"Mas Bara ... pulang Mas ... pulang ... " Dengan gemetar Laila mengucapkan hal itu. Kedua lututnya ia peluk, sedang matanya sudah merembes jatuh dengan begitu deras. "Hey? Laila? Tenang sayang, kamu kenapa?" Pertanyaan di sana membuat tangis Laila kian pecah. "Mas di mana, ha?! Mas di mana?! Pulang Mas, pulang!" teriak Laila terpekik hebat. "Laila takut, Mas ... Laila takut..." Nafasnya semakin memburu sedang di sebrang sana suara panik nampak begitu kentara. "Tenang sayang. Maaf, maaf Mas baru buka ponsel Mas Laila. Sekarang, tenanglah ... besok Mas pulang. Iya, besok Mas pulang. Sekarang kamu yang tenang ya?"Laila menggeleng keras. "Laila engga bisa tenang Mas sebelum kamu ada di sini! Laila takut, Laila benar-benar takut!" teriaknya dengan tersendat-sendat. "Mas cepet pulang..." Laila semakin ketakutan. Dia semakin menangis dengan tubuh bergetar hebat. "Iya, Mas besok pulang sayang. Besok, ya? Tunggu Mas. Sekarang kamu di mana?" Suara di sana tak kalah panik. Bara benar-bena
"Shhhh, sial!" Ringisan yang keluar dari mulut seseorang membuat atensi orang lain teralihkan. "Kenapa lagi?" tanya temannya heran. Dia menatap pada seseorang itu yang sedari tadi meringis kesakitan. Yang mana matanya melebar kala melihat luka sayatan di balik lengan kirinya. "Biasa?" tanyanya tertawa mengejek. "Diem!" jawabnya marah. "Lagian kayak gak ada kerjaan sampe-sampe ngelakuin hal yang enggak wajar!" jawab lelaki itu dengan tampang cuek. Sedang seseorang itu mendelik ke arahnya. "Sampai kapanpun Laila hanya milikku! Tidak ada yang bisa menggantikannya selain saya! Kau mengerti?" tanyanya bengis. Orang itu tertawa. "Gila! Sampe segitunya atas apa yang telah kau lakukan. Apa kau enggak merasa takut kalau nanti Laila tau? Menurutku, dia akan marah saat tahu, siapa dalang seseorang yang sering main ketika malam hari."Seseorang itu tertawa. "Saya memang sudah gila. Sampai-sampai saya melakukan kegilaan dengan cara seperti ini. Tidak ada cara lain untuk mendapatkannya dengan
Laila menjalankan mobilnya menuju kediaman Bara. Selepas salat Shubuh ia langsung meluncur pulang. Sudah tidak ingin berlama-lama di apartement yang menurutnya angker. Padahal awalnya apartemen itu baik-baik saja. Malah nyaman. Tapi makin ke sini, Laila benar-benar takut akan sosok berjubah hitam itu. Ah, entah itu berjubah hitam atau bayangan hitam. Laila tidak tahu. Yang ia tahu bahwa makhluk itu benar-benar tak kasatmata. Mobil itu membelah jalan di atas kecepatan rata-rata. Namun, tatapan Laila terhenti pada kaca spion. Di mana ada mobil hitam yang nampak mengikutinya dari belakang. Kening Laila mengerut, dengan cepat dia menginjakkan pedal gasnya. Dan benar, mobil hitam mengkilat itu ikut menancapkan gasnya. Laila mendesis. Dengan segera ia membelokkan mobilnya diantara mobil lain. Tatapannya sesekali mengarah pada kaca spion yang sedikit tertinggal. Laila tersenyum, mobilnya masih diantara mobil lain. Karena merasa mobil itu sudah tertinggal di belakang sana membuat Laila se
Karena hari ini adalah tugas Laila dalam membimbing anak-anak magang membuat ia harus lebih pagi datang ke kantor. Asyam, pria itu bahkan sudah beberapa kali menelfonnya untuk menanyakan keberadaan dirinya yang belum sampai. [Nanti Mas bakal kabarin ya, sayang. Soalnya hari ini Mas ada urusan dahulu sebentar.] Pesan dari Laila membuat sang empu menghela nafas. [Jangan lupa telfon Laila kalau Mas udah di dalam pesawat. Dan kabarin pesawat apa yang Mas naiki!] send. Laila mengirimkan pesan tersebut kemudian ia melajukan mobilnya membelah jalan. Sesampainya di tujuan. "Zahra?" Suara itu membuat atensi Laila yang baru keluar dari mobil langsung teralihkan. "Syam?" ujar Laila menyapa. Sangat tidak mungkin jika ia hanya menampilkan raut tidak nyamannya. "Kamu baik-baik aja, kan?" tanya Asyam tiba-tiba. Laila menoleh, dia mengambil tas lebih dahulu dan menyimpannya di sebelah pundak. "Baik. Memangnya aku terlihat sedang tidak baik, kah?" tanya balik Laila. Kini keduanya tengah berj
Laila menelan salivanya pelan. Entah kenapa tapi sesaat hatinya berdegup sangat cepat saat matanya menatap luka goresan Asyam tadi, luka goresan yang berada di lengan kiri lelaki tersebut berhasil membuat Laila teringat akan kejadian tersebut. Kejadian di mana ia diincar oleh makhluk berjubah hitam. Laila termenung hingga suara Putri membuyarkan keterkujutannya. "Kak? Lebih baik kita duduk dulu," ucap Putri membuat Laila mengangguk. Hatinya masih berdegup sangat cepat, sedang pikirannya terus melayang pada kejadian tersebut. Akan mimpi itu juga. Mimpi yang nampak seperti nyata. Bahwa dirinya... Dilecehkan oleh Asyam. "Mau makan apa?" Tanpa sadar ternyata Asyam sudah duduk di depan Laila. Pria itu tersenyum kala Putri menanyakan perihal lukanya. "Kak Asyam baik-baik aja, kan? Apa perlu saya bantu untuk menutupi lukanya?" tanya Putri membuat Asyam menggeleng. "Ini hanya luka biasa, beberapa hari kemudian bakalan sembuh kok," balas Asyam membuat Putri hanya mengangguk saja. Pand
Perlahan mata Laila mulai mengerjap. Meremang-remang cahaya yang masuk ke dalam retinanya. Sampai kesadaran membuatnya harus terbangun dari tidur. Laila menghela nafas pelan. Sebelum kemudian mencari ponselnya yang lupa ia matikan data. Ah, ia teringat pula akan suaminya. Dengan cepat Laila melihat roam chat yang dikirim Bara. Di sana terdapat 10 panggilan yang Bara lakukan, namun yah. Laila mengabaikannya. Jam menunjukkan pukul 03.00 . Membuat Laila dengan segera masuk ke dalam kamar mandi untuk bersih-bersih.Hari ini ia ingin melaksanakan salat tahajjud dengan meminta doa kepada Allah. Ah, betapa lupanya diri ini kala semuanya baik-baik saja. Ia sampai tidak pernah meminta dengan cara paling khusyu. Namun, sekarang, ia datang dengan penuh pengharapan agar suaminya baik-baik saja. Selang beberapa menit Laila mulai melaksanakan salat tahajud. Sebenarnya ia sering melakukan salat sunah yang satu ini, hanya saja ia tidak pernah meminta doa yang lebih dikhusyukan olehnya. Dalam se
Ah, rasanya Laila sudah tidak sabar untuk menyambut sang suami malam ini. Karena malam ini ...Akan menjadi malam terpanas untuknya. Hingga malam telah tiba. Tepat pukul sembilan malam Laila berias secantik mungkin. Dengan pakaian baju yang memang ... kurang bahan. Lihat saja. Belahan dada terlihat jelas, sedang ukuran baju tersebut nampak kecil sebatas atas paha. Sengaja, Laila melakukan ini demi menyambut kedatangan suaminya. Ting! Sebuah suara notifikasi baru terdengar dari ponselnya, membuat Laila dengan segera membuka pesan tersebut. Suamiku❤[Alhamdulillah, Mas udah sampai di bandara Jakarta sayang ... tunggu Mas di rumah ya? Paling sekitar setengah jam Mas tiba di sana. Semoga tidak macet di jalan. ]Pesan dari Bara benar-benar membuat jantung Laila berdegup sangat-sangat cepat. Seulas senyum terbit dengan rona merah di dalamnya. "Ya ampun ... jantungku? Jantungku rasanya ingin copot saja!" ujar Laila deg deg serr... [Siap, sayang ... ditunggu:) ] send. Laila tersenyum
"K-kau...?""Mas Bara?!"Pekikan dari Laila yang terkejut membuat Bara tertawa terbahak-bahak saat itu juga. Hal yang jelas membuat Laila benar-benar terkejut."Jadi, pria berjubah hitam itu, kamu Mas?!" pekik Laila dengan ritme jantung yang masih berdetak tak karuan. Cepat. Jantungnya bahkan hampir mau copot kala topeng itu dibuka. "Kejutan..." Bara berseru, sedang Laila sudah menangis histeris."Gila kamu, Mas! Kamu sudah gila ya, Mas!?" Laila menangis histeris, menutup kedua matanya dengan sebelah tangan. Bahunya bergetar hebat. Rasa takut itu berhasil membuat jantung Laila copot sudah. "Hey, jangan nangis, La? Mas--""Mas jahat! Puas kamu ngerjain Laila kayak gini, Mas? Puas hah?!" Laila berteriak histeris. Dia bahkan memukul dada bidang Bara dengan keras kala pria itu menahan lengan Laila. "Kamu gila Mas! Kamu gila! Kau--kau membuatku takut...," ucap Laila bergetar hebat, sedang Bara sudah menarik kepala Laila ke dalam dekapannya. "Suuutt, enggak. Jangan nangis ya? Maaf, maaf