Share

Bab 2 Teman Lama

"Ngapain kamu buka-buka ponselku?" tanya Rusdi.

"Em ... Nggak apa-apa, tadi ada yang telepon. Cuma nggak sempat aku angkat, teleponnya sudah mati," jawab Ratri.

Rusdi mengambil ponselnya dari tangan Ratri, dan hendak pergi ke dalam kamar. "Tiana itu siapa, Mas?" Tiba-tiba Ratri bertanya seperti itu, karena penasaran.

"Bukan siapa-siapa, hanya teman kerjaku," jawab Rusdi yang langsung menutup pintu kamar.

Ratri terdiam, kemudian ia mendekati Gina.

"Kok belum dibuka makanannya, Sayang. Katanya lapar?" tanya Ratri.

Gina menggeleng, "Sudah, Bu ... Tapi kok ada sambalnya. Gina kan takut pedas, Bu. Apa ayah lupa?" sahut Gina.

Ratri mengernyit, ia meraih bungkusan makanan itu dari tangan Gina. "Sini, Ibu lihat!" seru Ratri.

Setelah bungkusan makanan itu dibuka, Ratri merasa heran. Makanan berupa sate yang sudah tercampur sambal. Ada beberapa tusuk sate, yang separuh dagingnya sudah tidak utuh.

"Kenapa begini, ya?" gumam Ratri.

Tak ingin berpikiran buruk tentang suaminya. Kini Ratri berusaha menghibur Gina yang tengah menatap makanan itu dengan kecewa.

"Biar Ibu saja yang buatin makanan enak untuk Gina, ya! Yang ini kita simpan dulu di dapur. Kalau Gina merasa lapar, ibu buatin nasi goreng saja buat Gina. Bagaimana?" tanya Ratri.

Gina terdiam, menggelengkan kepalanya penuh kecewa. Ia berlalu masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintunya.

Setelah menyimpan sate itu ke dapur. Ratri kemudian masuk ke dalam kamarnya. Terlihat di dalam kamar, Rusdi tengah memainkan ponselnya di atas tempat tidur.

"Mas, kamu lupa, yakalau Gina nggak kuat pedas?" tanya Ratri begitu ia duduk di samping Rusdi, yang tengah berbaring di atas tempat tidur.

"Aku nggak lupa, memangnya kenapa?" tanya Rusdi balik.

Ratri menghela nafas kasar, kemudian kembali bersuara.

"Kamu membelikan sate tapi sudah dicampur dengan sambal. Gina terlihat kecewa," jawab Ratri.

"Oh ... Aku sih pesannya ke penjualnya minta dipisah. Tapi ... Ya sudahlah, mungkin penjualnya saja yang teledor. Sudah, nggak usah dipikirkan. Nanti aku belikan lagi kalau ada yang memberiku uang tips," tukas Rusdi.

Ratri mengangguk, kemudian mulai merebahkan diri di samping Rusdi.

Tengah malam, Rusdi terbangun karena ponselnya terus bergetar menandakan ada beberapa pesan masuk ke dalam ponselnya.

"Rat, mungkin beberapa hari ini aku bakalan disibukan dengan banyaknya pekerjaan. Di kantor tempatku bekerja, akan mengadakan acara besar-besaran yang mengharuskan kami para office boy lembur. Jadi ... Untuk beberapa hari ini, aku bakalan menginap di kontrakan teman aku, dekat kantor tempat kami bekerja. Kamu nggak apa-apa, kan aku tinggal beberapa hari ini?" tanya Rusdi pagi itu. Ia sudah bersiap-siap mengenakan sepatu di teras rumah.

"Iya, Mas ... Nggak apa-apa. Yang penting kamu harus selalu memberi kabar," sahut Ratri. Setelah Rusdi berangkat, seperti biasa Ratri akan mengantar Gina untuk sekolah.

Dua hari kemudian

"Uang aku tinggal segini lagi, apa akan cukup untuk sebulan?" Ratri memegangi dompetnya yang berisi uang sisa empat ratus ribu. Ia baru saja melunasi seragam sekolah Gina.

Ratri berpikir keras bagaimana untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.

Kring! Kring! Kring!

Tiba-tiba ponsel Ratri berdering. Ratriyang tengah duduk menunggu Gina, segera mengangkat panggilan telepon itu.

"Halo ... Maaf dengan siapa, ya?" tanya Ratri,ketika nomor baru menghubunginya.

"Halo, Ratri ... Ini aku, Rara. Bagaimana kabarmu, Rat? Sudah lama kita nggak ketemu, kangen banget aku sama kamu. Maaf ya, Rat ... Aku nggak bisa datang ke acara pernikahankamu. Lulus SMA, aku langsung dibawa pindah oleh orang tuaku, aku juga udah nikah di sana. Maaf, aku nggak bermaksud tidak ngundang kamu, karena waktu itu nomor kamu nggak aktif," ujar teman Ratri yang bernama Rara, di seberang telepon.

"Rara! Ya ampun, kabar aku baik, Ra. Kabarmu sendiri gimana? Iya nggakapa-apa,Ra ... Aku juga kangen banget sama kamu. Aku sudah ganti nomor, karena ponselku yang dulu hilang, dan ini nomor baru aku. Kamu dapat dari mana nomor aku, Ra?" tanya Ratri.

"Kabar aku juga baik, Ra. Biasalah, aku cari tahu dari teman sekolah kita dulu, yang kebetulan dia punya nomor baru kamu. Oh iya, Rat ... Aku lagi di daerah tempat kamu tinggal nih.Kebetulan suami aku sedang menjalani proyek kerjasama dengan perusahaan di daerah sini. Kamu sekarang ada di mana?" sahut Rara.

Ratri tersenyum, ia tak menyangka jika teman lamanya semasa SMA menghubunginya, disaat dirinya sedang banyak pikiran. Seketika beban pikiran itu perlahan sedikit terlupakan dengan obrolan kecil mereka.

"Oh ya? Bagus dong. Aku masih tinggal di sini, kok di rumah orang tuaku. Kebetulan kedua orang tuaku sudah meninggal. Aku, suami dan anak tinggal di sini," ujar Ratri.

"Ya Tuhan ... Aku turut berduka cita ya, Rat. Aku baru tahu kalau orang tua kamu sudah tidak ada. Ya sudah kalau begitu, aku ke sana, ya! Bosan tahu nungguin suami aku di kantor. Dari tadi aku sendirian di kantin kantor. Aku ke sana sekarang, ya! Bye, Rat!" Rara mengakhiri panggilan teleponnya.

Tepat pukul 10.00, sekolah Gina telah selesai. Ratri bergegas pulang, ingin menyambut kedatangan teman lamanya itu.

Tok! Tok! Tok!

Ketika Ratri telah berada di rumah, dari depan terdengar suara ketukan pintu. Gegas Ratri segera membuka pintu itu.

Ceklek!

"Assalamualaikum ... Ratri!" sapa tamu yang ternyata adalah Rara.

"Wa'alaikumsalam ... Rara! Ya ampun, pangling aku lihat kamu.Tambah cantik aja! Ayo silahkan masuk, maaf rumah aku masih berantakan," sahut Ratri sembari bersalaman.

"Nggak apa-apa, mana anakmu, Rat? Apa suami kamu sedang kerja?" tanya Rara. "Ada, biar aku panggilkan. Iya, suami aku lagi kerja, Ra," jawab Ratri.

"Oh ya? Kerja apa?" tanya Rara.

Ratri tersenyum, dari dulu Rara tidak berubah, orangnya memang bawel dan selalu banyak tanya.

"Suami aku hanya seorang office boy, Ra," jawab Ratri yang disambut oleh anggukan Rara. Ratri kemudian pergi ke dapur hendak membuatkan teh.

"Wah ... Ternyata Gina cantik sekali, ya! Duh ... Tante kalah nih cantiknya sama Gina." Di ruang tamu, Rara dan Gina tampak asyik bercengkerama. Tak jarang Rara seringkali menciumi pipi tembem Gina yang berkulit putih itu. Rara yang pada dasarnya menyukai anak kecil, ia begitu gemas ketika melihat Gina.

"Apa kamu sudah punya anak, Ra?" tanya Ratri, yang disambut gelengan kepala Rara. Ratri mengusap lengan Rara sambil menatap teduh.

Ting ....

Terdapat sebuah pesan masuk ke ponsel Rara, ketika Rara tengah asyik mengobrol dengan Ratri.

"Rat, suami aku nyuruh aku nyusul ke cafe. Ini sudah jam makan siang, dia ngajak makan bersama," ujar Rara.

"Ya sudah kalau begitu, kalau mau pergi ke cafe nggak apa-apa," sahut Ratri.

"Aku maunya kamu dan Gina ikut. Aku masih kangen tahu sama kamu dan Gina. Jarang loh bisa ngobrol kayak gini. Tenang, aku yang traktir kamu. Gina, Gina mau nggak ikut Tante makan di cafe?" tanya Rara.

Gina mengangguk penuh semangat.

"Tuh ... Gina saja mau. Ayo siap-siap!" ajak Rara.

"Memangnya dikantor yang mana sih suami kamu menjalani kerjasama?" tanya Ratri sebelum beranjak masuk ke dalam kamar, untuk bersiap.

"Itu di PT. Angkasa .Sudah cepat gih siap-siap," jawab Rara.

Sampai di depan cafe, mereka turun dari mobil yang dikendarai Rara.

"Itu suami aku, tapi ... Kok ngajak rekan kerjasamanya kesini!" tunjuk Rara pada dua orang pria yang tengah duduk berseberangan di meja cafe, yang salah satunya membelakangi posisi dimana Rara dan Ratri berdiri.

"Tapi nggak apa-apa deh,kita gabung saja, Rat!" lanjut Rara. "Nggak deh, Ra ... Aku malu," tolak Ratri.

Rara menggeleng, "Nggak usah malu, suami aku orangnya humble kok," paksa Rara.

Terpaksa Ratri menerima ajakan Rara. Walau sebetulnya ia merasa malu jika harus berkumpul dengan orang asing.

"Ibu sandal aku talinya copot!" Tiba-tiba Gina berjongkok sambil memegangi sandalnya.

Dengan cepat Ratri membetulkan sandal Gina dengan posisi berjongkok pula.

"Hai, Mas! Maaf lama ya nunggunya!" ucap Rara, membuat dua orang pria itu menoleh ke arah Rara. Dengan posisi masih berjongkok, Ratri bisa melihat dengan jelas kedua pria itu.

Deg!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status