*** Hari itu penuh dengan aktivitas seru. Mereka menjelajahi jalur hiking pendek yang mudah untuk anak-anak, melewati hutan mangrove yang teduh. Zack bersama Calvin dan Valentin tampak kagum melihat kepiting kecil di sela-sela akar pohon, sementara Katty dan Cassandra sibuk mengumpulkan daun-daun u
London, UK.“Halo, Sayang?” seorang wanita cantik bernama Mary Poppins menyahut.Ia memanfaatkan bahu untuk menahan ponsel di telinga, sementara kedua tangannya sibuk menyiapkan tas kerjanya dan beberapa barang yang dibutuhkan. "Kamu habis ngapain sampai terlambat begini, hmm?" tanya seorang pria di ujung telepon yang merupakan kekasih Mary, Nathan.“Tadi aku sempat ketiduran setelah mengobrol dengan Jihan. Jadi, aku lupa menyetel alarm,” jawab Mary sambil menegakkan tubuh dan berputar ke kiri dan kanan sekadar memastikan tidak ada barang yang ketinggalan.Di ujung telepon, terdengar helaan napas pelan dari Nathan. Pria itu tak banyak bertanya lagi dan memberi waktu untuk kekasihnya bersiap-siap, sementara dirinya saat ini sedang menunggu di bawah untuk mengantar Mary ke tempat kerja. “Aku sudah selesai, aku turun sekarang ya?” kata Mary yang dibalas dengan deheman singkat oleh Nathan.Di tengah hiruk-pikuk kota London ini, Mary hidup sebatang kara.Sejak usia 16 tahun, dia ditingg
Tanpa peringatan, tangan besar Victor menarik lengan Mary dan membuatnya jatuh ke pangkuannya. “Victor! Lepaskan aku!” pekik Mary, meronta-ronta berharap bisa bebas. “Kau … kau sangat cantik malam ini, Jihan,” racau Victor yang keliru mengenali Mary sebagai Jihan, wanita yang dicintainya. Mary tertegun, tidak percaya apa yang sedang terjadi. “Victor, lepaskan aku! Jangan sentuh aku!” teriaknya ketika Victor mengunci pergerakannya dan mulai mencumbu lehernya. “Victor, tolong …,” rintih Mary merasa putus asa. Victor bangkit dari sofa dan melemparkan Mary ke atas kasur. Mary terkejut. Ia segera berusaha untuk bangkit dan turun dari ranjang, tetapi Victor lebih cepat. Dia menarik salah satu kaki Mary dengan kasar. “Victor, jangan! Aku mohon ….” Mary merintih sambil berusaha menahan tubuh pria itu. “Sadar, Victor. Ini aku, Mary. Aku bukan Jihan,” ujarnya dengan suara yang bergetar. Namun, Victor tampak tidak mendengarkan. Rintihan Mary dianggapnya sebagai desahan yang merdu. Denga
*** Setibanya di apartemen, Mary langsung bergerak menuju kamar mandi. Ia menanggalkan semua kain yang melekat di tubuhnya dengan gerakan kasar, membuatnya robek. Setelah itu, Mary melangkah ke bilik shower. Ia menggosok kulitnya dengan kasar. Ia berharap dengan cara ini ia bisa menghapus semua be
*** “Tuan, apakah Anda baik-baik saja?” tanya wanita yang merupakan asisten Nathan, Daisy namanya. Ia memiliki postur tubuh mungil, kulit cerah seputih susu, dan … wajah yang sangat cantik. “Ah, maaf jika saya lancang,” ia tampak gugup ketika ditatap datar oleh Nathan. “Saya hanya mencemaskan kead
*** Setelah menghabiskan waktu sekitar 15 menit dari club, Nathan tiba di apartemen Mary. Setelah memarkirkan mobilnya di basement, Nathan keluar dengan langkah terburu-buru menuju lift yang akan membawanya ke lantai tempat unit apartemen kekasihnya berada. Setelah tiba di depan lift, Nathan masuk
*** Di atas ranjang, Mary berbaring dengan posisi miring, kedua kakinya ditekuk. Matanya terlihat sembab akibat terlalu banyak menangis. Sejak ditinggalkan oleh Nathan sekitar dua jam yang lalu, yang bisa dilakukan Mary hanyalah menangis. Ia ingin sekali menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pa
*** Jam delapan pagi, cahaya matahari masuk melalui celah-celah tirai jendela kamar Mary. Di atas ranjang, wanita itu tidur pulas, ditemani Nathan yang setia memberikan pelukan hangatnya sepanjang malam. Posisinya yang membelakangi Nathan dan wajahnya yang menghadap ke arah jendela membuat cahaya
*** Hari itu penuh dengan aktivitas seru. Mereka menjelajahi jalur hiking pendek yang mudah untuk anak-anak, melewati hutan mangrove yang teduh. Zack bersama Calvin dan Valentin tampak kagum melihat kepiting kecil di sela-sela akar pohon, sementara Katty dan Cassandra sibuk mengumpulkan daun-daun u
*** Setibanya di lokasi camping, keluarga Victor dan Mary langsung terpukau oleh keindahan alam yang terbentang di hadapan mereka. Taman itu memiliki pemandangan yang memanjakan mata: pepohonan mangrove yang rimbun, udara segar dengan aroma laut yang khas, dan suara burung-burung yang berkicau merd
*** "Katty sudah dibantu oleh Daddy, Mom," jawab Zack sambil menunjuk ke arah luar rumah. Mary hanya mengangguk pelan, merasa lega mendengar semua sudah terkendali. Sementara itu, di halaman depan, Katty yang berusia tiga tahun tampak bersemangat membantu Victor memuat barang-barang ke dalam mobil
*** Empat Tahun Kemudian… Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Sudah lima tahun usia pernikahan Mary dan Victor. Kehidupan mereka dipenuhi kebahagiaan, berkat cinta yang terus tumbuh dan keluarga kecil yang mereka bina bersama. Dari pernikahan mereka, Tuhan menganugerahi dua buah hati yang menj
*** Victor kemudian menegakkan tubuh, berdiri menjulang di hadapan Mary yang tengah terengah-engah. Kedua tangannya bergerak menurunkan celana serta boxer, kemudian berlanjut dengan kaos hitam yang melapisi tubuh atletisnya. Hingga kini, Victor berdiri dengan tubuh polos tanpa sehelai benang yang m
*** "Victor!" pekik Mary terkejut, tubuhnya memantul ringan saat ditempatkan di permukaan kayu yang dingin. Refleks, tangannya mencengkeram bahu kokoh suaminya, mencari keseimbangan. Victor menatapnya lekat, wajahnya begitu dekat hingga Mary bisa merasakan hangat napasnya. Ada intensitas di matany
*** Mary mengalihkan pandangannya ke dinding kamar, memperhatikan jam besar di sana. Jarum jam menunjukkan waktu yang sudah cukup larut. Ia menghela napas, menyadari suaminya masih saja sibuk di ruang kerja. "Sudah jam segini, tapi dia masih bekerja," gumamnya pelan, nada suaranya seperti protes ke
*** Langit Miami, Florida, kini telah diselimuti kegelapan malam. Mary, baru saja menyelesaikan ritual malamnya setelah menidurkan putra kecilnya, Zack. Anak lelaki itu telah lelap di kamarnya, meninggalkan keheningan di rumah mereka. Mary melangkah masuk ke dalam kamar mandi, membasuh wajahnya d
Dominic menghela napas panjang, seolah beban berat terangkat dari pundaknya. “Syukurlah,” gumamnya, nyaris seperti bicara pada dirinya sendiri. Namun, matanya melirik sekilas ke arah Michael, seolah ingin memastikan reaksi menantunya. Michael, yang sedari tadi memperhatikan dengan seksama, memicing