"Tumben sekali menghubungi lebih dari tiga kali, sepertinya ada yang tidak beres," gumam Bianca, baru tiba di apartemennya setelah pulang berbelanja dengan blackcard Axela.
Drtt... drtt... drtt... "Tak butuh waktu lama, panggilan telepon segera diangkat." Bianca: Halo, Miss Xela. Ada yang bisa sekretaris Bianca bantu(tawanya meledek sahabatnya) Jennie: (menghela napas panjang) Bi, aku sedang tidak mood meladeni ledekanmu. Aku tunggu di young cafe, tidak lebih dari 30 menit. Tut... Panggilan diakhiri sepihak oleh Axela. "Yakh! Huh, manusia satu ini," gumam Bianca sambil berjalan mengambil kunci mobil. "Baru saja kerasukan jin baik, sekarang sudah kembali menjadi iblis," keluhnya. Young Cafe adalah tempat favorit Axela dan Bianca untuk melepaskan stres dari tekanan pekerjaan. Bianca sudah tiba lebih dulu dari Axela yang datang lima menit kemudian. Srek... Axela meletakkan foto kusut di depan Bianca. "Apa ini?" Bianca menatap bingung antara foto kusut dan Axela "Bukalah," titah Axela sambil meneguk cappuccinonya. Bianca membuka foto itu dan melihat seorang pria berseragam memakai olahraga yang dibalut jaket. Ketika hendak bertanya, Axela lebih dulu bersuara, "Kakek ingin aku menikahinya," ucapnya dengan tenang. "Apa?!" pekik Bianca, menarik perhatian pengunjung cafe yang lain. "A-ah, maaf," katanya sambil menundukkan kepala sedikit. Bianca menatap Axela dengan tatapan menuntut. "Kau tidak sedang bercanda, kan? Ini sama sekali tidak lucu! OMG, apa aku sudah jadi paranormal? Tebakanku benar." Axelamengabaikan komentar itu dan berkata tenang, "Kakek memberiku waktu 24 jam untuk memikirkan. Dia mengancam kalau aku tidak memenuhi permintaannya kali ini, maka aku akan dicoret dari daftar ahli waris The Atmaja's." Bianca memperbaiki posisi... Bianca duduk dan menatap Axela dengan serius. "Lalu apa keputusanmu? Mommy dan Daddy tidak bisa banyak berbuat, kan? Kau tahu, pemegang keputusan tertinggi di keluarga Atmaja adalah Kakek." Axela meneguk sedikit minumannya. "Aku tidak mungkin merelakan namaku dihapus dari daftar ahli waris The Atmaja's. Akan sangat memalukan, cucu sekaligus anak tunggal, tapi tidak mendapat semua aset The Atmaja's. Kau tahu , sendiri tidak mudah bagiku mencapai posisi ini." Axela. berhenti sejenak. "Aku akan menikahi laki-laki itu, tapi dengan perjanjian kontrak." Bianca tampak kebingungan. "Perjanjian..." "Kontrak? Seperti di film-film?" Axela mengangguk dan kembali meneguk minumannya. "Bagaimana kalau calon suamimu menolak?" tanya Bianca penasaran. Axela menghentikan kegiatan minumnya dan menatap sahabatnya dengan wajah datar. "Aku pikir dia berasal dari kalangan bawah. Perhatikan yang dia kenakan," Bianca melihat kembali dengan teliti. "Tidak ada brand branded yang dia pakai. Berikan penawaran dan sejumlah uang dan kontrak akan berjalan," "Wow, aku salut dengan kemampuanmu dalam memecahkan masalah," puji Bianca. "Lantas kapan kalian bertemu dan membahas pernikahan?" Axela menggelengkan kepala. "Kakek tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya meminta aku menikahi laki-laki itu. Tidak ada acaranya pribadi! Pernikahan ini tidak boleh diketahui orang luar." Bianca terkejut. "Maksudmu hanya dilakukan di tempat ibadah dan dihadiri beberapa orang terdekat?" Axela menganggukkan kepala pelan dan minum minumannya dengan tenang. Drtt ... drtt ... drtt... Panggilan masuk dari Kakek ke ponsel Axela. Dengan enggan, Axela menjawabnya. Kakek: Sudah menentuk pilihanmu, Miss Xela? Axela: (menghela napas perlahan, menangguhkan dirinya) Aku akan menikahinya. Kapan kami bertemu? Kakek: Keputusan yang tepat. Alex akan mengirimkan biodata singkat dirinya,dalam waktu satu Minggu kau harus bisa menikahi nya,jika tidak ancaman itu akan berlaku "Hah ..." Axela menghempaskan ponselnya di atas meja, membuang napas kasar. "Ada apa?" Bianca melihat wajah frustrasi Axela, penuh rasa khawatir. "Kakek memberi waktu satu minggu untuk aku bisa menikahinya. Artinya aku "Harus bertindak cepat dan membuat dia mau menikah denganku," Axela memijat dahinya dengan perlahan, mencoba meredakan kepalanya yang mulai pening. Nayeon menggenggam... Bianca mengambil tangan Axela, mencoba menyalurkan ketenangan. "Axela, kau bisa mengatasinya. Kau selalu bisa. Tapi, satu minggu? Bagaimana kau akan melakukannya?" Axela menarik napas dalam-dalam dan mengembuskan perlahan. "Aku tidak tahu, Bi. Ini gila. Aku bahkan tidak mengenal dia, apalagi membantunya setuju untuk menikah dalam waktu secepat itu." Bianca menatap sahabatnya dengan penuh empati. "Kita akan mencari "Cara. Kau tidak sendirian dalam hal ini. Kita akan atur pertemuan, berdebat dengannya, dan lihat bagaimana reaksinya. Kita punya satu minggu untuk merencanakan semuanya." Axela mengangguk pelan, mencoba mencari ketenangan dalam dukungan sahabatnya. Mereka duduk dalam diam sejenak, masing-masing mendalami pikiran mereka. Axela menatap minumannya yang hampir habis, mencoba menenangkan pikirannya "Begitu Alex mengirim biodatanya. Kita langsung mencari tahu segala sesuatu tentang pria ini, siapa dia, apa yang dia inginkan, dan bagaimana membantunya setuju dengan pernikahan ini," Axela akhirnya berkata dengan nada tegas. Bianca mengangguk setuju. "Ya, kita mulai dari situ. Kita harus bergerak cepat, waktu satu minggu bukan hal yang lama untuk membuatnya setuju menikah." Axela dan Bianca mulai merencanakan langkah-langkah mereka berikutnya, menyadari bahwa waktu terus berjalan dan tekanan semakin meningkat. *** "Xel, Daddy sudah berusaha membujuk Kakek untuk menghentikan perjodohan itu. Tapi, seperti yang kau tahu, Kakek tetap pada pendiriannya," kata Tuan Atmaja dengan nada penyesalan setelah selesai makan malam. Tuan, Nyonya Atmaja, dan Axela masih duduk di meja makan Axela menyeka mulutnya dengan pelan menggunakan sapu tangan yang disediakan oleh pelayan. "Aku akan menikahinya, Dad, Mom," katanya dengan suara tegas namun tubuhnya tampak tenang. Nyonya Atmaja menyentuh putrinya, matanya penuh kekhawatiran. "Kamu sudah memikirkan ini, Sayang? Ini keputusan yang besar. Menjadi rencana tangga tidak sama seperti pacaran." Tuan Atmaja menatap putrinya dengan penuh kasih sayang. "Benar yang dikatakan mommy-mu, Sayang. Apa kamu sudah benar-benar memikirkannya?" Axela meletakkan sapu tangan di sisi meja dan menggenggam tangan mommynya erat-erat. "Aku sudah berbicara dengan Kakek," katanya sambil menatap orang tuanya bergantian. "Aku diberi waktu satu minggu. Aku harus melakukannya dengannya." "Sayang," suara Nyonya Atmaja penuh kekhawatiran, matanya mulai berka.-kaca. Ia tahu betapa keras kepala ayahmu, tapi ia juga tahu betapa berartinya kamu baginya." "Percayalah padaku, Mom," "Dad. Aku bisa mengatasinya. Aku janji akan menjaga diriku," ujar Axela dengan tekad yang bulat, mencoba meyakinkan kedua orang tuanya. Tuan Atmajamenghela napas panjang, menyandarkan tubuhnya di kursi. "Kami hanya ingin yang terbaik untukmu, Xel. Jika ini keputusanmu, tapi ingat, kami selalu ada di sisimu." Nyonya Atmaja menunduk, air mata mulai mengalir di pipinya. "Kami hanya ingin kamu bahagia, Sayang. Semoga..." Keputusanmu ini adalah yang terbaik." Axela berdiri dan memeluk kedua orang tuanya erat. "Terima kasih, Mom, Dad. Aku akan baik-baik saja." Tuan dan Nyonya Atmaja hanya bisa berdoa dalam hati, berharap keputusan putri mereka adalah yang terbaik dan tidak akan menyesali hatinya. Mereka tahu keputusan ini di depan tidak akan mudah, tetapi mereka juga tahu bahwa Atmaja adalah putri yang kuat. ****Ting ...Pesan masuk ke dalam ponsel Axela yang sedang merias wajahnya. Matanya melirik sekilas ke arah layar, dan dia melihat pesan itu berasal dari Alex, orang kepercayaannya Kakeknya. Jantungnya berdegup sedikit lebih cepat, penasaran dengan apa yang akan dia temukan.Axela meletakkan lipstik di tempat semula, lalu bercermin sekali lagi untuk memastikan tampilannya sudah sempurna. Setelah merasa puas, dia menarik napas dalam-dalam dan membuka pesan tersebut.Isi pesan yang dikirim Alex berupa biodata singkat calon suami Axela.(Andra Abimanyu, usia 22 tahun. Anak tunggal, yatim-piatu, pekerjaan part-time; pengantar makanan, pekerja cafe. Mahasiswa semester 7 Atmaja Universitas, jurusan hukum).Axela membaca biodata itu dengan seksama, alisnya sedikit terangkat. Yatim-piatu? Pekerjaan part-time? Apa yang sedang direncanakan Kakek? Pikiran Axela berkecamuk, menimbulkan campuran antara penasaran dan khawatir.Tak ingin menunggu lebih lama lagi, Axela langsung menelpon sekretarisnya.
Axela berjalan terburu-buru di lorong kampus, mengabaikan banyak pasangan mata yang menatapnya dengan nada menyebalkan panggilan dari sahabatnya.“Axela …” panggil Bianca berulang kali, berusaha keras menyamai langkah Axela yang semakin cepat.Axela terus berjalan menuju mobil, mengabaikan pertanyaan sahabatnya. Banyak pertanyaan memenuhiKepalanya.calon suaminya, benar-benar bisu? Kenapa Kakeknya ingin Axela menikahi laki-laki bisu itu? Apa istimewanya laki-laki itu? Pertanyaan-pertanyaan itu berputar tanpa henti di benaknya, hingga tepukan di bahu dari Bianca menyadarkannya.“Huft …,” Bianca mengatur napas yang tersengal-sengal setelah mengejar Axela, “Apa yang terjadi? Kenapa kau meninggalkan dia begitu saja?” tanyanya, khawatir.“Kita bicara di dalam, Bi.”Klik …Bianca membuka pintu mobil dengan remote. Axela masuk ke dalam mobil dan menyandarkan tubuhnya dengan kasar di kursi. Bianca ikut masuk dan duduk di kursi sebelahnya.Dia menyentuh bahu sahabatnya yang terlihat sangat seri
" Apa yang harus aku lakukan,Bi?" tanya Axela ,duduk di atas meja kerja dalam ruangannya sambil meneguk minuman beralkohol yang selalu tersedia di sana. Bianca merasa kasihan melihat sahabatnya tampak begitu putus asa. Pukul 10 pagi ini,Axela sudah mulai mengonsumsi alkohol,sesuatu yang tidak biasa bagi sahabatnya yang biasanya tengah sibuk dengan tumpukan pekerjaan. Bianca mendekati Axela dengan penuh perhatian."Xel,ini bukan cara yang baik untuk mengatasi semuanya,"katanya lembut, mencoba mencapai hati sahabatnya yang sedang kesulitan. Axela menatap Bianca dengan mata yang terlihat kosong dan penuh dengan beban pikiran "Aku tidak tau lagi,Bi. semuanya begitu rumit,"ujarnya dengan suara yang bergetar, cobaann yang nyata. Bianca duduk di sebelah Axela, menempatkan tangannya di punggung sahabatnya dengan lembut."Axela,aku tahu ini sangat sulit untuk bagimu.Tapi, bagaimana jika kita melihat situasi ini dari sudut pandang berbeda?"katanya dengan hati-hati. Axela menoleh keara
Axela dan Bianca duduk di sofa sederhana dalam rumah Andra. Pandangan mereka menelusuri setiap sudut ruangan, mencoba memahami kehidupan laki-laki yang begitu berbeda dengan mereka. Tidak ada barang-barang mewah, hanya ada beberapa perabotan biasa yang menunjukkan kesederhanaan hidup Liam. Setelah beberapa waktu, Andra muncul kembali dari dapur. Wajahnya masih menunjukkan sisa-sisa kelelahan dan luka yang belum sepenuhnya pulih. Dia membawa tiga kotak susu cokelat, satu-satunya yang bisa dia tawarkan sebagai jamuan untuk tamunya. Dengan senyum yang penuh ketulusan, dia memberikan satu kotak susu kepada Axela dan satu lagi kepada Bianca. "Maaf, hanya ini yang aku punya, "kata Andra dengan memberikan selembar kertas Bianca tertegun melihat cara Andra berkomunikasi. Calon suami sahabatnya itu benar-benar bisu, tidak bisa berbicara. Axela mengabaikan hal itu dan menatap Liam dengan serius. "Menikahlah denganku!" pintanya dengan tegas. Andra menatap Axela dengan tatapan penuh kebi
Pagi itu, Andra berjalan di trotoar menuju halte bus. Dia akan pergi ke kampus, seperti biasanya, menggunakan bus. Agenda hari ini adalah menghabiskan waktu di perpustakaan untuk menyelesaikan tugas akhirnya. Meskipun masih ada bekas memar dan satu plester di keningnya akibat bully yang diterimanya, senyum kecil merekah di wajah Andra. Saat duduk di dalam bus,Andra merasa sedikit tenang, terlepas dari semua yang telah dia alami. Dia menatap jendela, melihat pemandangan kota yang bergerak perlahan. Dalam hatinya, dia mencoba menyemangati diri sendiri, membisikkan kata-kata positif yang memberinya kekuatan. "Semangat, Andra! Hari ini akan menjadi hari baik untukmu!" gumamnya pelan, hampir seperti doa yang penuh harapan. Hatinya terasa hangat setelah melakukan hal itu, seperti secercah cahaya di tengah kegelapan.Bus terus melaju, membawa Andra semakin dekat ke kampus. Dia menghembuskan napas panjang, mempersiapkan dirinya untuk hari yang baru.***
Di dalam kamar kecilnya yang bernuansa astronot, Andra menatap langit-langit dengan banyak pikiran berlarian di dalam kepalanya. Berkali-kali dia menghela napas kasar, meratapi nasib yang menghampiri hidupnya."Kenapa jalan hidupku rumit sekali, Tuhan? Apa salahku? Apa salah kedua orang tuaku di masa lalu, sampai-sampai hidupku selalu tertimpa kesulitan?" keluhnya dalam hati sambil memijat keningnya."Lagi, kenapa lagi aku harus bertemu wanita menakutkan itu! Datang-datang langsung minta nikah! Dikira nikah itu gampang kali ya? Mentang-mentang dia CEO, seenak jidatnya memutuskan beasiswa orang yang mati-matian berjuang," kesalnya sambil menutup wajah dengan selimut.Ting...Suara notifikasi pesan masuk terdengar dari ponselnya. Dengan enggan,Andra melihat pengirim pesan, ternyata dari nomor baru. Andra mengabaikan pesan itu, hingga masuk pesan kedua.Ting...Mau tidak mau, dia membuka isi pesan yang ternyata dari wanita menakutkan yang baru saja dia keluhkan.Isi pesan pertama:
Klik...Axela masuk ke dalam ruangan yang tadi dia tanyakan nomornya pada administrasi. Dia melihat Bianca yang dengan cemas memandangi Andra yang terlelap di tempat tidur rumah sakit, begitu fokus hingga tak menyadari kehadirannya.Axela berjalan mendekat,suaranya memecah keheningan, "Kau menyukainya, Miss Bianca."Bianca tersentak, menatap tajam Axela sebelum berdiri dan menarik sahabatnya sedikit menjauh dari tempat tidur Andra."Kau," Bianca menuding Axela, "Apa yang kau lakukan di sini? Aku sangat hafal dengan sikapmu! Kau tidak mungkin ke sini tanpa ada niat yang menguntungkan untuk dirimu!" Suaranya bergetar dengan marah namun tetap tertahan agar tidak membangunkan Andra.Axela tersenyum remeh, perlahan menurunkan jari telunjuk Bianca. "Kau memang sangat tahu bagaimana aku."Axela melangkah kembali ke sisi tempat tidur Andra. Dia mengeluarkan suntikan berisi cairan yang entah apa isinya, dan dengan gerakan tenang, dia menyuntikkannya ke dalam ruang infus Andra.Mata Bianca
"Dia sangat cerdas!" senyum merekah di wajah Kakek saat mobil yang dikendarai Alex meninggalkan parkiran apartemen cucunya, Axela. Raut wajahnya penuh kebanggaan yang sulit disembunyikan."Tuan, apa benar Tuan Muda melakukan hal itu pada Nona Muda?" tanya Alex, fokus pada jalan di depannya.Kakek tertawa pelan, suaranya menggema lembut di dalam mobil. "Hahaha... Andra tidak akan melakukan hal seperti itu. Ini semua pasti jebakan yang dilakukan Nona Mudamu itu pada Tuan Mudamu. Ingat, Nona Mudamu sangat ambisius. Dia tidak mungkin melepaskan apa yang sudah dia usahakan begitu saja. Dia akan melakukan apa pun demi mencapai ambisinya. Entah itu dengan cara yang baik atau cara yang gila sekalipun."Alex mengangguk,memahami maksud Kakek." Lalu bagaimana dengan misi selanjutnya, Tuan?" tanyanya, suaranya terdengar penuh perhatian dan khawatir."Berikan mereka waktu satu minggu bersama dengan ketenangan," kata Kakek dengan tenang, menatap keluar jendela, pandangannya jauh menembus malam. "Set