Share

Bab 8 Maaf

Pagi itu, Andra berjalan di trotoar menuju halte bus. Dia akan pergi ke kampus, seperti biasanya, menggunakan bus. Agenda hari ini adalah menghabiskan waktu di perpustakaan untuk menyelesaikan tugas akhirnya. Meskipun masih ada bekas memar dan satu plester di keningnya akibat bully yang diterimanya, senyum kecil merekah di wajah Andra.

Saat duduk di dalam bus,Andra merasa sedikit tenang, terlepas dari semua yang telah dia alami. Dia menatap jendela, melihat pemandangan kota yang bergerak perlahan. Dalam hatinya, dia mencoba menyemangati diri sendiri, membisikkan kata-kata positif yang memberinya kekuatan.

"Semangat, Andra! Hari ini akan menjadi hari baik untukmu!" gumamnya pelan, hampir seperti doa yang penuh harapan. Hatinya terasa hangat setelah melakukan hal itu, seperti secercah cahaya di tengah kegelapan.Bus terus melaju, membawa Andra semakin dekat ke kampus. Dia menghembuskan napas panjang, mempersiapkan dirinya untuk hari yang baru.

***

Sementara itu, di dalam garasi mobil rumah mewahnya, Axela sedang memilih mobil mana yang ingin dia gunakan untuk pergi ke kantor hari ini. Setelah beberapa waktu, keputusannya jatuh pada mobil sport Porsche berwarna hitam, salah satu koleksi mobil kesukaannya yang didesain langsung oleh dirinya sendiri.

"Ini kuncinya, Nona Muda," kata pelayan sambil menyerahkan kunci mobil kepada Axela.

Axela mengambil kunci itu dan masuk ke dalam mobil. Dia melaju meninggalkan rumah dengan kecepatan yang mantap. Di dalam mobil, dia menyetel lagu bernuansa jazz, genre musik kesukaannya, yang membuat perjalanan paginya terasa lebih menyenangkan.

Biasanya, Axela diantar oleh sopir atau dijemput oleh sekretarisnya, tetapi hari ini dia memutuskan untuk mengendarai mobil sendiri. Ada hal yang harus dia lakukan terlebih dahulu sebelum pergi ke kantor, sesuatu yang membutuhkan privasinya.

"Dia sudah menentukan pilihannya, bukan?" ujar Axela memainkan jemarinya di stir mobil.

***

"Selamat pagi, Miss, ada yang Anda perlukan?" tanya seorang karyawati.

"Pagi, Miss Xela sudah terlihat di kantor?"Tanya Bianca kepada karyawati itu melalui telepon kantor.

"Sampai saat ini, Miss Xela belum tiba di kantor, Miss," jawab karyawati di seberang telepon.

Tut...

Bianca menutup sambungan telepon dan segera mencoba menghubungi Axela melalui ponselnya. Sudah lebih dari dua kali dia melakukan panggilan, tetapi sahabatnya itu tidak mengangkat.

"Haitsz, kemana kau, Axela!" ujar Bianca cemas,menyisir rambutnya dengan jari-jarinya sambil terus mencoba menghubungi sahabatnya.

Sementara itu, mobil mewah milik CEO Atmaja Company memasuki area kampus. Axela memarkirkan mobilnya di depan pintu masuk gedung rektorat. Dengan kacamata hitam bertengger di wajahnya, dia keluar dari mobil, dan masuk ke dalam gedung, mengabaikan banyak pasang mata yang menatapnya.

"Miss," sapa petugas yang berjaga di gedung itu.

"Rektorat," ujar Axela tegas tanpa basa-basi.

"Mari, Miss," petugas menawarkan untuk mengantar Axela, tetapi dia menolak.

"Jaga mobil saya, jangan sampai tergores," Axela melangkah meninggalkan petugas.

Petugas kembali ke posisinya, menambah tugas menjaga mobil pribadi Miss CEO itu.

Axela tiba di lantai tiga dan keluar dari lift dengan tatapan tegas, melangkah kearah pintu ruangan rektor yang besar. Petugas yang berjaga di depan pintu langsung membukanya, membiarkan Axela masuk.

"Selamat pagi, Miss. Senang melihat Anda mengunjungi kampus ini. Silakan duduk, ada yang bisa saya bantu?" kata Rektor menyambut kedatangan cucu dari pemilik kampus tempat dia bekerja.

Axela duduk, "Aku ingin beasiswa atas nama Andra Abimanyu dicabut, setelah mendapat perintah dariku," katanya tegas namun tenang.Rektor mengernyitkan dahi,

"Kenapa dicabut, Miss? Dia mahasiswa berprestasi dan tidak melakukan kesalahan apapun. Nilai-nilainya sangat bagus," lanjutnya dengan cemas,

"Apa karena dia mahasiswa yang memiliki keistimewaan?"

Axela membuka kacamatanya dengan anggun dan menatap ke arah kacamatanya yang seharga 15 juta itu, "Karena aku ingin," dia menatap dalam mata Rektor dengan tegas, "Lakukan!" dia kembali memakai kacamatanya dan berdiri siap meninggalkan ruangan itu, "Aku tidak menerima penolakan!"

Setelah mengatakan hal itu, dia melangkah pergi meninggalkan ruangan Rektor. Ketika tiba di depan pintu masuk mobilnya, petugas membungkukkan tubuh. Axela mengeluarkan beberapa lembar uang dan memberikan itu pada petugas.

"Terima kasih, Miss,' " petugas menerima uang tersebut dan terus membungkukkan tubuh berulang kali sampai mobil Jennie tidak terlihat lagi.Saat Axela ingin keluar dari gerbang kampus, dia melihat Andra yang berjalan memasuki kampus dengan senyum cerah, meskipun bekas luka lebam masih jelas terlihat di wajahnya.

Axela mengabaikan hal itu dan melajukan mobilnya ke arah perusahaan keluarganya, pikirannya dipenuhi oleh rencana-rencana besar yang sedang dia susun.

***

"Stop! Berhenti di sana, Miss Xela!" tekan Bianca dengan nada kesal saat melihat sahabatnya yang baru saja tiba di perusahaan.

Mereka ada pertemuan dengan klien dalam waktu kurang dari sepuluh menit.

Axela mengabaikan perkataan Bianca melangkah dengan tenang menuju ruangannya. Bianca mengikuti dengan wajah marah, langkahnya terdengar keras di lantai marmer.

"Darimana saja kau?

Kenapa jam segini baru tiba? Kau tahu, kurang dari sepuluh menit kita ada pertemuan dengan klien kan, Miss Xela!?"seru Bianca, nadanya penuh kekhawatiran dan ketegangan.

Axela tetap diam, membuka kulkas di ruangannya dan mengambil minuman dingin.

Klek...

Axela meneguk minumannya sambil bersandar di depan kulkas, wajahnya terlihat tenang dan tak tergoyahkan oleh kemarahan Bianca.

"Yakh! Jawab aku! Aku bukan hantu!" Bianca semakin kesal dengan sikap cuek sahabatnya.

Axela akhirnya merespon, memberikan botol minum yang tersisa setengah itu pada Bianca. "Ayo, ke ruang pertemuan," ajaknya dengan tenang, melangkah keluar ruangan.

Bianca menghela napas, menerima botol minum itu dan menghabiskannya dengan terburu-buru. "Dasar manusia dingin! Bisa-bisanya aku betah bersahabat dengan manusia bentukan seperti itu!" gumam Bianca sambil membuang botol minum ke tempat sampah.Saat mereka berjalan menuju ruang pertemuan, Bianca mencoba menenangkan dirinya, mengingatkan bahwa di balik sikap dingin Axela, ada seorang sahabat yang selalu bisa diandalkan. Namun, rasa frustrasinya belum sepenuhnya hilang, terutama mengingat betapa pentingnya pertemuan dengan klien tersebut.

Setibanya di ruang pertemuan, Axela langsung memasuki ruangan dengan aura profesionalismenya yang kuat, sementara Bianca mengikuti di belakang, mencoba menyembunyikan kekesalannya. Meskipun hati mereka sedang dalam kekacauan, mereka tahu bahwa di hadapan klien, mereka harus tampil sempurna.

***

Krek... Krek... Krek...

Andra merenggangkan otot-otot tubuhnya yang lelah setelah bekerja part time menjaga toko. Senyum merekah di wajahnya saat beberapa langkah lagi dia akan tiba di istananya yang sangat sederhana. Dia melangkah dengan menenteng kantong plastik berisi mie instan yang akan menjadi makan malamnya, serta susu cokelat kesukaannya.

"Hei," sapa Bianca dengan senyum lembut.

Andra sedikit terlonjak kaget, memegangi dadanya. Senyumnya pudar seketika saat melihat wanita yang berdiri di samping Bianca

Andra cepat-cepat mengeluarkan kertas dan pena, menulis, "Kenapa kalian di sini ?" Dia menunjukkan tulisan itu pada Bianca, yang sekilas juga dilihat oleh Axela. Bianca mengangguk, memahami pertanyaan Andra. "Kita perlu membahas kesepakatan kemarin. Kau meminta waktu satu hari untuk memutuskannya," katanya.

Andra mengingat-ingat apa yang dibahas kemarin. Setelah beberapa saat, dia mengangguk, "Ayo masuk. Kita bahas di dalam," tulisnya lagi.

Mereka masuk ke dalam rumah sederhana Andra. Andra mempersilakan mereka duduk dan memberikan susu cokelat yang baru saja dibelinya. Axela, tanpa sengaja, melihat kemasan mie instan yang mungkin akan menjadi makan malam calon suaminya itu.

"Apa jawabanmu?" tanya Axela langsung, tanpa basa-basi.

Andra menulis, "Maaf, aku tidak bisa. Pernikahan itu sakral dan tidak baik dijadikan ajang main-main," lalu menunjukkan catatan itu pada Axela.

Axela membaca cepat dan menatap Liam, "Kau yakin dengan keputusanmu?"

Andra menganggukkan kepala dengan mantap. Axela tersenyum remeh dan mengetik sesuatu di ponselnya.

Drttt... drttt...

Andra menerima pesan di ponselnya dan membacanya. Ekspresinya berubah menjadi sulit diartikan. Sementara Bianca mengamati mereka berdua, tidak tahu apa yang terjadi antara sahabatnya dan Andra

Axela tersenyum sinis, Masih bulat dengan keputusanmu?" "

Andra mengepalkan tangannya, menyeret Axela keluar dari rumahnya dengan perasaan marah. Bianca otomatis mengikuti mereka keluar.

Di luar, Axela menepis tangan Andra, "Pikirkan! Kau tidak punya banyak waktu!"

Andra ingin masuk kembali ke dalam rumah, tapi Bianca mencegatnya, "Aku minta maaf. Kita bisa bicarakan ini dengan baik-baik."

Andra menunjukkan pesan di ponselnya pada Bianca. Saat itu, Bianca baru mengerti alasan Andra bersikap kasar pada Axela.Bianca menatap Axela meminta penjelasan, tapi Axela bersikap acuh tak acuh. " Minta maaf," tekan Bianca dengan tatapan serius.

Axela tetap cuek. "Minta maaf atau aku mengundurkan diri!" tegas Bianca

Axela memasang kacamata dan masuk ke dalam mobil, meninggalkan Bianca yang tidak percaya dengan keras kepala sahabatnya. Andra kembali masuk ke dalam rumahnya.

"Haitsz, dasar manusia bebal! Menyebalkan!Ujung-ujungnya aku juga yang harus mengurus semua ini. Hah ..." Bianca mengacak-acak rambutnya, lalu menyusul Axela masuk mobil.

Bugh...

Bianca membanting pintu mobil dengan kuat dan menatap sahabatnya dengan sengit. "Kau keterlaluan, Axela! Bagaimana bisa kau melakukan ini padanya? Kau harus ingat, kau membutuhkan dia!" tekannya dengan nada frustrasi.

"Pulang," kata Axela tenang.

"Yak-," ucapan Bianca terpotong.

"Pulang, aku ada janji temu dengan seseorang," ujar Axela sambil menyetel musik di mobil.

Bianca, dengan kekesalannya, mulai menyalakan mesin dan mulai berkendara. Dia sesekali melirik sahabatnya yang terlihat tenang saja. Padahal, tinggal tersisa waktu enam hari lagi.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status