Nafkah Untuk Keluarga Suamiku

Nafkah Untuk Keluarga Suamiku

last updateHuling Na-update : 2023-10-08
By:  Alita novelKumpleto
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 Rating. 1 Rebyu
95Mga Kabanata
29.4Kviews
Basahin
Idagdag sa library

Share:  

Iulat
Buod
katalogo
I-scan ang code para mabasa sa App

Arini di paksa untuk ikut memberikan nafkah pada keluarga suaminya, Eko. Padahal keluarga Eko lebih suka menghambur-hamburkan uang demi gaya hedon mereka. Sanggupkan Arini bertahan dalam pernikahan ini?

view more

Kabanata 1

Bab 1 Mengambil Uang

"Kamu kok baru pulang jam segini Rin? Sudah Ibu tunggu dari tadi juga." Aku hanya bisa menghela nafas saat menatap sosok Ibu mertua yang berdiri di teras.

Sebelum aku menurunkan semua barang dagangan, Ibu mertua sudah mengambil tas yang tersampir di tangan. "Tunggu dulu Bu. Aku mau mencocokan hasil pembayaran hari ini. Jangan di ambil dulu."

Ibu mertua yang tetap tidak peduli sudah membuka tas selempangku lalu mengambil segepok uang berjumlah dua ratus ribu rupiah. Uang yang sejatinya akan aku gunakan untuk membayar biaya spp Dinda, putriku yang baru kelas satu SD.

"Uang ini buat Ibu dulu. Biaya sekolah Dinda bisa kamu cari lagi besok. Ibu harus membayar biaya arisan agar bisa dapat bulan ini."

"Bukannya Mas Eko sudah kasih gajinya kemarin Bu?" Tanyaku sedikit memberontak.

"Sudah habis buat beli sabun, sampo, beras terus barang-barang yang lain. Belum lagi beli skincare untuk Ibu dan adik iparmu. Sudahlah jadi mantu jangan pelit. Sudah kewajiban kamu sebagai istri untuk membantu Eko membahagiakan keluarganya." Seru Ibu mertua ketus lalu naik ke atas motornya.

Bukannya aku mau bersikap pelit. Hanya saja gaji Mas Eko yang hanya setara umr itu di berikan semua pada keluarganya. Jelas saja tidak cukup karena harus menghidupi orang tua dan adik perempuannya. Karena itulah Mas Eko mengijinkan aku bekerja sejak umur Dinda tiga tahun.

Dengan menggunakan modal yang di berikan oleh kakak iparku, aku menjual baju di kios pasar. Awalnya hanya dapat untung sedikit. Lama kelamaan pelangganku jadi banyak. Sayangnya hasil pekerjaanku juga harus di nikmati oleh keluarga Mas Eko. Bagi mereka asalkan aku dan Dinda masih bisa makan itu sudah cukup.

Aku terduduk di teras rumah. Kepalaku mendadak pusing karena memikirkan uang setoran yang harus aku berikan pada agen. Sedangkan penghasilan hari ini tidak seberapa karena hanya sedikti pelanggan yang membayar kredit pakaian mereka.

Tanpa terasa air mata sudah meleleh di pipiku. Ku hapus air mata itu dengan cepat lalu mengambil barang-barang yang masih ada di atas motor. Ada dua kardus berisi pakaian yang aku bawa keliling. Untuk di jajakan pada para tetangga dengan cara menghampiri dari satu rumah ke rumah yang lain.

Jika pasar mingguan buka, aku juga berjualan di pasar. Dengan harga sewa yang semakin mahal setiap tahun jujur saja membuatku kesulitan berjualan. Untung saja penghasilan dari menjajakan baju keliling cukup untuk biaya makanku dan Dinda. Itu pun setelah di ambil oleh Ibu mertua seperti tadi. Selain itu, aku juga punya tabungan rahasia dari pengasilan lain yang tidak pernah di ketahui Mas Eko dan keluarganya.

Namun, sejak Dinda masuk SD, uang yang harus aku dapatkan semakin banyak. Untuk biaya pendaftaran sekolah, membeli buku, tas, seragam dan perlengkapan sekolah yang lain. Itu semua dari uang jualan. Karena Mas Eko hanya memberi uang lima puluh ribu untuk satu minggu. Dengan alasan aku sudah bisa mencari uang sendiri.

Aku masuk ke dalam rumah yang lampunya sudah di nyalakan. Dinda menunggu di ruang keluarga sambil mengerjakan PR. Di usia yang masih sangat muda, aku harus sering meninggalkan Dinda di rumah sendirian sejak umurnya enam tahun. Karena Dinda sudah tidak mau ikut lagi denganku berjualan keliling.

Dulu saat Dinda masih kecil, aku menggendongnya di depan sambil naik motor untuk berjualan. Banyak orang kasihan menatapku. Tapi, rasa kasihan itu yang membuatku tidak nyaman itu tidak sebanding dengan urusan perut yang harus di penuhi.

"Assalamualaikum." Sapaku saat masuk ke dalam. Dinda menolehkan kepalanya dengan mata berbinar.

"Waalaikumsalam. Ibu sudah dapat uang untuk bayar spp? Biar aku bisa ikut ujian." Aku mensejajarkan tubuh dengan Dinda agar bisa menatap kedua bola matanya yang bening.

"Besok Ibu akan pergi ke koperasi dulu ya buat ambil uang yang Ibu tabungkan di koperasi." Binar di mata Dinda seketika hilang.

"Uang Ibu di ambil mbah lagi ya?" Aku hanya bisa tersenyum pahit lalu mengusap pucuk kepalanya.

"Dinda lanjutin belajar ya. Ibu mau mandi. Setelah ini kita makan ayam goreng bareng."

"Horee." Teriak Dinda senang. Setidaknya makanan yang aku beli khusus untuk Dinda tidak di ambil Ibu mertua karena sudah aku sembunyikan di tempat yang aman.

Aku hanya bisa menangis tanpa suara di dalam kamar mandi agar Dinda tidak bisa mendengarnya. Hidupku yang sudah menyedihkan sejak kecil belum berubah. Menjadi istri Mas Eko tidak mengubah nasib menjadi lebih baik, tapi justru membuatku merasa semakin tertekan.

Orang tuaku sudah meninggal sejak aku duduk di bangku SMP. Kakak laki-lakiku berjuang keras untuk menghidupi kami berdua. Sejak menikah dengan teman sekolahnya, kakakku pindah keluar kota. Aku juga meninggalkan tanah kelahiran kami setelah menikah dengan Mas Eko. Berharap kehidupanku akan menjadi lebih baik. Namun, semuanya jauh panggang dari api.

"Ya Allah. Apa yang harus aku lakukan?" Isakku tertahan.

***

Jarum jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam saat Mas Eko baru pulang ke rumah. Pekerjaannya sebagai satpam di sebuah pabrik memang membuat jam kerja Mas Eko jadi tidak menentu. Aku tidak menyambutnya di ruang tamu karena sudah terlalu lelah dengan sikapnya.

Cklek

"Kamu nggak mampir beli makanan Rin?" Tanya Mas Eko begitu masuk ke dalam kamar.

Suamiku itu memang tidak menuntut untuk selalu di masakan jika aku keliling pada sore hari. Jika masih ada wakut aku akan memasak. Namun, jika tidak biasanya aku beli lauk di warung.

"Niatnya mau beli di warung dekat rumah mas. Tapi, Ibu sudah nunggu di teras. Nggak jadi beli makan tadi." Jawabku seadanya.

Bisa kulihat raut kecewa di wajahnya. Aku yakin Mas Eko belum beli makan di luar karena ingin makan di rumah. Tapi, sampai di rumah kenyataan tidak sesuai harapan. Seharusnya ia sudah paham sikap Bapak dan Ibunya yang selalu datang ke rumah ini untuk meminta uang.

"Ya sudah kalau begitu. Berarti kamu dan Dinda makan yang tadi siang. Masih ada nggak?" Aku menggelengkan kepala.

"Sudah habis tadi siang di bawa Ibu pergi. Aku sama Dinda makan mie instan tadi." Wajah Mas Eko berubah menjadi masam.

"Ya sudah aku nggak jadi makan."

Mas Eko langsung membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Aku hanya mengedikan bahu lalu memejamkan mata.

Pagi harinya, aku sudah sibuk menyiapkan sarapan dengan menu sederhana. Mie goreng dan telur ceplok. Bahan makanan yang bisa aku stok untuk satu bulan ke depan. Itu pun hanya bisa aku beli sedikit untuk dua atau tiga hari saja.

"Kamu benar-benar nggak punya uang untuk beli ayam atau sayur Rin?" Aku menganggukan kepala tanpa menjawab pertanyaan suamiku itu.

"Kalau hasil jualan hari ini mau buat bayar sppnya Dinda mas. Jadi menu malam ini juga akan sama." Mas Eko menghentakan sendoknya di atas meja makan.

"Aku mau makan di rumah Ibu saja. Setelah bayar spp Dinda kamu harus beli ayam atau daging. Aku jadi nggak nafsu makan kalau makanannya cuma ini saja."

Dinda menatap dengan takut ke arah Ayahnya. Aku mengusap rambut panjang Dinda menenangkan. Biarlah jika dia pergi ke rumah Ibunya. Memang mereka ada uang?

Aku lalu mengajak Dinda naik motor. Di depanku sudah ada satu kardus berisi pakaian yang akan aku gelar di pasar. Setelah mengantarkan Dinda ke sekolah, aku pergi ke rumah pemilik agen baju untuk menyampaikan jika aku belum bisa membayar uang jualan bulan ini.

Setelah itu aku pergi ke salah satu koperasi. Bukan untuk meminjam uang. Tapi, untuk mengambil tabungan yang sedikit demi sedikit aku kumpulkan saat petugasnya berkeliling di pasar. Baru saja aku sampai di halaman. Sebuah motor juga berhenti di sampingku. Dadaku berdegup kencang saat menyadari jika orang yang turun dari motor itu adalah Ibu mertua.

"Loh Rin. Kamu punya uang di koperasi?" Tanya Ibu mertua yang sudah turun dari motornya. Tanganku gemetar karena bingung harus menjawab apa.

"Ternyata kamu sudah pintar bohong ya. Ngakunya nggak ada uang, tapi ternyata punya banyak uang di bank keliling."

Palawakin
Susunod na Kabanata
I-download

Pinakabagong kabanata

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Mga Comments

user avatar
Zaid Zaza
Kerren Bangett! Rugi Kalau nggak Baca!! Izin promo Thor. Yok mampir di novel: "ROH KAISAR LEGENDARIS"
2024-02-03 14:48:07
0
95 Kabanata
Bab 1 Mengambil Uang
"Kamu kok baru pulang jam segini Rin? Sudah Ibu tunggu dari tadi juga." Aku hanya bisa menghela nafas saat menatap sosok Ibu mertua yang berdiri di teras. Sebelum aku menurunkan semua barang dagangan, Ibu mertua sudah mengambil tas yang tersampir di tangan. "Tunggu dulu Bu. Aku mau mencocokan hasil pembayaran hari ini. Jangan di ambil dulu." Ibu mertua yang tetap tidak peduli sudah membuka tas selempangku lalu mengambil segepok uang berjumlah dua ratus ribu rupiah. Uang yang sejatinya akan aku gunakan untuk membayar biaya spp Dinda, putriku yang baru kelas satu SD. "Uang ini buat Ibu dulu. Biaya sekolah Dinda bisa kamu cari lagi besok. Ibu harus membayar biaya arisan agar bisa dapat bulan ini." "Bukannya Mas Eko sudah kasih gajinya kemarin Bu?" Tanyaku sedikit memberontak. "Sudah habis buat beli sabun, sampo, beras terus barang-barang yang lain. Belum lagi beli skincare untuk Ibu dan adik iparmu. Sudahlah jadi mantu jangan pelit. Sudah kewajiban kamu sebagai istri untuk membantu
last updateHuling Na-update : 2023-07-30
Magbasa pa
Bab 2 Hutang dan Tabungan
“Bukan begitu Bu. Aku datang kesini untuk meminjam uang lagi. Aku harus membayar baju yang aku ambil dan uang spp sekolah Dinda.” Raut wajah Ibu mertua yang awalnya marah lalu berubah baik padaku. “Kamu mau ambil berapa? Ini juga pertama kalinya Ibu ambil hutang di koperasi. Soalnya nama Ibu dan Bapak sudah di blacklist dari bank nasional.” Diam-diam aku menghela nafas lega. Berarti Ibu mertua tidak tahu bagaimana sistem pinjaman dan tabungan di koperasi. Berbeda denganku yang sudah hafal karena banyak teman-teman penjual di pasar juga meminjam uang di berbagai koperasi. “Cuma satu juta aja Bu. Yang dua ratus ribu buat bayar spp sekolahnya Dinda. Yang tujuh ratus ribu bayar barang dagangan ke agen dan sisanya buat belanja bahan makanan hari ini. Mas Eko minta di masakan ayam.” Bibir Ibu mertua seketika mengerucut. “Dasar payah kamu Rin. Satu juta mana cukup sih.” Gerutu Ibu lagi. “Karena aku nggak punya barang jaminan Bu. Maksimal pinjam uang tanpa jaminan hanya satu juta saja.”
last updateHuling Na-update : 2023-07-30
Magbasa pa
Bab 3 Minta Lagi
Malam itu aku dan Dinda makan telur ceplok dengan tempe goreng. Jika aku bisa menyembunyikan uang di tempat aman, aku tidak bisa terus menyembunyikan makanan di suatu tempat. Bisa cepat basi.“Besok kita sarapan bubur ayam aja Bu.” Seru Dinda melihatku yang masih melamun.“Oke. Kita makannya diam-diam ya. Biar nggak ketahuan Bapak.”“Sip.” Kami lalu tertawa bersama.Setidaknya ada putri tunggalku yang bisa menjadi penghibur lara di saat seperti ini. Meskipun kadang aku menyesali pernikahanku dengan Mas Eko, rasa penyesalan itu kadang terkikis saat mengingat kehadiran Dinda dalam hidupku.Dinda adalah anak yang dewasa sebelum waktunya, Itu semua karnea sejak kecil aku mengajarkan pada Dinda untuk hidup sederhana. Dinda juga melihat sendiri perjuanganku berjualan dari satu rumah ke rumah yang lain. Tidak hanya itu aku juga meminta Dinda untuk merahasiakan hal ini dari Omnya yang merupakan kakak kandungku.Meskipun kakak iparku adalah orang baik, aku tidak ingin terus mengusik mereka den
last updateHuling Na-update : 2023-07-30
Magbasa pa
Bab 4 Pencuri
Hari itu, aku hanya dapat uang lima ratus ribu saja. Harusnya dapat tujuh ratus ribu jika tidak di ambil oleh Ibu mertua. Jam sepuluh pagi, aku belanja di rumah tetangga yang menjadi penjual keliling. Membeli ikan mujair, tempe dan cabai. Satu jam kemudian aku sudah menjemput Dinda di sekolah.Makan siang kami kali ini terasa sangat menyenangkan. Aku bisa membelikan makananan kesukaan Dinda. “Kok cuma ada dua ikannya Bu. Nanti malam kita makan apa?” Tanya Dinda heran karena aku tidak menyetok persediaan makanan kami.“Nanti malam kita makan orek tempe ya. Ibu takut kalau ikannya di bawa Bapak lagi ke rumah Mbah.” Dinda terdiam sejenak lalu menganggukan kepalanya.Ya Allah. Rasanya sedih sekali melihat wajah Dinda yang tampak biasa saja. Aku tidak pernah bisa membaca perasaan putriku. Setiap kali aku bertanya, Dinda selalu mengatakan jika dia akan mendukungku. Untuk bocah berumur tujuh tahun, hampir setiap hari melihat pertengkaran orang tuanya tidak membuat Dinda tumbuh menjadi anak y
last updateHuling Na-update : 2023-07-30
Magbasa pa
Bab 5 Menyembunyikan
“Sebagai istri sudah jadi tugasmu untuk membantu keuangan suami Rin. Ingat surga istri itu ada pada suami dan surga pria itu ada pada Ibunya. Jadi, jangan pernah kamu menjelek-jelekkan Ibuku lagi. Seharusnya kamu bersyukur aku mau menikah denganmu yang sudah tidak punya orang tua lagi.”Dasar pria tidak tahu diri. Bersyukur katanya? Sama sekali tidak. Apalagi pemahaman yang di katakan Mas Eko padaku benar-benar salah. Aku mengusap pipi sejenak lalu kembali melipat baju dengan cepat. “Memang itu kan kenyataannya. Toh kamu sendiri yang bilang kalau Ibumu adalah pencuri. Aku hanya mengatakan tergantung besok, apakah uangnya akan di ambil Ibu atau tidak. Lalu, kata tepat yang bagaimana harus mengungkapkan sikap Ibumu?”Tanyaku dengan nada tenang. Kedua tangan Mas Eko sudah mengepal erat. “Kalau begitu kamu bisa membeli bahan makanan lebih untuk di bagikan pada Ibu. Gampang kan?”Tanpa menjawab perkataan Mas Eko aku berjalan menuju kamar lalu mengunci pintunya. Biarkan saja dia malam ini t
last updateHuling Na-update : 2023-07-30
Magbasa pa
Bab 6 Alasan
Aku berusaha merebut kantung plastik berisi barang daganganku dari tangan Yani. Hampir saja semua isinya jatuh jika saja tidak ada orang yang datang untuk melerai kami. “Sudah cukup. Kenapa kalian main kekerasan di depan rumah saya?”Ujar Bu Wati. Salah satu pelanggan yang rumahnya baru saja aku sambangi untuk menjajakan barang dagangan. Bu Wati berjongkok untuk membantuku untuk merapikan barang dagangan. Hampir saja uang yang aku sembunyikan jatuh ke tangan Yani jika Bu Wati tidak keluar dari rumahnya.“Jangan ikut campur masalah keluarga kami Wat. Kalau kamu nggak mau kami berada disini biar Arini ikut bersama kami.” Bu Wati hanya bisa menggelengkan kepalanya mendengar perkataan Ibu mertua.“Saya nggak ikut campur. Kalian saja yang buat ribut di depan rumah saya. Lebih baik Bu Lasmi dan Yani pergi sekarang juga dari rumah saya.” Usir Bu Wati yang membuat Ibu mertua dan Yani merengut kesal. Aku hanya bisa menghela nafas lega.Saat mereka akan menarik tanganku, aku segera berlindung d
last updateHuling Na-update : 2023-08-18
Magbasa pa
Bab 7 Bantuan
Malam ini aku memutuskan untuk tidur di dalam kamar Dinda. Sudah kuputuskan jika aku hanya akan mengambil barang dagangan dari agen distributor sampai kontrak rumah ini selesai. Pemilik rumah yang kasihan padaku mengatakan jika aku bisa memperpanjang kontrak hanya tiga bulan saja. Setelah aku mengatakan rencana untuk pergi dari kota ini setelah kenaikan kelas Dinda.“Daripada bayar untuk satu tahun terus kamu pergi dari rumah itu kan percuma. Lebih baik bayar untuk tiga bulan saja. Jangan lupa persiapkan uang untuk mengontrak rumah di kota lain juga.” Kata pemilk kontrakan yang bernama Mbak Rini kala itu.Kutatap wajah Dinda yang sudah terlelap. Memikirkan langkah selanjutnya yang harus aku tempuh untuk ke depannya. Setelah masalah rumah kontrakan ini selesai, aku harus menagih kredit baju para pelanggan. Mungkin untuk para pelangganku yang berada di kawasan rumah Ibu mertua bisa mengerti jika aku mengatakan tidak bisa lagi menyetok baju. Tapi, bagaimana dengan pelangganku yang lain?
last updateHuling Na-update : 2023-08-18
Magbasa pa
Bab 8 Hutang
Pagi harinya aku memutuskan untuk membeli bubur ayam di waurng terdekat. Mas Eko masih tidur setelah tadi malam melakukan shift di pabrik. Aku juga tidak tertarik untuk membahas kamar dan gudang yang berantakan. Bertengkar di pagi hari akan membuatku terlambat mengantarkan Dinda ke sekolah.“Kamu benar-benar nggak punya simpanan uang kan Rin?” Itu pertanyaan Mas Eko tadi malam yang langsung aku jawab dengan gelengan kepala.“Sudah kamu lihat sendiri mas. Aku sama sekali tidak punya simpanan uang.” Bantahku berusaha untuk tenang.Aku menyapa tetangga yang juga sedang mengantri untuk membeli bubur ayam. Saat tiba giliranku, aku menyebut pesanan, penjual bubur ayam itu anehnya menatapku dengan sengit. Hal yang tidak pernah di lakukannya padaku selama ini.Apakah aku pernah melakukan kesalahan padanya? Jika di ingat-ingat kami jarang bertemu. Saat membeli aku juga tidak pernah berhutang padanya. Semua orang sudah pergi hanya menyisakan aku saja disana.“Maaf mbak. Apa aku punya salah sama
last updateHuling Na-update : 2023-08-18
Magbasa pa
Bab 9 Kakak Ipar
Kak Rania menarik tangan Dinda sambil menempelkan jari telunjuknya di bibir. Sebagai isyarat agar kami tidak mengatakan apapun. Masih bisa aku dengar Ibu mertua yang mengeluh tentang penghasilanku yang sering habis untuk kebutuhan rumah. Sehingga tidak bisa memberi Ibu mertua dan Yani banyak uang seperti dulu.“Apa Arini pernah cerita kalau dia di tegur sama bosnya Ko?” Tanya Ibu mertua yang memperhatikan jika barang daganganku tidak sebanyak dulu lagi.“Iya Bu. Bu Sumi membatasi barang dagangan yang di ambil Arini karena sering telat membayar.”“Itu sih tanggungannya Mbak Arini. Tapi, dia juga harus tetap mikirin kita lah.” Sahut Yani tidak mau tahu.Tentu saja Kak Rania juga ikut mendengar percakapan keluarga Mas Eko. Raut wajah Kak Rania sudah berubah menjadi keruh. Dengan isyarat tangan, Kak Rania mengajak kami diam-diam pergi dari sana. Hingga kami akhirnya duduk di kursi teras. Sudah ada banyak barang yang di letakan di atas meja.“Kakak nggak nyangka jika kelakukan suami kamu d
last updateHuling Na-update : 2023-08-18
Magbasa pa
Bab 10 Bayar
“Aku sama sekali tidak menceritakan apapun. Buat apa mengumbar aib rumah tangga sendiri. Aku dan Dinda juga yang akan malu. Lagian kamu nggak dengar sendiri kalau Kak Rania sudah mendengar semua percakapan kalian? Bahkan Kak Rania juga melihat Ibu yang tidak mengijinkanku makan malam bersama kalian. Bukan aku yang membuat sikap Kak Rania berubah pada kalian. Tapi, keluargamu sendiri yang sudah melakukan hal itu mas.”Mas Eko hanya terdiam. Sama sekali tidak bisa menjawab perkataanku lagi. Kakiku kembali melangkah masuk menuju kamar untuk berganti baju. Bagaimanapun juga hari ini aku harus pergi ke pasar. Apalagi setelah ini aku masih harus membersihkan rumah. Ibu hanya menyapu halaman depan untuk menarik perhatian Kak Rania. Tapi, kondisi di dapur masih seperti kapal pecah setelah mereka selesai makan tadi malam.Apa tadi yang Ibu katakana? Ibu mertua sudah memasak sarapan untuk menyambut kedatangan Kak Rania. Namun, semua itu bohong karena saat berjalan melewati dapur tadi aku tidak
last updateHuling Na-update : 2023-08-19
Magbasa pa
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status