Share

Bab 5 Anak siapa, Mas?!

Sungguh, apa yang dilihat Ratri itu sungguh menyakiti hatinya.

Dengan tubuh gemetar, Ratri kemudian bersiap menaiki ojek yang sudah disewanya tadi. Karena sebelum pergi ke kantor Rusdi, Ratri sempat meminjam uang kepada Marni.

"Bang, ikuti mobil itu!" tunjuk Ratri pada mobil yang dikendarai Rusdi.

"Jaga jarak ya, Bang. Jangan sampai kita ketahuan," ujar Ratri yang disambut oleh anggukan tukang ojek itu.

Mobil Rusdi keluar dari parkiran, kemudian melaju membelah jalanan yang sedikit padat.

Ketika Ratri fokus menatap mobil yang dikendarai Rusdi. Ratri merasa ponsel di dalam saku celananya bergetar. Sebenarnya ia enggan untuk mengangkatnya. Namun, takut jika yang menelpon ada keperluan penting.

"Mas Rusdi," gumam Ratri ketika layar ponsel itu tertera nama Rusdi.

"Halo, Mas!" sapa Ratri.

"Halo, Rat, kok berisik sekali. Kamu ada dimana?" tanya Rusdi.

"Eh ini aku ... Ada di jalan. Kebetulan aku habis beli sabun cuci piring di warung pinggir jalan," jawab Ratri sekenanya.

"Oh ... Ini, Rat, aku cuma mau kasih tahu. Barusan aku ditelepon lagi sama bos aku. Katanya masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Jadi kemungkinan aku bakalan pulang telat. Nggak apa-apa, kan?" tanya Rusdi.

Ratri menarik nafas panjang dan menghembuskannya kasar. Entah kenapa, feeling Ratri mengatakan, jika Rusdi sedang berbohong. Apakah Ratri harus mempercayainya lagi?

"Halo, Rat ... Kamu masih di situ, kan?" tanya Rusdi.

"Em ... Iya, nggak apa-apa. Tentunya pekerjaan kamu lebih penting kan, dari pada anakku," jawab Ratri.

"Kok ngomongnya gitu, aku ...." Belum sempat Rusdi berbicara lagi, Ratri telah memutuskan teleponnya.

Sampai di pertigaan jalan, Rusdi berbelok ke arah gang dan berhenti di depan rumah yang terbilang cukup besar dari rumah-rumah yang lain, kemudian memasukkan mobilnya ke dalam garasi.

Ratri mengernyit merasa bingung, ia tidak tahu rumah yang dikunjungi Rusdi itu rumah siapa.

Jarak antara kantor ke rumah itu memakan waktu sekitar satu jam lamanya.

"Mas Rusdi kok ke sini? Ini rumah siapa sebenarnya?" gumam Ratri. Ia tak bisa menerka-nerka. Ia hanya bisa memantau Rusdi dari jauh saja sambil bertanya-tanya dalam hati.

"Bang, berhenti di sini. Abang tunggu di sini, ya! Jangan kemana-mana," imbuh Ratri yang disambut anggukan kepala tukang ojek itu.

Rusdi keluar dari dalam mobil, kemudian berjalan hendak menuju rumah itu. Rasa penasaran Ratri kian membuncah. Namun, ada debaran aneh di setiap detak jantungnya. Debaran yang seperti menyiratkan akan adanya sesuatu yang entah apa itu.

Ratri membuntuti Rusdi yang telah masuk ke dalam pelataran rumah itu. Terlihat, di pelataran rumah yang tidak dipasang pagar itu, Ratri melihat motor Rusdi terparkir rapi di sana. Membuat Ratri yang melihatnya tambah kebingungan. Ada apa sebenarnya? Kenapa motor Rusdi ada di depan rumah itu?

Rusdi hendak berjalan menuju teras rumah itu. Namun tiba-tiba suara langkah kaki berlari terdengar nyaring dari dalam rumah itu.

Ceklek!

Dari dalam rumah, seseorang membukakan pintu lalu menyambut hangat Rusdi yang berdiri di depan pintu.

"Papa ...."

Deg!

Seperti disambar petir disiang bolong, Ratri mendengar ucapan yang begitu menyayat hati. Apa? Papa? Siapa anak itu? Kenapa memanggil Rusdi dengan sebutan papa. Ratri membekap mulutnya sendiri tak percaya.

Anak perempuan yang baru saja memanggil Rusdi papa, memeluk dan bergelantungan di lengan Rusdi. Mungkin jika orang lain yang melihatnya, akan menyangka jika mereka adalah sepasang ayah dan anak.

Belum apa-apa air mata Ratri telah berlinang dan dengan mudahnya terjatuh membasahi pipinya. Berkali-kali Ratri memukulkan tangannya ke pohon yang ada di hadapannya. Membuat buku-buku tangannya berubah menjadi merah dan sedikit mengeluarkan cairan merah.

Ratri masih berdiam diri di tempat semula. Ia berdiri di balik pohon berukuran cukup besar, sambil memandangi Rusdi yang terlihat menggendong ria seorang anak kecil itu. Diperkirakan mungkin anak perempuan itu seumuran Gina.

Kemudian keluar seorang wanita dari dalam rumah itu. Ia berjalan menghampiri Rusdi dan anak kecil itu.

"Mas, sudah pulang? Ya sudah kalau begitu, kita berangkat sekarang saja, yuk! Aku sudah lapar, nih. Aku dan Cherly belum makan dari tadi. Kami sengaja nungguin kamu pulang. Ngomong-ngomong, kita makannya di cafe ontohod saja, ya!" ujar seorang wanita cantik berambut hitam dan panjang sambil terus tersenyum ke arah Rusdi.

Ratri tidak tahu siapa wanita itu. Tidak ingin menerka-nerka sebelum semuanya jelas. Ratri berniat akan kembali mengikuti mereka sampai Ratri tahu, siapa sebenarnya wanita cantik dan anak perempuan itu. Dan ada hubungan apa mereka dengan Rusdi?

Rusdi mengangguk, kemudian membukakan mobil itu untuk wanita dan anak itu.

Gegas Ratri berlari mendekati tukang ojek tadi. Ia bersembunyi dengan cara memalingkan wajahnya ketika mobil yang dikendarai Rusdi melintas di hadapannya.

"Bang, ikuti lagi mobil itu. Jangan sampai kita kehilangan jejak," ujar Ratri menepuk bahu, menginterupsi tukang ojek itu.

Tukang ojek itu mengangguk, lalu menghidupkan mesin motornya dan berusaha mengikuti mobil itu dengan sangat hati-hati.

Sepanjang jalan, hati Ratri merasakan nyeri, walau pun ia belum tahu jelas kebenarannya. Namun, wanita mana yang tidak curiga melihat suaminya seperti itu.

Terlebih hubungan rumah tangganya dilandasi dengan kebohongan, yang Ratri sendiri baru tahu sekarang.

"Sabar, Ratri, semuanya belum jelas. Sabar ...." Ratri berusaha menghibur dirinya sendiri sepanjang motor yang ditumpanginya melaju.

Sampai di depan cafe yang dituju, mobil yang dikendarai Rusdi berhenti. Mereka bertiga keluar dari dalam mobil itu. Tampak wanita itu bergandengan tangan dengan Rusdi memasuki cafe tersebut dengan anak kecil itu berjalan di depan mereka.

"Abang tunggu saya lagi, ya! Jangan kemana-mana. Saya mau masuk dulu," titah Ratri.

Dengan cepat, Ratri masuk ke dalam cafe tersebut.

Dengan penyamaran menggunakan masker, ia mencari tempat duduk yang tak jauh dari tempat Rusdi dan wanita itu duduk.

"Tega kamu, Mas ... Di rumah, aku hanya makan berlaukan garam dan cabai saja. Sementara kamu, enak-enakan dengan wanita lain makan di cafe." Batin Ratri menggerutu dengan tubuh yang bergetar hebat. Ia menelan salivanya kasar.

"Mas, jadi benar hari ini mau pulang? Padahal aku dan Cherly masih ingin bersama kamu terus." Ratri mendengarkan percakapan mereka sambil berpura-pura memainkan ponselnya supaya mereka tidak curiga. Ia sedang memata-matai Rusdi dan wanita itu dari dekat. Namun, tentu tanpa ketahuan oleh mereka.

"Ya ... mau bagaimana lagi, Sayang? Anak aku nanyain aku terus. Malas sih sebenarnya pulang, tapi ya ... Aku bingung," sahut Rusdi sambil menggedikkan bahu.

Wanita itu tampak menghela nafas kasar.

"Padahal Cherly anak kamu juga loh, Mas. Ya ... walau pun dia hanya anak sambung. Tapi dia lebih membutuhkan kasih sayang kamu dibanding anak kamu itu," ujar wanita itu.

"Hanya kamu pria yang sangat disayangi Cherly. Dia anakmu, anakmu juga, Mas!" lanjut wanita itu menegaskan.

"Ya Tuhan ...." Ratri membekap mulutnya sendiri dengan sebelah tangan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status