Share

9. Tidak Percaya Diri 1

PERNIKAHAN

- Tidak Percaya Diri

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Bram yang mendapati Puspa duduk sambil menulis sesuatu di buku. Namun setelah menyadari kehadirannya, Puspa buru-buru menutup bukunya.

Tentu Puspa sangat terkejut. Apalagi dia hanya menyalakan lampu belajar yang menyinari meja saja. Kehadiran Bram yang berdiri menjulang di belakangnya membuat kaget.

"Nggak apa-apa," jawab Puspa gugup.

"Sudah malam. Tidurlah. Kamu sedang sakit, kan? Jangan tidur di luar. Aku tidak ingin anak-anak terganggu dengan permasalahan antara aku dan kamu." Bram kembali melangkah ke kamarnya setelah selesai bicara.

Untuk beberapa saat, Puspa diam menatap dinding yang gelap di depannya. Lantas berdiri dan masuk kamar yang sama. Berbaring miring seperti biasa.

Bram memikirkan perasaan anak-anaknya, bukan perasaannya. Wajar bukan, dirinya hanya orang baru yang saat ini dianggap sebagai penipu.

***L***

"Kita tahu kan Pak Bos gimana orangnya. Dia paling nggak suka dicurangi seperti semalam. Bisa-bisanya mereka ngirim beras yang sudah kutuan padahal sudah dibeli dengan harga tinggi. Lihat saja, orang itu nggak bakalan bisa memasukkan barang ke gudang kita lagi. Bos kalau sudah dibohongi nggak bakalan ngasih kesempatan."

"Sebenarnya bos kita itu orangnya sangat fleksibel dan baik. Barang belum ada sudah di kasih uang muka. Nggak menetapkan batas waktu yang penting barang dikirim sesuai quota meski secara bertahap. Kalau sudah gini ya susah. Kemarin saja bos sudah bilang kalau memutuskan kontrak kerja dengan mereka."

"Bodohlah mereka ini. Jangan harap dikasih kesempatan lagi. Yang penting kita profesional, si bos paling royal orangnya."

"Paling royal dan loyal meskipun nggak banyak bicara. Tapi jangan harap diberikan peluang lagi setelah berani macam-macam sama si bos."

Sambil menyiapkan bekal di lunch box untuk Sony, Puspa mendengarkan percakapan dua kuli yang sedang minum kopi di teras dapur. Mereka duduk di dekat jendela, makanya Puspa mendengar apa yang mereka bicarakan. Dua orang itu kebetulan habis jaga malam di gudang.

Dari gambaran sekilas, ia bisa menyimpulkan kalau Bram tidak akan memaafkannya. Dia tidak jujur pada suaminya dan itu yang tidak disukai Bram. Mungkin setelah permasalahan pekerjaan selesai, Bram baru mengajaknya bicara.

Masih ada waktu untuk bernafas lega. Setidaknya kekacauan yang bakalan terjadi di dua keluarga bisa tertunda. Ia juga bisa mengulur waktu dan berpikir bagaimana untuk menghadapi kemarahan kedua orang tuanya. Apa nanti Bram akan berterus terang pada mama serta kedua orang tuanya. Tentang kondisi Puspa, tentang kebohongan yang disembunyikan.

Kemudian ayahnya akan tahu, terus bertanya pada putrinya. Jika Puspa jujur, ia takut ayahnya akan bertindak di luar batas. Semuanya akan hancur. Akan gempar seluruh desa. Bahkan sampai ke mana-mana. Puspa tidak bisa membayangkan itu.

Pak Fathir akan melakukan apapun demi membela keluarganya. Lelaki yang siap menerjang apa saja jika keluarganya disakiti sedangkan pihaknya tidak bersalah.

"Selamat pagi, Bunda." Sony menyapanya dengan ceria. Membuyarkan ketakutan Puspa.

"Selamat pagi juga, Dek." Puspa tersenyum lantas mengambilkan piring dan menuangkan nasi. "Mau lauk apa?"

"Ayam goreng sama bawang goreng saja, Bun. Kasih sambal kecap dikit."

"Oke." Puspa menuruti permintaan Sony.

Vanya muncul dan meletakkan tas di kursi. Gadis itu mengambil piring lain meskipun sudah disediakan oleh Puspa di atas meja.

Puspa memilih diam daripada menyapa Vanya. Dia tidak ingin menambah beban dalam dada. Ini saja rasanya sudah tidak kuat. Semalaman dia tidak tidur. Noktah hitam dalam hidupnya kembali terbayang begitu jelas dan menyakitkan.

"Bunda, kenapa?" Sony yang peka beranjak menghampiri Puspa. Tatapannya tampak sangat khawatir.

"Nggak apa-apa. Yuk, dilanjut sarapannya. Biar bunda potongkan buah untuk dibawa ke sekolah." Puspa menarik napas dalam-dalam. Kemudian membuka kulkas untuk mengambil buah pir dan semangka.

"Bunda, istirahat saja kalau masih sakit." Sony masih juga khawatir. Sementara Vanya menatap sinis pada ibu tirinya.

"Bunda udah baikan." Puspa tersenyum pada Sony.

Setelah anak-anak selesai makan dan berangkat ke sekolah, Bram baru turun. Dia ketiduran lagi sehabis salat subuh. Terlihat sangat lelah.

Tergesa Puspa membuatkan jahe hangat tanpa gula dan mengambilkan nasi. "Mas, mau lauk apa?"

"Nanti aku ambil sendiri."

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
cuma bisa bicara dlm hati. katanya seorang wanita yg berani dan enegik ternyata beraninya cuma berbohong dan berzina. seharusnya si puspa itu jujur saja daripada bertele2.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status