Share

Bab 2 Teman Lama

last update Last Updated: 2024-08-20 12:34:54

"Ngapain kamu buka-buka ponselku?" tanya Rusdi.

"Em ... Nggak apa-apa, tadi ada yang telepon. Cuma nggak sempat aku angkat, teleponnya sudah mati," jawab Ratri.

Rusdi mengambil ponselnya dari tangan Ratri, dan hendak pergi ke dalam kamar. "Tiana itu siapa, Mas?" Tiba-tiba Ratri bertanya seperti itu, karena penasaran.

"Bukan siapa-siapa, hanya teman kerjaku," jawab Rusdi yang langsung menutup pintu kamar.

Ratri terdiam, kemudian ia mendekati Gina.

"Kok belum dibuka makanannya, Sayang. Katanya lapar?" tanya Ratri.

Gina menggeleng, "Sudah, Bu ... Tapi kok ada sambalnya. Gina kan takut pedas, Bu. Apa ayah lupa?" sahut Gina.

Ratri mengernyit, ia meraih bungkusan makanan itu dari tangan Gina. "Sini, Ibu lihat!" seru Ratri.

Setelah bungkusan makanan itu dibuka, Ratri merasa heran. Makanan berupa sate yang sudah tercampur sambal. Ada beberapa tusuk sate, yang separuh dagingnya sudah tidak utuh.

"Kenapa begini, ya?" gumam Ratri.

Tak ingin berpikiran buruk tentang suaminya. Kini Ratri berusaha menghibur Gina yang tengah menatap makanan itu dengan kecewa.

"Biar Ibu saja yang buatin makanan enak untuk Gina, ya! Yang ini kita simpan dulu di dapur. Kalau Gina merasa lapar, ibu buatin nasi goreng saja buat Gina. Bagaimana?" tanya Ratri.

Gina terdiam, menggelengkan kepalanya penuh kecewa. Ia berlalu masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintunya.

Setelah menyimpan sate itu ke dapur. Ratri kemudian masuk ke dalam kamarnya. Terlihat di dalam kamar, Rusdi tengah memainkan ponselnya di atas tempat tidur.

"Mas, kamu lupa, yakalau Gina nggak kuat pedas?" tanya Ratri begitu ia duduk di samping Rusdi, yang tengah berbaring di atas tempat tidur.

"Aku nggak lupa, memangnya kenapa?" tanya Rusdi balik.

Ratri menghela nafas kasar, kemudian kembali bersuara.

"Kamu membelikan sate tapi sudah dicampur dengan sambal. Gina terlihat kecewa," jawab Ratri.

"Oh ... Aku sih pesannya ke penjualnya minta dipisah. Tapi ... Ya sudahlah, mungkin penjualnya saja yang teledor. Sudah, nggak usah dipikirkan. Nanti aku belikan lagi kalau ada yang memberiku uang tips," tukas Rusdi.

Ratri mengangguk, kemudian mulai merebahkan diri di samping Rusdi.

Tengah malam, Rusdi terbangun karena ponselnya terus bergetar menandakan ada beberapa pesan masuk ke dalam ponselnya.

"Rat, mungkin beberapa hari ini aku bakalan disibukan dengan banyaknya pekerjaan. Di kantor tempatku bekerja, akan mengadakan acara besar-besaran yang mengharuskan kami para office boy lembur. Jadi ... Untuk beberapa hari ini, aku bakalan menginap di kontrakan teman aku, dekat kantor tempat kami bekerja. Kamu nggak apa-apa, kan aku tinggal beberapa hari ini?" tanya Rusdi pagi itu. Ia sudah bersiap-siap mengenakan sepatu di teras rumah.

"Iya, Mas ... Nggak apa-apa. Yang penting kamu harus selalu memberi kabar," sahut Ratri. Setelah Rusdi berangkat, seperti biasa Ratri akan mengantar Gina untuk sekolah.

Dua hari kemudian

"Uang aku tinggal segini lagi, apa akan cukup untuk sebulan?" Ratri memegangi dompetnya yang berisi uang sisa empat ratus ribu. Ia baru saja melunasi seragam sekolah Gina.

Ratri berpikir keras bagaimana untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.

Kring! Kring! Kring!

Tiba-tiba ponsel Ratri berdering. Ratriyang tengah duduk menunggu Gina, segera mengangkat panggilan telepon itu.

"Halo ... Maaf dengan siapa, ya?" tanya Ratri,ketika nomor baru menghubunginya.

"Halo, Ratri ... Ini aku, Rara. Bagaimana kabarmu, Rat? Sudah lama kita nggak ketemu, kangen banget aku sama kamu. Maaf ya, Rat ... Aku nggak bisa datang ke acara pernikahankamu. Lulus SMA, aku langsung dibawa pindah oleh orang tuaku, aku juga udah nikah di sana. Maaf, aku nggak bermaksud tidak ngundang kamu, karena waktu itu nomor kamu nggak aktif," ujar teman Ratri yang bernama Rara, di seberang telepon.

"Rara! Ya ampun, kabar aku baik, Ra. Kabarmu sendiri gimana? Iya nggakapa-apa,Ra ... Aku juga kangen banget sama kamu. Aku sudah ganti nomor, karena ponselku yang dulu hilang, dan ini nomor baru aku. Kamu dapat dari mana nomor aku, Ra?" tanya Ratri.

"Kabar aku juga baik, Ra. Biasalah, aku cari tahu dari teman sekolah kita dulu, yang kebetulan dia punya nomor baru kamu. Oh iya, Rat ... Aku lagi di daerah tempat kamu tinggal nih.Kebetulan suami aku sedang menjalani proyek kerjasama dengan perusahaan di daerah sini. Kamu sekarang ada di mana?" sahut Rara.

Ratri tersenyum, ia tak menyangka jika teman lamanya semasa SMA menghubunginya, disaat dirinya sedang banyak pikiran. Seketika beban pikiran itu perlahan sedikit terlupakan dengan obrolan kecil mereka.

"Oh ya? Bagus dong. Aku masih tinggal di sini, kok di rumah orang tuaku. Kebetulan kedua orang tuaku sudah meninggal. Aku, suami dan anak tinggal di sini," ujar Ratri.

"Ya Tuhan ... Aku turut berduka cita ya, Rat. Aku baru tahu kalau orang tua kamu sudah tidak ada. Ya sudah kalau begitu, aku ke sana, ya! Bosan tahu nungguin suami aku di kantor. Dari tadi aku sendirian di kantin kantor. Aku ke sana sekarang, ya! Bye, Rat!" Rara mengakhiri panggilan teleponnya.

Tepat pukul 10.00, sekolah Gina telah selesai. Ratri bergegas pulang, ingin menyambut kedatangan teman lamanya itu.

Tok! Tok! Tok!

Ketika Ratri telah berada di rumah, dari depan terdengar suara ketukan pintu. Gegas Ratri segera membuka pintu itu.

Ceklek!

"Assalamualaikum ... Ratri!" sapa tamu yang ternyata adalah Rara.

"Wa'alaikumsalam ... Rara! Ya ampun, pangling aku lihat kamu.Tambah cantik aja! Ayo silahkan masuk, maaf rumah aku masih berantakan," sahut Ratri sembari bersalaman.

"Nggak apa-apa, mana anakmu, Rat? Apa suami kamu sedang kerja?" tanya Rara. "Ada, biar aku panggilkan. Iya, suami aku lagi kerja, Ra," jawab Ratri.

"Oh ya? Kerja apa?" tanya Rara.

Ratri tersenyum, dari dulu Rara tidak berubah, orangnya memang bawel dan selalu banyak tanya.

"Suami aku hanya seorang office boy, Ra," jawab Ratri yang disambut oleh anggukan Rara. Ratri kemudian pergi ke dapur hendak membuatkan teh.

"Wah ... Ternyata Gina cantik sekali, ya! Duh ... Tante kalah nih cantiknya sama Gina." Di ruang tamu, Rara dan Gina tampak asyik bercengkerama. Tak jarang Rara seringkali menciumi pipi tembem Gina yang berkulit putih itu. Rara yang pada dasarnya menyukai anak kecil, ia begitu gemas ketika melihat Gina.

"Apa kamu sudah punya anak, Ra?" tanya Ratri, yang disambut gelengan kepala Rara. Ratri mengusap lengan Rara sambil menatap teduh.

Ting ....

Terdapat sebuah pesan masuk ke ponsel Rara, ketika Rara tengah asyik mengobrol dengan Ratri.

"Rat, suami aku nyuruh aku nyusul ke cafe. Ini sudah jam makan siang, dia ngajak makan bersama," ujar Rara.

"Ya sudah kalau begitu, kalau mau pergi ke cafe nggak apa-apa," sahut Ratri.

"Aku maunya kamu dan Gina ikut. Aku masih kangen tahu sama kamu dan Gina. Jarang loh bisa ngobrol kayak gini. Tenang, aku yang traktir kamu. Gina, Gina mau nggak ikut Tante makan di cafe?" tanya Rara.

Gina mengangguk penuh semangat.

"Tuh ... Gina saja mau. Ayo siap-siap!" ajak Rara.

"Memangnya dikantor yang mana sih suami kamu menjalani kerjasama?" tanya Ratri sebelum beranjak masuk ke dalam kamar, untuk bersiap.

"Itu di PT. Angkasa .Sudah cepat gih siap-siap," jawab Rara.

Sampai di depan cafe, mereka turun dari mobil yang dikendarai Rara.

"Itu suami aku, tapi ... Kok ngajak rekan kerjasamanya kesini!" tunjuk Rara pada dua orang pria yang tengah duduk berseberangan di meja cafe, yang salah satunya membelakangi posisi dimana Rara dan Ratri berdiri.

"Tapi nggak apa-apa deh,kita gabung saja, Rat!" lanjut Rara. "Nggak deh, Ra ... Aku malu," tolak Ratri.

Rara menggeleng, "Nggak usah malu, suami aku orangnya humble kok," paksa Rara.

Terpaksa Ratri menerima ajakan Rara. Walau sebetulnya ia merasa malu jika harus berkumpul dengan orang asing.

"Ibu sandal aku talinya copot!" Tiba-tiba Gina berjongkok sambil memegangi sandalnya.

Dengan cepat Ratri membetulkan sandal Gina dengan posisi berjongkok pula.

"Hai, Mas! Maaf lama ya nunggunya!" ucap Rara, membuat dua orang pria itu menoleh ke arah Rara. Dengan posisi masih berjongkok, Ratri bisa melihat dengan jelas kedua pria itu.

Deg!

Related chapters

  • NAFKAH YANG TERBAGI    Bab 3 Menyelidiki

    Dengan cepat Ratri menoleh ke arah lain. Ia tak menyangka apa yang dilihatnya akan membuatnya syok."Sayang, perut Ibu sakit. Jadi, nggak apa-apa ya, kita pulang! Nanti kapan-kapan kita ke sini lagi makan enak," imbuh Ratri, dengan cepat ia menuntun anaknya keluar dari cafe.Sementara di dalam cafe, Rara tampak kebingungan ketika menoleh ke belakang. "Loh, Ratri mana, ya?" gumam Rara."Cari siapa, Sayang? Ayo sini duduk, kita makan siang sekarang!" seru Dito, suami dari Rara.Dengan wajah bingung, Rara segera menjawab, "Aku lagi nyari teman aku dan anaknya. Tadi aku ajak mereka kensini, untuk makan siang bareng. Tapi kok sekarang nggak ada, ya!" sahut Rara."Mungkin teman kamu sedang ke toilet," ujar Dito.Rara menggedikkan bahu, kemudian duduk bergabung di meja bersama suami dan rekan kerjanya.Ting ....Rara mendapat pesan masuk ketika ia selesai memesan makanan."Maaf, Ra ... Tiba-tiba perut aku sakit. Lain kali saja kita makan barengnya, Ra. Sekali lagi aku minta maaf," ucap Ratri

    Last Updated : 2024-08-20
  • NAFKAH YANG TERBAGI    Bab 4 Sindiran Mertua

    "Oke, mas. Ini baru permulaan!" gumam Ratri.Hari ini, sengaja Ratri membuatkan makanan berupa sayur katuk bening, dan menyiapkan baju ganti untuk Gina. Ia mengantarkannya ke rumah Marni, sepupunya."Mar, aku titip Gina, ya! Aku masih ada urusan yang sangat penting. Gina nggak rewel, kan? Nggak usah khawatir soal jajannya. Cukup kasih makan saja dia pasti anteng," ujar Ratri sambil menyerahkan makanan dan baju ganti kepada Marni."Baik, Mbak ... Gina memang anteng kok dari tadi. Bahkan dia sendiri ingin menginap di rumahku. Mbak percaya saja padaku. Semoga urusannya cepat selesai," sahut Marni.Pukul 11.00, sebelum melancarkan aksinya menyelidiki Rusdi. Ratri berencana akan mengunjungi rumah mertuanya."Assalamualaikum, Bu ...."sapa Ratri yang telah berada di depan rumah mertuanya.Kebetulan pintu rumah itu terbuka lebar."Wa'alaikumsalam ...." jawab ibu mertua Ratri yang bernama ibu Nunik dan juga adik Rusdiyang bernama Lulu.Terlihat di ruang tamu, keduanya tengah sibukmelihat-liha

    Last Updated : 2024-08-20
  • NAFKAH YANG TERBAGI    Bab 5 Anak siapa, Mas?!

    Sungguh, apa yang dilihat Ratri itu sungguh menyakiti hatinya.Dengan tubuh gemetar, Ratri kemudian bersiap menaiki ojek yang sudah disewanya tadi. Karena sebelum pergi ke kantor Rusdi, Ratri sempat meminjam uang kepada Marni."Bang, ikuti mobil itu!" tunjuk Ratri pada mobil yang dikendarai Rusdi."Jaga jarak ya, Bang. Jangan sampai kita ketahuan," ujar Ratri yang disambut oleh anggukan tukang ojek itu.Mobil Rusdi keluar dari parkiran, kemudian melaju membelah jalanan yang sedikit padat.Ketika Ratri fokus menatap mobil yang dikendarai Rusdi. Ratri merasa ponsel di dalam saku celananya bergetar. Sebenarnya ia enggan untuk mengangkatnya. Namun, takut jika yang menelpon ada keperluan penting."Mas Rusdi," gumam Ratri ketika layar ponsel itu tertera nama Rusdi."Halo, Mas!" sapa Ratri."Halo, Rat, kok berisik sekali. Kamu ada dimana?" tanya Rusdi."Eh ini aku ... Ada di jalan. Kebetulan aku habis beli sabun cuci piring di warung pinggir jalan," jawab Ratri sekenanya."Oh ... Ini, Rat, a

    Last Updated : 2024-08-20
  • NAFKAH YANG TERBAGI    Bab 6 Saran Rara

    "Ya Tuhan ...." Ratri tak tahan mendengar ucapan wanita itu, yang terdengar sangat kurang ajar.Ratri bisa menyimpulkan, jika wanita itu adalah istrinya Rusdi. Namun, sejak kapan mereka menikah?Rahang Ratri bergemelatuk menahan amarah. Namun, sebisa mungkin ia redam. Ia tak ingin membuat kekacauan di cafe itu."Kamu yang sabar, Tiana ... Sudah seminggu ini kan aku bersama kalian terus. Bahkan hari ulang tahun anakku saja, aku nomor duakan demi ulang tahun Cherly yang kebetulan dihari dan tanggal yang sama. Percayalah, aku cinta sama kamu. Nanti akhir pekan, aku pulang lagi ke rumah kita." Rusdi berusaha memberi pengertian kepada wanita yang bernama Tiana."Tiana," batin Ratri. Ia teringat akan kontak yang bernama Tiana, yang pernah menghubungi nomor Rusdi, dimalam ulang tahun Gina. Ia juga teringat akan ucapan Lulu yang memuji-muji nama Tiana."Jadi Tiana anggota keluarga Ibu itu maksudnya ini? Terus alasan Mas Rusdi pulang telat, dia sedang merayakan ulang tahun anak itu? Tega kamu,

    Last Updated : 2024-08-22
  • NAFKAH YANG TERBAGI    Bab 7 Kangen Ayah

    "Apa-apaan ini, Ratri?" sentak Rusdi, kaget dengan sikap Ratri yang tiba-tiba bersikap tidak sopan seperti itu.Rusdi mengelap makanan yang menempel di wajahnya.Amarah Ratri meledak seketika, saat melihat makanan yang ada di hadapannya. Makanan sisa bekas Rusdi, Tiana dan anaknya. Dada Ratri naik turun dengan tatapan nyalang ke arah Rusdi."Aku tidak butuh makanan bekas kamu dan istri baru kamu, Mas!" berang Ratri.Tubuh Ratri bergetar hebat, ia merasa jijik atas kelakuan Rusdi."Maksud kamu?" tanya Rusdi.Ratri berdecih, ia tersenyum miring dan membuang muka ketika Rusdi bertanya seperti itu."Aku tidak Sudi memakan makanan bekas kalian. Apa kurang jelas? Katakan, apakah makanan yang setiap hari kamu kasih ke Gina, apakah itu juga merupakan makanan bekas?" tanya Ratri dengan penuh penekanan."Makanan bekas apa? Aku beli baru kok, dari uang tips. Kamu jangan coba-coba menuduh aku, ya. Istri baru, istri baru yang mana?" Imbuh Rusdi, namun terlihat gelagapan.Ratri menghela nafas kasar

    Last Updated : 2024-08-23
  • NAFKAH YANG TERBAGI    Bab 8 Takut

    "Gina sayang, sepertinya acara belanja kita nggak jadi hari ini. Mungkin lain kali saja. Nggak apa-apa, ya!" ujar Rusdi.Ratri menoleh ke arah Gina, terlihat ada raut kecewa di wajah manisnya. Kemudian menoleh ke arah Rusdi, dan menatapnya tajam."Kamu yang merusak kebahagian Gina malam ini." Setelah berucap demikian, Ratri kemudian keluar dan membawa Gina kembali ke dalam rumahnya."Kenapa ayah membatalkan acara belanja kita, Bu? Siapa yang menelpon?" tanya Gina, terlihat sekali ia begitu sedih.Tidak seharusnya Rusdi bersikap seperti itu. Seakan membawa Gina terbang tinggi, lalu menghempaskannya begitu saja."Gina yang sabar, ya! Nanti kalau Ibu punya uang, Ibu pasti beliin Gina baju yang bagus. Sekarang kita istirahat saja. Biarkan ayah pergi dengan urusannya." Ratri berusaha menenangkannya, walau pun tak bisa dipungkiri, ia pun merasa kecewa dan sakit atas sikap Rusdi yang seperti itu.Hari-hari telah berlalu, bahkan minggu dan bulan pun telah berganti. Semenjak malam itu, Rusdi t

    Last Updated : 2024-08-24
  • NAFKAH YANG TERBAGI    Bab 9 Amplop Coklat

    "Loh, mana berasnya?" gumam Ratri.Beras sebanyak dua puluh lima kilo yang tadi disimpan di teras, kini telah raib entah kemana. Ratri mencari ke sana kemari. Namun, tetap saja beras yang baru saja dibelinya tidak ada.Ting ....Sebuah notifikasi pesan masuk ke ponsel Ratri."Ratri, beras yang ada di teras, Ibu bawa pulang. Kebetulan persediaan stok beras Ibu sudah habis. Nggak usah marah, karena uang yang kamu pakai belanja itu juga pasti hasil jerih payah Rusdi. Anggap saja itu sebagai ganti uang bulanan Ibu dari kamu.""Ya Tuhan ... Ibu ada-ada saja." Ratri menggelengkan kepalanya. Tak habis pikir dengan sikap mertuanya itu. Lanjut ia membawa sembako lainnya masuk ke dalam rumah.Dua bulan kemudian, Rusdi belum kunjung pulang. Entah apa yang ada di dalam pikiran Rusdi. Sama saja ia telah menelantarkan anak beserta istrinya. Bahkan nafkah pun tak ia beri selama dua bulan ini. Namun, Ratri enggan untuk menyusul Rusdi, walau pun ia tahu jika tidak berada di rumah ibunya, pasti Rusdi b

    Last Updated : 2024-08-25
  • NAFKAH YANG TERBAGI    Bab 10 Ceraikan Aku, Mas!

    "Aku tidak butuh uang kamu, Mas. Kenapa kamu harus repot-repot membaginya denganku?" ujar Ratri, ketika melihat nominal uang yang diberikan oleh Rusdi.Rusdi terkejut, ia kemudian memungut uang itu dari lantai."Lima ratus ribu?" batin Rusdi terkejut."Tapi-""Cukup, Mas! Kalau kamu sudah tidak bisa bersikap adil, ceraikan aku. Dengan begitu, aku tidak akan merasa tersiksa lagi dengan ikatan pernikahan yang penuh dengan drama ini," potong Ratri.Rusdi terdiam sambil menatap uang pecahan seratus ribu yang berjumlah lima lembar itu."Ceraikan aku, Mas. Maka kamu tidak harus repot-repot menafkahiku lagi," lirih Ratri penuh penekanan.Rusdi menggeleng pelan sambil menatap Ratri.Ratri membuang muka ketika melihat ekspresi Rusdi."Aku ...."Ceklek!"Ayah!" Ratri dan Rusdi menoleh ke arah pintu kamar. Tampak Gina baru saja bangun tidur."Kok bangun, Nak?" tanya Ratri."Aku dengar suara Ayah, jadi aku bangun," jawab Gina."Ayah kapan ke sini? Ayah tidak akan pergi lagi, kan?" tanya Gina.Rus

    Last Updated : 2024-08-26

Latest chapter

  • NAFKAH YANG TERBAGI    Bab 85 Pergi ke Ladang

    Keesokan paginya, suasana di kampung yang Gina tinggali saat ini, telah ramai dengan suara-suara orang-orang yang hendak pergi ke ladang.Gina yang telah bangun dari subuh, kini ia tengah membantu nek Sarti memasak di dapur."Setelah sarapan, Nenek mau pergi ke ladang. Mau melanjutkan memanen sayuran. Kamu tidak apa-apa, kan ditinggal sendiri di sini?" tanya nek Sarti. Ia tengah mengipasi nasi yang baru saja diangkat dari dandang.Gina menoleh ke arah nek Sarti, menghentikan aktivitas mengaduk masakannya."Pergi ke ladang? Aku mau ikut, Nek. Boleh?" sahut Gina."Jangan, nanti kamu capek. Biar Nenek saja yang pergi ke sana. Kamu tunggu saja di sini. Nenek tidak akan lama, kok!" tolak nek Sarti.Gina melanjutkan mengaduk masakannya. Wajahnya berubah cemberut saat nek Sarti melarangnya untuk ikut."Jangan cemberut, anak cantik. Ya sudah, kamu boleh ikut Nenek. Tapi, kamu tidak boleh capek-capek. Kamu kan tamu Nenek," ujar nek Sarti, akhirnya mengizinkan.Gina yang sebelumnya cemberut, ki

  • NAFKAH YANG TERBAGI    Bab 84 Tentram

    "Gina, kamu kenapa?" tanya nek Sarti, bingung melihat Gina yang terus menatap wanita yang sedang bersamanya.Gina segera menggelengkan kepalanya. Ia segera bergabung bersama mereka."Ini ibunya Farrel, dia Ayumi." Nek Sarti memperkenalkan wanita itu. Gina pun langsung menyalaminya.Melihat Ayumi, Gina menyimpan pertanyaan yang sangat membuatnya penasaran. Namun, ia merasa tidak enak, takut jika Ayumi akan tersinggung oleh pertanyaannya, jika Gina nekat bertanya."Aku sudah masak yang banyak, sebaiknya kita makan sekarang. Aku akan panggilkan Farrel dulu," ujar Ayumi.Nek Sarti mengangguk, ia pun segera menyiapkan makanan yang telah tersimpan di atas meja.Gina masih terus menatap Ayumi sampai ia menghilang di balik pintu."Apakah ada yang aneh dengan Ayumi?" tanya nek Sarti, membuat Gina menggelengkan kepalanya cepat."Ah nggak ada yang aneh kok, Nek. Hanya saja ... Aku seperti pernah melihatnya. Tapi mungkin, hanya mirip saja kali, ya dengan wanita yang pernah aku lihat. Oh iya, apak

  • NAFKAH YANG TERBAGI    Bab 83 Menyambut Dengan Ramah

    Gina terbangun mendengar seseorang berbicara dengan begitu nyaring."Huam!" Gina menggeliatkan tubuhnya sambil terus menguap. Namun, saat matanya terbuka lebar, ia terkejut saat melihat orang yang baru saja membangunkannya."Ka-kamu!" Gina terbelalak saat melihat pria yang tak sengaja ia temui tadi di bangunan kosong."Sedang apa kamu di sini? Kenapa kamu bisa naik ke mobil ini?" tanya pria itu.Gina menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia tersenyum getir menatap pria itu."Maaf, aku terpaksa naik dan bersembunyi di mobil ini. Aku dikejar sama preman. Tidak ada pilihan lain jadi aku nekat sembunyi di sini," jawab Gina."Oh ... Jadi kamu pacarnya preman tadi? Tahu begini aku bilang saja kamu ada di mobil ini," celetuk pria itu.Gina membelalakkan matanya, ia kesal terhadap pria itu."Amit-amit, siapa juga yang mau jadi pacar dia. Kenal juga nggak! Oh iya, ini sekarang aku ada di mana?" tanya Gina.Pria itu mengangkat sebelah alisnya, hingga temannya yang pemilik mobil menghampiri."Lo

  • NAFKAH YANG TERBAGI    Bab 82 Bersembunyi

    "Jangan menangis, Nona. Atau kamu akan mengundang orang jahat yang selalu berkeliaran di sini," ujar seorang pria, yang baru saja bangun dari tidurnya.Gina masih beringsut mundur menjauhi pria itu.Melihat ekspresi dan sikap Gina, membuat pria itu terkekeh dan terus menatap Gina."Jangan mendekat, atau aku teriak dan kamu akan tahu akibatnya," ancam Gina.Pria itu semakin terkekeh mendengar ancaman Gina."Lah, memangnya saya mau ngapain kamu? Hei, jangan GeEr, kamu! Siapa kamu, kepedean sekali saya mau berbuat macam-macam sama kamu," cetus pria itu.Gina terdiam, sambil mengawasi gerak-gerik pria itu."Sepertinya kamu habis menikah, kok bisa, ada seorang pengantin ada di tempat seperti ini? Oh ... Aku tahu jangan-jangan-""Diam, kamu! Bukan urusan kamu juga!" potong Gina, ia membuang muka."Oh, ok!"Pria itu kemudian mendekati Gina dan menatapnya dengan lekat. Membuat Gina kembali menjauh."Mau apa, kamu dekat-dekat? Jangan sampai aku teriak, ya! Kamu akan tahu akibatnya," ujar Gina.

  • NAFKAH YANG TERBAGI    Bab 81 Raib

    "Mbak-mbak, bangun! Ini sudah sampai," ujar bapak-bapak kondektur.Gina terbangun dari tidurnya, ia kemudian bangkit dari kursi penumpang.Ternyata semua kursi penumpang telah kosong. Tampaknya hanya Gina penumpang yang terakhir saat itu.Gina turun dari bus tersebut, ia menatap sekeliling tempat itu yang tampak sangat asing, tempat yang tidak pernah ia kunjungi sama sekali sebelumnya."Aduh, perut aku lapar. Aku lupa kalau aku belum makan dari tadi," gumam Gina, sambil memegangi perutnya.Gina mengedarkan pandangan, mencari penjual makanan di tempat itu. Gina menemukan sebuah warteg di tempat itu. Bergegas Gina segera menghampiri sebuah warteg yang berada di pinggir jalan."Bu, aku pesan nasi ayam satu," ujar Gina, setelah ia masuk ke dalam warteg tersebut.Tidak perlu menunggu waktu lama, pesanan Gina telah siap. Lantas Gina segera menyantapnya dengan sangat lahap.Suasana di tempat itu begitu ramai dan membuat Gina merasa gerah. Lantas Gina membuka jaket yang sedari tadi ia pakai.

  • NAFKAH YANG TERBAGI    Bab 80 Berubah Tegang

    Gina mematung dengan perasaan was-was, takut jika oma Wulan mengenalinya, lalu marah dan memaksanya untuk masuk kembali ke dalam hotel. Gina tidak bisa membayangkan, jika pernikahan ini terjadi. Mungkin, pernikahan ini akan menjadi neraka baginya, karena didasari oleh kebohongan yang dilakukan oleh David.Gina tidak berani menoleh ke belakang. Ia terdiam bagaikan patung, tidak bergerak sama sekali.Oma Wulan kemudian berjalan dan berdiri di hadapan Gina."Uangnya jatuh, tadi saya melihat uang kamu nongol dan jatuh dari saku jaket. Lain kali, kamu hati-hati, ya kalau nyimpan uang," imbuh oma Wulan, kemudian menyerahkan uang pemberian Lena yang tidak sadar terjatuh dari saku jaket yang Gina kenakan.Gina lantas menerimanya, ia merasa lega karena ternyata oma Wulan tidak mencurigainya."Terima kasih, Bu!" ucap Gina, dengan suara yang terdengar serak dan batuk. Sengaja ia lakukan, untuk mengelabuhi oma Wulan.Oma Wulan mengangguk seraya tersenyum. Namun, dari belakang terdengar seseorang

  • NAFKAH YANG TERBAGI    Bab 79 Kabur

    Gina menatap seorang wanita yang berdiri di dekat pintu. Wanita itu tampak mengenakan dress selutut dan jaket, selendang yang menutupi kepalanya, serta kacamata hitam dan masker.Bergegas wanita itu menutup pintu itu rapat. Ia menghampiri Gina yang berada di dekat cermin itu."Siapa, kamu?" tanya Gina, ia menatap wanita itu dari atas hingga ke bawah.Wanita itu lantas membuka kacamata hitam dan maskernya. Menampakkan wajah yang pernah Gina lihat beberapa kali, beberapa waktu yang lalu."Ana, kamu Ana?" tanya Gina, ia terkejut melihat wanita itu berada di dalam kamar yang sama dengan Gina."Ssst ... Iya, aku Ana. Gina, apa kamu yakin mau menikah dengan David?" tanya Ana, ia tampak gelisah saat bertanya kepada Gina.Gina menganggukkan kepalanya pelan."Iya, aku dan David akan menikah hari ini. Memangnya kenapa?" tanya Gina.Ana mengusap perutnya yang belum terlalu membesar. Kemudian menatap Gina dengan tatapan sayu."Lalu, bagaimana dengan anak ini? Sementara ayahnya akan melangsungkan

  • NAFKAH YANG TERBAGI    Bab 78 Hari Pernikahan

    "Em ... Maaf, Bu Wulan. Apakah pernikahan ini dilakukan atas dasar cinta?" tanya Lena.Oma Wulan menoleh ke arah Lena. Ia mengangkat sebelah alisnya, seakan menuntut jawaban atas pertanyaan Lena barusan."Kenapa kamu nanyanya seperti itu? Gina menerima tanpa ada penekanan. Jadi, saya rasa, kamu tidak perlu bertanya seperti itu," imbuh oma Wulan.Gina menunduk, sekilas ia melirik ke arah Lena. Lena pun sekilas mengamati Gina."Em ... Maaf, Bu Wulan. Maksud istri saya baik. Berharap pernikahan Gina bahagia dengan orang yang dicintainya. Kami, sebagai orang tua Gina juga, mengharapkan kebahagiaan putri kami dalam melakukan apa pun. Apalagi menikah, merupakan ibadah panjang. Kami ingin yang terbaik untuk Gina," timpal Rusdi berusaha menengahi, supaya tidak terjadi kesalahpahaman di antara Lena dan oma Wulan.Rusdi mengusap lengan Lena. Menyuruhnya untuk diam."Oh begitu? Kalian tidak usah khawatir. Saya kenal siapa calon suami Gina dan siapa ibunya. Sebagai Omanya Gina, saya juga berharap

  • NAFKAH YANG TERBAGI    Bab 77 Meminta Restu

    "Gina!" panggil seseorang saat Gina baru saja turun dari dalam mobil, ia hendak masuk ke kampus.Gina menoleh ke belakang, dan mendapati Cherly yang tengah berlari menghampirinya.Dengan nafas tersengal, Cherly kemudian menarik tangan Gina, dan mengajaknya pergi ke taman kampus."Gina, coba jelaskan apakah benar, kamu mau menikah dengan David?" tanya Cherly.Gina terdiam, menatap Cherly yang seakan tengah menginterogasi lewat tatapan matanya yang tajam."Jawab, Gina!" sentak Cherly.Gina mengangguk mengiyakan pertanyaan Cherly. Membuat wanita itu terperangah mengetahui hal itu langsung dari Gina."Tapi kenapa, Gina? Memangnya tidak ada lelaki lain, yang bisa kamu nikahi apa? Kenapa harus David, Gina?" tanya Cherly tak habis pikir.Gina menghela nafas panjang, kemudian menatap Cherly."Ceritanya rumit, Cher. Ini masalah kemanusiaan. Aku tidak bisa menolak perjodohan ini," jawab Gina.Cherly mengernyitkan dahinya, menatap lekat ke arah Gina."Oh, jadi kamu dijodohkan sama keluarga kamu

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status