"Gimana Bim?? Lolos nggak?" Harapannya begitu tinggi. Terlihat dari mata cantik Alana yang berbinar.
Alana telah resmi menjadi mahasiswa baru. Kini Ia sedang menunggu kabar dari Bima. Bima mengikuti Tes Kepolisian. Bima terdiam. Tatapannya begitu dalam. Ia tak berucap sepatah kata pun. Raut wajahnya cemberut. "Hah ... yah! Nggak ya? Apa Bim! Cepet bilang dong. Gue mules banget." Bima menundukkan kepalanya. "Yah ...." Alana memeluk erat tubuh Bima. "Gue bakalan ada bareng sama lo kok Bim." Tangannya meraba wajah rupawannya. "Teruss berusaha ya!" Perlahan terukir senyuman ria diwajahnya. "Panggil gue Pak Polisi." Alana menutup mulutnya. "Omg ... seriussss?" Matanya terbelalak menatap Bima. Bima mengangkat satu alisnya dengan sombong. "Of course!" Tubuhnya men-jingkrak-jingkrak. "Hah ... serius Bim? Horayyy! Gue merasa dilindungi." "Iya ... emang. Kan lo satwa liar." Alana terdiam. "Huh? Bruh! Satwa liar? Satwa liar?" "Iya! Emang kenapa??? Lo gigit tangan gue terus." "Kapan?!" "Nih." Bima menunjukkan beberapa bekas gigi di tangannya. "Itu karena lo ngambil handphone gue tanpa izin!" "Bodoamat ... satwa liar nggak bakalan ada yang ngaku," ejek Bima lagi. Alana mendelik. "Ohh ... gue satwa liar. Kenapa lo nampung guee!!!" "Ya karena gue terlalu sayang sama lo sehingga logika gue nggak hidup. Padahal lo mematikan." "Sialan!" Alana menggeplak kepala Bima. "Alah, dua tahun lo sukses juga tipe lo bukan gue." **** 4 tahun kemudian ... Video call berlangsung. "Bima, kangenn bangettt. Ayo ketemu!! Minggu gue wisuda!! Harus dateng yaaa." "Gue juga pelantikan, Na." "Loh bareng? Yah ... nggak bisa dongg." Bima termenung. "Iya nggak bisa. Kita pake cara alternatif lagi. Lewat video call lagi aja." "Bosenn." "Maunya gimana dong cantikku?" tutur Bima dengan lembut. "Maunya ada Bima." "Yahh ... tapi untuk kali ini, Bima nya nggak bisa, Alana sinii aja ke Bima." "Alana juga nggak bisa." "Jadi? Video call lagi kan jalannya?" "Hahahhaha iya juga," ucap Alana. "Gimana? Punya temen nggak?" tanya Bima meledek. "Sembarangan. Punya dong, dia baik banget loh. Namanya, Lili. First time, dia orangnya jutek banget kalo diajak ngobrol, tapi baik banget banget banget ternyata. Awalnya gue nggak suka sama Lili. Orangnya jutek abis." "Hahahahaah ... lo udah berapa lama nggak ada temen cerita? Kaciann banget ... tunggu si manis pulang ya." "Iya, sini dong. Lo nggak kangen sama gue? Sialan gue dihempas." "Ngawur banget ... gimana kabarnya? Baik-baik aja tanpa gue? Apa masih ngelakuin hal bego?" "Sialan! Ck ... ya ... makanya ayo temuin gue, gue masih melakukan hal tolol dan hal bego, gue belum mandiri kalo jalan sendiri masih suka kesandung. Puasss??" "Hahhahahah," suara tertawa Bima begitu renyah. "Belajar mandiri Alana Athaya. Gue kan sekarang nggak selalu di deket lo." "Ya makanya lo cepet temuin gue, setidaknya kesandung gue berkurang." "Makanya jalannya hati-hati." "Emang gue jalannya nyenggol-nyenggol, nabrak-nabrak, langkah tegap, lari sprint, enggak, kan?" "Oh iya, berarti itu butuh kasih sayang." Alana teringat sesuatu. "Oh iya, pengikut baru di i*******m lo siapa Bim? Namanya 'Mila Veldra' nge dm loh." "Dm apa?" tanya Bima. "Katanya 'follback, ini Mila' ... oalahh, kenalan baru yaa." "Oh, itu Mila. Adiknya Bayu." Alana mengalihkan pandangannya. "Oalah adiknya Bayu." Bima menyadari sesuatu seraya tersenyum manis. "Temen gue. Kenapa? Cemburu? Jiahkk." "Nggak." "Yaudah cari cowok sana." "Gampang banget si kunyuk ngomongnya. Oh nyuruh gue cari pacar?" "Oh maunya gitu? yaudah sana," jawab Bima. "Di sini banyak sih dokter senior yang ganteng, salah satunya namanya Adelio, dia gantengg loooo." Raut wajah Bima tampak berubah. "Oh." "Kasih saran dong ... sama-sama pria udah pasti tau kan ya? Gimana cara deketin atau ... cara jadi pasangan hidupnya." Bima mendelik. "Tinggal gatel aja sama tebar pesona." "Okee pak! Akan ku lakukan!" Bima menatap Alana. Hatinya semakin gundah saat melihat Alana mulai mengaktifkan teleponnya. "Minta di tampuoll nih orang! Diem nggak! Matiin." "Haii, Kak Adelio." Suara Alana sedikit dikecilkan dan dibuat imut. "Heh!" "Aku mau bilang-" (ucap Alana terpotong oleh Bima yang sedang marah). "Matiin! Atau gue nggak akan kabarin lo lagi." Alana menatap Bima seraya tersenyum. "Kenapa? Gundah hatinya?" "Awas ya kalo suara imut lo dikasih ke orang lain. Cuma buat gue aja!" **** "Alana." Lili memperlihatkan sebuah foto. "Hum?? Kenapa?" "Liat dulu! Coba lo amati." "Foto cewek lagi date. Cantik." "Bodoh! Bukan! Coba lo liat lagi!" "Ck! Apa ... nggak ada loh, cuma ada cewek lagi date fotoin cowoknya." Lili menarik napasnya. "Mila siapa?!!" "Hemmmm?" Alana langsung merebut handphone Lili. "Lo dapet darimana! Mila ... gue rasa dia yang DM Bima." "Hari ini dia pelantikan?" Raut wajahnya berubah menjadi merah. Menahan tangis, menahan amarah. "Gue? Hahahahhah! Brengsek lo Bim!' "Tenang dulu, Na." "Enggak bisa." "Mending omongin deh, Na. Biar nggak ada kesalahpahaman," saran Lili. "Enggak, Li. Emang sekarang sikap Bima aja yang berubah. Janji manis doang, nggak akan segan-segan gue buat cut off." "Jangan dulu, Na. Jangan gitu." "Sakit banget hati gue Li. Kok bisa Bima segampang itu buang gue ya? Dia lupa? Yang selalu ada buat nemenin dia dari dulu siapa? Masa dia secepat itu sih? Gue nggak secantik, Mila ya? Apa gue nggak pantes? Gue ada salah ya?" "Hushh!! Nggak gitu ... jadi kemana-mana. Mending lo obrolin deh," saran Lili. "Gue bantu, mau?" "Enggak usah, gue benci banget sama Bima." **** "Lo Lili temen Alana?" tanya Bima. Kini Ia telah diperbolehkan pulang. "Langsung aja, ini siapa?" Bima menunjukkan foto mesra Alana bersama seorang pria. "Gue bingung jawabnya." "Jawab aja Li. Nggak usah diumpetin." "Ini Adelio." "Sialan! Dia lagi, dia lagi. Adelio siapa?!!" "Ck! Diem dulu ... sekarang gini deh ... gue tanya sama lo, foto yang di snapgram Mila. Itu lo, kan? Jangan menyangkal, mending obrolin deh sama Alana. Lo juga masa nggak ngundang Alana ke hari pelantikan lo sih, Bim." Lili meneguk kopinya. "Kelewatan tau nggak. Malah date sama cewek lain." "Dia bilang wisudanya hari minggu. Gue juga kan hari minggu." "Tapi maksud Alana minggu depan setelah pelantikan lo. Alana juga nggak tau kalo hari yang di maksud lo tuh minggu-minggu sekarang." "Haduh!" kesal Bima. "Lo kenapa mau dinner lagi sama cewe lain?" "Iya itu gue, tapi gue dipaksa temen. Di hari ulang tahunnya Mila. Tapi gue emang nggak mau Li. Gue dipaksa aja." Lili mendelik. "Telat lo jelasinnya. Alasannya ngeselin lagi." "Li, gue mohon. Bantuin gue, setidaknya agar persahabatan gue sama Alana masih berlangsung." "Ya kalo lo jelasinnya kaya gitu Alana juga muak liat sikap lo. Aneh lo Bim.""Janji dulu kemana, Na? Buat kita yang katanya bakalan selalu bareng-bareng terus?" tanya Bima hari itu di kafe. "Lo nanya ke gue? Janji kita kemana? Lo sendiri yang matiin janji itu Bim. Lo nggak mikirin perasaan gue? Lo pikir lo nggak salah?" "Gue salah Na. Gue bisa jelasin semuanya. Ini semua salah paham aja Na." "Selingkuh nggak akan ada obatnya."Alana terdiam. "Eh kok selingkuh sih? Kita kan nggak ada hubungan ya? Lo kan gantungin gue terus. Jadi ... nggak berhak kan gue larang-larang lo?" "Jangan gitu dong Na ... lo lebih dari apapun. Gue bisa buktiin semuanya Alana. Semuanya. Gue mohon setidaknya kita masih sahabatan." "Semuanya tuh omong kosong, Bima. Buktinya Lo date sama cewek lain, kan? Oke ... setidaknya itu hak lo karena mungkin lo anggap gue 'siapa nih cewek' ... up to you. Cuma, gue emang nggak se-dianggap ini ya? Buat dateng ke acara resmi lo aja gue nggak lo undang, malah cewek itu yang datang. Lo mikirin gue? Nggak kan? Percuma." "Alana ... gue nggak tau kalo di
Pagi ini, Alana Athaya bersama Tim andalannya harus pergi ke suatu perkampungan Desa yang jauh dari Kota. Desa itu bernama Desa Lominggou. Mereka memiliki tugas untuk mengikuti Olah TKP menyelidiki kasus kematian seorang perempuan muda yang tidak diketahui identitasnya. Dari laporan awal, mayat itu membusuk di tempat Peternakan Sapi. Mayatnya sudah membusuk dan tubuhnya penuh di tutupi dengan kotoran sapi yang menumpuk. kemungkinan pelaku melakukan itu tujuannya agar jenazah tersebut tertutupi dan mengsugestikan aromanya, sehingga sedikit menyamarkan. Laporan itu menurut laporan Edi pemilik peternakan sapi tersebut dan Sudi yang menemukan jenazah tersebut, saat hendak membersihkan kandang sapinya. Ruang Otopsi. “Seorang perempuan berumur 25 tahun. Dengan berat 85 kg, tinggi badan 165 Cm, rambut berwarna hitam panjang, berkulit sawo matang, bergolongan darah O,” jelas Alana. “Ada luka bekas tali yang kuat dalam pergelangan tangan dan pergelangan kaki. Kemungkinan besar, pelaku me
Pukul 07: 23 pagi ... Ya, butuh waktu 6 jam untuk menempuh perjalanan dari Desa Lominggou ke Kota. Alana membuka pintu rumahnya. Hanya membawa raganya yang lelah. Matanya kurangnya beristirahat, membuat suasana hatinya begitu berantakan. Ceklekk "Huh! Lagi-lagi gini lagi." Alana menutup pintunya. Rasa kantuknya seketika hilang. "Omg!" Diperlihatkan pemandangan indah. Raut wajahnya berubah menjadi marah. Aldo bersama teman-temannya tergeletak tertidur pulas di ruang tengah. Seketika pandangan Alana tertuju pada beberapa botol minuman keras dan sampah bekas kulit kacang yang begitu berserakan. "Lo bangun atau gue guyur pake nih minuman?" teriak Alana. Aldo bersama teman-temannya langsung berdiri. Tak peduli nyawa sudah berkumpul atau tertinggal. “Eh ekhmm ... kakak ... katanya pulang besok,” ucap Aldo panik. “Udah dong kak ... maafin kita." Tatapan Alana menatap Aldo. "Keren lo kaya gitu? Gue tuntut lo apa sih, Do? Gue pernah suruh lo kerja? Gue pernah suruh lo cuci baju sendi
Satu Tim itu berkumpul di ruang otopsi. Mengotopsi jenazah secara langsung. “Pada darah yang di temukan, terdapat golongan darah A+. Yang di mana, darah tersebut di temukan di baju milik korban. Sepertinya, korban berusaha untuk melawan. Juga, terdapat sayatan pisau di bajunya. Tentunya, darah tersebut berbeda dengan darah korban yang mana Korban bergolongan darah B+,” jelas Alana. Lili memperlihatkan beberapa luka yang berada pada tubuh korban. “Ada cakaran pada perutnya. Rambutnya juga hampir terlepas. Ada ikatan yang kuat pada pergelangan kedua kaki dan tangan. Sepertinya, korban di ikat dengan kuat. Apa yang telah mereka lakukan? Apa mereka menariknya?” kata Lili. “Kemungkinan besar itu dapat terjadi. Tulang atas tangan kanan yang retak dan sebelah kiri terlepas.” Alana melihat hasil CT scan dari tubuh korban. **** "Tempat kediaman Pak Sudi dengan peternakan sapi milik Pak Edi, apakah memiliki jarak yang jauh?" tanya Bima. Sudi menahan jantungnya. Batuknya mulai parah. "
Setelah seharian melihat-lihat tempat tinggal yang cocok. Alana memutuskan untuk tinggal sementara di apartemen. Suara ambulans, suara klakson mobil, suara helikopter, semuanya tampak ramai malam itu. "Sehancurnya-hancurnya hidup gue, dunia bakalan terus berjalan." Alana meneguk kopinya. Alana berdiam diri di atas rooftop sambil meminum Americano kesukaannya. Melihat pemandangan kota dari atas begitu menenangkan. "Sibuk banget ya orang-orang," gumamnya. "Kaya-kaya ... mereka kerja apa ya." 'Dunia masih terus akan berjalan tak akan menunggu bahkan tidak akan peduli sehancur apapun kamu saat ini'. Quote yang Alana baca dari handphone-nya. "Kebetulan banget ... ini maksudnya semesta lagi support gue ya?" kata Alana. Kembali menikmati sejuknya malam itu. Tak lama handphone Alana berdering ... Alana reflek melihat notifikasi layar handphone-nya. "Dia lagi." Alana mengangkat teleponnya. "Apa?" ketus Alana. "Woih." Bima menjauhkan speaker handphone dari telinganya. "Jutek banget s
Malam itu, diparkiran mobil. Air matanya berlinang. Bima terus menghantam Adelio dengan tangan kosongnya. "Bajingan lo! Brengsek!" Beberapa pukulan tepat sasaran di pipi sebelah kanan Adelio. "Mau berapa kali lagi lo sakitin Alana!" Amarah Bima semakin membara. Sesekali Ia menyeret Adelio yang sudah tak berdaya. "Mati! Rasain!" Tidak menyerah. Adelio kembali memukul Bima di energi terakhirnya. Alana berusaha menghentikan Bima. Lagi-lagi tersingkirkan. Tubuhnya yang kecil jelas berbeda jauh jika dibandingkan Bima dan Adelio. "Ehh! Heh!" Security telah menghentikannya. "Hentikan atau saya panggil polisi." "Mau apa? Nggak usah capek-capek. Biar saya yang melapor." Alana menatap wajah Adelio. Rasa kecewa dan sedih. Semuanya bertabrakan. "Makasih ya ... kamu hari ini buktiin bahwa bukan aku orang yang kamu mau. Semuanya udah jelas. Maaf dan makasih." Adelio tidak mengeluarkan sepatah kata apapun. Dari tingkah lakunya, Adelio langsung merangkul kekasihnya. Hal itu, membuat Alana te
"Duduk, Bimaaa Argiantara!!" teriak Alana. Bima sudah siap akan pakaian olahraganya. Mengajak Alana lari pagi hari ini. "Ini apa? Kok ada sapu kecil?" Bima menyapu dan menekan-nekan blush on pada tangannya. "Lembut lagi. Lo pake ini buat sapu meja lo dari debu ya?" "Serah deh ... gue capek banget. Lagian ... ck! Lupain aja!" "Ini apa? Kaya semacam oli tapi bening." Ia memegang lip serum. Alana tetap menghiraukannya. Ia fokus menata barang. "Barang-barang lo nggak seru ... nggak ada warna biru, warna oren atau warna hijau neon." "Lo pikir hidup gue karnaval." "Monoton banget ... warna mocca semua. Ini ada warna putih, putih semua. Ga jelas." "Lo yang ga jelas! ck ...." Alana yang sedang mengelap meja langsung terhenti. Ia bercekak pinggang. Menatap Bima tajam. "Sumpah! Lo pagi-pagi gini ganggu gue, sana mending pulang aja. Sana mending urus si geral." "Geral udah mati. Lo kemana aja." Alana terkejut. "Seriuss Bim???" "Makanya ... lo nya aja sibuk pacaran. Lupain musang ki
Alana sedang mengotopsi keadaan jenazah. "Zea Hutami, berusia 17 tahun. Dengan berat badan 70kg dan Tinggi Badan 160cm, memiliki Golongan Darah B+," ungkap Alana. "Apa yang terjadi, pelakunya sangat kejam." "Entah dengan motif apa. Apa pelaku memiliki dendam? Ada luka sayatan di kedua lengannya," timpal Lili di ruangan Otopsi. Alana selalu sepaket dengan Lili ketika melakukan Otopsi. Alana sedang menangani kasus meninggalnya remaja perempuan yang berstatus masih menjadi pelajar di sekolah menengah atas. Ia ditemukan di semak-semak belukar berjarak 2 km dari rumahnya. Menurut orang-orang sekitar, Zea sudah menghilang sekitar 3 hari yang lalu. "Kemungkinan besar Zea meninggal sudah dua hari yang lalu." Alana melihat bagian kepala. "Rambutnya, sudah jelas ada tarikan. Rambutnya pun, sudah mulai habis. "Dari penjelasan rumah sakit, Zea memiliki riwayat penyakit pada lambungnya yang sudah kronis." Alana mengecek bagian atas hingga bagian bawah tubuh korban. Terlihat beberapa luka