POV 3[Selamat berbulan madu buat Kak Caca sama Bang Bian. Ngebet banget sih, Bang? Habis resepsi langsung eksekusi. Ada Oppung juga yang mengawal pengantin. Sehat-sehat, ya, Oppung] Story WA Anisa setelah menerima foto dari Tika, sang pengasuh Boy yang sudah akrab dengannya sejak kunjungan pertama ke rumah Carisa. Semua anggota keluarga di rumahnya ikut tertawa terpingkal-pingkal karena mengetahui aksi Oppung Bolon dan Oppung Menek berhasil memboyong pengantin baru itu. Di sebuah kontrakan yang lumayan bagus, ada wanita yang kini semakin menyesali keadaan saat melihat story WA mantan adik iparnya. Dialah Inayah, wanita yang dulu selalu pamer kemesraan demi memancing Caca kembali dalam hidup lelaki yang mencintainya. Rasa angkuh mengakar dalam jiwa melihat perhatian Bian semakin memperlihatkan rasa cinta. Apalagi surat keterangan dari dokter yang menyatakan lelaki itu tidak akan bisa punya anak.Saat dirinya fokus melihat kekurangan pasangannya, ternyata aibnya lah yang akhirnya t
Keesokan harinya, Oppung Bolon dan istri beserta Bian dan Caca berencana makan di restoran hotel. Namun pasangan tua itu tak terlalu berselera karena kebanyakan makanan kekinian yang tak cocok di lidah. "Gak selera aku makan, Oppung Bian," celetuk gadis zaman dahulu yang sudah pernah naik haji itu. "Iya, Oppung pun tak suka lah. Kita makan di rumah saja. Barusan cucu kita si Nisa telpon kalau sudah masak rebusan sama sambal terasi," usul lelaki yang pekerja keras di masa mudanya itu. Rasa bersalah kerap menghampiri hati karena dulu terlalu keras mendidik anak lelaki satu-satunya yang tak lain adalah ayahnya Bian. Bermula dari Parluhutan sering nongkrong di warung bersama temannya hingga malas membantu orang tua di kebun, Oppung Bolon naik pitam ketika putranya melawan. Dia berpikir anak lelakinya akan melunak jika dikerasin, apalagi diusir, meninggalkan hidup mereka yang berkecukupan. Namun, dia tak menyangka dan harus menyesali keadaan. Maslah sepele itu membuat anaknya ymtak
"Makan, yuk. Kamu tak perlu sungkan samaku, In. Kita kan, teman. Aku tahu kalau kalian ada hubungan di masa lalu, tapi sudah jadi kenangan, kan? Tak usah terlalu sering melihat ke belakang, nanti bisa kebentur loh. Lebih baik fokus dengan rencana masa depan yang lebih baik," cerocos Caca lagi, mendekatkan piring, lalu mulai makan."Makan, Bi," ujarnya lagi pada suaminya. Bang Bian tersenyum kikuk, lalu menggangukkan kepala.Aku masih terpaku di tempat, bibir mengatup rapat, tak mampu mengucapkan sepatah kata pun. Semua kosa kata tiada yang pas untuk membalas wanita di hadapanku. Kata-katanya berbobot dan susah untuk kusangkal.Dulu, Bang Bian memang lelaki yang setia dan perhatian padaku, tapi sayang sekali aku telah menyia-nyiakannya. Aku yakin, meskipun dia bersikap sebagai suami yang setia buat Caca, aku pun masih bertakhta di hatinya.Posisi benar-benar terbalik. Jika dulu Caca adalah mantan dan aku istri sah, tapi yang terjadi sekarang malah sebaliknya. Akulah yang harus berusaha
Laki-laki kurang ajar yang mengenakan kemeja kotak-kotak itu bangkit sambil memegangi perutnya. Wajahnya terlihat sedang kesakitan. "Keluargaku tak akan pernah mendapatkan perlakuan seperti itu. Mereka wanita baik-baik. Sedangkan wanita ini? Ck ck, dia berpakaian, tapi seperti telanjang. Sebagai lelaki normal, wajar kalau mataku tergoda. Memangnya dia siapamu sampai kamu berani memukulku gara-gara penggoda ini, hah?" hardik laki-laki itu. Berani sekali dia menyalahkanku? Harusnya dialah yang menjaga pandangan, tidak melirik ke sana kemari. Aku juga terpaksa begini, karena sedang berusaha mendapatkan cintaku kembali"Asal kamu tahu, aku ini ...."Bian mengarahkan telapak tangan ke arahku. Aku tak jadi melanjutkan kalimat, padahal cuma ingin mengakui kalau kami pernah jadi suami istri. Bian tak meladeni ucapan lelaki bertubuh gempal itu.Dua orang satpam tergopoh berlari dan membawa paksa laki-laki yang telah membuat kerusuhan itu. Pengelola restoran pun meminta maaf atas kejadian ya
"Kamu lihat sendiri, kan, Mak Boy, Inayah itu aneh dan bikin emosi naik. Makanya Ayah Boy malas berurusan dengan dia," ujar Bian setelah mobil melaju meninggalkan mantan istrinya yang ngeselin, masih memandang ke arah kami."Iya, ya. Dia itu kayaknya hanya butuh perhatian, Ayah Boy," balasku, tersenyum terkulum. "Kita maklumi saja kalau pas ketemu. Toh kita sudah berusaha tak berurusan dengannya. Tadi itu kan terpaksa," lanjutku.Bian tersenyum, lalu menggendikkan bahu. Suamiku itu menautkan jemarinya di sela jariku, mammpu mengembalikan mood manjadi baik lagi."Kedengarannya lucu, ya, manggil kamu dengan sebutan Mamak Boy," kekeh lelaki yang kini jadi suamiku."Iya, mungkin karena belum terbiasa saja, Bi, eh, Ayah Boy," balasku, lalu tertawa sekilas."Kan Oppung bilang kita manggil kayak gitu pas di depan orang kampung saja. Kita syang-sayangan saja sekarang," kekeh Bian, mengeringkan mata ke arah aku."Ya sudah, terserah Sayang aja deh," bisikku seraya tersenyum.Bian membetulkan ji
"Namamu Carisa, kan?" tanyanya. "Iya. Kok kamu tahu namaku? Apa kita pernah kenal sebelumnya?" tanyaku heran. Aku jadi ragu kalau dia memang salah orang. Wanita itu tersenyum mengejek. "Nama suami kamu Bian?" tanyanya kemudian. Aku menganggukkan kepala. Apa ini semacam prank dari Bian? Agar bisa tahu bagaimana caraku menghadapi tukang fitnah?"Berarti aku tak salah orang, dong. Kamu memang pelakor yang aku maksud," sinisnya, terlihat serius dan tak ada nada bercanda. Pikiranku langsung tertuju pada mantan istri dari suamiku yang selalu cari gara-gara. Bisa saja ini kerjaannya, apalagi tadi dia ngebet meminta Bian agar menikahinya lagi meskipun jadi istri kedua. "Apa kamu mendapatkan info palsu ini dari seseorang yang bernama Inayah?" selidikku. Mata wanita itu membulat sempurna"Bagaimana kamu bisa tahu?"Hmm, berarti benar ulah Inayah."Karena setahuku, aku tak punya musuh. Hanya wanita itu satu-satunya yang suka cari masalah denganku.""Jelas saja dia benci sama kamu, s
"Lain kali gak usah diladeni, Ca. Dia hanya berusaha mencari-cari kesalahan orang lain. Karena kamu itu perfect, jadilah dia membuat fitnah untuk menyudutkanmu," bisik Bian.Aku menatap raut wajah suamiku, menyentuh pipi kanannya dengan lembut."Beneran aku perfect, Bi?""Iya, kamu sempurna, tanpa cela di mataku, Ca.""Makasih, Sayang. Semoga aku juga tak akan pernah melihat kekuranganmu. Kamu lah yang membuat hidupku semakin berwarna," balasku.Bian menganggukkan kepala mengusap-usap kepalaku."Bi!""Ya, Sayang?""Apa dia selalu begitu saat kalian menikah , Bi? Kulihat Bibi bahagia bersamanya kalau itu," ujarku.Bian menggelengkan kepala."Entahlah, Ca. Mencintai Inayah sebagai istri itu kewajibanku dan perlahan rasa cinta itu telah hadir. Aku gak masalah kalau terlihat seperti budak cinta asal dia tak senang. Selama ini kulihat perangainya baik-baik saja di depanku. Namun beberapa fakta telah membuatku tak ingin bertemu dia lagi. Kesalahan lainnya masih bisa kutolelir, tapi tidak de
*"Selamat datang, Nak," sambut Bu Ranti yang kini jadi mertuaku. Beliau memelukku dan Bian, lalu beralih ke Boy, cucu yang jadi primadona di rumah ini. Aku ikut ke dapur, membantu yang lainnya memasak kue dan beberapa lauk yang akan disajikan pada tetangga besok pagi sebagai acara memperkenlkanku sebagai menantu baru rumah ini. Tidak ada pesta di sini karena kami akan digondangkan di kampung. Malam harinya, aku dan Bian akan tidur di kamarnya saat masih lajang, sudah dihiasi lagi dengan nuansa pengantin baru. Keluarga Bian lainnya yang berasal dari kampung akan tidur si ruang tamu. Yang laki-laki di sudut dekat pintu, dan perempuan diepan tivi. Oppung Bolon dan Oppung Menek tidur di kamar Bu Ranti, Nisa dan dua sepupunya tidur di kamar adik iparku itu. Aku memainkan ponsel sesaat, menyimpan beberapa foto kami tadi saat jalan-jalan di beranda facebook , tapi dengan menggunakan privasi hanya aku yang bisa melihatnya. Tujuannya simpel, karena fb sekarang bisa mengingatkan kenangan in