" Apa yang harus aku lakukan,Bi?" tanya Axela ,duduk di atas meja kerja dalam ruangannya sambil meneguk minuman beralkohol yang selalu tersedia di sana.
Bianca merasa kasihan melihat sahabatnya tampak begitu putus asa. Pukul 10 pagi ini,Axela sudah mulai mengonsumsi alkohol,sesuatu yang tidak biasa bagi sahabatnya yang biasanya tengah sibuk dengan tumpukan pekerjaan. Bianca mendekati Axela dengan penuh perhatian."Xel,ini bukan cara yang baik untuk mengatasi semuanya,"katanya lembut, mencoba mencapai hati sahabatnya yang sedang kesulitan. Axela menatap Bianca dengan mata yang terlihat kosong dan penuh dengan beban pikiran "Aku tidak tau lagi,Bi. semuanya begitu rumit,"ujarnya dengan suara yang bergetar, cobaann yang nyata. Bianca duduk di sebelah Axela, menempatkan tangannya di punggung sahabatnya dengan lembut."Axela,aku tahu ini sangat sulit untuk bagimu.Tapi, bagaimana jika kita melihat situasi ini dari sudut pandang berbeda?"katanya dengan hati-hati. Axela menoleh kearah Bianca, ekspresinya campur aduk antara harapan dan keputusa."Apa maksud mu,Bi?" Bianca mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan."Kakek pasti memiliki alasan kuat mengapa dia ingin kau menikah laki-laki itu.mungkin kita bisa mencoba untuk memahami apa yang dia lihat dalam laki-laki itu."ucapnya mencoba membuka pikiran Axela. Axela menggelengkan kepalanya dengan frustasi yang terlihat jelas di wajahnya."Bagaimana aku bisa hidup dengan seseorang yang bahkan tidak bisa berbicara denganku? bagaimana kita berkomunikasi?Apa kata orang-orang diluar sana,Bi?CEO Atmaja Company menikah dengan laki-laki bisu!" desaknya dengan nada penuh keputusasaan. Bianca tersenyum lembut,mencoba menghibur dan memberikan pengertian kepada sahabatnya"Kita bisa mencari solusi,Xel.Bagaimana jika menerapkan perjanjian kontrak, seperti yang kamu katakan waktu itu ?kita bisa menerapkan aturan dan ekspektasi yang jelas dari awal,dalam hubungan pernikahan kalian.Misalnya,kalian tidak boleh ikut campur dalam urusan pribadi masing-masing,atau tidak boleh memberitahu siapapun status pernikahan kalian." Axela mengangkat kepalanya, mempertimbangkan kata-kata Bianca dengan serius,"Ide bagus,Bi."katanya tegas mencoba menemukan titik terang di tengah kegelapan yang dirasakannya. Bianca mengangguk mantap," Ya, sebuah perjanjian yang bisa memberikan kalian arah dan pemahaman yang jelas.kalian mengetahui batasan di antara kalian." Axela menarik napas dalam-dalam, merasakan sedikit cahaya harapan dalam kegelapan yang mengelilinginya."Baiklah,mari kita temui kembali si bisu,"ucapnya akhirnya, dengan suara yang penuh pertimbangan. Bianca tersenyum lega,merasa sedikit lega bahwa Axela mulai membuka hatinya pada kemungkinan baru ini."kita akan menemuinya di sore hari nanti,"Ucapnya mantap. Axela mengangkat satu alisnya,"kenapa harus menunggu sore hari?kenapa tidak sekarang saja?" Bianca menggelengkan kepala perlahan,"Kau ingin kembali jadi pusat perhatian di kampus?aku rasa laki-laki bisu itu sedang menerima banyak pertanyaan dari mahasiswa yang penasaran dari kedatangan kita di kampus hanyak untuk bertemu dengannya." Axela menerima alasan Bianca sambil kembali meneguk minuman beralkohol di tangannya.Dia duduk dengan tenang,mencoba mencerna semua yang telah mereka bicarakan. Dalam benaknya, berputar-putar pertanyaan tentang bagaimana laki-laki bisu itu akan menerima tawaran menikah dengannya. *** Sementara itu,di Atmaja Universitas, tepatnya di toilet khusus laki-laki,Andra terkapar dilantai dengan wajah babak belur. Bajunya basah oleh keringat yang bercampur dengan air yang menggenang di lantai toilet. Dia baru saja dihajar oleh tim basket laki-laki yang tidak suka melihatnya berbicara empat mata dengan CEO Atmaja Company di ruang perpustakaan. Andra terbatuk ,rasa sakit menjalar di seluruh tubuhnya.Dia mencoba mengakat kepalanya tetapi rasa nyeri membuat nya meringis,susah payah dia memutar tubuhnya sedikit, merasakan setiap luka dan memar yang di berikan oleh anak basket tadi. "Ludahlah... ," batinya pada diri sendiri.Dengan sisa-sisa tenaga dia mengumpulkan air liur bercampur darah di Mulutnya dan meludakannya di lantai. Rasa logam dari darah memenuhi mulut nya, membuat nya mual. Andra merasakan dunia berputar di sekelilingnya."kenapa harus begini..,"gumamnya dengan tenggorokan serak ,penuh kesakitan,"Hanya karna aku berbicara dengan Miss CEO itu...,"lanjutnya" apa salahku...." Air mata mulai menggenang di sudut matanya. "Kenapa hidupku harus begini..."suara batinya terdengar putus asa. Andra terbatuk lagi,kali ini lebih keras,dan sekali lagi dia meludahkan darah yang memenuhi mulutnya,"Tidak adil..." Batinya,rasa getir memenuhi hatinya.Dengan susah payah,Andra Menarik napas dalam-dalam dan mencoba bangkit." Aku harus kuat....,"batinya,mencoba menguatkan diri." Tidak boleh menyerah..." Dengan langkah tertatih,Andra berjalan menuju wastafel dan menatap bayangan wajahnya di cermin.wajahnya yang babak belur dan penuh luka." ini bukan pertama kalinya..." Pikirnya, mengingat kali sebelumnya dia diperlakukan seperti ini.Dia selalu menjadi sasaran bullying dari mahasiswa, terutama anak-anak basket. " Kau kuat ,Andra! jangan tunjukkan sisi rapuhmu cukup tunjukkan senyummu!" Batin Andra,mencoba menyemangati dirinya sendiri.dia memasang senyum manis di wajahnya, meskipun tubuhnya di penuhi rasa sakit. *** Sore hari, Axela dan Bianca telah berada di depan pintu tempat tinggal Andra. Mereka telah menunggu laki-laki bisu itu selama 30 menit,Axela mulai merasa bosan dan gelisah.Ditambah lagi, lingkungan Andra Sangat jauh dari kata kemewahan,sangat kontras dengan kehidupan Axela yang penuh Dengan segala fasilitas dan kemudahan. " Kenapa Bisu itu lama sekali! seperti orang penting saja!" Rutuk Axela sambil mondar-mandir dengan gelisah di depan pintu.Rasa frustasi dan ketidaksabarannya terlihat semakin jelas. Bianca yang sudah duduk di lantai pintu masuk tempat tinggal Andra,mendongak dan menatap sahabatnya dengan tatapan jengkel." Berhenti Mondar mandir,Axela.Kau membuatku sakit kepala," katanya dengan tegas,mencoba menghentikan keluhan Axela yang tiada henti. "Ya,dia sangat penting.Dia menentukan yang nasib warisanmu itu,Miss Xela," Lanjutnya dengan nada sarkartis menekankan betapa krusial peran Andra dalam hal ini. Axela menghela nafas panjang,merasa tidak berdaya di tengah ketidakpastian ini."Aku tidak mengerti, Bagaimana mungkin hidupku bergantung pada seseorang yang bahkan tidak bisa berbicara denganku?" "Berhentilah mengeluh,Miss Xela." Kesal Bianca, Suaranya penuh frustasi dan kelelahan. Tepat pada saat itu Andar muncul di ujung lorong dengan langkah gontai.Wajahnya lesu dan penuh luka lebam,bekas bekas kekerasan masih jelas terlihat . Dia berjalan terseok-seok, kelelahan setelah seharian bekerja paruh waktu di cafe untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.Tubunya yang kurus tampak ringkih dari biasanya,dan pakaian yang di kenakannya basah oleh keringat yang bercampur dengan debu jalanan. Axela melihat kedatangan Andra dan langsung melangkah cepat menghampirinya.Mata mereka bertemu sejenak,dan Axela dengan suara yang penuh keberanian dan ketegasan dia berkata "Menikahlah Denganku!". *** Terimakasih yang udah mampir :) Author minta maaf kalau masih banyak typo atau kesalahan kalimat dalam bab. author usakan UP setiap hari kecuali hari Libur yaa :).Axela dan Bianca duduk di sofa sederhana dalam rumah Andra. Pandangan mereka menelusuri setiap sudut ruangan, mencoba memahami kehidupan laki-laki yang begitu berbeda dengan mereka. Tidak ada barang-barang mewah, hanya ada beberapa perabotan biasa yang menunjukkan kesederhanaan hidup Liam. Setelah beberapa waktu, Andra muncul kembali dari dapur. Wajahnya masih menunjukkan sisa-sisa kelelahan dan luka yang belum sepenuhnya pulih. Dia membawa tiga kotak susu cokelat, satu-satunya yang bisa dia tawarkan sebagai jamuan untuk tamunya. Dengan senyum yang penuh ketulusan, dia memberikan satu kotak susu kepada Axela dan satu lagi kepada Bianca. "Maaf, hanya ini yang aku punya, "kata Andra dengan memberikan selembar kertas Bianca tertegun melihat cara Andra berkomunikasi. Calon suami sahabatnya itu benar-benar bisu, tidak bisa berbicara. Axela mengabaikan hal itu dan menatap Liam dengan serius. "Menikahlah denganku!" pintanya dengan tegas. Andra menatap Axela dengan tatapan penuh kebi
Pagi itu, Andra berjalan di trotoar menuju halte bus. Dia akan pergi ke kampus, seperti biasanya, menggunakan bus. Agenda hari ini adalah menghabiskan waktu di perpustakaan untuk menyelesaikan tugas akhirnya. Meskipun masih ada bekas memar dan satu plester di keningnya akibat bully yang diterimanya, senyum kecil merekah di wajah Andra. Saat duduk di dalam bus,Andra merasa sedikit tenang, terlepas dari semua yang telah dia alami. Dia menatap jendela, melihat pemandangan kota yang bergerak perlahan. Dalam hatinya, dia mencoba menyemangati diri sendiri, membisikkan kata-kata positif yang memberinya kekuatan. "Semangat, Andra! Hari ini akan menjadi hari baik untukmu!" gumamnya pelan, hampir seperti doa yang penuh harapan. Hatinya terasa hangat setelah melakukan hal itu, seperti secercah cahaya di tengah kegelapan.Bus terus melaju, membawa Andra semakin dekat ke kampus. Dia menghembuskan napas panjang, mempersiapkan dirinya untuk hari yang baru.***
Di dalam kamar kecilnya yang bernuansa astronot, Andra menatap langit-langit dengan banyak pikiran berlarian di dalam kepalanya. Berkali-kali dia menghela napas kasar, meratapi nasib yang menghampiri hidupnya."Kenapa jalan hidupku rumit sekali, Tuhan? Apa salahku? Apa salah kedua orang tuaku di masa lalu, sampai-sampai hidupku selalu tertimpa kesulitan?" keluhnya dalam hati sambil memijat keningnya."Lagi, kenapa lagi aku harus bertemu wanita menakutkan itu! Datang-datang langsung minta nikah! Dikira nikah itu gampang kali ya? Mentang-mentang dia CEO, seenak jidatnya memutuskan beasiswa orang yang mati-matian berjuang," kesalnya sambil menutup wajah dengan selimut.Ting...Suara notifikasi pesan masuk terdengar dari ponselnya. Dengan enggan,Andra melihat pengirim pesan, ternyata dari nomor baru. Andra mengabaikan pesan itu, hingga masuk pesan kedua.Ting...Mau tidak mau, dia membuka isi pesan yang ternyata dari wanita menakutkan yang baru saja dia keluhkan.Isi pesan pertama:
Klik...Axela masuk ke dalam ruangan yang tadi dia tanyakan nomornya pada administrasi. Dia melihat Bianca yang dengan cemas memandangi Andra yang terlelap di tempat tidur rumah sakit, begitu fokus hingga tak menyadari kehadirannya.Axela berjalan mendekat,suaranya memecah keheningan, "Kau menyukainya, Miss Bianca."Bianca tersentak, menatap tajam Axela sebelum berdiri dan menarik sahabatnya sedikit menjauh dari tempat tidur Andra."Kau," Bianca menuding Axela, "Apa yang kau lakukan di sini? Aku sangat hafal dengan sikapmu! Kau tidak mungkin ke sini tanpa ada niat yang menguntungkan untuk dirimu!" Suaranya bergetar dengan marah namun tetap tertahan agar tidak membangunkan Andra.Axela tersenyum remeh, perlahan menurunkan jari telunjuk Bianca. "Kau memang sangat tahu bagaimana aku."Axela melangkah kembali ke sisi tempat tidur Andra. Dia mengeluarkan suntikan berisi cairan yang entah apa isinya, dan dengan gerakan tenang, dia menyuntikkannya ke dalam ruang infus Andra.Mata Bianca
"Dia sangat cerdas!" senyum merekah di wajah Kakek saat mobil yang dikendarai Alex meninggalkan parkiran apartemen cucunya, Axela. Raut wajahnya penuh kebanggaan yang sulit disembunyikan."Tuan, apa benar Tuan Muda melakukan hal itu pada Nona Muda?" tanya Alex, fokus pada jalan di depannya.Kakek tertawa pelan, suaranya menggema lembut di dalam mobil. "Hahaha... Andra tidak akan melakukan hal seperti itu. Ini semua pasti jebakan yang dilakukan Nona Mudamu itu pada Tuan Mudamu. Ingat, Nona Mudamu sangat ambisius. Dia tidak mungkin melepaskan apa yang sudah dia usahakan begitu saja. Dia akan melakukan apa pun demi mencapai ambisinya. Entah itu dengan cara yang baik atau cara yang gila sekalipun."Alex mengangguk,memahami maksud Kakek." Lalu bagaimana dengan misi selanjutnya, Tuan?" tanyanya, suaranya terdengar penuh perhatian dan khawatir."Berikan mereka waktu satu minggu bersama dengan ketenangan," kata Kakek dengan tenang, menatap keluar jendela, pandangannya jauh menembus malam. "Set
Pagi itu, sinar matahari pagi masuk melalui jendela kamar Andra, membangunkannya dengan lembut. Hari ini adalah hari libur, tapi bagi Andra, itu berarti sepuluh jam kerja di kafe dari jam 8 pagi hingga 6 sore. Dia menikmati rutinitasnya, meskipun kadang melelahkan. Setelah bangun dan merapikan tempat tidur,Andra mengganti pakaian olahraga dan keluar untuk berlari santai di sekitar kompleks tempat tinggalnya.Lari pagi adalah kebiasaan yang selalu membuatnya merasa segar dan siap menghadapi hari. Napasnya yang teratur, suara langkah kakinya di trotoar, serta pemandangan pagi yang damai memberikan kedamaian tersendiri. Setelah sekitar setengah jam, Andra kembali ke rumah dengan keringat membasahi tubuhnya.Setelah mandi air dingin yang menyegarkan, Andra mengenakan seragam kerjanya yang rapi. Sambil bercermin, dia memikirkan tugas-tugas yang menantinya di kafe. Semoga hari ini tidak terlalu sibuk, "gumamnya dengan senyum tipis di wajahnya. "Pukul 7:30 pagi, Andra mengambil tas kerja
Pagi hari di rumah sederhana yang ditempati Andra, laki-laki itu sudah rapi dengan pakaian untuk pergi ke kampus. Sebelum berangkat, dia menyempatkan diri untuk makan roti yang dia beli untuk dimakan saat pagi hari sebelum memulai aktivitas. Andra duduk di kursi ruang tamu dengan roti di tangan kiri dan tangan kanan membuka tiap lembar buku yang dia baca. Sedang asyik dengan yang dia lakukan, tiba-tiba pintunya diketuk dengan kuat dan cepat. Andra menghentikan makannya dan buru-buru keluar untuk melihat siapa yang mengganggu waktu tenangnya. Klik... Begitu pintu dibuka, pandangan Andra langsung bertemu dengan istrinya yang menatapnya dengan dingin. Axela masuk begitu saja kedalam rumah Andra dengan pakaian kantornya. Andra mengikuti Axela dari belakang, bertanya-tanya apa yang ingin dilakukan wanita itu pagi ini di rumahnya. "Aku ingin kau berjarak dengan wanita gatal itu!" kata Axela dengan tegas, duduk di kursi ruang tamu Andra sambil membuka kacamata hitamnya. Andra me
21 +++Bianca tiba di perusahaan dengan langkah cepat, memasuki lift dan menuju lantai di mana ruangan CEO berada. Pikirannya terus melayang ke pertanyaan yang menghantuinya, "Kenapa Axela memberikan kartu ATM itu langsung pada Andra ?" Pertanyaan itu terus berputar di kepalanya tanpa henti. Saat pintu lift terbukadengan bunyi ding, Bianca segera keluar dan berjalan cepat menuju ruang kerja Axela . Ketika dia membuka pintu, ruangan itu kosong. Axela tidak ada di sana. "Ke mana dia?" gumam Bianca, merasa cemas dan bingung. Dia masuk lebih dalam ke ruangan, mencari sahabatnya di kamar yang ada di dalam ruang kerja itu, tapi Axela juga tidak ada di sana. Bianca segera mengambil telepon dan menelepon pihak lobi untuk menanyakan keberadaan Axela . Bianca : Ke mana perginya Miss Xela?. Karyawati: Miss Xela keluar dengan terburu-buru dua puluh menit lalu, Miss. Miss Xela tidak memberitahu ingin pergi ke mana. Bianca memutuskan panggilan telepon dan meraih ponselnya dari dalam tas,