Wina menatap Jihan dengan tatapan kosong. Untuk sesaat dia tidak tahu harus menjawab apa.Namun, mengetahui Jihan sudah menoleransinya begitu lama, setidaknya dia harus memberi Jihan penjelasan.Wina ragu-ragu sejenak, lalu berkata dengan datar, "Ivan Senio ... adalah orang yang pernah berjanji akan bersamaku seumur hidup."Jihan melihat Wina yang perlahan terlihat sedih, seakan teringat kenangan masa lalu.Ekspresi Jihan tiba-tiba berubah dingin dan berkata, "Sepertinya kamu sangat mencintainya."Wina kembali sadar dan berkata dengan datar, "Dulu aku sangat mencintainya.""Sekarang?" tanya Jihan dengan dingin."Sekarang?"Saat Wina memandang Jihan, yang sedang mengatupkan bibirnya, dia sungguh ingin menjawab "sekarang aku mencintaimu".Namun, Wina tidak memiliki keberanian untuk mengatakan itu. Dia juga tidak memenuhi syarat untuk mengatakan itu. Dia tidak bersih lagi. Tidak peduli betapa dia mencintainya, dia tidak lagi layak untuknya.Wina mengepalkan tangannya, tersenyum dan berkat
Setelah alarm berbunyi cukup lama, Wina baru samar-sama mendengar suara alarm setelah berbunyi cukup lama. Perlahan-lahan Wina membuka matanya.Wina mengambil ponselnya. Jam sembilan pagi. 'Bagus, bukan lagi jam empat atau lima sore.'Jam kerja di Perusahaan Krisan mulai pukul sepuluh, jadi dia masih punya waktu.Setelah bangun, mandi sebentar, Wina selesai bersiap-siap dan pergi ke kantor.Karena Hani memintanya untuk langsung menyerahkan pekerjaannya, Wina langsung pergi ke lantai paling atas perusahaan.Wina mengetuk pintu ruang kantor Hani dan berkata, "Kak Hani, aku datang untuk penyerahan pekerjaanku."Ekspresi Hani sedikit berubah saat melihat yang datang adalah Wina. "Masuk," ujarnya.Wina berjalan ke meja Hani dan bertanya dengan hormat: "Saudari Hani, Yuna tidak bersedia mengambil alih pekerjaan saya. Kepada siapa saya harus menyerahkan pekerjaan saya?"Hani teringat apa yang dikatakan Winata padanya kemarin, lalu berkata dengan tidak enak hati, "Wina, kamu sudah bekerja di s
Maksud dari perkataan Winata adalah jika ingin menikah dengan pria kaya raya, tidak cukup hanya mengandalkan paras, tapi harus memiliki latar belakang yang setara. Jika tidak setara, setidaknya harus memiliki akademis yang luar biasa.Winata tidak hanya cantik, tetapi juga cerdas. Dia tidak menggunakan kata-kata kasar untuk menghina orang lain.Wina mengepalkan tangannya dan berkata dengan suara dingin, "Bu Wina, saya ingin menikah dengan pria kaya atau nggak dengan saya ingin mengundurkan diri adalah dua hal yang berbeda. Meskipun Anda adalah atasan saya, Anda nggak berhak mencampuri urusan pribadi saya, 'kan?"Winata tidak menyangka Wina akan berani mengatainya sudah ikut campur urusan pribadi orang lain. Ekspresinya seketika menjadi masam dan berkata, "Tentu saja nggak berhak. Aku hanya berbaik hati mengingatkanmu. Jangan melepaskan kesempatan bekerja hanya untuk hal seperti itu. Kalau nanti menyesal, jangan kembali ke sini sambil menangis."Wina tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia b
Wina perlahan berbalik, menatap Winata yang sedang bersandar di kursi kantor dan terlihat arogan.Keelokan Winata yang bagaikan bunga membuat Wina terlihat seperti rumput liar.Wina tidak pernah merasa berkecil hati seperti sekarang ini.Dirinya sekarang ibarat diinjak-injak oleh orang dan seberapa berusaha dia mencoba berdiri, hasilnya sia-sia.Karena dia tidak memiliki latar belakang, status dan kekuatan. Dia hanyalah orang biasa yang tidak kompeten.Oleh karena itu, dia bisa diancam, diinjak-injak dan diintimidasi oleh orang lain sesuka hati.Wina menyerah melawan takdirnya dan langsung bertanya pada Winata, "Apa yang kamu ingin aku lakukan agar menyetujui pengunduranku?"Wina sebelumnya meminjam 400 juta. Enam kali lipat, berarti 2.4 miliar. Dia tidak mampu membayar ganti rugi sebanyak itu, jadi hanya bisa pasrah mengikuti keinginan Winata.Melihat Wina tahu diri, sikap Winata menjadi lebih arogan dan berkata, "Gampang. Kamu hanya perlu menjamu Pak Rian dengan baik. Setelah dia kem
Ketika Yuna mendengar kata "asam sulfat", dia menggigil ketakutan. Bahkan kata-kata yang ingin dia ucapkan tersangkut di tenggorokannya.Wina membuang muka, menoleh ke arah Rina, yang meringkuk di samping dan tidak berani mengatakan sepatah kata pun, lalu berkata, "Apa benda itu berguna atau nggak? Kamu yang sudah bersama begitu banyak lelaki tua. Apa kamu nggak tahu? Kamu masih berani memfitnahku?"Rina tidak menyangka Wina akan mengungkapkan rahasianya di depan umum. Dia langsung menjadi marah, "Apa maksudmu?"Wina menatapnya dengan tatapan dingin dan berkata, "Yuna sudah memberi tahu semua orang tentang kemampuanmu ini. Seharusnya kamu tahu apa maksudku, 'kan?"Rina menoleh dan menatap Yuna dengan wajah tidak percaya dan berseru "Aku menganggapmu sebagai teman! Kenapa kamu mengkhianatiku?"Yuna tidak menyangka bahwa Wina, yang biasanya menahan amarahnya, akan mengungkapkan masalah pribadi Rina di depan banyak orang.Yuna sangat marah, dia melangkah maju dan ingin menampar Wina denga
Wina menarik napas dalam-dalam, mengeluarkan ponselnya dan menelepon Rian.Wina mendapatkan nomor kontaknya saat bertanya kepada asistennya waktu itu.Setelah panggilan tersambung, terdengar suara Rian yang mantap."Nona Wina, ada apa?"Wina tertegun sejenak. 'Kenapa Rian bisa tahu aku yang telepon?'"Aku menyimpan nomormu kemarin."Sekan tahu Wina terkejut, Rian menjelaskan dengan singkat.Wina tidak menanyakan alasan dan langsung tujuan dia menelepon, "Pak Rian, begini, Bu Winata memintaku untuk menjamu kamu atas nama Grup Nizari selama kamu berada di sini. Apa ada yang kamu perlukan?""Menjamuku?" Rian agak terkejut."Ya," jawab Wina tanpa malu.Jangankan Rian akan terkejut ketika mendengar permintaannya itu, Wina sendiri bahkan merasa hal ini sangat absurd.Setelah terdiam sejenak, Rian seperti mengerti apa yang terjadi dan berkata, "Aku datang ke Kota Aster untuk perjalanan bisnis. Kebetulan aku nggak bawa asisten pribadi. Gimana kalau Nona Wina gantikan tugasnya?"Wina mengira Ri
Setelah bertanya di resepsionis, Wina pergi ke kantor CEO.Rian mengusap keningnya, tampak kelelahan.Pada saat itu, Wina mengetuk pintu dan berkata, "Pak Rian."Rian menengadah, meliriknya dan berkata, "Kamu sudah datang."Wina mengangguk, menghampirinya dan bertanya, "Apakah Pak Rian membutuhkanku untuk mempersiapkan sesuatu?"Biasanya, saat menjamu mitra bisnis Grup Nizari, Wina langsung mengurus apa yang mereka makan dan mengantar ke tempat hiburan untuk menyenangkan mereka.Namun, Rian memintanya menjadi asisten pribadi, jadi dia harus bertanya kepada Rian terlebih dahulu.Rian menurunkan tangan yang mengusap pelipisnya dan berkata dengan ramah, "Nggak ada. Nanti bantu aku buatkan kopi saat rapat saja.""Baik," jawab Wina.Selesai berbicara, Wina pun pergi. Rian melihatnya berjalan keluar dan perlahan-perlahan melamun.Rian merasa punggung Wina terasa tidak asing. Seakan dia dulu pernah melihatnya berkali-kali.Nggak ingat. Ukh, kepalaku sakit....'Rian menggeleng-geleng, lalu men
Rian mengabaikan reaksi semua orang, mengangkat dagunya ke arah eksekutif yang memberi laporan dan berkata, "Lanjutkan."Eksekutif itu tidak punya pilihan selain melanjutkan. Namun, dia tidak menyebut informasi penting karena takut Wina akan mencurinya.Melihat situasi ini, Wina tidak bisa menyela lagi dan duduk di sebelah Rian.Setelah rapat selesai, Wina mengejar Rian dan bertanya, "Kenapa kamu suruh aku ikut dengar?"Rian menunduk, melihat ke Wina, yang pendek sekepala darinya, lalu menjawab dengan ramah, "Kulihat kamu seperti mendambakannya, jadi aku membiarkanmu mendengar."Wina tertegun sejenak, dia tidak menyangka hal itu terjadi karena alasan ini."Apa ... kamu nggak takut aku memberi informasi penting ke Bu Winata?""Nggak ada yang penting dari data itu, selain itu ...."Rian berhenti sejenak, lalu mendadak tersenyum dan berkata, "Aku percaya padamu."Senyuman Rian sama seperti sebelumnya, bersih, jernih dan cerah.Seolah-olah dia masih Ivan, bukan Rian yang menghancurkan jant