Share

Nafkah Untuk Keluarga Suamiku
Nafkah Untuk Keluarga Suamiku
Author: Alita novel

Bab 1 Mengambil Uang

Author: Alita novel
last update Last Updated: 2023-07-30 14:11:25

"Kamu kok baru pulang jam segini Rin? Sudah Ibu tunggu dari tadi juga." Aku hanya bisa menghela nafas saat menatap sosok Ibu mertua yang berdiri di teras.

Sebelum aku menurunkan semua barang dagangan, Ibu mertua sudah mengambil tas yang tersampir di tangan. "Tunggu dulu Bu. Aku mau mencocokan hasil pembayaran hari ini. Jangan di ambil dulu."

Ibu mertua yang tetap tidak peduli sudah membuka tas selempangku lalu mengambil segepok uang berjumlah dua ratus ribu rupiah. Uang yang sejatinya akan aku gunakan untuk membayar biaya spp Dinda, putriku yang baru kelas satu SD.

"Uang ini buat Ibu dulu. Biaya sekolah Dinda bisa kamu cari lagi besok. Ibu harus membayar biaya arisan agar bisa dapat bulan ini."

"Bukannya Mas Eko sudah kasih gajinya kemarin Bu?" Tanyaku sedikit memberontak.

"Sudah habis buat beli sabun, sampo, beras terus barang-barang yang lain. Belum lagi beli skincare untuk Ibu dan adik iparmu. Sudahlah jadi mantu jangan pelit. Sudah kewajiban kamu sebagai istri untuk membantu Eko membahagiakan keluarganya." Seru Ibu mertua ketus lalu naik ke atas motornya.

Bukannya aku mau bersikap pelit. Hanya saja gaji Mas Eko yang hanya setara umr itu di berikan semua pada keluarganya. Jelas saja tidak cukup karena harus menghidupi orang tua dan adik perempuannya. Karena itulah Mas Eko mengijinkan aku bekerja sejak umur Dinda tiga tahun.

Dengan menggunakan modal yang di berikan oleh kakak iparku, aku menjual baju di kios pasar. Awalnya hanya dapat untung sedikit. Lama kelamaan pelangganku jadi banyak. Sayangnya hasil pekerjaanku juga harus di nikmati oleh keluarga Mas Eko. Bagi mereka asalkan aku dan Dinda masih bisa makan itu sudah cukup.

Aku terduduk di teras rumah. Kepalaku mendadak pusing karena memikirkan uang setoran yang harus aku berikan pada agen. Sedangkan penghasilan hari ini tidak seberapa karena hanya sedikti pelanggan yang membayar kredit pakaian mereka.

Tanpa terasa air mata sudah meleleh di pipiku. Ku hapus air mata itu dengan cepat lalu mengambil barang-barang yang masih ada di atas motor. Ada dua kardus berisi pakaian yang aku bawa keliling. Untuk di jajakan pada para tetangga dengan cara menghampiri dari satu rumah ke rumah yang lain.

Jika pasar mingguan buka, aku juga berjualan di pasar. Dengan harga sewa yang semakin mahal setiap tahun jujur saja membuatku kesulitan berjualan. Untung saja penghasilan dari menjajakan baju keliling cukup untuk biaya makanku dan Dinda. Itu pun setelah di ambil oleh Ibu mertua seperti tadi. Selain itu, aku juga punya tabungan rahasia dari pengasilan lain yang tidak pernah di ketahui Mas Eko dan keluarganya.

Namun, sejak Dinda masuk SD, uang yang harus aku dapatkan semakin banyak. Untuk biaya pendaftaran sekolah, membeli buku, tas, seragam dan perlengkapan sekolah yang lain. Itu semua dari uang jualan. Karena Mas Eko hanya memberi uang lima puluh ribu untuk satu minggu. Dengan alasan aku sudah bisa mencari uang sendiri.

Aku masuk ke dalam rumah yang lampunya sudah di nyalakan. Dinda menunggu di ruang keluarga sambil mengerjakan PR. Di usia yang masih sangat muda, aku harus sering meninggalkan Dinda di rumah sendirian sejak umurnya enam tahun. Karena Dinda sudah tidak mau ikut lagi denganku berjualan keliling.

Dulu saat Dinda masih kecil, aku menggendongnya di depan sambil naik motor untuk berjualan. Banyak orang kasihan menatapku. Tapi, rasa kasihan itu yang membuatku tidak nyaman itu tidak sebanding dengan urusan perut yang harus di penuhi.

"Assalamualaikum." Sapaku saat masuk ke dalam. Dinda menolehkan kepalanya dengan mata berbinar.

"Waalaikumsalam. Ibu sudah dapat uang untuk bayar spp? Biar aku bisa ikut ujian." Aku mensejajarkan tubuh dengan Dinda agar bisa menatap kedua bola matanya yang bening.

"Besok Ibu akan pergi ke koperasi dulu ya buat ambil uang yang Ibu tabungkan di koperasi." Binar di mata Dinda seketika hilang.

"Uang Ibu di ambil mbah lagi ya?" Aku hanya bisa tersenyum pahit lalu mengusap pucuk kepalanya.

"Dinda lanjutin belajar ya. Ibu mau mandi. Setelah ini kita makan ayam goreng bareng."

"Horee." Teriak Dinda senang. Setidaknya makanan yang aku beli khusus untuk Dinda tidak di ambil Ibu mertua karena sudah aku sembunyikan di tempat yang aman.

Aku hanya bisa menangis tanpa suara di dalam kamar mandi agar Dinda tidak bisa mendengarnya. Hidupku yang sudah menyedihkan sejak kecil belum berubah. Menjadi istri Mas Eko tidak mengubah nasib menjadi lebih baik, tapi justru membuatku merasa semakin tertekan.

Orang tuaku sudah meninggal sejak aku duduk di bangku SMP. Kakak laki-lakiku berjuang keras untuk menghidupi kami berdua. Sejak menikah dengan teman sekolahnya, kakakku pindah keluar kota. Aku juga meninggalkan tanah kelahiran kami setelah menikah dengan Mas Eko. Berharap kehidupanku akan menjadi lebih baik. Namun, semuanya jauh panggang dari api.

"Ya Allah. Apa yang harus aku lakukan?" Isakku tertahan.

***

Jarum jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam saat Mas Eko baru pulang ke rumah. Pekerjaannya sebagai satpam di sebuah pabrik memang membuat jam kerja Mas Eko jadi tidak menentu. Aku tidak menyambutnya di ruang tamu karena sudah terlalu lelah dengan sikapnya.

Cklek

"Kamu nggak mampir beli makanan Rin?" Tanya Mas Eko begitu masuk ke dalam kamar.

Suamiku itu memang tidak menuntut untuk selalu di masakan jika aku keliling pada sore hari. Jika masih ada wakut aku akan memasak. Namun, jika tidak biasanya aku beli lauk di warung.

"Niatnya mau beli di warung dekat rumah mas. Tapi, Ibu sudah nunggu di teras. Nggak jadi beli makan tadi." Jawabku seadanya.

Bisa kulihat raut kecewa di wajahnya. Aku yakin Mas Eko belum beli makan di luar karena ingin makan di rumah. Tapi, sampai di rumah kenyataan tidak sesuai harapan. Seharusnya ia sudah paham sikap Bapak dan Ibunya yang selalu datang ke rumah ini untuk meminta uang.

"Ya sudah kalau begitu. Berarti kamu dan Dinda makan yang tadi siang. Masih ada nggak?" Aku menggelengkan kepala.

"Sudah habis tadi siang di bawa Ibu pergi. Aku sama Dinda makan mie instan tadi." Wajah Mas Eko berubah menjadi masam.

"Ya sudah aku nggak jadi makan."

Mas Eko langsung membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Aku hanya mengedikan bahu lalu memejamkan mata.

Pagi harinya, aku sudah sibuk menyiapkan sarapan dengan menu sederhana. Mie goreng dan telur ceplok. Bahan makanan yang bisa aku stok untuk satu bulan ke depan. Itu pun hanya bisa aku beli sedikit untuk dua atau tiga hari saja.

"Kamu benar-benar nggak punya uang untuk beli ayam atau sayur Rin?" Aku menganggukan kepala tanpa menjawab pertanyaan suamiku itu.

"Kalau hasil jualan hari ini mau buat bayar sppnya Dinda mas. Jadi menu malam ini juga akan sama." Mas Eko menghentakan sendoknya di atas meja makan.

"Aku mau makan di rumah Ibu saja. Setelah bayar spp Dinda kamu harus beli ayam atau daging. Aku jadi nggak nafsu makan kalau makanannya cuma ini saja."

Dinda menatap dengan takut ke arah Ayahnya. Aku mengusap rambut panjang Dinda menenangkan. Biarlah jika dia pergi ke rumah Ibunya. Memang mereka ada uang?

Aku lalu mengajak Dinda naik motor. Di depanku sudah ada satu kardus berisi pakaian yang akan aku gelar di pasar. Setelah mengantarkan Dinda ke sekolah, aku pergi ke rumah pemilik agen baju untuk menyampaikan jika aku belum bisa membayar uang jualan bulan ini.

Setelah itu aku pergi ke salah satu koperasi. Bukan untuk meminjam uang. Tapi, untuk mengambil tabungan yang sedikit demi sedikit aku kumpulkan saat petugasnya berkeliling di pasar. Baru saja aku sampai di halaman. Sebuah motor juga berhenti di sampingku. Dadaku berdegup kencang saat menyadari jika orang yang turun dari motor itu adalah Ibu mertua.

"Loh Rin. Kamu punya uang di koperasi?" Tanya Ibu mertua yang sudah turun dari motornya. Tanganku gemetar karena bingung harus menjawab apa.

"Ternyata kamu sudah pintar bohong ya. Ngakunya nggak ada uang, tapi ternyata punya banyak uang di bank keliling."

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
tokoh ceritamu koq goblok banget
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Nafkah Untuk Keluarga Suamiku   Bab 2 Hutang dan Tabungan

    “Bukan begitu Bu. Aku datang kesini untuk meminjam uang lagi. Aku harus membayar baju yang aku ambil dan uang spp sekolah Dinda.” Raut wajah Ibu mertua yang awalnya marah lalu berubah baik padaku. “Kamu mau ambil berapa? Ini juga pertama kalinya Ibu ambil hutang di koperasi. Soalnya nama Ibu dan Bapak sudah di blacklist dari bank nasional.” Diam-diam aku menghela nafas lega. Berarti Ibu mertua tidak tahu bagaimana sistem pinjaman dan tabungan di koperasi. Berbeda denganku yang sudah hafal karena banyak teman-teman penjual di pasar juga meminjam uang di berbagai koperasi. “Cuma satu juta aja Bu. Yang dua ratus ribu buat bayar spp sekolahnya Dinda. Yang tujuh ratus ribu bayar barang dagangan ke agen dan sisanya buat belanja bahan makanan hari ini. Mas Eko minta di masakan ayam.” Bibir Ibu mertua seketika mengerucut. “Dasar payah kamu Rin. Satu juta mana cukup sih.” Gerutu Ibu lagi. “Karena aku nggak punya barang jaminan Bu. Maksimal pinjam uang tanpa jaminan hanya satu juta saja.”

    Last Updated : 2023-07-30
  • Nafkah Untuk Keluarga Suamiku   Bab 3 Minta Lagi

    Malam itu aku dan Dinda makan telur ceplok dengan tempe goreng. Jika aku bisa menyembunyikan uang di tempat aman, aku tidak bisa terus menyembunyikan makanan di suatu tempat. Bisa cepat basi.“Besok kita sarapan bubur ayam aja Bu.” Seru Dinda melihatku yang masih melamun.“Oke. Kita makannya diam-diam ya. Biar nggak ketahuan Bapak.”“Sip.” Kami lalu tertawa bersama.Setidaknya ada putri tunggalku yang bisa menjadi penghibur lara di saat seperti ini. Meskipun kadang aku menyesali pernikahanku dengan Mas Eko, rasa penyesalan itu kadang terkikis saat mengingat kehadiran Dinda dalam hidupku.Dinda adalah anak yang dewasa sebelum waktunya, Itu semua karnea sejak kecil aku mengajarkan pada Dinda untuk hidup sederhana. Dinda juga melihat sendiri perjuanganku berjualan dari satu rumah ke rumah yang lain. Tidak hanya itu aku juga meminta Dinda untuk merahasiakan hal ini dari Omnya yang merupakan kakak kandungku.Meskipun kakak iparku adalah orang baik, aku tidak ingin terus mengusik mereka den

    Last Updated : 2023-07-30
  • Nafkah Untuk Keluarga Suamiku   Bab 4 Pencuri

    Hari itu, aku hanya dapat uang lima ratus ribu saja. Harusnya dapat tujuh ratus ribu jika tidak di ambil oleh Ibu mertua. Jam sepuluh pagi, aku belanja di rumah tetangga yang menjadi penjual keliling. Membeli ikan mujair, tempe dan cabai. Satu jam kemudian aku sudah menjemput Dinda di sekolah.Makan siang kami kali ini terasa sangat menyenangkan. Aku bisa membelikan makananan kesukaan Dinda. “Kok cuma ada dua ikannya Bu. Nanti malam kita makan apa?” Tanya Dinda heran karena aku tidak menyetok persediaan makanan kami.“Nanti malam kita makan orek tempe ya. Ibu takut kalau ikannya di bawa Bapak lagi ke rumah Mbah.” Dinda terdiam sejenak lalu menganggukan kepalanya.Ya Allah. Rasanya sedih sekali melihat wajah Dinda yang tampak biasa saja. Aku tidak pernah bisa membaca perasaan putriku. Setiap kali aku bertanya, Dinda selalu mengatakan jika dia akan mendukungku. Untuk bocah berumur tujuh tahun, hampir setiap hari melihat pertengkaran orang tuanya tidak membuat Dinda tumbuh menjadi anak y

    Last Updated : 2023-07-30
  • Nafkah Untuk Keluarga Suamiku   Bab 5 Menyembunyikan

    “Sebagai istri sudah jadi tugasmu untuk membantu keuangan suami Rin. Ingat surga istri itu ada pada suami dan surga pria itu ada pada Ibunya. Jadi, jangan pernah kamu menjelek-jelekkan Ibuku lagi. Seharusnya kamu bersyukur aku mau menikah denganmu yang sudah tidak punya orang tua lagi.”Dasar pria tidak tahu diri. Bersyukur katanya? Sama sekali tidak. Apalagi pemahaman yang di katakan Mas Eko padaku benar-benar salah. Aku mengusap pipi sejenak lalu kembali melipat baju dengan cepat. “Memang itu kan kenyataannya. Toh kamu sendiri yang bilang kalau Ibumu adalah pencuri. Aku hanya mengatakan tergantung besok, apakah uangnya akan di ambil Ibu atau tidak. Lalu, kata tepat yang bagaimana harus mengungkapkan sikap Ibumu?”Tanyaku dengan nada tenang. Kedua tangan Mas Eko sudah mengepal erat. “Kalau begitu kamu bisa membeli bahan makanan lebih untuk di bagikan pada Ibu. Gampang kan?”Tanpa menjawab perkataan Mas Eko aku berjalan menuju kamar lalu mengunci pintunya. Biarkan saja dia malam ini t

    Last Updated : 2023-07-30
  • Nafkah Untuk Keluarga Suamiku   Bab 6 Alasan

    Aku berusaha merebut kantung plastik berisi barang daganganku dari tangan Yani. Hampir saja semua isinya jatuh jika saja tidak ada orang yang datang untuk melerai kami. “Sudah cukup. Kenapa kalian main kekerasan di depan rumah saya?”Ujar Bu Wati. Salah satu pelanggan yang rumahnya baru saja aku sambangi untuk menjajakan barang dagangan. Bu Wati berjongkok untuk membantuku untuk merapikan barang dagangan. Hampir saja uang yang aku sembunyikan jatuh ke tangan Yani jika Bu Wati tidak keluar dari rumahnya.“Jangan ikut campur masalah keluarga kami Wat. Kalau kamu nggak mau kami berada disini biar Arini ikut bersama kami.” Bu Wati hanya bisa menggelengkan kepalanya mendengar perkataan Ibu mertua.“Saya nggak ikut campur. Kalian saja yang buat ribut di depan rumah saya. Lebih baik Bu Lasmi dan Yani pergi sekarang juga dari rumah saya.” Usir Bu Wati yang membuat Ibu mertua dan Yani merengut kesal. Aku hanya bisa menghela nafas lega.Saat mereka akan menarik tanganku, aku segera berlindung d

    Last Updated : 2023-08-18
  • Nafkah Untuk Keluarga Suamiku   Bab 7 Bantuan

    Malam ini aku memutuskan untuk tidur di dalam kamar Dinda. Sudah kuputuskan jika aku hanya akan mengambil barang dagangan dari agen distributor sampai kontrak rumah ini selesai. Pemilik rumah yang kasihan padaku mengatakan jika aku bisa memperpanjang kontrak hanya tiga bulan saja. Setelah aku mengatakan rencana untuk pergi dari kota ini setelah kenaikan kelas Dinda.“Daripada bayar untuk satu tahun terus kamu pergi dari rumah itu kan percuma. Lebih baik bayar untuk tiga bulan saja. Jangan lupa persiapkan uang untuk mengontrak rumah di kota lain juga.” Kata pemilk kontrakan yang bernama Mbak Rini kala itu.Kutatap wajah Dinda yang sudah terlelap. Memikirkan langkah selanjutnya yang harus aku tempuh untuk ke depannya. Setelah masalah rumah kontrakan ini selesai, aku harus menagih kredit baju para pelanggan. Mungkin untuk para pelangganku yang berada di kawasan rumah Ibu mertua bisa mengerti jika aku mengatakan tidak bisa lagi menyetok baju. Tapi, bagaimana dengan pelangganku yang lain?

    Last Updated : 2023-08-18
  • Nafkah Untuk Keluarga Suamiku   Bab 8 Hutang

    Pagi harinya aku memutuskan untuk membeli bubur ayam di waurng terdekat. Mas Eko masih tidur setelah tadi malam melakukan shift di pabrik. Aku juga tidak tertarik untuk membahas kamar dan gudang yang berantakan. Bertengkar di pagi hari akan membuatku terlambat mengantarkan Dinda ke sekolah.“Kamu benar-benar nggak punya simpanan uang kan Rin?” Itu pertanyaan Mas Eko tadi malam yang langsung aku jawab dengan gelengan kepala.“Sudah kamu lihat sendiri mas. Aku sama sekali tidak punya simpanan uang.” Bantahku berusaha untuk tenang.Aku menyapa tetangga yang juga sedang mengantri untuk membeli bubur ayam. Saat tiba giliranku, aku menyebut pesanan, penjual bubur ayam itu anehnya menatapku dengan sengit. Hal yang tidak pernah di lakukannya padaku selama ini.Apakah aku pernah melakukan kesalahan padanya? Jika di ingat-ingat kami jarang bertemu. Saat membeli aku juga tidak pernah berhutang padanya. Semua orang sudah pergi hanya menyisakan aku saja disana.“Maaf mbak. Apa aku punya salah sama

    Last Updated : 2023-08-18
  • Nafkah Untuk Keluarga Suamiku   Bab 9 Kakak Ipar

    Kak Rania menarik tangan Dinda sambil menempelkan jari telunjuknya di bibir. Sebagai isyarat agar kami tidak mengatakan apapun. Masih bisa aku dengar Ibu mertua yang mengeluh tentang penghasilanku yang sering habis untuk kebutuhan rumah. Sehingga tidak bisa memberi Ibu mertua dan Yani banyak uang seperti dulu.“Apa Arini pernah cerita kalau dia di tegur sama bosnya Ko?” Tanya Ibu mertua yang memperhatikan jika barang daganganku tidak sebanyak dulu lagi.“Iya Bu. Bu Sumi membatasi barang dagangan yang di ambil Arini karena sering telat membayar.”“Itu sih tanggungannya Mbak Arini. Tapi, dia juga harus tetap mikirin kita lah.” Sahut Yani tidak mau tahu.Tentu saja Kak Rania juga ikut mendengar percakapan keluarga Mas Eko. Raut wajah Kak Rania sudah berubah menjadi keruh. Dengan isyarat tangan, Kak Rania mengajak kami diam-diam pergi dari sana. Hingga kami akhirnya duduk di kursi teras. Sudah ada banyak barang yang di letakan di atas meja.“Kakak nggak nyangka jika kelakukan suami kamu d

    Last Updated : 2023-08-18

Latest chapter

  • Nafkah Untuk Keluarga Suamiku   Bab 95 Akhir Cerita Untuk Semua

    Setelah tangis Gilang reda, Anita baru menceritakan kemungkinan besar alasan Radit adn Dina berselingkuh. Karena mereka berdua sama-sama bohong. Kening Gilang berkerut tidak mengerti mendengar awal mula penjelasan dari kakak sepupunya itu. “Maksud kamu apa Nit? Kenapa Dina bisa selingkuh sama Mas Radit karena mereka sama-sama berbohong.” Tanya Gilang heran sama sekali tidak mengerti dengan apa maksud Anita tadi.“Ya karena mereka sudah berbohong satu sama lain Lang. Mas Radit sudah berbohong pada Dina jika dia adalah pengusaha online yang sukses. Lewat pesannya, Mas Radit membual jika dia mendapat omset yang sangat banyak hanya dari toko online saja. Sayangnya, saat sedang berpacaran dengan Dina, dia sudah menginvestasikan hampir semua uangnya untuk membeli saham. Sedangkan sisanya untuk biaya kebutuhan makanku dan keluarganya.” Belum selesai Anita becerita, Gilang sudah tertawa terbahak-bahak hingga air matanya kembali menetes.Berbanding terbalik dengan tadi saat pria itu terlihat s

  • Nafkah Untuk Keluarga Suamiku   Bab 94 Cerita Anita 28

    Setelah berhasil meredakan amarahnya karena membaca beberapa status Radit di hp milik Sania, Anita menghela nafasnya berulang kali. Ia tidak boleh marah disini. Apalagi marah pada Anita yang sudah berbaik hati menunjukkan tentang status Radit padanya. Itu sama sekali tidak baik dan bisa merusak hubungan mereka.“Aku kirim ke hpku ya San. Nanti akan aku buka blokiran khusus untuk Mas Radit.” Kata Anita setelah amarahnya reda. Sania menganggukan kepalanya setuju.“Iya buka saja Nit. Kamu balas status Radit di sosial media sekalian sertakan bukti yang bisa menguatkan perlakuan Radit padamu. Karena kamu bekerja di perusahaan terkenal, nama baik kamu bisa tercoreng kalau sampai ada yang tahu orang yang di maksud Radit di postingannya adalah kamu. Apalagi kamu juga asisten pribadi Bu Rania.” Anita menghela nafas berat karena masalahnya belum selesai-selesai. “Padahal dia yang melakukan kesalahan selama ini hingga selingkuh. Para warga juga sudah tahu jika Mas Radit berselingkuh dengan Dina

  • Nafkah Untuk Keluarga Suamiku   Bab 93 Cerita Anita 27

    Ada banyak rutinitas yang Anita lakukan seperti biasa sejak pulang ke rumah orang tuanya. Rutinitas yang dulu selalu Anita lakukan sebelum menikah dengan Radit. Bedanya dulu orang tua Anita bekerja di sawah. Sekarang orang tua Anita berjualan bahan makanan di mereka serta keliling kampung dengan menggunakan mobil pick up. Sejak pagi ia bangun saat kedua orang tuanya sudah bersiap pergi ke pasar. Bapak dan Ibu Anita pergi jam setengah empat pagi sebelum adzan subuh berkumandang. Kedua orang tua Anita akan sholat subuh di musola pasar bersama pedagang yang lain. Sedangkan Anita yang juga sudah bangun saat mendengar suara orang tuanya berbincang di ruang tamu segera keluar menuju dapur untuk membuatkan dua teh hangat lalu di bungkus untuk kedua orang tuanya agar bisa di bawa pergi.Setelah itu, ia akan sholat tahajjud dulu sambil mengaji untuk menunggu datangnya waktu subuh. Baru setelah sholat subuh Anita akan mulai membersihkan rumah. Mulai dari meyapu halaman, menyapu seisi rumah, men

  • Nafkah Untuk Keluarga Suamiku   Bab 92 Cerita Anita 26

    “Kenapa besan? Apa anda mau menghajar saya di rumah saya sendiri? Cepat hajar saya sekarang juga karena saya sama sekali tidak takut.” Tantang Bapak Anita tidak merasa takut sama sekali melihat wajah besannya yang sudah semerah tomat. Rasanya Bapak Anita ingin kembali melontarkan hinaan pada Radit dan kedua orang tuanya lagi atas semua penderitaan yang sudah di lalui Anita selama ini.“Itu kenyataannyakan. Semua hal yang saya bicarakan adalah fakta." Ibu Anita segera memegang tangan sang suami agar tidak terjadi perkelahian di antara dua pria paruh baya itu. Anita juga menggelengkan kepalanya pada sang Bapak karena ada hal lain yang ingin ia bicarakan dengan Radit.“Silahkan duduk dulu Bapak mertua karena ada hal yang ingin saya bicarakan dengan kalian. Ini terkait dengan urusan harta gono gini yang kalian ributkan dan nasib rumah tangga saya dan Mas Radit ke depannya.” Bapak Anita sudah duduk lebih dulu sambil terus mengangkat dagunya tinggi. Membuat Anita dan sang Ibu hanya bisa men

  • Nafkah Untuk Keluarga Suamiku   Bab 91 Cerita Anita 25

    Malam itu juga sesuai rencana Radit dan orang tuanya datang ke rumah orang tua Anita dengan mengendarai dua sepeda motor yang berbeda. Radit mengendarai motornya sendiri sedangkan Bapak dan Ibunya naik motor yang berbeda. Sepanjang perjalanan entah kenapa Radit begitu gugup jika ia akan di pukuli kali ini. Mengingat jika masalah tentang perselingkuhanya dengan Dina sudah terbongkar dan jadi konsusmi di sosial media. Sudah pasti orang tua Anita dan keluarganya yang lain sudah tahu masalah ini walaupun Anita tidak pernah menceritakannya pada mereka.Suara kedua motor itu terdengar cukup keras saat berhenti samping mobil pick up kecil yang terparkir di halaman rumah orang tua Anita. Mobil pick up yang sering di gunakan untuk orang tua Anita untuk membeli sayur di pasar lalu menjakannya saat hari sudah beranjak siang. Radit lebih dulu turun dari motor lalu di susul oleh kedua orang tuanya. Mereka bertiga sudah berdiri di depan pintu rumah orang tua Anita."Cepat kamu ketuk pintunya Dit."

  • Nafkah Untuk Keluarga Suamiku   Bab 90 Cerita Anita 24

    Saat Gilang menganggukan kepalanya, seketika tangis Bu Surti menjadi semakin keras. Pak Andi mengusap setitik air mata yang jatuh ke pipinya. Dalam benak Bu Surti pantas saja sejak Gilang keluar dari kamarnya untuk mengambil wudhu untuk menunaikan sholat subuh, sang putra sudah terlihat sangat lemas. Belum lagi keanehan yang lain dari pria itu dimana Gilang memilih untuk cuti kerja dengan alasan tidak enak badan. Saat Bu Surti mengukur suhu tubuh sang putra dengan telapak tangannya, tubuh Gilang sama sekali tidak terasa panas.“Biarkan saja Gilang cuti hari ini Bu. Mungkin tubuhnya yang terlalu pegal.” Begitu kata Pak Andi setelah sang istri mengatakan tentang rasa khawatirnya karena sikap Gilang yang tiba-tiba berubah.“Lagian Gilang juga belum pernah libur kerjakan?” Tanya Pak Andi lagi untuk mengusir rasa khawatir sang istri pada putra mereka.“Benar juga sih Pak.” Bu Surti menganggukan kepalanya setuju.Tanpa mereka sangka penyebab Gilang terlihat sangat sedih karena pria itu suda

  • Nafkah Untuk Keluarga Suamiku   Bab 89 Cerita Anita 23

    Bersamaan dengan keributan yang terjadi di rumah keluarga Radit, pagi itu Ibu Anita pergi mengendarai motor menuju rumah adiknya yang bernama Bu Surti yang merupakan Ibu Gilang. Hari ini Ibu dan Bapak Anita juga tidak mengambil barangan dagangan dari pasar, sehingga hanya ada sedikri pembeli hari ini. Pekerjaan rumah juga sudah di kerjakan oleh Anita. Jadi, Ibu Anita bisa langsung pergi ke rumah adik dan adik iparnya itu tepat setelah sarapan.Meskipun sudah memakai helm dan masker, sepanjang jalan banyak orang yang menyapa Ibu Anita dengan ramah seperti biasa lalu berbisik di belakang wanita paruh baya itu. Setelah motor yang di kendarai Ibu Anita sudah berlalu dengan hadapan mereka. Seperti yang di takutkan oleh Anita jika perceraiannya dengan Radit akan menjadi bahan gunjingan pada tetangga satu desa bahkan sampai desa sebelah. Tapi, untungnya orang-orang yang membicarakan mereka karena kasihan pada Anita telah di selingkuhi dengan tunangan adik sepupunya sendiri. Setelah menjadi t

  • Nafkah Untuk Keluarga Suamiku   Bab 88 Cerita Anita 22

    “Kenapa kamu bisa ketahuan sampai seperti ini Radit?” Teriak sang Bapak galak setelah menyerahkan hp milik Rina pada pemiliknya. Kening Bapak Radit suydah berkerut dalam tanda jika pria paruh baya itu marah besar. Kedua mata tuanya menatap sang putra dengan tatapan nyalang.“Sudahlah Pak. Mau bagaimana lagi. Yang penting untuk saat ini kita harus membujuk Anita agar tidak melaporkan Radit ke polisi.” Ibu Radit berusaha memberanikan diri untuk membela sang putra. Ini semua juga salahnya karena sudah mendukung hubungan terlarang Radit dengan Dina. Hanya karena hidup mereka masih bergantung pada gaji Anita.“Kan sudah Bapak bilang dulu. Kalau berhubungan dengan Dina yang lelbh kaya dari Anita, ceraikan dulu istrimu itu agar kalian bisa memulai hubungan di saat sudah sama-sama sendiri. Tidak perlu menuntut soal harta karena Anita sudah tidak punya apapun lagi. Waktu tahu Dina sudah punya tunangan, minta saja Dina putus dar tunangannya dengan embel-embel harta. Kenapa kalian nggak bisa mik

  • Nafkah Untuk Keluarga Suamiku   Bab 87 Cerita Anita 21

    Perkataan Pakde Herman itu tentu saja membuat Ibu Radit merasa sangat bingung. Apa yang sebenarnya terjadi hingga Anita memulangkan koper radit ke rumah ini? Belum lagi pria yang tidak mereka kenal dengan seenak hati bisa bicara dengan bebas tentang permasalahan rumah tangga di antara Anita dan Radit.“Apa maksud semua ini Dit?” Tiba-tiba saja Ibu Radit itu teringat pada Dina yang baru saja berkunjung ke rumah ini lalu pergi dengan Radit sambil berboncengan motor. Ia sama sekali tidak tahu alasan Radit pulang ke rumah karena apa. Selain itu, Ibu Radit juga sama sekali tidak curiga saat kemarin malam Radit pulang ke rumahnya dengan berjalan kaki. Karena sang putra langsung masuk ke dalam kamar untuk tidur. Bukannya menonton TV bersama keluarga di ruang tengah.“Anita pulang bersamaan dengan Radit ke rumah saat sedang membonceng selingkuhannya itu. Belum sempat Anita bertanya siapa wanita itu dia sudah kabur. Ternyata wanita selingkuhan anakmu ini adalah Dina yang merupakan tunangannya

DMCA.com Protection Status