Srek , , , Srek , , , Srek , , ,Suara sobekan lembar berkas mengisi keheningan di tengah ruang rapat. Semua peserta tampak tertegun dengan hati gelisah. Pasalnya, hal itu menandakan bahwa CEO mereka tidak puas dengan hasil laporan rapat yang biasa mereka laporkan.Brak ...Suara gebrakan meja rapat dan udara dingin dari seorang perempuan muda membuat semua orang terkejut. "Dasar tidak becus! Apa yang kalian kerjakan, semunya sampah!" bentaknya dengan suara yang penuh amarah."Maaf, Miss. Kami akan segera menjelaskan keadaan seperti ini tidak akan terjadi lagi," kata laki-laki berjas hitam yang menjabat sebagai kepala keuangan dengan nada memelas."Ta-," ucapan kepala keuangan terhenti ketika melihat gestur tangan CEO yang mengisyaratkan untuk diam."Kalian bisa meninggalkan ruangan sekarang. Bereskan pekerjaan kalian, dan pesangon akan segera disampaikan dalam waktu kurang dari 24 jam. Terima kasih untuk dedikasi di Atmaja Company," kata sekretaris CEO dengan nada dingin.Kepala keua
Axela melangkah masuk ke dalam mansion megah itu, disambut oleh para maids yang membungkuk hormat. Dia memperbaiki mereka dan mempercepat langkahnya menuju ruang makan untuk bertemu kakaknya.Saat tiba di ruang makan, Jennie melihat kedua orang tuanya dan kakaknya menyambut kedatangannya dengan senyuman hangat. "Kemari, bergabunglah makan siang dengan kami, miss Xela."kata laki-laki tua yang di panggil Axela dengan sebutan kakek.Axela duduk dan berbincang makan siang dengan kakek serta kedua orang tuanya."Ingin makan apa, Nona Muda?" tanya maid yang berdiri di samping Axela."Pasta dan beberapa potong daging," jawab Axela sambil memperhatikan hidangan-hidangan yang tersedia di meja.Maid itu mengambilkan makan siang untuk Axela.Mereka menaruhnya di depannya, dan mengisi gelasnya dengan air putih. Kemudian, dia melangkah mundur."Selamat makan!" seru Kakek dengan semangat.Mereka mulai menikmati makanan yang lezat itu. Di tengah-tengah makan, Kakek menghentikan aktivitas makannya
"Tumben sekali menghubungi lebih dari tiga kali, sepertinya ada yang tidak beres," gumam Bianca, baru tiba di apartemennya setelah pulang berbelanja dengan blackcard Axela.Drtt... drtt... drtt..."Tak butuh waktu lama, panggilan telepon segera diangkat."Bianca: Halo, Miss Xela. Ada yang bisa sekretaris Bianca bantu(tawanya meledek sahabatnya)Jennie: (menghela napas panjang) Bi, aku sedang tidak mood meladeni ledekanmu. Aku tunggu di young cafe, tidak lebih dari 30 menit.Tut...Panggilan diakhiri sepihak oleh Axela."Yakh! Huh, manusia satu ini," gumam Bianca sambil berjalan mengambil kunci mobil. "Baru saja kerasukan jin baik, sekarang sudah kembali menjadi iblis," keluhnya.Young Cafe adalah tempat favorit Axela dan Bianca untuk melepaskan stres dari tekanan pekerjaan. Bianca sudah tiba lebih dulu dari Axela yang datang lima menit kemudian.Srek...Axela meletakkan foto kusut di depan Bianca."Apa ini?" Bianca menatap bingung antara foto kusut dan Axela"Bukalah," titah Axela sam
Ting ...Pesan masuk ke dalam ponsel Axela yang sedang merias wajahnya. Matanya melirik sekilas ke arah layar, dan dia melihat pesan itu berasal dari Alex, orang kepercayaannya Kakeknya. Jantungnya berdegup sedikit lebih cepat, penasaran dengan apa yang akan dia temukan.Axela meletakkan lipstik di tempat semula, lalu bercermin sekali lagi untuk memastikan tampilannya sudah sempurna. Setelah merasa puas, dia menarik napas dalam-dalam dan membuka pesan tersebut.Isi pesan yang dikirim Alex berupa biodata singkat calon suami Axela.(Andra Abimanyu, usia 22 tahun. Anak tunggal, yatim-piatu, pekerjaan part-time; pengantar makanan, pekerja cafe. Mahasiswa semester 7 Atmaja Universitas, jurusan hukum).Axela membaca biodata itu dengan seksama, alisnya sedikit terangkat. Yatim-piatu? Pekerjaan part-time? Apa yang sedang direncanakan Kakek? Pikiran Axela berkecamuk, menimbulkan campuran antara penasaran dan khawatir.Tak ingin menunggu lebih lama lagi, Axela langsung menelpon sekretarisnya.
Axela berjalan terburu-buru di lorong kampus, mengabaikan banyak pasangan mata yang menatapnya dengan nada menyebalkan panggilan dari sahabatnya.“Axela …” panggil Bianca berulang kali, berusaha keras menyamai langkah Axela yang semakin cepat.Axela terus berjalan menuju mobil, mengabaikan pertanyaan sahabatnya. Banyak pertanyaan memenuhiKepalanya.calon suaminya, benar-benar bisu? Kenapa Kakeknya ingin Axela menikahi laki-laki bisu itu? Apa istimewanya laki-laki itu? Pertanyaan-pertanyaan itu berputar tanpa henti di benaknya, hingga tepukan di bahu dari Bianca menyadarkannya.“Huft …,” Bianca mengatur napas yang tersengal-sengal setelah mengejar Axela, “Apa yang terjadi? Kenapa kau meninggalkan dia begitu saja?” tanyanya, khawatir.“Kita bicara di dalam, Bi.”Klik …Bianca membuka pintu mobil dengan remote. Axela masuk ke dalam mobil dan menyandarkan tubuhnya dengan kasar di kursi. Bianca ikut masuk dan duduk di kursi sebelahnya.Dia menyentuh bahu sahabatnya yang terlihat sangat seri
" Apa yang harus aku lakukan,Bi?" tanya Axela ,duduk di atas meja kerja dalam ruangannya sambil meneguk minuman beralkohol yang selalu tersedia di sana. Bianca merasa kasihan melihat sahabatnya tampak begitu putus asa. Pukul 10 pagi ini,Axela sudah mulai mengonsumsi alkohol,sesuatu yang tidak biasa bagi sahabatnya yang biasanya tengah sibuk dengan tumpukan pekerjaan. Bianca mendekati Axela dengan penuh perhatian."Xel,ini bukan cara yang baik untuk mengatasi semuanya,"katanya lembut, mencoba mencapai hati sahabatnya yang sedang kesulitan. Axela menatap Bianca dengan mata yang terlihat kosong dan penuh dengan beban pikiran "Aku tidak tau lagi,Bi. semuanya begitu rumit,"ujarnya dengan suara yang bergetar, cobaann yang nyata. Bianca duduk di sebelah Axela, menempatkan tangannya di punggung sahabatnya dengan lembut."Axela,aku tahu ini sangat sulit untuk bagimu.Tapi, bagaimana jika kita melihat situasi ini dari sudut pandang berbeda?"katanya dengan hati-hati. Axela menoleh keara
Axela dan Bianca duduk di sofa sederhana dalam rumah Andra. Pandangan mereka menelusuri setiap sudut ruangan, mencoba memahami kehidupan laki-laki yang begitu berbeda dengan mereka. Tidak ada barang-barang mewah, hanya ada beberapa perabotan biasa yang menunjukkan kesederhanaan hidup Liam. Setelah beberapa waktu, Andra muncul kembali dari dapur. Wajahnya masih menunjukkan sisa-sisa kelelahan dan luka yang belum sepenuhnya pulih. Dia membawa tiga kotak susu cokelat, satu-satunya yang bisa dia tawarkan sebagai jamuan untuk tamunya. Dengan senyum yang penuh ketulusan, dia memberikan satu kotak susu kepada Axela dan satu lagi kepada Bianca. "Maaf, hanya ini yang aku punya, "kata Andra dengan memberikan selembar kertas Bianca tertegun melihat cara Andra berkomunikasi. Calon suami sahabatnya itu benar-benar bisu, tidak bisa berbicara. Axela mengabaikan hal itu dan menatap Liam dengan serius. "Menikahlah denganku!" pintanya dengan tegas. Andra menatap Axela dengan tatapan penuh kebi
Pagi itu, Andra berjalan di trotoar menuju halte bus. Dia akan pergi ke kampus, seperti biasanya, menggunakan bus. Agenda hari ini adalah menghabiskan waktu di perpustakaan untuk menyelesaikan tugas akhirnya. Meskipun masih ada bekas memar dan satu plester di keningnya akibat bully yang diterimanya, senyum kecil merekah di wajah Andra. Saat duduk di dalam bus,Andra merasa sedikit tenang, terlepas dari semua yang telah dia alami. Dia menatap jendela, melihat pemandangan kota yang bergerak perlahan. Dalam hatinya, dia mencoba menyemangati diri sendiri, membisikkan kata-kata positif yang memberinya kekuatan. "Semangat, Andra! Hari ini akan menjadi hari baik untukmu!" gumamnya pelan, hampir seperti doa yang penuh harapan. Hatinya terasa hangat setelah melakukan hal itu, seperti secercah cahaya di tengah kegelapan.Bus terus melaju, membawa Andra semakin dekat ke kampus. Dia menghembuskan napas panjang, mempersiapkan dirinya untuk hari yang baru.***
Chup... Chup... Chup...Axela mencium bibirsuaminya yang masih terlelap. Ciuman lembut itu mengganggu tidur Andra, membuatnya perlahan terbangun. "Selamat pagi," sapa Axela dengan lembut, senyum menghiasi wajahnya. Tangannya masih memeluk tubuh suaminya dengan erat.Andra yang mendengar suara istrinya, wanita yang paling tidak ia suka, langsung ingin menjauh. Ia lupa tangannya tergips, dan gerakannya menimbulkan rasa nyeri yang luar biasa. "Diamlah, jangan banyak gerak.Tanganmu bisa-bisa akan lama sembuhnya," Axela menegur dengan lembut, masih memeluk tubuh suaminya."Itu ada MacBook keluaran terbaru dan paling canggih. Kau bisa menggunakannya untuk kebutuhanmu, terutama untuk kuliahmu. MacBook itu milikmu, aku juga membeli semua aksesorisnya. Kau tinggal menggunakannya saja,' " jelas Axela, menghirup aroma tubuh suaminya, merasa nyaman dalam pelukannya.Andra membuang napas perlahan, merasa tidak suka dengan sikap bossy dan pemaksaan Axela. "Apa yang kau inginkan, nenek lampir?
"Serius kamu?" tanya Jiang yang sudah berdiri di sisi pintu masuk mobilnya dengan Andra di sampingnya.Andra menganggukkan kepala dan membalas dengan gerakan tangan, "Aku serius, Nona. Aku masih ada urusan di sekitar sini. Kamu kembalilah dengan selamat tanpa kekurangan apapun. Aku akan kembali dengan keadaan baik juga. Jangan khawatirkan pangeran tampanmu ini."Andra membuka pintu mobil untuk mempersilakan sahabatnya masuk. Jiang, dengan berat hati, masuk ke dalam mobil, tak tega berpisah dengan sahabatnya yang tangan tergips. "Aku temani ya," tawar Jiang, tak sanggup meninggalkan Andra sendirian.Andra menggelengkan kepala sambil memasang seat belt untuk Jiang. Saat itu, Jiang menahan sekuat tenaga agar Andra tidak bisa mendengar suara detak jantungnya yang berdebar kencang. Bagaimana tidak, posisi mereka sangat dekat, dan Jiang bisa menghirup aroma tubuh sahabatnya.Andra , dengan tenang, gerakan tangan, "Pulang sekarang. Eommamu sudah menunggu di rumah. Dia tidak sabar untuk me
Pagi hari jam 6, Axela terbangun lebih dulu dari suaminya. Senyum hangat menghiasi wajahnya saat melihat mereka berdua tidur berpelukan. Lebih tepatnya, suaminya yang memeluk tubuhnya erat, menyembunyikan wajahnya di dada Axela . Dengan lembut, Axela mencium kening suaminya yang kini tidak lagi terasa panas. "Syukurlah,demamnya sudah reda," batinnya lega. Tangannya mengusap lembut rambut suaminya. "Kau terlihat begitu menggemaskan saat sedang tidur," bisiknya pelan, tidak ingin mengganggu tidurnya.Setelah beberapa saat menikmati momen tersebut, Axela tahu dia harus bersiap-siap untuk bekerja. Dengan hati-hati, dia melepaskan pelukan Andra dan menggantinya dengan guling sebagai pengganti dirinya. Dia beranjak dari tempat tidur,berusaha sepelan mungkin agar tidak membangunkan suaminya.Sebelum masuk kamar mandi, Axela lebih dulu memesan ponsel terbaru untuk suaminya. Dia tahu, ponsel Andra mati total karena terkena hujan semalam. Setelah memesan dan menyelesaikan pembayaran, Axela
Andra keluar dari kamar mandi dengan rambut basah dan handuk melilit di pinggangnya. Axela yang sedang bermain ponsel segera menoleh dan berkata, "Kemari, aku bantu pakai baju dan mengeringkan rambut," suaranya lembut. Ia menaruh ponselnya di atas tempat tidur dan mengambil celana dalam suaminya untuk dipakaikan lebih dulu.Andra menghela napas dan melangkah menuju istrinya." Jangan malu, kita sudah berbuat lebih dari sekadar melihat satu sama lain," tangannya perlahan membuka lilitan handuk dan terpampang jelas benda pusakan suaminya yang memberikan dia kenikmatan. Dengan jahilnya, dia menyentuh itu dengan gerakan pelan dan berkata, "Kamu sangat imut jika sedang tidur seperti ini, tapi sangat buas jika sudah beraksi," godanya.Andra menjauhkan diri dari Axela, merasa tidak nyaman dengan gejolak yang timbul dalam dirinya. Axela tertawa kecil melihat reaksinya. " Hahaha..., takut kembali berbuat lebih?" Dia memakaikan celana dalam pada suaminya, diikuti celana dasar hitam yang sudah i
Waktu terus berjalan, tidak terasa sudah masuk jam makan siang. Perlahan, Andra dan Axela mulai membuka mata bersamaan. Axela bersikap biasa saja sedangkan Andra terlihat sangat syok, dia melepaskan pelukannya dari tubuh telanjang Axela . Mereka sama-sama telanjang di bawah selimut yang menutupi lekuk tubuh mereka.Axela tersenyum sinis, "Kenapa, terkejut dengan apa yang terjadi?" tanyanya dengan suara serak karena baru bangun tidur.Andra mengabaikan perkataan Axela, dia melihat ke dalam selimut dan matanya membulat sempurna saat menyadari mereka berdua telanjang. Tangan Axela mengelus dada Andra . "Jangan berpura-pura polos. Kita baru saja melakukannya lagi," katanya dengan nada menggoda.Spontan Andra menyingkirkan tangan Axela dari tubuhnya. Axela keluar dari dalam selimut dengan menahan rasa perih di bagian bawahnya, mengabaikan tatapan Andra yang menatap tubuh telanjangnya. Axela dengan santainya mulai mengenakan kembali pakaiannya. "Bersiaplah, malam ini kau akan tingga
21 +++Bianca tiba di perusahaan dengan langkah cepat, memasuki lift dan menuju lantai di mana ruangan CEO berada. Pikirannya terus melayang ke pertanyaan yang menghantuinya, "Kenapa Axela memberikan kartu ATM itu langsung pada Andra ?" Pertanyaan itu terus berputar di kepalanya tanpa henti. Saat pintu lift terbukadengan bunyi ding, Bianca segera keluar dan berjalan cepat menuju ruang kerja Axela . Ketika dia membuka pintu, ruangan itu kosong. Axela tidak ada di sana. "Ke mana dia?" gumam Bianca, merasa cemas dan bingung. Dia masuk lebih dalam ke ruangan, mencari sahabatnya di kamar yang ada di dalam ruang kerja itu, tapi Axela juga tidak ada di sana. Bianca segera mengambil telepon dan menelepon pihak lobi untuk menanyakan keberadaan Axela . Bianca : Ke mana perginya Miss Xela?. Karyawati: Miss Xela keluar dengan terburu-buru dua puluh menit lalu, Miss. Miss Xela tidak memberitahu ingin pergi ke mana. Bianca memutuskan panggilan telepon dan meraih ponselnya dari dalam tas,
Pagi hari di rumah sederhana yang ditempati Andra, laki-laki itu sudah rapi dengan pakaian untuk pergi ke kampus. Sebelum berangkat, dia menyempatkan diri untuk makan roti yang dia beli untuk dimakan saat pagi hari sebelum memulai aktivitas. Andra duduk di kursi ruang tamu dengan roti di tangan kiri dan tangan kanan membuka tiap lembar buku yang dia baca. Sedang asyik dengan yang dia lakukan, tiba-tiba pintunya diketuk dengan kuat dan cepat. Andra menghentikan makannya dan buru-buru keluar untuk melihat siapa yang mengganggu waktu tenangnya. Klik... Begitu pintu dibuka, pandangan Andra langsung bertemu dengan istrinya yang menatapnya dengan dingin. Axela masuk begitu saja kedalam rumah Andra dengan pakaian kantornya. Andra mengikuti Axela dari belakang, bertanya-tanya apa yang ingin dilakukan wanita itu pagi ini di rumahnya. "Aku ingin kau berjarak dengan wanita gatal itu!" kata Axela dengan tegas, duduk di kursi ruang tamu Andra sambil membuka kacamata hitamnya. Andra me
Pagi itu, sinar matahari pagi masuk melalui jendela kamar Andra, membangunkannya dengan lembut. Hari ini adalah hari libur, tapi bagi Andra, itu berarti sepuluh jam kerja di kafe dari jam 8 pagi hingga 6 sore. Dia menikmati rutinitasnya, meskipun kadang melelahkan. Setelah bangun dan merapikan tempat tidur,Andra mengganti pakaian olahraga dan keluar untuk berlari santai di sekitar kompleks tempat tinggalnya.Lari pagi adalah kebiasaan yang selalu membuatnya merasa segar dan siap menghadapi hari. Napasnya yang teratur, suara langkah kakinya di trotoar, serta pemandangan pagi yang damai memberikan kedamaian tersendiri. Setelah sekitar setengah jam, Andra kembali ke rumah dengan keringat membasahi tubuhnya.Setelah mandi air dingin yang menyegarkan, Andra mengenakan seragam kerjanya yang rapi. Sambil bercermin, dia memikirkan tugas-tugas yang menantinya di kafe. Semoga hari ini tidak terlalu sibuk, "gumamnya dengan senyum tipis di wajahnya. "Pukul 7:30 pagi, Andra mengambil tas kerja
"Dia sangat cerdas!" senyum merekah di wajah Kakek saat mobil yang dikendarai Alex meninggalkan parkiran apartemen cucunya, Axela. Raut wajahnya penuh kebanggaan yang sulit disembunyikan."Tuan, apa benar Tuan Muda melakukan hal itu pada Nona Muda?" tanya Alex, fokus pada jalan di depannya.Kakek tertawa pelan, suaranya menggema lembut di dalam mobil. "Hahaha... Andra tidak akan melakukan hal seperti itu. Ini semua pasti jebakan yang dilakukan Nona Mudamu itu pada Tuan Mudamu. Ingat, Nona Mudamu sangat ambisius. Dia tidak mungkin melepaskan apa yang sudah dia usahakan begitu saja. Dia akan melakukan apa pun demi mencapai ambisinya. Entah itu dengan cara yang baik atau cara yang gila sekalipun."Alex mengangguk,memahami maksud Kakek." Lalu bagaimana dengan misi selanjutnya, Tuan?" tanyanya, suaranya terdengar penuh perhatian dan khawatir."Berikan mereka waktu satu minggu bersama dengan ketenangan," kata Kakek dengan tenang, menatap keluar jendela, pandangannya jauh menembus malam. "Set