Raka berusaha menahan erangannya, tapi gagal.
Lelaki tampan itu mengerang ketika rambutnya diremas dengan gemas, dan menggeram sewaktu tubuhnya didorong hingga jatuh terlentang. "Baby." Suaranya terdengar serak. "Apa yang kamu lakukan?"
Pada saat ini di hadapannya telah ada sesosok makhluk paling cantik dan seksi yang pernah Raka temui. Dengan gerakan begitu sensual, perempuan itu mulai merayap dan menaiki tubuh Raka. Rambut panjangnya yang tergerai sedikit berantakan dan dahi yang dihiasi keringat justru menambah kesan seksi di mata Raka, membuatnya menggeram menahan gairah.
"Baby, jangan terlalu menyiksaku."
"Aku menginginkan rumah."
"Apa— Baby, apa yang—"
"Berikan aku rumah atau aku akan berhenti menjadi kekasihmu."
Raka menelan ludah dengan susah payah. Miliknya di bawah sana sudah begitu tegang dan berdenyut sakit karena harus tertahan di dalam celana bahannya. Napas Raka juga semakin menderu, ketika jemari lentik itu mulai menelusuri dada dan membuka satu persatu kancing kemeja kerjanya.
"Baby, please ...." Dengan suara yang nyaris memohon, Raka meraih pinggang ramping itu dan berusaha menariknya mendekat. Namun dengan lembut, perempuan yang kini menindihnya itu menahan. "Baby ...."
"Berikan aku rumah," ulang perempuan itu dengan suara mendesah yang terdengar begitu seksi, membuat Raka harus menggertakkan rahangnya kuat-kuat agar tidak lepas kendali. "Aku ingin memiliki sebuah rumah, Raka. Rumah yang sangat mewah, sehingga tidak akan ada yang berani menghinaku."
"Baby, memangnya siapa yang berani menghinamu, hm?"
"Berikan saja aku rumah, Raka. Beres."
"Tentu saja, Sayang. Itu bukan hal yang terlalu sulit bagi—"
"Tepat di sebelah rumahmu."
Raka seketika terdiam. Otaknya ternyata membutuhkan waktu lebih untuk berpikir. Namun sentuhan lembut serta ringan yang kini menyentuh ujung dadanya dan lantas bermain di sana secara bergantian, membuat Raka tidak bisa lagi berpikir jernih.
Dalam hati Raka memaki karena merasakan miliknya di bawah sana yang semakin tegang. Apalagi sekarang kekasihnya itu lantas memasang wajah cemberut, yang justru terlihat begitu menggemaskan.
"Apa? Angel ... Baby ... apa yang kamu katakan?"
"Baiklah kalau kamu tidak mau," ujar Angel sembari menjauhkan diri dari Raka. Dengan gerakan gesit, perempuan itu lantas merapikan kembali pakaian tidurnya yang tadi sudah sedikit berantakan karena ulah nakal Raka. "Jangan temui aku lagi. Mulai saat ini, hubungan kita put—"
"Oke, oke, Baby. Aku akan memberikan apa pun yang kamu inginkan." Raka menggeram. Dia bergegas menyusul perempuan yang kini berdiri dan memandangnya dengan tangan terlipat. "Aku serius. Baby, aku akan membelikanmu rumah mewah itu."
"Jangan lupa kalau rumah yang aku inginkan adalah rumah yang tepat di sebelah milikmu, Raka," ujar Angel lagi, berusaha menghindar ketika Raka ingin menyentuhnya kembali. "Aku ingin memiliki rumah yang bersebelahan dengan rumah kalian, rumah yang kamu tempati bersama dengan ... istrimu."
Deg!
Selama sesaat, ada jeda waktu ketika Raka kembali terdiam. Tubuh lelaki itu sedikit kaku, begitu pun dengan wajahnya yang memasang ekspresi tegang.
Namun, Angel kemudian meraih tengkuknya dan berbisik tepat di sebelah telinga Raka.
"Raka," bisiknya. "Aku ingin merasakan, bagaimana rasanya bila aku benar-benar menjadi milikmu. Apakah kamu tidak mengerti, betapa selama ini aku merasa tersiksa? Di sini akulah yang mendapat tudingan sebagai pelakor."
Raka tidak tega melihat wajah muram dan sedih di wajah kekasihnya itu. Angel memang hanya kekasih gelapnya, tapi dia begitu mencintai perempuan yang tengah bersamanya ini. Perasaan Raka terhadap Angel bahkan melebihi rasa cinta yang dia miliki terhadap Lidia, istrinya sendiri.
"Baby, kumohon. Jangan berwajah muram seperti ini." Meraih dagu Angel dan membuatnya mendongak, Raka benar-benar tidak sabar untuk bisa segera mengulum dan melumat sepasang bibir yang mengerucut dengan menggemaskan itu. "Kamu sama sekali tidak merebutku, sebab aku benar-benar mencintaimu, Baby. Sungguh. Lagi pula, bukankah tadi sudah kukatakan bahwa aku akan memberikan semua yang kamu mau? Hm?"
"Jadi?"
"Tapi ini bukanlah hal yang mudah untuk diputuskan dengan gegabah. Ah, begini saja. Baby, bagaimana kalau aku membelikanmu rumah di tempat lain? Aku bahkan akan membelikanmu sebuah rumah yang jauh lebih mewah daripada milikku. Bagaimana kalau ditambah dengan sebuah mobil mewah? Nanti kamu bisa memilihnya sesukamu, Baby."
Angel mendengus. Dengan kasar dia lantas mendorong Raka menjauh dan segera berbalik pergi. Meski sedang marah, tapi perempuan itu melenggang ke arah kamar mandi dengan gerakan yang begitu seksi dan menggoda.
"Pergilah," ujarnya, berhenti tepat sebelum memasuki kamar mandi dan menoleh ke arah Raka. "Aku tidak mau rumah lain, Raka. Aku juga tidak ingin mobil atau apa pun. Aku hanya ingin memiliki sebuah rumah mewah, yang berada tepat di sebelah rumahmu. Titik! Habis perkara!"
"Angel ... Baby ... Ayolah, jangan marah. Aku benar-benar mencintaimu, Baby ..., tapi tolong bersabarlah sebentar lagi-"
Ucapan Raka terputus karena pintu kamar mandi yang kini sudah ditutup dengan keras, bahkan nyaris menabrak ujung hidungnya. Rupanya, kekasihnya benar-benar marah. Mengacak-acak rambut, dia hanya sanggup mengeluarkan suara erangan bernada frustrasi.
Satu sisi dia ingin menuruti semua permintaan Angel, tapi Raka juga menyadari adanya risiko yang terlalu besar apabila dia mengabulkan permintaan kekasihnya kali ini.
"Oh, my Angel Baby. Kamu benar-benar membuatku resah."
Menghela napas kasar, Raka tengah berpikir keras.
Apa yang bisa dia lakukan agar bisa menyenangkan kembali hati kekasihnya?
***
Angel baru keluar dari kamar mandi setelah waktu empat puluh lima menit telah berlalu. Dari awal dia memang sengaja berlama-lama di kamar mandi, untuk memastikan agar Raka merasa bosan menunggunya dan pergi. Perempuan cantik itu bahkan masih sempat keramas dan mengeringkan rambutnya terlebih dulu. "Baguslah," gumamnya, ketika tidak mendapati seorang pun berada di apartemennya. Ini berarti kalau Raka memang sudah berangkat kerja. "Ha ... masih pagi, tapi sudah membuatku capek saja. Menyebalkan sekali." Angel duduk di pinggir tempat tidur dengan tubuh yang hanya berbalut handuk kimono. Tidak ada Raka di sini jadi, dia bisa bersikap lebih santai. Namun baru saja menyilangkan kaki jenjangnya, mata Angel kemudian menangkap sesuatu yang tadinya tidak ada di atas nakas. "Kartu kredit?" Sebelah alis Angel menaik. Dia tidak perlu repot-repot untuk mencari tahu, siapa orang yang sudah begitu baik hati meninggalkan sebuah kartu kredit untuknya. Bahkan, sebenarnya itu tidak perlu. Sebab di
Lift berdenting dan pintunya pun terbuka. Angel yang tadi sempat sibuk kembali dengan pikirannya, sudah setengah berjalan masuk ke lift. Namun kemudian, langkahnya mendadak berhenti. Lift yang dia tunggu, rupanya tidak kosong. Ada seorang lelaki yang tengah berdiri sambil bersandar ke dinding lift, dengan kepala yang sedikit menunduk. Sikapnya memang terkesan cuek, tapi ada sesuatu pada lelaki itu yang entah mengapa membuat Angel merasa tidak nyaman. Apakah lebih baik kalau dia menunggu lift yang lain saja, ya? "Apa kamu berencana menjadi hantu gepeng?" "Apa?" Lelaki itu perlahan mendongak dan memandangnya, membuat Angel tanpa sadar terpukau. Kedua mata lelaki itu memiliki warna yang berlainan. Mata kanannya berwarna hijau seperti batu emerald, sementara yang satunya lagi berwarna amber. "Halo? Nona? Apakah kamu akan masuk atau tidak?" Bahkan sekedar mengalihkan pandangan pun terasa sulit. Memandangi sepasang mata yang berlainan warna itu membuat Angel seolah menemukan sebua
Beberapa pegawai lelaki memutuskan untuk berdiri bengong, ketika Angel melangkah memasuki gedung tempatnya bekerja sambil menyibakkan rambut. Gerakan yang semacam itu, sebenarnya merupakan hal yang lumrah. Namun terlihat begitu seksi dan menggoda, apabila Angel yang melakukannya. Sempat terjadi keributan kecil sewaktu satu atau dua orang kemudian saling bertabrakan. Itu karena perhatian mereka teralih sepenuhnya kepada Angel, sementara mereka terus berjalan tanpa melihat ke depan. Oh, ya, ampun. Ada-ada saja. "Morning, Gorgeous." Baru satu detik meletakkan tasnya di atas meja kerja, Angel masih belum sempat duduk ketika Yasmin Natasha melangkah masuk dan menyapa. Menoleh dan tersenyum, dia lantas menyambut gembira teman kerja satu angkatannya yang kini berjalan mendekat. "Hai, Yas." "Bagaimana? Apakah sudah siap untuk berperang?" Yasmin melontarkan pertanyaan yang berbalut kelakar satir, berjawab putaran mata oleh Angel. "Oh, ayolah. Jangan khawatir, Cantik. Presentasimu si
Tidak perlu menunggu waktu lama bagi Angel untuk sampai di salah satu pusat perbelanjaan. Seperti biasa, ada banyak pasang mata yang menatapnya kagum ketika dia melenggang dengan anggun. Sebagian besar berasal dari para kaum Adam yang menatapnya dengan lapar, tapi Angel sama sekali tidak peduli. Perempuan itu tetap asyik berbelanja. Apa pun barang yang disukainya, Angel tidak berpikir dua kali untuk membelinya. Dia sama sekali tidak mempedulikan harga barang yang dibelinya. Parfum, tas, pakaian, sandal, sepatu, bahkan sampai pakaian dalam. Tidak ketinggalan pula kacamata, jam tangan, dan berbagai aksesoris bermerk lainnya. Belum ada satu jam berlalu dan barang belanjaan Angel sudah begitu menumpuk, sampai-sampai dia harus dibantu oleh dua orang petugas porter mall. "Terima kasih, tapi tidak dulu." "Apakah tidak sayang, Bu? Kalungnya sangat cantik dan begitu cocok untuk Ibu pakai, lho." "Tapi ... bagaimana, ya? Harganya semahal itu." Angel seketika menghentikan langkahnya. Tadi
Raka meremas rambutnya dengan frustrasi. Sejak tadi dia pusing memikirkan soal permintaan Angel. Lelaki itu sama sekali tidak mengerti, kenapa kekasihnya tiba-tiba saja meminta sebuah rumah? "Kalau sekedar rumah mewah, tidak masalah bagiku. Aku sanggup memberikan Angel rumah semewah apa pun yang dia minta." Mengusap wajahnya dengan kasar, Raka memandang muram ke arah tumpukan pekerjaan di atas meja kerja. "Namun masalahnya, Angel meminta rumah yang berada tepat di sebelah rumahku. Bagaimana kalau sampai gara-gara itu, Lidia akhirnya tahu soal hubunganku dengan Angel?" Hubungan Raka dengan Angel memang belum berjalan terlalu lama. Mereka bahkan baru saling mengenal sembilan bulan lalu. Namun meski begitu, Raka benar-benar sudah jatuh hati terhadap perempuan itu. "Bagaimana kalau gara-gara aku tidak mengabulkan permintaannya ini lantas membuat Angel akan benar-benar marah, lalu memutuskan hubungan kami?" Untuk ke sekian kalinya, Raka mondar-mandir dengan gelisah di dalam ruang
Sebenarnya, video semacam apa yang dilihat oleh Raka? Dalam rekaman video tersebut, terlihat bagian dada seorang perempuan. Dada tersebut tampak begitu montok serta mulus, dengan kulit yang berwarna putih bersih. Mulanya, rekaman video fokus ke seuntai kalung dengan liontin safir Ceylon, yang kini melingkari sebuah leher jenjang. Di dalam video, terlihat ujung jari yang lentik bergerak menyusuri untaian kalung. Sejalan dengan gerakan jari tersebut, maka rekaman video pun semakin turun, turun, dan terus turun. Adegan berikutnya malah membuat Raka sampai harus mengertakkan rahang kuat-kuat. Satu. Dua. Tiga. Total ada tiga kancing kemeja yang dilepas dengan gerakan perlahan dan sensual. Raka bisa melihat permukaan dada yang terlihat begitu montok dan menggiurkan. Milik Raka di bawah pun semakin sesak saja rasanya. Apalagi sewaktu terdengar sebuah suara yang mendesah memanggilnya. "Honey, bagaimana menurutmu? Apakah kamu suka?" Itu adalah suara Angel. Raka jelas tidak mungkin
Angel mengakhiri panggilan teleponnya dengan wajah puas. Dia lantas menoleh ke pramuniaga toko perhiasan du Franc yang kini bersamanya, di sebuah ruangan khusus pelanggan VIP. "Terima kasih karena sudah bersedia membantuku," ucapnya dengan ketulusan, mengamati pramuniaga yang sekarang sedang membersihkan kalung miliknya. "Tidak perlu dimasukkan ke kotak. Biar langsung aku pakai saja," imbuhnya. "Baik, Nona." Dengan cekatan pramuniaga itu lantas membantu memasangkan kalung ke leher Angel, sementara perempuan cantik itu menyibakkan rambutnya. "Saya juga berterima kasih atas uang tip yang sudah Anda berikan," ucap pramuniaga itu lagi, tersenyum senang saat mengingat tambahan dana yang lumayan banyak di rekeningnya. "Lupakan saja. Toh, itu karena kamu sudah bersedia membantuku untuk memakai kalungnya dan aku videokan seperti tadi. Jangan lupa." Angel memajukan tubuhnya dan menatap lekat-lekat ke mata pramuniaga tersebut. "Ini rahasia. Lagi pula, semisal terbongkar pun tidak akan me
"Honey ... aku lapar. Aku ingin memakanmu." Raka seketika menegang. Sekujur tubuhnya pun kini meremang sewaktu merasakan hembusan napas Angel di lehernya. "Baby," bisiknya dengan suara yang sudah terdengar parau. "Kamu benar-benar nakal." Untung saja Angel masih sempat meraih sling bag-nya, sebab tidak lama kemudian Raka sudah langsung menariknya. Langkah lelaki itu begitu terburu-buru dan sama sekali tidak memedulikan pandangan heran para karyawannya. Tersenyum, Angel sudah bisa merasa wajar dengan reaksi orang-orang tersebut yang terus saja memandanginya. Tentu saja mereka heran dan bertanya-tanya, siapa perempuan yang sedang atasannya gandeng ini? Senyumannya semakin lebar ketika memikirkan bahwa kabar mengenai kedatangannya ini akan bisa mencapai telinga Lidia. Rasanya dia tidak sabar menantikan hal tersebut. "Raka," panggilnya dengan suara manja, bertumpu di bahu kiri Raka dan berpura-pura handak jatuh sehingga lelaki itu segera menyambar pinggang Angel dan memeluknya. N