Wina menarik napas dalam-dalam, mengeluarkan ponselnya dan menelepon Rian.Wina mendapatkan nomor kontaknya saat bertanya kepada asistennya waktu itu.Setelah panggilan tersambung, terdengar suara Rian yang mantap."Nona Wina, ada apa?"Wina tertegun sejenak. 'Kenapa Rian bisa tahu aku yang telepon?'"Aku menyimpan nomormu kemarin."Sekan tahu Wina terkejut, Rian menjelaskan dengan singkat.Wina tidak menanyakan alasan dan langsung tujuan dia menelepon, "Pak Rian, begini, Bu Winata memintaku untuk menjamu kamu atas nama Grup Nizari selama kamu berada di sini. Apa ada yang kamu perlukan?""Menjamuku?" Rian agak terkejut."Ya," jawab Wina tanpa malu.Jangankan Rian akan terkejut ketika mendengar permintaannya itu, Wina sendiri bahkan merasa hal ini sangat absurd.Setelah terdiam sejenak, Rian seperti mengerti apa yang terjadi dan berkata, "Aku datang ke Kota Aster untuk perjalanan bisnis. Kebetulan aku nggak bawa asisten pribadi. Gimana kalau Nona Wina gantikan tugasnya?"Wina mengira Ri
Setelah bertanya di resepsionis, Wina pergi ke kantor CEO.Rian mengusap keningnya, tampak kelelahan.Pada saat itu, Wina mengetuk pintu dan berkata, "Pak Rian."Rian menengadah, meliriknya dan berkata, "Kamu sudah datang."Wina mengangguk, menghampirinya dan bertanya, "Apakah Pak Rian membutuhkanku untuk mempersiapkan sesuatu?"Biasanya, saat menjamu mitra bisnis Grup Nizari, Wina langsung mengurus apa yang mereka makan dan mengantar ke tempat hiburan untuk menyenangkan mereka.Namun, Rian memintanya menjadi asisten pribadi, jadi dia harus bertanya kepada Rian terlebih dahulu.Rian menurunkan tangan yang mengusap pelipisnya dan berkata dengan ramah, "Nggak ada. Nanti bantu aku buatkan kopi saat rapat saja.""Baik," jawab Wina.Selesai berbicara, Wina pun pergi. Rian melihatnya berjalan keluar dan perlahan-perlahan melamun.Rian merasa punggung Wina terasa tidak asing. Seakan dia dulu pernah melihatnya berkali-kali.Nggak ingat. Ukh, kepalaku sakit....'Rian menggeleng-geleng, lalu men
Rian mengabaikan reaksi semua orang, mengangkat dagunya ke arah eksekutif yang memberi laporan dan berkata, "Lanjutkan."Eksekutif itu tidak punya pilihan selain melanjutkan. Namun, dia tidak menyebut informasi penting karena takut Wina akan mencurinya.Melihat situasi ini, Wina tidak bisa menyela lagi dan duduk di sebelah Rian.Setelah rapat selesai, Wina mengejar Rian dan bertanya, "Kenapa kamu suruh aku ikut dengar?"Rian menunduk, melihat ke Wina, yang pendek sekepala darinya, lalu menjawab dengan ramah, "Kulihat kamu seperti mendambakannya, jadi aku membiarkanmu mendengar."Wina tertegun sejenak, dia tidak menyangka hal itu terjadi karena alasan ini."Apa ... kamu nggak takut aku memberi informasi penting ke Bu Winata?""Nggak ada yang penting dari data itu, selain itu ...."Rian berhenti sejenak, lalu mendadak tersenyum dan berkata, "Aku percaya padamu."Senyuman Rian sama seperti sebelumnya, bersih, jernih dan cerah.Seolah-olah dia masih Ivan, bukan Rian yang menghancurkan jant
"Pak Rian, sudah waktunya berangkat," ujar Fariz.Rian memandang Wina dengan terpesona. Setelah Fariz terbatuk pelan di samping dan mengingatkan, dia kembali sadar.Rian mengangguk dan membawa Wina keluar.Yeni yang kebetulan sedang berbelanja di mal itu juga melihat mereka keluar dari toko itu.Yeni terkejut saat melihat Wina yang mengenakan pakaian dan riasan yang berbeda dari biasanya.Pertama kali bertemu, dia hanya merasa Wina memiliki paras yang cantik saja.Sekarang, dia merasa Wina terlihat lebih mulia daripada putri kaya raya yang dia kenal.Yeni melihat ke arah toko yang membutuhkan kartu VIP untuk masuk.Dia pun menyadari bahwa pria yang bersama Wina kali ini lebih kaya daripada Emil.'Pakaian itu pasti berharga ratusan miliar. Jefri bahkan nggak rela mengeluarkan begitu banyak uang untukku.'Memikirkan hal itu, Yeni menjadi iri. Dia berpikir mereka sama-sama menjual diri, tetapi mengapa hanya Wina mendapatkan yang lebih bagus.Dengan kesal, Yeni merekam Wina dengan ponselny
Wina langsung tahu apa yang dipikirkan Ferdian.Ferdian secara khusus mengundang Rian untuk hadir ke pesta ini, kemungkinan untuk membantu mendekatkan Rian dengan adik perempuannya.Namun, tidak disangka Rian akan membawa teman wanita, jadi tidak heran jika Ferdian sedikit tidak suka dengan Wina.Bagaimanapun juga, Ferdian dari keluarga berpendidikan, jadi pasti tidak akan mempermalukan Wina. Melihat sikapnya begitu, Wina pun memberinya respons.Wina menjabat tangan Ferdian, tersenyum sambil membalas menyapa, "Halo."Setelah bersalaman, Ferdian langsung menoleh ke Rian dan berkata, "Kita sudah lama nggak ketemu. Ayo kita minum sambil ngobrol-ngobrol."Rian sedikit mengkhawatirkan Wina dan berkata padanya, "Ikutlah denganku."Wina melirik Ferdian, yang matanya penuh ketidaksenangan dan menolak karena tahu diri, "Aku sedikit lapar, aku makan dulu."Sebelum Rian sempat mengatakan apa pun, Ferdian menghentikan seorang pelayan dan berkata, "Antar Nona Wina ke ruang makan. Layani dengan baik
Jefri tidak langsung menanyakan hubungan Rian dan Wina karena Wina adalah wanita yang pernah bersama Jihan.Namun, Jefri tidak ingin melepaskan Rian yang tidak menepati janjinya, jadi dia tidak punya pilihan selain memanfaatkan Nona Lisa.Rian tidak marah ketika Jefri menyerangnya, tetapi ada rasa dingin di matanya dan berkata, "Pernikahan itu adalah keputusan yang dibuat ayahku secara pribadi tanpa izinku. Aku nggak pernah berpikir untuk menikahi adik perempuanmu. Tolong jangan menganggapnya serius."Perkataan itu membuat wajah Jefri seketika menjadi masam. "Apa kamu bermaksud untuk memutuskan pertunangan itu?" tanyanya.Rian tersenyum ringan dan balik bertanya, "Aku belum pernah bertunangan, jadi bagaimana aku bisa memutuskan pertunangan?"Maksud Rian adalah pernikahan itu hanya sekadar dibicarakan dan belum dilaksanakan.Selain itu, tanpa persetujuan kedua pihak yang terlibat, bagaimana mereka bisa menikah secara langsung?Di hadapan banyak orang, perkataan Rian memang sudah memperm
Lisa bertanya dengan marah, "Apa yang kamu lakukan di sini?"Wina bisa menebak gadis yang baru masuk ini adalah adik Ferdian, jadi Wina tidak terkejut dengan sikap arogannya.Wina menjawab dengan tenang, "Ini kamar mandi, tentu saja menggunakan kamar mandi."Nada suara Wina terdengar ketus. Dia tidak ingin lagi menoleransi orang yang tidak menghormatinya.Jika tidak, pasti akan menjadi seperti Yuna, yang bahkan sudah ditoleransi pun tidak akan merasa bersalah. Sebaliknya, hanya akan menjadi keterlaluan.Lisa semakin tidak senang setelah dijawab dengan ketus begitu."Hmph, aku tahu kamu sengaja bersembunyi agar Kak Rian mengkhawatirkanmu.""Kuberi tahu, jangan berpikir bahwa dengan menjadi teman wanita Kak Rian sekali saja, kamu bisa mendapatkannya!""Kak Rian hanya boleh jadi milikku!"Peringatan Lisa membuat Wina sedikit mengernyit.'Aku sembunyi di sini menghindari Jihan, apa hubungannya dengan Rian?'Bukankah wanita muda dari Keluarga Vestin ini pandai memikirkan segala sesuatunya?
Setelah Jihan selesai menyeka tangannya, dia melihat ke arah Wina, yang ekspresinya terlihat masam, lalu berkata, "Bukannya aku sudah memperingatkanmu untuk menjauhi Rian?"Saat melihat Jihan muncul di kediaman Keluarga Vestin, Wina mengira Jihan datang menghadiri pesta makan malam. Namun tidak disangka ternyata Jihan datang untuk mencari masalah dengannya.'Dia sungguh punya mata di mana-mana. Dia langsung sudah tahu apa yang aku dan Rian lakukan hari ini.'Lagi pula, ini bukan salahku. Kalau bukan karena Winata, aku pasti sudah di rumah menunggu kematianku. Nggak akan menemani Rian ke tempat seperti ini.'Wina memang tidak berniat menyembunyikannya, jadi langsung berterus terang, "Aku berencana menjauhinya, tapi Winata-mu yang memintaku untuk menjamunya. Kalau aku nggak setuju, aku harus membayar uang kompensasi. Jadi aku hanya bisa menentang perintahmu dan menjamunya."Maksudnya Wina adalah jika Jihan ingin menyalahkan orang, salahkan Winata, jangan salahkan dia.Jihan tersenyum sin