Ting ...
Pesan masuk ke dalam ponsel Axela yang sedang merias wajahnya. Matanya melirik sekilas ke arah layar, dan dia melihat pesan itu berasal dari Alex, orang kepercayaannya Kakeknya. Jantungnya berdegup sedikit lebih cepat, penasaran dengan apa yang akan dia temukan. Axela meletakkan lipstik di tempat semula, lalu bercermin sekali lagi untuk memastikan tampilannya sudah sempurna. Setelah merasa puas, dia menarik napas dalam-dalam dan membuka pesan tersebut. Isi pesan yang dikirim Alex berupa biodata singkat calon suami Axela. (Andra Abimanyu, usia 22 tahun. Anak tunggal, yatim-piatu, pekerjaan part-time; pengantar makanan, pekerja cafe. Mahasiswa semester 7 Atmaja Universitas, jurusan hukum). Axela membaca biodata itu dengan seksama, alisnya sedikit terangkat. Yatim-piatu? Pekerjaan part-time? Apa yang sedang direncanakan Kakek? Pikiran Axela berkecamuk, menimbulkan campuran antara penasaran dan khawatir. Tak ingin menunggu lebih lama lagi, Axela langsung menelpon sekretarisnya. Bianca: Selamat pagi Miss Xela, 10 menit lagi saya tiba. Axela: Percepatan! Hari ini kita mulai mencarinya. Tut ... Axela mematikan sambungan telepon dan memasukkan ponselnya ke dalam tas mininya. Dia berdiri sejenak, mengatur napas, lalu melangkah keluar dari kamar. Dengan anggun, Axela menuruni anak tangga, setiap langkahnya menunjukkan kepercayaan diri yang luar biasa. *** Di luar, Bianca sudah menunggu di mobil, siap melanjutkan perintah sebelumnya. Bugh ... Axela masuk ke dalam mobil, duduk di kursi samping kemudi Bianca. Bianca menatapnya dengan tatapan kesal yang tidak disembunyikan. "Tidak bisakah kau lebih lembut pada sahabatku, Miss Xel?" keluh Bianca, mengembalikan blackcard Axela dengan agak keras. "Aku tidak biasanya dipanggil seperti itu." Axela mengabaikan, mengambil blackcard dan membenahi ponselnya pada Bianca, "Biodatanya," katanya. singkat namun tegas. Bianca mengambil ponsel tersebut dan membaca biodata singkat calon suami Axela dengan cepat. "Andra Abimanyu, usia 22 tahun. Dia tiga tahun lebih muda dari kita," katanya. suaranya mulai melunak dengan rasa penasaran. "Berkuliah di kampus milik Kakekmu. Anak tunggal yang sudah tidak memiliki orang tua. Sepertinya dia seorang pekerja keras, pekerjaan part-time dia kerjakan cukup menguras tenaga dan waktu istirahatnya, normal. Dan wow, dia anak fakultas hukum. Menarik." Axela mendengarkan sambil mengambil kembali ponselnya dan memasukkannya ke dalam kantong blazer. "Menurutku kita harus mencarikan kemana?" tanyanya, suaranya mengandung nada serius yang menunjukkan betapa pentingnya hal ini bagi dirinya. Bianca berpikir sejenak, jemarinya mengetuk-ngetuk steker kemudi. Senyumnya merekah saat menemukan jawabannya. "Kampus! Dia mahasiswa semester 7, artinya dia akan lebih fokus menyelesaikan perkuliahannya dibandingkan dengan pekerjaan lainnya. Bagaimana menurutmu?" Axela menyandarkan tubuhnya di kursi mobil menggunakan kacamata hitam, menutupi ekspresi matanya yang penuh determinasi. "Tunggu apa lagi?" ucapnya, dengan tegas. Bianca segera menyalakan mesin dan mulai melajukan mobil menuju Atmaja Universitas, melewati halaman mansion mewah Tuan Atmaja. Sepanjang perjalanan, pikiran Axela dipenuhi berbagai pertanyaan tentang Andra. Mengapa Kakeknyanya memilih seseorang dengan latar belakang seperti ini? Apa yang membuat Andra Abimanyu Axela menghela nafas panjang panjang sebelum menjawab, "Aku tidak tahu, Bi. Tapi aku harus melakukannya. Ini bukan hanya tentang kehendak Kakek, ini juga tentang masa depanku. Aku tidak mungkin menceraikan semua aset-aset The Atmaja's." Bianca mengangguk, memahami beban yang Axela rasakan. Mereka melanjutkan perjalanan dalam diam, masing-masing tenggelam dalam pikiran mereka. Mobil melaju cepat, seolah-olah menekankan keinginan Axela untuk segera menemukan jawaban dari semua pertanyaannya. Kampus Atmaja Universitas kini sudah semakin dekat, dan dengan setiap kilometer yang terlewati, Axela merasa semakin dekat dengan jawaban yang ia cari. *** Seluruh pasang mata tertuju pada Axela dan Bianca yang melangkah anggun di lorong kampus. Semua orang tahu siapa mereka: CEO dari Atmaja Company dan sekretarisnya. Aura dingin dan tegas Axela terpantau jelas, kacamata hitam yang dikenakannya menambah kesan elegan dan misterius. Axela dan Bianca tak mempedulikan tatapan penasaran itu, mereka terus berjalan hingga berhenti didepan seorang mahasiswi fakultas hukum yang berpenampilan sederhana. "Kau kenal dengan Andra Abimanyu?" tanya Bianca tegas. Mahasiswi itu terlihat gugup, menatap canggung sebelum akhirnya mengangguk pelan dan menunjukkan ke arah teman. "Dia biasanya di sana, menyendiri." Bianca mengangguk tanpa ekspresi. Dia dan Axela melanjutkan langkah menuju taman, tempat yang dimaksud. Bisikan-bisikan mulai terdengar sepanjang lorong yang mereka lewati. "Apa yang dilakukan bisu itu? Kenapa Miss Xel mencarinya? Pasti dia dalam masalah besar. Dasar bisu, sudah mempermudah nama kampus, sekarang bikin masalah dengan cucu pemilik kampus. Tamatlah riwayatnya." Bisikan-bisikan ini jelas terdengar oleh Axela dan Bianca, tetapi mereka tetap tak acuh. Meskipun dalam hati mereka dipenuhi berbagai pertanyaan. Mengapa dia dipanggil bisu? Apakah Andra benar-benar bisu atau hanya olokan semata? Tiba di taman, mereka melihat seorang pria muda duduk di bangku, terpisah dari yang lain, pandangan matanya kosong. Jennie melepas kacamata, tatapannya tajam menembus ruang. "Andra Abimanyu," panggilnya dengan suara yang dingin namun penuh wibawa. *** Axela, Bianca, dan Andra saat ini sedang berada di dalam perpustakaan. Axela dan Andra duduk berhadapan, sementara Bianca berada di meja lain.Axela meminta perpustakaan dikosongkan, dan petugas perpustakaan langsung menurut permintaan cucu pemilik kampus itu. "Kau mengenalku, bukan?" tanya Axela dengan tatapan dingin, menatap tajam ke arah Andra. Andra menggelengkan kepala pelan, duduk tegak, menghadapi Axela. Axela mengerutkan dahi melihat respons Andra. "Kau sungguh tidak mengenalku?" tanyanya sekali lagi, tatapannya semakin menusuk. Andra kembali menggelengkan kepalanya. "Astaga! Ada manusia modelan seperti dirimu. Baiklah, aku memperkenalkan diri. Aku Axela Atmaja, CEO Atmaja Company, cucu dari pemilik tempat kau berkuliah. Sekarang kau mengenalku, bukan?" Axela berkata tegas, suaranya mengandung nada perintah. Andra menganggukkan kepala pelan, tatapannya tetap tenang menatap Axela. Axela mulai frustrasi dengan respons Andra yang hanya menggeleng-geleng. menganggukkan kepala. "Yakh! Kau seperti orang bisu! Tidak bisa mulutmu berbicara, hah?" Emosi Axela akhirnya pecah menghadapi Andra yang tak kunjung bereaksi. Andra dengan tenang mengambil kertas dan pena lalu menulis sesuatu. Ia kemudian menyerahkan kertas pada Axela dan sedikit membungkukkan tubuh. "Maaf, aku memang bisu. Aku tidak bisa berbicara seperti yang Anda duga, Miss," Axela terdiam sejenak, membaca tulisan Andra. Wajahnya berubah, dari marah menjadi bingung dan syok. Tanpa berkata apa-apa lagi, Axela berdiri dan meninggalkan ruang perpustakaan. Bianca, yang kebingungan melihat situasi itu, segera menyusul Axela Mereka berdua meninggalkan Andra sendirian di dalam perpustakaan, sementara Andra hanya bisa memantau kepergian mereka dengan kebingungan.Axela berjalan terburu-buru di lorong kampus, mengabaikan banyak pasangan mata yang menatapnya dengan nada menyebalkan panggilan dari sahabatnya.“Axela …” panggil Bianca berulang kali, berusaha keras menyamai langkah Axela yang semakin cepat.Axela terus berjalan menuju mobil, mengabaikan pertanyaan sahabatnya. Banyak pertanyaan memenuhiKepalanya.calon suaminya, benar-benar bisu? Kenapa Kakeknya ingin Axela menikahi laki-laki bisu itu? Apa istimewanya laki-laki itu? Pertanyaan-pertanyaan itu berputar tanpa henti di benaknya, hingga tepukan di bahu dari Bianca menyadarkannya.“Huft …,” Bianca mengatur napas yang tersengal-sengal setelah mengejar Axela, “Apa yang terjadi? Kenapa kau meninggalkan dia begitu saja?” tanyanya, khawatir.“Kita bicara di dalam, Bi.”Klik …Bianca membuka pintu mobil dengan remote. Axela masuk ke dalam mobil dan menyandarkan tubuhnya dengan kasar di kursi. Bianca ikut masuk dan duduk di kursi sebelahnya.Dia menyentuh bahu sahabatnya yang terlihat sangat seri
" Apa yang harus aku lakukan,Bi?" tanya Axela ,duduk di atas meja kerja dalam ruangannya sambil meneguk minuman beralkohol yang selalu tersedia di sana. Bianca merasa kasihan melihat sahabatnya tampak begitu putus asa. Pukul 10 pagi ini,Axela sudah mulai mengonsumsi alkohol,sesuatu yang tidak biasa bagi sahabatnya yang biasanya tengah sibuk dengan tumpukan pekerjaan. Bianca mendekati Axela dengan penuh perhatian."Xel,ini bukan cara yang baik untuk mengatasi semuanya,"katanya lembut, mencoba mencapai hati sahabatnya yang sedang kesulitan. Axela menatap Bianca dengan mata yang terlihat kosong dan penuh dengan beban pikiran "Aku tidak tau lagi,Bi. semuanya begitu rumit,"ujarnya dengan suara yang bergetar, cobaann yang nyata. Bianca duduk di sebelah Axela, menempatkan tangannya di punggung sahabatnya dengan lembut."Axela,aku tahu ini sangat sulit untuk bagimu.Tapi, bagaimana jika kita melihat situasi ini dari sudut pandang berbeda?"katanya dengan hati-hati. Axela menoleh keara
Axela dan Bianca duduk di sofa sederhana dalam rumah Andra. Pandangan mereka menelusuri setiap sudut ruangan, mencoba memahami kehidupan laki-laki yang begitu berbeda dengan mereka. Tidak ada barang-barang mewah, hanya ada beberapa perabotan biasa yang menunjukkan kesederhanaan hidup Liam. Setelah beberapa waktu, Andra muncul kembali dari dapur. Wajahnya masih menunjukkan sisa-sisa kelelahan dan luka yang belum sepenuhnya pulih. Dia membawa tiga kotak susu cokelat, satu-satunya yang bisa dia tawarkan sebagai jamuan untuk tamunya. Dengan senyum yang penuh ketulusan, dia memberikan satu kotak susu kepada Axela dan satu lagi kepada Bianca. "Maaf, hanya ini yang aku punya, "kata Andra dengan memberikan selembar kertas Bianca tertegun melihat cara Andra berkomunikasi. Calon suami sahabatnya itu benar-benar bisu, tidak bisa berbicara. Axela mengabaikan hal itu dan menatap Liam dengan serius. "Menikahlah denganku!" pintanya dengan tegas. Andra menatap Axela dengan tatapan penuh kebi
Pagi itu, Andra berjalan di trotoar menuju halte bus. Dia akan pergi ke kampus, seperti biasanya, menggunakan bus. Agenda hari ini adalah menghabiskan waktu di perpustakaan untuk menyelesaikan tugas akhirnya. Meskipun masih ada bekas memar dan satu plester di keningnya akibat bully yang diterimanya, senyum kecil merekah di wajah Andra. Saat duduk di dalam bus,Andra merasa sedikit tenang, terlepas dari semua yang telah dia alami. Dia menatap jendela, melihat pemandangan kota yang bergerak perlahan. Dalam hatinya, dia mencoba menyemangati diri sendiri, membisikkan kata-kata positif yang memberinya kekuatan. "Semangat, Andra! Hari ini akan menjadi hari baik untukmu!" gumamnya pelan, hampir seperti doa yang penuh harapan. Hatinya terasa hangat setelah melakukan hal itu, seperti secercah cahaya di tengah kegelapan.Bus terus melaju, membawa Andra semakin dekat ke kampus. Dia menghembuskan napas panjang, mempersiapkan dirinya untuk hari yang baru.***
Di dalam kamar kecilnya yang bernuansa astronot, Andra menatap langit-langit dengan banyak pikiran berlarian di dalam kepalanya. Berkali-kali dia menghela napas kasar, meratapi nasib yang menghampiri hidupnya."Kenapa jalan hidupku rumit sekali, Tuhan? Apa salahku? Apa salah kedua orang tuaku di masa lalu, sampai-sampai hidupku selalu tertimpa kesulitan?" keluhnya dalam hati sambil memijat keningnya."Lagi, kenapa lagi aku harus bertemu wanita menakutkan itu! Datang-datang langsung minta nikah! Dikira nikah itu gampang kali ya? Mentang-mentang dia CEO, seenak jidatnya memutuskan beasiswa orang yang mati-matian berjuang," kesalnya sambil menutup wajah dengan selimut.Ting...Suara notifikasi pesan masuk terdengar dari ponselnya. Dengan enggan,Andra melihat pengirim pesan, ternyata dari nomor baru. Andra mengabaikan pesan itu, hingga masuk pesan kedua.Ting...Mau tidak mau, dia membuka isi pesan yang ternyata dari wanita menakutkan yang baru saja dia keluhkan.Isi pesan pertama:
Klik...Axela masuk ke dalam ruangan yang tadi dia tanyakan nomornya pada administrasi. Dia melihat Bianca yang dengan cemas memandangi Andra yang terlelap di tempat tidur rumah sakit, begitu fokus hingga tak menyadari kehadirannya.Axela berjalan mendekat,suaranya memecah keheningan, "Kau menyukainya, Miss Bianca."Bianca tersentak, menatap tajam Axela sebelum berdiri dan menarik sahabatnya sedikit menjauh dari tempat tidur Andra."Kau," Bianca menuding Axela, "Apa yang kau lakukan di sini? Aku sangat hafal dengan sikapmu! Kau tidak mungkin ke sini tanpa ada niat yang menguntungkan untuk dirimu!" Suaranya bergetar dengan marah namun tetap tertahan agar tidak membangunkan Andra.Axela tersenyum remeh, perlahan menurunkan jari telunjuk Bianca. "Kau memang sangat tahu bagaimana aku."Axela melangkah kembali ke sisi tempat tidur Andra. Dia mengeluarkan suntikan berisi cairan yang entah apa isinya, dan dengan gerakan tenang, dia menyuntikkannya ke dalam ruang infus Andra.Mata Bianca
"Dia sangat cerdas!" senyum merekah di wajah Kakek saat mobil yang dikendarai Alex meninggalkan parkiran apartemen cucunya, Axela. Raut wajahnya penuh kebanggaan yang sulit disembunyikan."Tuan, apa benar Tuan Muda melakukan hal itu pada Nona Muda?" tanya Alex, fokus pada jalan di depannya.Kakek tertawa pelan, suaranya menggema lembut di dalam mobil. "Hahaha... Andra tidak akan melakukan hal seperti itu. Ini semua pasti jebakan yang dilakukan Nona Mudamu itu pada Tuan Mudamu. Ingat, Nona Mudamu sangat ambisius. Dia tidak mungkin melepaskan apa yang sudah dia usahakan begitu saja. Dia akan melakukan apa pun demi mencapai ambisinya. Entah itu dengan cara yang baik atau cara yang gila sekalipun."Alex mengangguk,memahami maksud Kakek." Lalu bagaimana dengan misi selanjutnya, Tuan?" tanyanya, suaranya terdengar penuh perhatian dan khawatir."Berikan mereka waktu satu minggu bersama dengan ketenangan," kata Kakek dengan tenang, menatap keluar jendela, pandangannya jauh menembus malam. "Set
Pagi itu, sinar matahari pagi masuk melalui jendela kamar Andra, membangunkannya dengan lembut. Hari ini adalah hari libur, tapi bagi Andra, itu berarti sepuluh jam kerja di kafe dari jam 8 pagi hingga 6 sore. Dia menikmati rutinitasnya, meskipun kadang melelahkan. Setelah bangun dan merapikan tempat tidur,Andra mengganti pakaian olahraga dan keluar untuk berlari santai di sekitar kompleks tempat tinggalnya.Lari pagi adalah kebiasaan yang selalu membuatnya merasa segar dan siap menghadapi hari. Napasnya yang teratur, suara langkah kakinya di trotoar, serta pemandangan pagi yang damai memberikan kedamaian tersendiri. Setelah sekitar setengah jam, Andra kembali ke rumah dengan keringat membasahi tubuhnya.Setelah mandi air dingin yang menyegarkan, Andra mengenakan seragam kerjanya yang rapi. Sambil bercermin, dia memikirkan tugas-tugas yang menantinya di kafe. Semoga hari ini tidak terlalu sibuk, "gumamnya dengan senyum tipis di wajahnya. "Pukul 7:30 pagi, Andra mengambil tas kerja