"Rina menoleh dan menatap Yuna dengan wajah tidak percaya dan berseru "Aku menganggapmu sebagai teman! Kenapa kamu mengkhianatiku?"Yuna tidak menyangka bahwa Wina, yang biasanya menahan amarahnya, akan mengungkapkan masalah pribadi Rina di depan banyak orang.Yuna sangat marah, dia melangkah maju dan ingin menampar Wina denga
Wina menarik napas dalam-dalam, mengeluarkan ponselnya dan menelepon Rian.Wina mendapatkan nomor kontaknya saat bertanya kepada asistennya waktu itu.Setelah panggilan tersambung, terdengar suara Rian yang mantap."Nona Wina, ada apa?"Wina tertegun sejenak. 'Kenapa Rian bisa tahu aku yang telepon?'"Aku menyimpan nomormu kemarin."Sekan tahu Wina terkejut, Rian menjelaskan dengan singkat.Wina tidak menanyakan alasan dan langsung tujuan dia menelepon, "Pak Rian, begini, Bu Winata memintaku untuk menjamu kamu atas nama Grup Nizari selama kamu berada di sini. Apa ada yang kamu perlukan?""Menjamuku?" Rian agak terkejut."Ya," jawab Wina tanpa malu.Jangankan Rian akan terkejut ketika mendengar permintaannya itu, Wina sendiri bahkan merasa hal ini sangat absurd.Setelah terdiam sejenak, Rian seperti mengerti apa yang terjadi dan berkata, "Aku datang ke Kota Aster untuk perjalanan bisnis. Kebetulan aku nggak bawa asisten pribadi. Gimana kalau Nona Wina gantikan tugasnya?"Wina mengira Ri
Setelah bertanya di resepsionis, Wina pergi ke kantor CEO.Rian mengusap keningnya, tampak kelelahan.Pada saat itu, Wina mengetuk pintu dan berkata, "Pak Rian."Rian menengadah, meliriknya dan berkata, "Kamu sudah datang."Wina mengangguk, menghampirinya dan bertanya, "Apakah Pak Rian membutuhkanku untuk mempersiapkan sesuatu?"Biasanya, saat menjamu mitra bisnis Grup Nizari, Wina langsung mengurus apa yang mereka makan dan mengantar ke tempat hiburan untuk menyenangkan mereka.Namun, Rian memintanya menjadi asisten pribadi, jadi dia harus bertanya kepada Rian terlebih dahulu.Rian menurunkan tangan yang mengusap pelipisnya dan berkata dengan ramah, "Nggak ada. Nanti bantu aku buatkan kopi saat rapat saja.""Baik," jawab Wina.Selesai berbicara, Wina pun pergi. Rian melihatnya berjalan keluar dan perlahan-perlahan melamun.Rian merasa punggung Wina terasa tidak asing. Seakan dia dulu pernah melihatnya berkali-kali.Nggak ingat. Ukh, kepalaku sakit....'Rian menggeleng-geleng, lalu men
Rian mengabaikan reaksi semua orang, mengangkat dagunya ke arah eksekutif yang memberi laporan dan berkata, "Lanjutkan."Eksekutif itu tidak punya pilihan selain melanjutkan. Namun, dia tidak menyebut informasi penting karena takut Wina akan mencurinya.Melihat situasi ini, Wina tidak bisa menyela lagi dan duduk di sebelah Rian.Setelah rapat selesai, Wina mengejar Rian dan bertanya, "Kenapa kamu suruh aku ikut dengar?"Rian menunduk, melihat ke Wina, yang pendek sekepala darinya, lalu menjawab dengan ramah, "Kulihat kamu seperti mendambakannya, jadi aku membiarkanmu mendengar."Wina tertegun sejenak, dia tidak menyangka hal itu terjadi karena alasan ini."Apa ... kamu nggak takut aku memberi informasi penting ke Bu Winata?""Nggak ada yang penting dari data itu, selain itu ...."Rian berhenti sejenak, lalu mendadak tersenyum dan berkata, "Aku percaya padamu."Senyuman Rian sama seperti sebelumnya, bersih, jernih dan cerah.Seolah-olah dia masih Ivan, bukan Rian yang menghancurkan jant
"Pak Rian, sudah waktunya berangkat," ujar Fariz.Rian memandang Wina dengan terpesona. Setelah Fariz terbatuk pelan di samping dan mengingatkan, dia kembali sadar.Rian mengangguk dan membawa Wina keluar.Yeni yang kebetulan sedang berbelanja di mal itu juga melihat mereka keluar dari toko itu.Yeni terkejut saat melihat Wina yang mengenakan pakaian dan riasan yang berbeda dari biasanya.Pertama kali bertemu, dia hanya merasa Wina memiliki paras yang cantik saja.Sekarang, dia merasa Wina terlihat lebih mulia daripada putri kaya raya yang dia kenal.Yeni melihat ke arah toko yang membutuhkan kartu VIP untuk masuk.Dia pun menyadari bahwa pria yang bersama Wina kali ini lebih kaya daripada Emil.'Pakaian itu pasti berharga ratusan miliar. Jefri bahkan nggak rela mengeluarkan begitu banyak uang untukku.'Memikirkan hal itu, Yeni menjadi iri. Dia berpikir mereka sama-sama menjual diri, tetapi mengapa hanya Wina mendapatkan yang lebih bagus.Dengan kesal, Yeni merekam Wina dengan ponselny
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je
Jihan mengernyit sebagai isyarat untuk Jefri agar tidak mengatakan apa-apa, lalu mencengkeram pundak Jefri dengan kuat.Selama puluhan tahun bersama, Jihan dan Jefri jadi memiliki ikatan batin yang kuat. Jefri tahu Jihan takut Wina akan ketakutan dengan rupanya saat ini, jadi dia menuruti perintah Jihan.Jefri bangkit berdiri tanpa mengucapkan sepatah kata pun, lalu memapah Jihan yang matanya sudah berdarah itu berjalan keluar."Biar kupanggilkan dokter sekarang, Kak Jihan."Setelah keluar dari vila, Jefri langsung ingin berlari menuruni Gunung Kiron. Ada sebuah rumah kayu tidak jauh dari sana tempat dokter tinggal. Jefri sengaja mengaturnya untuk berjaga-jaga seandainya sesuatu terjadi kepada Jihan."Jefri."Namun, Jihan menghentikan adiknya. Karena sekarang ajalnya benar-benar sudah di depan mata, sikap Jihan menjadi jauh lebih tenang. Nada bicaranya bahkan terdengar seperti lega. "Cip itu menembus pembuluh darah sehingga darah keluar dari semua lubang pada tubuhku dan ini berarti ak
"Apa sekarang kamu sudah tahu bedanya garam dan gula?"Jihan menatap Wina yang bertanya seperti itu kepadanya, lalu menggelengkan kepalanya.Alis Delwyn sontak mengernyit. Kenapa ... firasatnya mendadak jadi buruk?Firasat buruknya akhirnya terbukti setelah Delwyn mencicipi steik buatan ayahnya. Sekeras apa pun dia mengunyah, steik itu tetap tidak bisa dikunyah.Delwyn sontak merasa tertipu, terlebih setelah melihat Daris dan Alta menutup mulut masing-masing untuk menahan tawa. Kedua pria itu ternyata jahil sekali.Delwyn menahan rasa mualnya, lalu melirik ke arah Ethel dan Edna yang mengenakan seragam SMA. "Kalian mau cobain nggak?"Ethel dan Edna yang sedang menatap makanan di piring mereka dengan bersemangat pun langsung menggelengkan kepala masing-masing. "Nggak mau. Ayah bilang anjing saja nggak bisa makan masakan Paman Jihan ...."Delwyn sontak terdiam.Ethel dan Edna diam-diam merasa begitu senang karena jarang sekali bisa melihat ekspresi Delwyn setertekan ini. Mereka langsung
Jihan bukanlah orang baik, tetapi dia juga bukan orang yang sangat jahat. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa dia tega melakukan apa pun demi kekuasaan. Tangannya bahkan sudah berlumuran darah banyak orang. Bagi orang-orang seperti ini, umur mereka memang biasanya hanya beberapa puluh tahun.Jihan juga bukannya mengeluh, hanya saja .... Dia pun menoleh memandang ke arah vila, lebih tepatnya ke arah Wina yang berdiri di depan jendela yang terbentang dari langit-langit. Sorot tatapan Jihan tampak berbinar sekaligus tidak rela. "Ayah terpaksa ingkar janji, jadi kamu harus gantikan Ayah untuk menjaga ibumu baik-baik selamanya."Delwyn tahu betapa dalamnya perasaan kedua orang tuanya terhadap satu sama lain, tidak ada yang bisa menggantikan mereka. Mana mungkin Delwyn akan menyanggupi permintaan ayahnya? "Ayah, harusnya Ayah tepati janji Ayah dan bukannya memintaku menggantikan Ayah."Jihan tahu bahwa putranya sebenarnya berhati lembut. Jika Jihan benar-benar pergi, bukan tanggung jawab putr
Pohon mati yang tumbang dan malang-melintang di Gunung Kiron membuat suasana sendu di daratan pegunungan. Jihan ingin terus melangkah, tetapi entah kenapa dia perlahan duduk di sepanjang pohon mati itu.Delwyn yang mengikuti di belakang pun berjalan menghampiri ayahnya sambil membawa payung.Beberapa butir salju menempel di tepi payung. Bulu mata lentik Jihan bergetar sesaat, tetapi dia tidak menoleh ke belakang."Duduklah."Delwyn takut ayahnya basah karena salju yang berjatuhan. Dia pun duduk di sebelahnya, menekuk lutut dan menyandarkan siku di pahanya, ujung payungnya dimiringkan ke sisi ayahnya.Ayahnya kini berbeda dengan dulu. Saat ini ayahnya mengenakan jas hitam, lehernya dibalut syal putih. Meski gayanya masih seperti dulu, ekspresinya terkesan menyiapkan perpisahan."Ayah."Delwyn memanggilnya, tetapi tidak tahu harus berkata apa. Rasanya seperti ada yang harus dikatakan, tetapi entah apa yang harus dikatakan. Intinya, rasanya selalu ada rasa penyesalan yang akan datang ....
Di Gunung Kiron, hujan salju turun dengan lebat di hari pesta ulang tahun Delwyn, mirip seperti hujan deras di mana Wina bangun dari komanya. Wina yang masih setengah sadar hanya berdiri diam, melamun di depan jendela bahkan sampai lupa turun ke lantai bawah.Setelah Jihan ganti baju, dia keluar dari kamar ganti dan melihat Wina yang berdiri diam di depan jendela. Jihan pun ikut berdiri bersama Wina.Jihan menatap punggung Wina, sosok wanita yang sudah mendarah daging dalam jiwanya. Jihan teringat ke masa mereka masih muda, saat Wina yang disinari cahaya berlari menghampirinya, dengan rambut panjang berkibar dan mata cerah. Sosok Wina saat itu membuat gelora membara dalam hati Jihan.Dalam hidup ini, hal yang paling tak terlupakan, hal yang paling menakutkan bagi Jihan jika sampai terlupakan adalah sosok Wina. Kenapa semua orang di dunia ini bisa berumur panjang, hanya dirinya yang akan kehilangan segalanya sebelum menyentuh usia 50 tahun ....Jihan tidak menyalahkan takdir karena tida
Tentu saja Jihan tidak bisa menyembunyikan perkembangan robotnya dari Jefri. Sebelum Jihan datang, Jefri sudah berdiri di depan mesin sambil berusaha memperbaiki fungsinya.Dari balik kaca, Jihan bisa melihat gerakan tangan Jefri yang mengetikkan kode dengan cepat. Lalu, Jihan melihat bagaimana robot yang berada di samping mengikuti kendali Jefri dan berbicara seperti orang sungguhan. Jihan pun tersenyum kecil."Jefri ...."Jefri langsung berhenti bekerja dan menoleh menatap Jihan. Selama beberapa tahun terakhir, Jihan terus bekerja keras siang dan malam demi mengembangkan robot ini walaupun harus melawan rasa sakit.Jefri tidak bisa tinggal diam, jadi dia berinisiatif untuk membantu Jihan. Walaupun dia tidak sehebat Jihan, berkat usahanya yang pantang menyerah, akhirnya robot itu selesai."Kak Jihan, kapan Kak Jihan berencana menunjukkan robot ini kepada Kak Wina?"Jihan mendorong tangan Daris yang memapahnya menjauh, lalu berdiri tegak dan berjalan perlahan menuju robot itu. Dia pun
Delwyn mematikan lampu dan berbaring miring di atas kasur sambil meringkukkan tubuhnya menyerupai bola. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa semenjak kelahirannya, ayahnya sudah menahan rasa sakit dan menemaninya seolah-olah tidak terjadi apa-apa hingga Delwyn akhirnya perlahan tumbuh dewasa ....Delwyn jadi teringat betapa cuek dan tidak acuhnya dia terhadap ayahnya sewaktu masih kecil. Saat mengingat kembali semua hal kurang ajar yang dia lakukan semasa kecil, Delwyn menampar wajahnya sendiri dengan keras ....Setelah itu, Delwyn yang selama ini belum pernah menangis pun menutupi wajahnya dan membenamkan dirinya di tempat tidur sambil menangis hingga sekujur tubuhnya gemetar. Dia terlihat seperti seorang anak kecil yang akan ditelantarkan ....Sebelum ini Delwyn tidak tahu arti kematian, tetapi sekarang kematian itu mendadak begitu dekat di hadapannya. Delwyn akhirnya menyadari betapa dia sebenarnya sangat menyayangi kedua orang tuanya. Setiap malam, Delwyn mengorbankan tidurnya dem