Lisa bertanya dengan marah, "Apa yang kamu lakukan di sini?"Wina bisa menebak gadis yang baru masuk ini adalah adik Ferdian, jadi Wina tidak terkejut dengan sikap arogannya.Wina menjawab dengan tenang, "Ini kamar mandi, tentu saja menggunakan kamar mandi."Nada suara Wina terdengar ketus. Dia tidak ingin lagi menoleransi orang yang tidak menghormatinya.Jika tidak, pasti akan menjadi seperti Yuna, yang bahkan sudah ditoleransi pun tidak akan merasa bersalah. Sebaliknya, hanya akan menjadi keterlaluan.Lisa semakin tidak senang setelah dijawab dengan ketus begitu."Hmph, aku tahu kamu sengaja bersembunyi agar Kak Rian mengkhawatirkanmu.""Kuberi tahu, jangan berpikir bahwa dengan menjadi teman wanita Kak Rian sekali saja, kamu bisa mendapatkannya!""Kak Rian hanya boleh jadi milikku!"Peringatan Lisa membuat Wina sedikit mengernyit.'Aku sembunyi di sini menghindari Jihan, apa hubungannya dengan Rian?'Bukankah wanita muda dari Keluarga Vestin ini pandai memikirkan segala sesuatunya?
Setelah Jihan selesai menyeka tangannya, dia melihat ke arah Wina, yang ekspresinya terlihat masam, lalu berkata, "Bukannya aku sudah memperingatkanmu untuk menjauhi Rian?"Saat melihat Jihan muncul di kediaman Keluarga Vestin, Wina mengira Jihan datang menghadiri pesta makan malam. Namun tidak disangka ternyata Jihan datang untuk mencari masalah dengannya.'Dia sungguh punya mata di mana-mana. Dia langsung sudah tahu apa yang aku dan Rian lakukan hari ini.'Lagi pula, ini bukan salahku. Kalau bukan karena Winata, aku pasti sudah di rumah menunggu kematianku. Nggak akan menemani Rian ke tempat seperti ini.'Wina memang tidak berniat menyembunyikannya, jadi langsung berterus terang, "Aku berencana menjauhinya, tapi Winata-mu yang memintaku untuk menjamunya. Kalau aku nggak setuju, aku harus membayar uang kompensasi. Jadi aku hanya bisa menentang perintahmu dan menjamunya."Maksudnya Wina adalah jika Jihan ingin menyalahkan orang, salahkan Winata, jangan salahkan dia.Jihan tersenyum sin
Sebelum keluar, Jihan berbalik dan menatap Wina dengan dingin."Meskipun Rian memutuskan pernikahan itu, bukan berarti Keluarga Gerad akan setuju. Cepat atau lambat, dia tetap akan menjadi menantu Keluarga Lionel. Kamu jangan berpikir dengan menghasutnya dia akan melawan keluarganya hanya demi kamu."Setelah mengatakan itu, Jihan berbalik dan berjalan ke toilet pria di seberang.Melihat sosok arogan itu menjauh, Wina menghela napas lega.Setiap kali menghadapi Jihan, Wina merasa sangat gugup.Tidak tahu apa karena takut padanya atau takut tidak bisa mengendalikan perasaannya dan menyatakan yang sebenarnya.Untungnya, Wina tadi bereaksi dengan cepat dan mengatakan bahwa dirinya tidak pernah ada perasaan dengannya.Jika Jihan mengetahui perasaannya, tidak tahu bagaimana Jihan akan mentertawakannya dan salah paham dengannya.Setelah menyingkirkan pikirannya yang kacau, Wina berbalik dan berjalan ke wastafel, pura-pura mencuci tangannya, lalu berjalan keluar.Saat mencari Wina, Rian digang
Wina masih terkejut karena Rian membelanya. Kemudian, mendengar Lisa memfitnahnya.Wina sebelumnya tidak ingin memperpanjang masalah ini, tetapi Lisa memfitnahnya dan hal ini membuatnya marah.Saat Wina hendak bertanya pada Lisa, dia sudah memarahinya apa, tiba-tiba terdengar suara dingin datang dari belakangnya."Jadi, selama Nona Lisa berkuliah, yang dipelajari adalah membalikkan fakta, ya?"Pria di belakang Wina, yang mengenakan jas hitam, auranya tampak sedikit menyilaukan di bawah cahaya lampu.Ketika mendengar suara itu, Wina tahu siapa pria itu. Wina bersyukur pria itu membelanya, tetapi Wina tidak berani menoleh ke belakang.Mata Jihan menatap tangan Rian yang memegang tangan Wina, ekspresinya menjadi sedikit muram.Dia menuruni tangga, perlahan berjalan sampai di depan Lisa."Aku kebetulan lewat ketika Nona Lisa sedang mempermalukan orang lain."Jihan langsung mengungkapkan perbuatan Lisa di depan banyak orang, yang membuat wajah Lisa menjadi masam.Lisa masih ingin berdalih,
Lisa tentu tidak tahu apa yang dipikirkan Wina. Dia hanya merasa Winalah yang membuatnya kehilangan muka di depan banyak orang.Begitu pesta berakhir, Lisa mengeluh sambil menangis kepada Alex dan Ferdian. "Ayah, Kakak, aku dipermalukan dan kalian harus membalasnya untukku!" seru Lisa.Mendengar suara tangisan itu, Alex malah menamparnya dan berseru, "Siapa suruh kamu bertindak gegabah! Sudah menyinggung Jihan, tapi masih berani menangis di depanku!"Lisa langsung berhenti menangis, memandang Alex dengan tatapan tidak percaya dan bertanya, "Ayah, kenapa kamu memukulku?""Kalau nggak beri kamu pelajaran apa kamu akan mengingat hal ini? Kamu pikir kamu boleh menyinggung Jihan? Kamu pikir kamu boleh menampar teman wanita yang dibawa Rian? Yang satu berkuasa di Kota Aster, Yang satu lagi berkuasa di Kota Ostia. Kamu malah menyinggung dua orang itu sekaligus!"Raut wajah Alex sangat masam dan sekujur tubuhnya gemetar. Jika Ferdian tidak menghentikannya, Alex pasti akan memberi pelajaran yan
Jefri melihat melalui kaca spion ke arah Jihan, yang terlihat dingin dan jauh.Setelah ragu-ragu sejenak, Jefri akhirnya mengumpulkan keberanian untuk bertanya, "Kakak Jihan, kapan kamu akan menikah dengan Winata?"Jefri selalu merasa bahwa begitu Jihan dan Winata menikah, semuanya akan beres dan dia tidak perlu khawatir lagi.Jihan tersenyum, tetapi senyuman itu terlihat palsu. "Kamu juga berharap aku menikahinya?" tanya Jihan.Jefri menggelengkan kepalanya tanpa sadar dan berkata, "Aku nggak berharap, tapi ...."'Tapi nggak mungkin, 'kan?'Saat Jefri sedang memikirkan apa yang harus dia katakan, Jihan tiba-tiba berkata pelan, "Aku akan menikahinya."Suaranya tidak ada emosi sama sekali, begitu dingin seperti robot tak berperasaan.Jefri mendesah kuat di dalam hatinya. 'Kak Jihan sepertinya tidak pernah terlihat bahagia ....'Rian mengantar Wina pulang.Sebelum Wina turun dari mobil, Rian memberinya salep sambil berkata, "Ini akan mengurangi pembengkakannya."Wina berterima kasih pada
Saat terbangun, Wina merasa konyol bahwa dia bermimpi seperti itu.Wina menyentuh wajahnya yang memerah dan bibirnya terasa hangat.'Pasti karena aku nggak sengaja mencium pipinya kemarin, jadi aku memimpikan hal memalukan seperti itu.''Bersamanya selama lima tahun, aku selalu dirasuki olehnya dan sudah terbiasa dengan sentuhannya.''Sekarang aku mungkin belum terbiasa dengan ketidakhadirannya, tapi pasti akan menjadi lebih baik seiring berjalannya waktu.'Saat Wina menghibur dirinya sendiri, panggilan dari Rian tiba-tiba masuk.Wina pun mengangkat dan bertanya, "Pak Rian, apa ada yang perlu aku lakukan?"Rian merasa sedikit tidak nyaman mendengar nada bicara Wina yang begitu profesional.Namun, dia segera menjawab, "Nona Wina, Fariz nggak ada di kantor hari ini. Jadi, tolong temani aku ke rapat penawaran."'Fariz yang selalu lengket dengan Rian itu nggak ada di sampingnya?'Wina sedikit kebingungan, tetapi tetap mengiakan.'Segera setelah rapat penawaran berakhir, Rian harus kembali
Rian mendorong dengan lembut Wina yang sedang melamun sambil menatap gedung-gedung di depannya."Nona Wina, ikut aku."Wina sadar dari lamunannya, mengikuti Rian masuk ke salah satu gedung yang terlihat seperti melayang.Sistem keamanan Grup Lionel sangat ketat. Orang luar harus memverifikasi identitas mereka sebelum masuk, jika tidak, pintu tidak akan terbuka.Saat mereka sedang memverifikasi identitas mereka satu per satu, Winata tiba bersama sekelompok eksekutif.Winata menyapa Rian, lalu melihat ke Wina yang berada di belakang Rian."Pak Rian, apakah kamu keberatan kalau aku minta waktu Wina sebentar?""Nona Wina adalah karyawan perusahaanmu, kenapa aku akan keberatan?"Rian tidak menyukai ucapan Winata yang terkesan sopan, tetapi ada sarkastiknya. Hal ini membuat Rian merasa tidak nyaman.Wina adalah karyawan Grup Nizari, jadi dia tidak punya hak untuk mengatakan apa pun."Aku tunggu kamu di dalam." Setelah mengatakan ini kepada Wina, Rian memimpin karyawan Grup Gerad-nya masuk ke
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je