Beranda / Pernikahan / PRIA BISU ITU SUAMIKU / Bab 5 Apa Alasannya?

Share

Bab 5 Apa Alasannya?

Axela berjalan terburu-buru di lorong kampus, mengabaikan banyak pasangan mata yang menatapnya dengan nada menyebalkan panggilan dari sahabatnya.

“Axela …” panggil Bianca berulang kali, berusaha keras menyamai langkah Axela yang semakin cepat.

Axela terus berjalan menuju mobil, mengabaikan pertanyaan sahabatnya. Banyak pertanyaan memenuhiKepalanya.calon suaminya, benar-benar bisu? Kenapa Kakeknya ingin Axela menikahi laki-laki bisu itu? Apa istimewanya laki-laki itu? Pertanyaan-pertanyaan itu berputar tanpa henti di benaknya, hingga tepukan di bahu dari Bianca menyadarkannya.

“Huft …,” Bianca mengatur napas yang tersengal-sengal setelah mengejar Axela, “Apa yang terjadi? Kenapa kau meninggalkan dia begitu saja?” tanyanya, khawatir.

“Kita bicara di dalam, Bi.”

Klik …

Bianca membuka pintu mobil dengan remote. Axela masuk ke dalam mobil dan menyandarkan tubuhnya dengan kasar di kursi. Bianca ikut masuk dan duduk di kursi sebelahnya.

Dia menyentuh bahu sahabatnya yang terlihat sangat serius. “Apa yang terjadi, Xel?” tanyanya lembut.

Axela menghela napas kasar dan menatap sahabatnya dalam-dalam. “Dia bisu, Bi!”

Bianca terkejut mendengar jawaban Axela, “Bisu? Tidak bisa bicara?” tanyanya memastikan.

Axela menganggukkan kepala pelan, “Ya, dia bisu. Tidak bisa bicara. Dia cacat. Kenapa Kakek ingin aku menikahinya? Apa istimewanya dia?” Wajahnya menunjukkan keputusan yang mendalam.

Bianca terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Dia mengusap lengan Axela dengan lembut, mencoba menghibur sahabatnya. “Kau harus menanyakan hal itu langsung pada kakek,"

Axela merenung beberapa saat, memikirkan saran dari sahabatnya. Akhirnya, dia mengangguk dan berkata tegas, “Ayo, temui Kakek!” ajaknya sambil menggenggam sabuk pengaman.

Bianca tak punya pilihan lain selain memenuhi permintaan sahabatnya itu. Dia mengemudikan mobil menuju mansion Kakek, dengan perasaan campur aduk antara kekhawatiran dan harapan.

Bahwa segala sesuatunya akan menjadi lebih jelas.

Di sepanjang perjalanan, suasana dalam mobil dipenuhi keheningan. Axela terus memandang keluar jendela, berusaha menenangkan

Kegelisahan yang menguasainya, sementara Bianca sesekali melirik sahabatnya dengan cemas, berharap pria bisa memberikan kekuatan melalui kebersamaan.

***

Sementara itu, di halaman belakang mansion, seorang laki-laki tua sedang menikmati angin pagi yang menyejukkan. Aroma kopi dan kicauan burung memberikan ketenangan, menyegarkan hatinya.

“Tuan, Nona Muda baru,

Saja bertemu dengannya,” kata orang kepercayaan laki-laki tua itu dengan nada penuh hormat.

Laki-laki tua itu menyeruput kopinya perlahan, sementara pikirannya tetap penuh pemikiran. “Dalam beberapa menit ke sini, dia akan tiba di sini. Minta maid menyiapkan Cemilan kesukaan cucuku,” tuturnya lembut namun tegas.

sementara laki-laki tua itukembali menikmati kegiatan paginya, matanya menjelajahi lapangan hijau yang luas, mengenang masa-masa indah bersama cucunya yang kini sedang dilanda kebingungan.

“Siapkan camilan kesukaan Nona Muda dan letakkan di sana belakangan sebelum dia tiba,” kata orang kepercayaan kepada kepala maid dengan nada mendesak.

“Baik, tuan,” jawab kepala maid tanpa ragu, segera menuju dapur untuk mempersiapkan perintah tersebut.

Kembali di halaman belakang, laki-laki tua itu menghirup aroma kopi dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. Ia tahu, konfrontasi dengan cucunya tidak akan mudah. Ia mengerti kebingungan dan kecemasan yang dirasakan cucunya.

***

Axela dan Bianca tiba di mansion Kakek, disambut oleh para maid yang membungkukkan tubuh dengan sopan. Kepala maid maju beberapa langkah, menunjukkan letak keberadaan.

Tuan Besar Atmaja."

"Selamat pagi, Nona Muda. Tuan Besar sedang berada di halaman belakang mansion," sapa Kepala maid dengan ramah.

Axela, "Tuan Besar sudah menunggu, Nona," dia kemudian menatap Bianca, "Maaf, Nona. Tuan Besar ingin berbincang dengan Nona Muda. Nona bisa masuk di dalam."

Bianca mengangguk, memberikan dukungan lewat tatapan mata kepada Axela, dan kemudian masuk ke dalam mansion, meninggalkan Axela yang melangkah mendekati Kakeknya yang sedang menikmati kopinya.

"Kemari, duduklah dan nikmati camilan kesukaanmu," ajak Kakek, menyambut.

---

Axela duduk di samping Kakeknya dan mengambil biskuit kesukaannya. Dia mulai memakan biskuit itu sambil menatap lapangan hijau yang membentang di depan matanya.

Klek …

Kakek meletakkan cangkir kopinya dengan lembut, “Kau masih ingat kenangan di lapangan ini?” Kakek menatapnya dan melanjutkan, “Di sini kita banyak menghabiskan waktu. Di sana,” Kakek menunjuk satu sudut diLapangan hijau, “kau jatuh dari sepeda dan menangis sangat kencang. Nenek datang membantumu dan memarahi Kakek, karena tidak membiarkan cucunya terluka. Padahal itu hanya luka kecil, tapi Nenek sangat khawatir, bahkan air matanya keluar saat mengobati luka di lututmu.”

Kakek tertawa kecil mengingat kenangan itu, lalu pandangannya menjadi serius, “Ah, Kakek jadi merindukan Nenekmu. Bagaimana denganmu, kau masih ingat kenangan itu? Kau merindukan Nenek?”

Axela terdiam sejenak, merenungi kata-kata Kakeknya. “Ya, Kek. Aku merindukan mendengar Nenek setiap hari. Kenangan-kenangan itu sangat berarti bagiku,” jawabnya dengan suara yang bergetar.

Kakek tersenyum lembut, menepuk tangan Axela dengan penuh kasih sayang. “Kau pasti ingin menanyakan sesuatu yang akan membuat kau memikirkan,” katanya dengan nada bijaksana.

Axela menatap Kakeknya dengan campuran emosi kebingungan, keputusan.

Kenapa aku harus menikahinya, Kakek? Dia bahkan tidak bisa bicara denganku. Bagaimana aku bisa menjalani hidup dengan seseorang yang tidak bisa berkomunikasi denganku?” tanyanya, suaranya penuh kebingungan.

Kakek menarik napas dalam-dalam, menatap cucunya dengan penuh cinta dan pengertian. “Axela, kau akan menemukan jalan seiring berjalannya waktu. Yang pasti, dia adalah laki-laki yang baik dan memiliki hati yang luar biasa. Kekurangannya bukan kelemahan, melainkan bagian dari keistimewaannya.”

Axela mengerutkan kening, masih tidak sepenuhnya memahami. “Tapi, bagaimana Kakek bisa yakin dia adalah orang yang tepat?”

Kakek tersenyum, kali ini dengan pandangan yang penuh kebijaksanaan. “Cinta dan pengertian tidak selalu diucapkan dari kata-kata, cucuku. Terkadang, bahasa hati lebih kuat daripada apapun yang bisa diucapkan. Buatlah dia berbicara dengan caramu sendiri. Temukan jalan untuk berkomunikasi dengannya, dan kau akan melihat betapa istimewanya dia.”

Axela terdiam, mencoba merenungkan kata-kata Kakeknya.

Dia bisa merasakan ada sesuatu yang mendalam di balik keputusan ini, sesuatu yang belum bisa dia pahami sepenuhnya.

***

“Apa alasan Kakek meminta Jennie menikahi laki-laki bisu itu?” tanya Bianca pada Alex.

Mereka duduk bersama di ruang tamu yang mewah, dikelilingi oleh cemilan yang disajikan dengan indah. Bianca menatap Alex, menunggu jawabannya.

Alex menghela napas Dalam, mencoba memilih kata-kata dengan hati-hati. ‘Maaf, Nona. Saya tidak tahu alasan Tuan Besar melakukan itu. Hanya Tuan Besar yang tahu alasannya,’” jawabnya dengan suara rendah, ekspresinya menunjukkan kekaguman dan rasa hormat yang mendalam pada Tuan Besar.

Bianca mengangguk, merenung sejenak. Dia tahu bahwa Alex adalah sosok yang setia dan menjaga rahasia keluarga dengan baik. Namun, rasa ingin tahunya dan kekhawatiran untuk sahabatnya membuat dia tidak bisa diam begitu saja.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status