Ah, rasanya Laila sudah tidak sabar untuk menyambut sang suami malam ini. Karena malam ini ...Akan menjadi malam terpanas untuknya. Hingga malam telah tiba. Tepat pukul sembilan malam Laila berias secantik mungkin. Dengan pakaian baju yang memang ... kurang bahan. Lihat saja. Belahan dada terlihat jelas, sedang ukuran baju tersebut nampak kecil sebatas atas paha. Sengaja, Laila melakukan ini demi menyambut kedatangan suaminya. Ting! Sebuah suara notifikasi baru terdengar dari ponselnya, membuat Laila dengan segera membuka pesan tersebut. Suamiku❤[Alhamdulillah, Mas udah sampai di bandara Jakarta sayang ... tunggu Mas di rumah ya? Paling sekitar setengah jam Mas tiba di sana. Semoga tidak macet di jalan. ]Pesan dari Bara benar-benar membuat jantung Laila berdegup sangat-sangat cepat. Seulas senyum terbit dengan rona merah di dalamnya. "Ya ampun ... jantungku? Jantungku rasanya ingin copot saja!" ujar Laila deg deg serr... [Siap, sayang ... ditunggu:) ] send. Laila tersenyum
"K-kau...?""Mas Bara?!"Pekikan dari Laila yang terkejut membuat Bara tertawa terbahak-bahak saat itu juga. Hal yang jelas membuat Laila benar-benar terkejut."Jadi, pria berjubah hitam itu, kamu Mas?!" pekik Laila dengan ritme jantung yang masih berdetak tak karuan. Cepat. Jantungnya bahkan hampir mau copot kala topeng itu dibuka. "Kejutan..." Bara berseru, sedang Laila sudah menangis histeris."Gila kamu, Mas! Kamu sudah gila ya, Mas!?" Laila menangis histeris, menutup kedua matanya dengan sebelah tangan. Bahunya bergetar hebat. Rasa takut itu berhasil membuat jantung Laila copot sudah. "Hey, jangan nangis, La? Mas--""Mas jahat! Puas kamu ngerjain Laila kayak gini, Mas? Puas hah?!" Laila berteriak histeris. Dia bahkan memukul dada bidang Bara dengan keras kala pria itu menahan lengan Laila. "Kamu gila Mas! Kamu gila! Kau--kau membuatku takut...," ucap Laila bergetar hebat, sedang Bara sudah menarik kepala Laila ke dalam dekapannya. "Suuutt, enggak. Jangan nangis ya? Maaf, maaf
Satu jam kemudian... Laila menatap pantulan dirinya di balik cermin. Gaun pengantin bewarna putih dengan hiasan di atasnya menambah kesan kecantikan untuk dirinya. Gaun yang amat cantik menjuntai ke bawah dengan balutan jilbab di kepalanya."Masya Allah. Cantik sekali Nyonya. Tuan Bara pasti tidak akan pernah berpaling dalam menatap Anda," ucap salah satu diantara mereka dengan penuh binar. Laila tersenyum bahagia di depan cermin tersebut. Rasa bahagianya tidak bisa ia ia jelaskan dengan kata-kata. Karena sungguh, ia benar-benar tidak menyangka kalau malam ini ... adalah pernikahan dirinya untuk yang kedua kali. Bahkan, suaminya merayakan hari jadi pernikahan ini tepat di acara ulang tahunnya yang ke 27.Benar-benar bahagia. Membuat Laila ingin sekali menangis akan nikmat indah yang telah Allah berikan untuknya. "Mari, Nyonya. Tuan pasti sudah menunggu Anda," ucap wanita berkacamata. Dengan binar Laila mengangguk. Kini Laila di tuntun oleh salah satu wanita tadi. Sedang wanita d
Acara itu kini resmi diadakan. Walaupun diadakan malam hari, tapi tamu pengunjung yang ada begitu ramai datang. Sangat antusias dalam memeriahkan acara ini. Acara demi acara mulai dilakukan. Dari mulai penyambutan mempelai pria dan wanita. Mengucap kembali ikrar janji dalam sebuah pernikahan yang mana lebih di ridhoi oleh Allah—Tuhan semesta Alam. Kini, ikrar janji itu resmi terucap. Diantara puluhan bahkan ratusan tamu yang datang. Bara, pria itu mengucap janji diantara saksi yang ada. Bahwa pernikahan ini ... sudah resmi diterima oleh langit. Resmi diterima oleh agama. Untuk yang kedua kalinya. Tepat janji itu terucap, Bara menyentuh ubun-ubun Laila sebagai bentuk doa untuk hubungan keduanya. Tidak lupa, ciuman di bibir yang dia berikan teruntuk istrinya. Ah... begitu menggetarkan bagi jiwa yang melihat. Menatap takjub sekaligus haru akan keduanya yang kembali dipersatukan dalam ikatan paling suci. Setelah lama penantian itu, akhirnya... kini keduanya bisa kembali bersama dalam
Flashback On (Menceritakan sebelum kejadian) Bara menghempaskan semua barang yang berada di atas meja kerja. Rasa amarah yang tertahankan membuatnya tidak bisa menahan emosi. Teringat akan ucapan Laila yang lebih membela Asyam ketimbang dirinya. Dan, teringat pula saat Laila menyuruhnya untuk pergi. "Laila... kenapa kau mencampakkan, Mas, hah?!"Prang!Prang!Prang! "Kenapa kau lebih memilih pebinor itu ketimbang aku Laila?! Apa kau tidak mengerti kalau aku ingin meminta maaf padamu dan meluruskan kesalah fahaman ini?" Nafas Bara memburu. Dirinya benar-benar emosi. Masih teringat jelas akan kemarahan Laila padanya. "Tidak! Kau akan tetap menjadi istri dari seorang Bara, Laila ... sampai kapanpun, kamu adalah istriku! Tidak akan kubiarkan seseorang mengambil dirimu dariku ..." Seringaian tipis tercekat jelas dalam bibir itu. Bara terkekeh kecil. "Lihat saja sayang ... lihat apa yang akan aku lakukan padamu ...," ujar Bara yang kembali berkutik dengan beberapa dokumen menyebalkan.
"Mas? Handuknya mana ih?!" teriak Laila yang masih setia di dalam kamar mandi. Dia berteriak agar Bara segera mengambilkan dirinya handuk. "Ambil aja sendiri," ledek Bara menghiraukan teriakan Laila. Bara tertawa, tawa menggelegar karena berhasil mengerjai sang istri. Bagaimana tidak marah? Selepas Bara yang ikut masuk untuk mandi bersama Laila, perempuan itu dengan malu-malu enggan membuka bajunya di hadapan sang suami. Berdiam diri di sudut tembok dengan muka merah. "Ayolah Laila, mas suami kamu juga, kan?" ujar Bara sembari membuka handuk yang melilit di pinggangnya. Dia menoleh kepada Laila yang masih sibuk membelakanginya. "Mana sih istri Mas Bara yang udah gak sabar main iya-iya an, hah? Setelah Mas mau, malah cuek gitu," ujar Bara masih sibuk dengan urusannya. Laila menggeleng. Dia membelakangi Bara karena benar-benar malu. Bukan apa-apa, hanya saja ... sumpah demi apapun! Untuk pertama kalinya Laila se-kamar mandi dengan seorang pria! Walau Laila mencintai Bara karena di
"Cieee yang bulan madu ... witwieeeww!!" Sebuah seruan yang heboh membuat yang lain ikut berseru heboh. "Bulan madunya jangan sampai gagal ya! Harus langsung jadi 5!" Laila melotot saat mendengar penuturan yang Dena lontarkan, mana blak-blakan lagi! "Sayang ... kalau 5 mah terlalu dikit, kalau mau 10 ronde 10 anak!!" Dena yang mendengar suaminya berkata langsung tertawa lepas. Ya. Masih ingat akan Dena? Sahabatnya Laila? Dan jangan lupakan ada Revan, Daniel, dan Bagas. Jay? Dia tidak ada di sini. Katanya masih nyari jodoh yang tak kunjung menampakkan diri. "Halah 10,dua aja kalian gagal mulu!" Suara Bara baru keluar selepas dari dapur. Dia berjalan sembari membawa beberapa camilan dan minuman ke ruang tamu. Di belakangnya Mbok Eka membantu membawakan camilan tersebut. Bara tertawa mengejek pada temannya ini. Yang mana dia sudah menikah dengan Dena satu tahun lalu. Jangan bertanya kapan? Karena Bara pun tidak tahu bagaimana caranya mereka bisa menjadi suami-istri sekarang. Dan un
"Alhamdulillah ya Allah, akhirnya ..." Mata Laila berbinar indah kala menatap pemandangan yang belum pernah ia lihat. Di mana ia dan sang suami sudah berada di Turki. Perjalanan dari Indonesia ke Turki membutuhkan waktu sekitar 4 jam. Yang mana waktu antara Indonesia-Turki jauh berbeda. Yang mana mereka turun dari Bandara Turki tepat pukul 21.00. Perbedaan waktu yang cukup jauh bukan? Yah, jika di Indonesia mungkin hari ini jam satu pagi, tapi karena ini di Turki membuat jalanan kota ini masih nampak sangat ramai. Tidak hanya ramai, tapi ramai sekali. Bara tersenyum, raut kebinaran dari matanya pun tidak bisa terelakkan. Dia begitu takjub melihat negara yang baru kali ini ia lihat. "Biar Mas yang bawakan barangnya," ucap Bara sembari mengambil alih koper yang Laila pegang. "Gpp, Mas. Biar Laila aja.""Udah, kamu lebih baik diam aja. Bias Mas! "Baiklah."Bara mengambil barang-barang bawaan. Melihat sebuah taksi membuat keduanya langsung masuk dan melaju ke Hotel Aydinli. Katanya,