Beranda / Thriller / Misteri Kematian di Kota Hema / 4. Menggapai gelar berbarengan.

Share

4. Menggapai gelar berbarengan.

Penulis: Peony's
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-07 19:55:41

"Gimana Bim?? Lolos nggak?" Harapannya begitu tinggi. Terlihat dari mata cantik Alana yang berbinar.

Alana telah resmi menjadi mahasiswa baru. Kini Ia sedang menunggu kabar dari Bima. Bima mengikuti Tes Kepolisian.

Bima terdiam. Tatapannya begitu dalam. Ia tak berucap sepatah kata pun.

Raut wajahnya cemberut. "Hah ... yah! Nggak ya? Apa Bim! Cepet bilang dong. Gue mules banget."

Bima menundukkan kepalanya.

"Yah ...." Alana memeluk erat tubuh Bima. "Gue bakalan ada bareng sama lo kok Bim." Tangannya meraba wajah rupawannya. "Teruss berusaha ya!"

Perlahan terukir senyuman ria diwajahnya. "Panggil gue Pak Polisi."

Alana menutup mulutnya. "Omg ... seriussss?" Matanya terbelalak menatap Bima.

Bima mengangkat satu alisnya dengan sombong. "Of course!"

Tubuhnya men-jingkrak-jingkrak. "Hah ... serius Bim? Horayyy! Gue merasa dilindungi."

"Iya ... emang. Kan lo satwa liar."

Alana terdiam. "Huh? Bruh! Satwa liar? Satwa liar?"

"Iya! Emang kenapa??? Lo gigit tangan gue terus."

"Kapan?!"

"Nih." Bima menunjukkan beberapa bekas gigi di tangannya.

"Itu karena lo ngambil handphone gue tanpa izin!"

"Bodoamat ... satwa liar nggak bakalan ada yang ngaku," ejek Bima lagi.

Alana mendelik. "Ohh ... gue satwa liar. Kenapa lo nampung guee!!!"

"Ya karena gue terlalu sayang sama lo sehingga logika gue nggak hidup. Padahal lo mematikan."

"Sialan!" Alana menggeplak kepala Bima. "Alah, dua tahun lo sukses juga tipe lo bukan gue."

****

4 tahun kemudian ...

Video call berlangsung.

"Bima, kangenn bangettt. Ayo ketemu!! Minggu gue wisuda!! Harus dateng yaaa."

"Gue juga pelantikan, Na."

"Loh bareng? Yah ... nggak bisa dongg."

Bima termenung. "Iya nggak bisa. Kita pake cara alternatif lagi. Lewat video call lagi aja."

"Bosenn."

"Maunya gimana dong cantikku?" tutur Bima dengan lembut.

"Maunya ada Bima."

"Yahh ... tapi untuk kali ini, Bima nya nggak bisa, Alana sinii aja ke Bima."

"Alana juga nggak bisa."

"Jadi? Video call lagi kan jalannya?"

"Hahahhaha iya juga," ucap Alana.

"Gimana? Punya temen nggak?" tanya Bima meledek.

"Sembarangan. Punya dong, dia baik banget loh. Namanya, Lili. First time, dia orangnya jutek banget kalo diajak ngobrol, tapi baik banget banget banget ternyata. Awalnya gue nggak suka sama Lili. Orangnya jutek abis."

"Hahahahaah ... lo udah berapa lama nggak ada temen cerita? Kaciann banget ... tunggu si manis pulang ya."

"Iya, sini dong. Lo nggak kangen sama gue? Sialan gue dihempas."

"Ngawur banget ... gimana kabarnya? Baik-baik aja tanpa gue? Apa masih ngelakuin hal bego?"

"Sialan! Ck ... ya ... makanya ayo temuin gue, gue masih melakukan hal tolol dan hal bego, gue belum mandiri kalo jalan sendiri masih suka kesandung. Puasss??"

"Hahhahahah," suara tertawa Bima begitu renyah. "Belajar mandiri Alana Athaya. Gue kan sekarang nggak selalu di deket lo."

"Ya makanya lo cepet temuin gue, setidaknya kesandung gue berkurang."

"Makanya jalannya hati-hati."

"Emang gue jalannya nyenggol-nyenggol, nabrak-nabrak, langkah tegap, lari sprint, enggak, kan?"

"Oh iya, berarti itu butuh kasih sayang."

Alana teringat sesuatu. "Oh iya, pengikut baru di i*******m lo siapa Bim? Namanya 'Mila Veldra' nge dm loh."

"Dm apa?" tanya Bima.

"Katanya 'follback, ini Mila' ... oalahh, kenalan baru yaa."

"Oh, itu Mila. Adiknya Bayu."

Alana mengalihkan pandangannya. "Oalah adiknya Bayu."

Bima menyadari sesuatu seraya tersenyum manis. "Temen gue. Kenapa? Cemburu? Jiahkk."

"Nggak."

"Yaudah cari cowok sana."

"Gampang banget si kunyuk ngomongnya. Oh nyuruh gue cari pacar?"

"Oh maunya gitu? yaudah sana," jawab Bima.

"Di sini banyak sih dokter senior yang ganteng, salah satunya namanya Adelio, dia gantengg loooo."

Raut wajah Bima tampak berubah. "Oh."

"Kasih saran dong ... sama-sama pria udah pasti tau kan ya? Gimana cara deketin atau ... cara jadi pasangan hidupnya."

Bima mendelik. "Tinggal gatel aja sama tebar pesona."

"Okee pak! Akan ku lakukan!"

Bima menatap Alana. Hatinya semakin gundah saat melihat Alana mulai mengaktifkan teleponnya.

"Minta di tampuoll nih orang! Diem nggak! Matiin."

"Haii, Kak Adelio." Suara Alana sedikit dikecilkan dan dibuat imut.

"Heh!"

"Aku mau bilang-" (ucap Alana terpotong oleh Bima yang sedang marah).

"Matiin! Atau gue nggak akan kabarin lo lagi."

Alana menatap Bima seraya tersenyum. "Kenapa? Gundah hatinya?"

"Awas ya kalo suara imut lo dikasih ke orang lain. Cuma buat gue aja!"

****

"Alana." Lili memperlihatkan sebuah foto.

"Hum?? Kenapa?"

"Liat dulu! Coba lo amati."

"Foto cewek lagi date. Cantik."

"Bodoh! Bukan! Coba lo liat lagi!"

"Ck! Apa ... nggak ada loh, cuma ada cewek lagi date fotoin cowoknya."

Lili menarik napasnya. "Mila siapa?!!"

"Hemmmm?" Alana langsung merebut handphone Lili. "Lo dapet darimana! Mila ... gue rasa dia yang DM Bima."

"Hari ini dia pelantikan?" Raut wajahnya berubah menjadi merah. Menahan tangis, menahan amarah. "Gue? Hahahahhah! Brengsek lo Bim!'

"Tenang dulu, Na."

"Enggak bisa."

"Mending omongin deh, Na. Biar nggak ada kesalahpahaman," saran Lili.

"Enggak, Li. Emang sekarang sikap Bima aja yang berubah. Janji manis doang, nggak akan segan-segan gue buat cut off."

"Jangan dulu, Na. Jangan gitu."

"Sakit banget hati gue Li. Kok bisa Bima segampang itu buang gue ya? Dia lupa? Yang selalu ada buat nemenin dia dari dulu siapa? Masa dia secepat itu sih? Gue nggak secantik, Mila ya? Apa gue nggak pantes? Gue ada salah ya?"

"Hushh!! Nggak gitu ... jadi kemana-mana. Mending lo obrolin deh," saran Lili. "Gue bantu, mau?"

"Enggak usah, gue benci banget sama Bima."

****

"Lo Lili temen Alana?" tanya Bima. Kini Ia telah diperbolehkan pulang. "Langsung aja, ini siapa?" Bima menunjukkan foto mesra Alana bersama seorang pria.

"Gue bingung jawabnya."

"Jawab aja Li. Nggak usah diumpetin."

"Ini Adelio."

"Sialan! Dia lagi, dia lagi. Adelio siapa?!!"

"Ck! Diem dulu ... sekarang gini deh ... gue tanya sama lo, foto yang di snapgram Mila. Itu lo, kan? Jangan menyangkal, mending obrolin deh sama Alana. Lo juga masa nggak ngundang Alana ke hari pelantikan lo sih, Bim." Lili meneguk kopinya. "Kelewatan tau nggak. Malah date sama cewek lain."

"Dia bilang wisudanya hari minggu. Gue juga kan hari minggu."

"Tapi maksud Alana minggu depan setelah pelantikan lo. Alana juga nggak tau kalo hari yang di maksud lo tuh minggu-minggu sekarang."

"Haduh!" kesal Bima.

"Lo kenapa mau dinner lagi sama cewe lain?"

"Iya itu gue, tapi gue dipaksa temen. Di hari ulang tahunnya Mila. Tapi gue emang nggak mau Li. Gue dipaksa aja."

Lili mendelik. "Telat lo jelasinnya. Alasannya ngeselin lagi."

"Li, gue mohon. Bantuin gue, setidaknya agar persahabatan gue sama Alana masih berlangsung."

"Ya kalo lo jelasinnya kaya gitu Alana juga muak liat sikap lo. Aneh lo Bim."

Bab terkait

  • Misteri Kematian di Kota Hema   5. Gegabah

    "Janji dulu kemana, Na? Buat kita yang katanya bakalan selalu bareng-bareng terus?" tanya Bima hari itu di kafe. "Lo nanya ke gue? Janji kita kemana? Lo sendiri yang matiin janji itu Bim. Lo nggak mikirin perasaan gue? Lo pikir lo nggak salah?" "Gue salah Na. Gue bisa jelasin semuanya. Ini semua salah paham aja Na." "Selingkuh nggak akan ada obatnya."Alana terdiam. "Eh kok selingkuh sih? Kita kan nggak ada hubungan ya? Lo kan gantungin gue terus. Jadi ... nggak berhak kan gue larang-larang lo?" "Jangan gitu dong Na ... lo lebih dari apapun. Gue bisa buktiin semuanya Alana. Semuanya. Gue mohon setidaknya kita masih sahabatan." "Semuanya tuh omong kosong, Bima. Buktinya Lo date sama cewek lain, kan? Oke ... setidaknya itu hak lo karena mungkin lo anggap gue 'siapa nih cewek' ... up to you. Cuma, gue emang nggak se-dianggap ini ya? Buat dateng ke acara resmi lo aja gue nggak lo undang, malah cewek itu yang datang. Lo mikirin gue? Nggak kan? Percuma." "Alana ... gue nggak tau kalo di

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-07
  • Misteri Kematian di Kota Hema   6. Kasus 1

    Pagi ini, Alana Athaya bersama Tim andalannya harus pergi ke suatu perkampungan Desa yang jauh dari Kota. Desa itu bernama Desa Lominggou. Mereka memiliki tugas untuk mengikuti Olah TKP menyelidiki kasus kematian seorang perempuan muda yang tidak diketahui identitasnya. Dari laporan awal, mayat itu membusuk di tempat Peternakan Sapi. Mayatnya sudah membusuk dan tubuhnya penuh di tutupi dengan kotoran sapi yang menumpuk. kemungkinan pelaku melakukan itu tujuannya agar jenazah tersebut tertutupi dan mengsugestikan aromanya, sehingga sedikit menyamarkan. Laporan itu menurut laporan Edi pemilik peternakan sapi tersebut dan Sudi yang menemukan jenazah tersebut, saat hendak membersihkan kandang sapinya. Ruang Otopsi. “Seorang perempuan berumur 25 tahun. Dengan berat 85 kg, tinggi badan 165 Cm, rambut berwarna hitam panjang, berkulit sawo matang, bergolongan darah O,” jelas Alana. “Ada luka bekas tali yang kuat dalam pergelangan tangan dan pergelangan kaki. Kemungkinan besar, pelaku me

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-07
  • Misteri Kematian di Kota Hema   7. Pergi

    Pukul 07: 23 pagi ... Ya, butuh waktu 6 jam untuk menempuh perjalanan dari Desa Lominggou ke Kota. Alana membuka pintu rumahnya. Hanya membawa raganya yang lelah. Matanya kurangnya beristirahat, membuat suasana hatinya begitu berantakan. Ceklekk "Huh! Lagi-lagi gini lagi." Alana menutup pintunya. Rasa kantuknya seketika hilang. "Omg!" Diperlihatkan pemandangan indah. Raut wajahnya berubah menjadi marah. Aldo bersama teman-temannya tergeletak tertidur pulas di ruang tengah. Seketika pandangan Alana tertuju pada beberapa botol minuman keras dan sampah bekas kulit kacang yang begitu berserakan. "Lo bangun atau gue guyur pake nih minuman?" teriak Alana. Aldo bersama teman-temannya langsung berdiri. Tak peduli nyawa sudah berkumpul atau tertinggal. “Eh ekhmm ... kakak ... katanya pulang besok,” ucap Aldo panik. “Udah dong kak ... maafin kita." Tatapan Alana menatap Aldo. "Keren lo kaya gitu? Gue tuntut lo apa sih, Do? Gue pernah suruh lo kerja? Gue pernah suruh lo cuci baju sendi

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-07
  • Misteri Kematian di Kota Hema   8. Penutupan Kasus

    Satu Tim itu berkumpul di ruang otopsi. Mengotopsi jenazah secara langsung. “Pada darah yang di temukan, terdapat golongan darah A+. Yang di mana, darah tersebut di temukan di baju milik korban. Sepertinya, korban berusaha untuk melawan. Juga, terdapat sayatan pisau di bajunya. Tentunya, darah tersebut berbeda dengan darah korban yang mana Korban bergolongan darah B+,” jelas Alana. Lili memperlihatkan beberapa luka yang berada pada tubuh korban. “Ada cakaran pada perutnya. Rambutnya juga hampir terlepas. Ada ikatan yang kuat pada pergelangan kedua kaki dan tangan. Sepertinya, korban di ikat dengan kuat. Apa yang telah mereka lakukan? Apa mereka menariknya?” kata Lili. “Kemungkinan besar itu dapat terjadi. Tulang atas tangan kanan yang retak dan sebelah kiri terlepas.” Alana melihat hasil CT scan dari tubuh korban. **** "Tempat kediaman Pak Sudi dengan peternakan sapi milik Pak Edi, apakah memiliki jarak yang jauh?" tanya Bima. Sudi menahan jantungnya. Batuknya mulai parah. "

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-07
  • Misteri Kematian di Kota Hema   9. Selingkuh

    Setelah seharian melihat-lihat tempat tinggal yang cocok. Alana memutuskan untuk tinggal sementara di apartemen. Suara ambulans, suara klakson mobil, suara helikopter, semuanya tampak ramai malam itu. "Sehancurnya-hancurnya hidup gue, dunia bakalan terus berjalan." Alana meneguk kopinya. Alana berdiam diri di atas rooftop sambil meminum Americano kesukaannya. Melihat pemandangan kota dari atas begitu menenangkan. "Sibuk banget ya orang-orang," gumamnya. "Kaya-kaya ... mereka kerja apa ya." 'Dunia masih terus akan berjalan tak akan menunggu bahkan tidak akan peduli sehancur apapun kamu saat ini'. Quote yang Alana baca dari handphone-nya. "Kebetulan banget ... ini maksudnya semesta lagi support gue ya?" kata Alana. Kembali menikmati sejuknya malam itu. Tak lama handphone Alana berdering ... Alana reflek melihat notifikasi layar handphone-nya. "Dia lagi." Alana mengangkat teleponnya. "Apa?" ketus Alana. "Woih." Bima menjauhkan speaker handphone dari telinganya. "Jutek banget s

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-07
  • Misteri Kematian di Kota Hema   10. Pilek

    Malam itu, diparkiran mobil. Air matanya berlinang. Bima terus menghantam Adelio dengan tangan kosongnya. "Bajingan lo! Brengsek!" Beberapa pukulan tepat sasaran di pipi sebelah kanan Adelio. "Mau berapa kali lagi lo sakitin Alana!" Amarah Bima semakin membara. Sesekali Ia menyeret Adelio yang sudah tak berdaya. "Mati! Rasain!" Tidak menyerah. Adelio kembali memukul Bima di energi terakhirnya. Alana berusaha menghentikan Bima. Lagi-lagi tersingkirkan. Tubuhnya yang kecil jelas berbeda jauh jika dibandingkan Bima dan Adelio. "Ehh! Heh!" Security telah menghentikannya. "Hentikan atau saya panggil polisi." "Mau apa? Nggak usah capek-capek. Biar saya yang melapor." Alana menatap wajah Adelio. Rasa kecewa dan sedih. Semuanya bertabrakan. "Makasih ya ... kamu hari ini buktiin bahwa bukan aku orang yang kamu mau. Semuanya udah jelas. Maaf dan makasih." Adelio tidak mengeluarkan sepatah kata apapun. Dari tingkah lakunya, Adelio langsung merangkul kekasihnya. Hal itu, membuat Alana te

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-07
  • Misteri Kematian di Kota Hema   11. Teddy Bear

    "Duduk, Bimaaa Argiantara!!" teriak Alana. Bima sudah siap akan pakaian olahraganya. Mengajak Alana lari pagi hari ini. "Ini apa? Kok ada sapu kecil?" Bima menyapu dan menekan-nekan blush on pada tangannya. "Lembut lagi. Lo pake ini buat sapu meja lo dari debu ya?" "Serah deh ... gue capek banget. Lagian ... ck! Lupain aja!" "Ini apa? Kaya semacam oli tapi bening." Ia memegang lip serum. Alana tetap menghiraukannya. Ia fokus menata barang. "Barang-barang lo nggak seru ... nggak ada warna biru, warna oren atau warna hijau neon." "Lo pikir hidup gue karnaval." "Monoton banget ... warna mocca semua. Ini ada warna putih, putih semua. Ga jelas." "Lo yang ga jelas! ck ...." Alana yang sedang mengelap meja langsung terhenti. Ia bercekak pinggang. Menatap Bima tajam. "Sumpah! Lo pagi-pagi gini ganggu gue, sana mending pulang aja. Sana mending urus si geral." "Geral udah mati. Lo kemana aja." Alana terkejut. "Seriuss Bim???" "Makanya ... lo nya aja sibuk pacaran. Lupain musang ki

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-08
  • Misteri Kematian di Kota Hema   12. Kasus 2

    Alana sedang mengotopsi keadaan jenazah. "Zea Hutami, berusia 17 tahun. Dengan berat badan 70kg dan Tinggi Badan 160cm, memiliki Golongan Darah B+," ungkap Alana. "Apa yang terjadi, pelakunya sangat kejam." "Entah dengan motif apa. Apa pelaku memiliki dendam? Ada luka sayatan di kedua lengannya," timpal Lili di ruangan Otopsi. Alana selalu sepaket dengan Lili ketika melakukan Otopsi. Alana sedang menangani kasus meninggalnya remaja perempuan yang berstatus masih menjadi pelajar di sekolah menengah atas. Ia ditemukan di semak-semak belukar berjarak 2 km dari rumahnya. Menurut orang-orang sekitar, Zea sudah menghilang sekitar 3 hari yang lalu. "Kemungkinan besar Zea meninggal sudah dua hari yang lalu." Alana melihat bagian kepala. "Rambutnya, sudah jelas ada tarikan. Rambutnya pun, sudah mulai habis. "Dari penjelasan rumah sakit, Zea memiliki riwayat penyakit pada lambungnya yang sudah kronis." Alana mengecek bagian atas hingga bagian bawah tubuh korban. Terlihat beberapa luka

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-08

Bab terbaru

  • Misteri Kematian di Kota Hema   71. Ending

    Pagi itu Alana sedang berolahraga, di taman Kota. Hanya berlari kecil. Mengisi waktu yang luang sebelum menjemput Arya. Seseorang dari arah berlawanan menabrak Alana. Hingga botol minumnya terjatuh."Aduh!" Alana terkejut. "Hati-hati dong kalo jalan." Alana sembari mengambil botol minumnya."Sorry Kak! Saya nggak liat." Suaranya tak asing. Alana langsung menoleh. Mereka saling bertatapan. Alana membuka kaca mata hitamnya."Dori?" Ia tercengang tak percaya. Melihat Dori kini jauh berbeda. "Dori bukan sih?"Dori berpikir juga. "Kak Alana ya?" "Iya! ... eh kamu apa kabar?" tanya Alana."Kabarnya baik ... Kak Alana tinggal sekitar sini juga?" Raut wajahnya terlihat antusias."Baik ... kamu tinggal di sini atau ada keperluan lain?" tanya Alana. "Eh kamu sibuk nggak?""Enggak sih ... kebetulan sekarang waktunya lagi luang, saya lagi ada kerjaan disini ....""Kita sambil jalan santai aja gimana?" tanya Alana."Boleh banget tuh kak."Mereka berjalan mengelilingi bunderan taman Kota."Kaka

  • Misteri Kematian di Kota Hema   70. Menerima kemarin, hari ini, hari esok

    "Itu handphone lo udah pecah Alana. Ganti.""Selagi masih bisa dipake, bukan suatu masalah." Alana menatap. "Beliin dong cantik. Bisa dong, dikasih waktu ulang tahun gue nanti?""Gue beliin nanti, tapi ada satu syarat!""Apa?""Lo harus jadi babu gue buat cuci semu baju gue seumur hidup.""Dih ogah ... udah dapet pekerjaan bagus. Malah kerja paksa di rumah lo.""Emang handphone impian lo apa?" tanya Lili.Saat itu mereka sedang berjalan di mall."Tuh." Ia menunjuk pada handphone keluaran terbaru berwarna lavender. "Seharga motor.""Belum juga keluar. Lima belas tahun juga tuh handphone harganya sejuta.""Lima belas tahun? Gila! Ya lo pikir aja ... lima belas tahun mereka udah bisa keluarin handphone model robot. Gue dapet handphone itu berasa katrok.""Wah ... parah sih lo! Nggak tau terimakasih.""Ya lo beliinnya sekarang dong ....""Feedback-nya mau kasih apa?" tanya Lili."Lo beliin gue handphone. Gue beli lo kopi."Lili melirik terkejut. "Lo berharap gue bilang 'wah ayok Alana, gu

  • Misteri Kematian di Kota Hema   69. Ulang tahun yang tak banyak harap

    "Adikku mau apa?""Humm ...." Ia masih cemberut. Masih memakai baju seragam sekolah taman kanak-kanak. "Arya kan pengen beli es krim. Kak Alana lama banget."Alana tersenyum. "Kita beli boneka serigala?""Nggak." Bujukan Alana masih belum mempan."Mau beli boneka pisang?""Nggak mau!""Mau beli boneka Batman?"Ia terdiam. Masih dengan gengsinya. "Nggak!""Apa dong? Yang lari paling belakang harus jajanin es krim." Alana seraya berlari kecil. Agar suasana kembali ramai dan ceria.Alana hanya memiliki Arya di hidupnya. Terlintas di pikirannya bahwa Arya dan Alana sama-sama membutuhkan. Arya seorang diri, begitupun juga Alana.'Bisa saja kamu sebetulnya tak membutuhkan orang banyak. Kamu akan dipersatukan dengan orang yang membutuhkanmu juga yang kamu butuhkan. Mereka yang pergi ... itu sebagai hiasan hidup agar tak membosankan'. (ucapan terakhir Trisna saat Alana hendak keluar ruangan).****Sudah dua tahun lamanya. Rasa rindu terus menggebu. Alana sesekali masih belum bisa menerima. Te

  • Misteri Kematian di Kota Hema   68. Memori yang tak kunjung hilang

    "Saya nggak bisa bermalam di sini." Alana kekeh untuk pulang malam itu juga. "Izinkan saya pulang."Eri kebingungan. "Besok. Besok pagi. Saya janji.""Habis itu kalian pasti rencanain buat bunuh saya kan?" Alana menatap sendu. Wajahnya semakin cemberut. "Kenapa susah banget sih. Saya salah apa? Orang-orang kok khianati saya?" Saya nggak pantas di cintai ya?"Eri menatap Alana sendu. "Perempuan malang." Ia kebingungan. Alana pun pasti tak akan mau jika disuruh untuk beristirahat di kamar. "Makan dulu ya?""Orang-orang dari kemarin kok maksa saya buat makan trus sih? Kalian masukin apa di makanannya?"Traumanya sungguh hebat dan berat. Alana seperti orang depresi. Ia sesekali ketakutan. Sesekali terdiam lagi. Hal itu terus berulang.Eri tak tega melihat Alana seperti itu. Ia langsung menelepon polisi untuk segera mengantarkannya pulang.Malam itu menunjukkan pukul 07:00. Bulan bersinar cantik. Ombak semakin pasang. Lagi-lagi malam itu orang-orang berkerumun. Mengucapkan selamat tinggal

  • Misteri Kematian di Kota Hema   67. Sulitnya hidup dalam ketakutan.

    Pria itu mengerutkan bibirnya. "Kakak ini puasa ya?" Ia berbicara lagi. "Kakak mau istirahat?"Alana hanya menatap."Sekarang saya yang takut kalo Kakak kaya gini.""Usia kamu berapa?""Saya baru 18, kemarin saya baru lulus sekolah. Kenapa? Keliatan tua ya?" Dori tertawa. "Kakak umur berapa?" tanya Dori. Wajahnya senang karena Alana sudah mulai berbicara.Alana terdiam. Air matanya berlinang."Kakak kenapa? Apa wajah saya bikin mata Kakak pedes?"Alana tersenyum. "Kamu mirip adik saya.""Adik Kakak siapa? Sekarang dimana?""Aldo. Aldo namanya. Dia udah pergi kemarin," ucap Alana lagi-lagi raut wajahnya cemberut."Waduh salah lagi." Terbesit di batinnya. Lagi-lagi Dori berusaha menenangkan. "Aldo sudah tenang Kak ...."Alana menatap. "Nggak akan pernah tenang, Ri. Dia di sana nggak akan pernah istirahat."Karena tak ingin Ia salah lagi. Dori mengganti topik pembicaraan. "Gini deh Kak ya ... jujur aroma Kakak tercampur. Saya nggak tau bau apa. Dipersingkat saja sedikit bau bangkai eheh.

  • Misteri Kematian di Kota Hema   66. Dipertemukannya Alana dan Lili

    "Kak." Terdengar seorang pria membangunkan Alana. "Bangun Kak.""Gimana?" "Belum sadar." Pria itu mendengarkan detak jantung Alana. Ia memegang nadi di lengan Alana. "Aman kok. Masih bernapas.""Kak ... kakak masih hidup?" ucapnya lagi. "Kak bangun kak." "Gimana?" tanya pria lain."Belum sadarkan diri ... aduh kak. Cukup satu yang jadi mayat. Kalo dua ... saya takut kak. Nangkep ikan nanti gimana?" gumamnya.Banyaknya polisi sedang mengevakuasi keberadaan Alana dan Lili saat itu.Perlahan Alana mulai tersadar. Ia terbatuk-batuk. "Pak! Perempuan ini masih hidup!" teriak pria itu. "Kak! Kakak masih hidup? Ayo duduk dulu."Membuat polisi-polisi itu mendekat ke arah Alana."Kita amankan ke rumah sakit terdekat." Petugas keamanan hendak mengangkat tubuh Alana.Alana menolaknya seraya mencengkeram tangannya. "Antar saya pulang!""Kamu harus menjalani perawatan dulu."Napas Alana terengah-engah. "Nggak.""Tapi kakak butuh perawatan," ucap pria itu."Nggak! Saya nggak mau. Jangan bunuh sa

  • Misteri Kematian di Kota Hema   65. Pergi hilang dan lupakan

    "Jaraknya hanya 200 meter. Pulang lah ... tempatkan temanmu di tempat yang layak. Saya rasa akan aman. Ya, tempat itu akan aman."Alana mengangguk seraya menangis. "Terimakasih banyak." Ia menundukkan pandangannya.****Kewaspadaan Alana begitu tinggi. Ia selalu mengamati keadaan sekitar. Berlari lagi. Lagi-lagi terjatuh karena lututnya sudah mulai terasa lemas. Sesekali Ia merangkak karena merasa bahwa tak kuat untuk berlari.Alana menangis tersedu-sedu. "Lili ... gue harus gimana. Gue udah nggak kuat lagi Lili." Alana berusaha berdiri. Langkahnya berat sekali. Kakinya bergetar. "Tapi gue harus bisa bawa lo pulang ... biar gue bisa liat rumah terakhir lo."SrakSrakSrakHanya ada suara langkah kaki Alana seorang diri. Suasana sangat sunyi dan sepi. Sebentar lagi malam akan tiba. Tak lama, sunset terlihat dengan kasat mata.Gak ... gak ... gak (suara gagak menggoak).Alana tak kenal rasa menyerah dalam dirinya. Walaupun satu langkah, Ia tetap melangkah dengan konsisten.Dibantu denga

  • Misteri Kematian di Kota Hema   64. Selamat jalan

    Mereka membacakan mantra aneh. Semuanya bersujud pada api. Mereka semakin mencengkeram talinya. Perlahan mereka menarik tali itu hingga tubuh Alana terangkat. Alana tak bisa berbuat apa-apa, tak percaya bahwa hidup Alana akan berakhir seperti ini seperti pada semua kasus yang ditangani Alana saat itu.Napas Lili terengah-engah. Syukurnya, kekhawatirannya tak terjadi. Masih sempat untuk menyelamatkan Alana."“Heh Iblis! Ini kan kelemahan kalian?” teriak Lili. Kedatangan Lili menjadi pusat tontonan bagi mereka yang sedang bersujud termasuk Alana."Lili," gumam Alana.Lili menunjukkan barang yang berada dalam tasnya. "Mati tuh! Itu yang kalian sembah! Iblis brengsek! Bajingan!" Lili melemparkan buku dan tulang belulang itu dalam api. "Kejahatan harus kembali ke asalnya! Ke neraka!"Seketika api itu melahap.Tarikan di tubuh Alana seketika di lepasnya. "Jangan!" teriak Bima. Ia langsung menatap tajam ke arah Lili.Tak ada gumaman sedikit pun. Semuanya menjadi hening. Masing-masing merek

  • Misteri Kematian di Kota Hema   63. Ritual untuk Alana

    Suasana sudah semakin aman. Alana dan Lili mengambil langkah cepat. Mereka memberanikan dirinya untuk pergi dari wilayah itu."Mereka ke arah mana?" tanya Alana."Utara. Kita jangan ambil arah itu." Mereka berlari dengan tergesa-gesa. Tentunya rasa takut dan waspada selalu menyelimuti dirinya. Tak peduli akan hal itu, mereka terus berlari. "Jurang Na!" ujar Lili. Ia menahan kakinya untuk tak melangkah."Ambil jalan lain.""Kemana?""Kita turun." Pikirannya sudah buntu. Tak ada jalan lain lagi yang harus ditempuh atau tidak mereka akan terus berputar-putar di wilayah yang sama.Lili berusaha menyangkalnya. "Nggak ya Alana. Kita bisa cidera.""Dalam situasi ini ... lo nggak seharusnya berpikir takut cidera. Posisi sekarang, nyawa kita mau diambil Li.""Ayolah ... kita nggak tau dibawahnya apa. Itu gelap Alana. Setidaknya kita cuma butuh tali buat ke jalan itu." Lili seraya menunjuk. Ada jalan lain di hadapannya namun tertutup oleh jurang.Jurangnya cukup tinggi. "Kita ambil jalan yan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status