2'20

2'20

last updateTerakhir Diperbarui : 2021-10-30
Oleh:  KamelzyTamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
73 Peringkat. 73 Ulasan-ulasan
60Bab
11.5KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Sinopsis

Mereka sudah menunjukkan tandanya sejak satu bulan yang lalu. Pemerintah takkan pernah acuh, tak pernah ada yang percaya akan mitos murahan itu. Satu-dua orang takkan cukup untuk mendengungkan sesuatu yang sudah dianggap mati. Hari itu ... Kamis, 20 Februari 2020. Sebuah bencana yang seharusnya tak pernah menginjakkan kaki ke dataran itu akhirnya terjadi. Langit mendadak tak lagi menampakkan birunya, polusi tak bisa lagi mengalahkan awan hitam yang menutupi langit Jakarta. Suara kelakson kendaraan yang saling sahut tak lagi terdengar, udara yang terasa sesak kini tergantikan dengan angin kencang yang membentuk pusaran besar, bercampur petir, bercampur dengan guntur yang menggelegar. Tornado itu ... akhirnya datang juga. Pembuka gerbang dari dunia yang telah lama mati.

Lihat lebih banyak

Bab 1

01 - Chaos for The Winners

“Apa Jakarta memang sesejuk ini?” tanya Anjani Erikalia, atau mereka biasa memanggilnya menggunakan nama penanya –Jane,  “Yang kutahu tempat ini sangat panas, jauh lebih panas dibandingkan Samarinda.”

Mara Sintanira, gadis yang kini tinggal di Jogja itu terkekeh kecil mendengar pertanyaan Jane, “Ya, dulu juga sangat panas. Tapi cuaca di Jawa akhir-akhir ini memang sejuk, tak begitu panas, dan selalu hujan setiap malam.”

“Ah … iya, tadi malam juga hujan.”

Jane kembali menatap pemandangan di luar jendela. Hari ini mereka akan pergi ke aula hotel untuk menghadiri penutupan acara sekaligus pengumuman pemenang. Dia sudah ada di Jakarta sejak dua hari yang lalu, perlombaan menulis nasional sangat jarang membawa para pesertanya untuk turun ke lapangan seperti ini namun periode kali ini memang dibuat lebih meriah dibandingkan sebelumnya.

Nira –teman barunya, baru sampai ke Jakarta tadi malam. Mereka sama-sama penulis yang mengikuti perlombaan ini, Nira terkenal dengan tulisan-tulisan fiksi remaja, sedangkan peserta yang lain seperti Wonu, Cuna, dan Hanbin lebih terfokus pada kisah-kisah mitos-sejarah, misteri, horror, dan thriller.

Mereka baru-baru saja kenal dan tak begitu dekat, Jane juga tak pernah yakin dia bisa dekat dengan semua orang yang akan dia temui nanti. Mengingat bahwa dia memang tak begitu pandai dalam berinteraksi dan wajahnya yang tergolong ke dalam sekumpulan wajah jahat jika tak tersenyum. Walaupun Jane tahu akan hal itu, dia tetap saja tak bisa tersenyum hanya demi bisa mendapatkan teman.

“Apa yang akan kau lakukan setelah perlombaan ini?”

Jane terdiam mendengar hal itu, “Entahlah …” Gadis itu menghela napas pelan, namun kesunyian yang Nira berikan seakan memaksanya untuk kembali melanjutkan kalimatnya, “Aku tak ingin pulang.”

“Mau ikut bersamaku? Aku tinggal di kosan, di Jogja.”

Gadis itu menoleh menatap Nira, “Kau tinggal sendiri? Tidak bersama keluargamu?”

“Aku tak suka keluargaku,” balas Nira lalu terkekeh kecil. Terlalu sering menceritakan hal seperti itu pada orang-orang di sekitarnya membuatnya terbiasa dan tak merasa bahwa kalimat tersebut terlalu sensitif untuk dibahas.

Jane tersenyum tipis mendengar balasan Nira, “Aku juga tak suka keluargaku, ah … mereka bukan keluarga, ayah ibuku sudah mati jadi mereka hanya sebatas pengasuh-ku saja.”

Tok, tok! “Apa kalian belum siap?!” teriak seseorang dari luar ruangan itu bersamaan suara ketukan pintu yang berbunyi berkali-kali.

“Itu pasti Hanbin,” gumam Jane beranjak untuk pergi mendekat ke pintu keluar ruangan. “Ayo pergi,” ajaknya dibalas anggukkan oleh Nira.

Hardian Binagara, atau dia biasa memperkenalkan dirinya sebagai Hanbin. Pemuda itu menatap bosan Jane dan Nira yang baru saja keluar dari ruangannya, “Ayo, Wonu dan Cuna sudah meninggalkan kita.”

“Dua manusia aneh itu memang tak suka menunggu,” balas Jane asal dan langsung pergi meninggalkan Hanbin.

Nira terkekeh kecil mendengar Hanbin yang mengumpat pelan karena Jane ikut memperlakukannya dengan dingin, seperti Cuna dan Wonu. “Mengapa mereka berlagak angkuh sih? Memang mereka sudah jelas menjadi pemenang gitu?” kesalnya.

“Mereka memang seperti itu Hanbin, tak perlu tersinggung.”

Hanbin menghela napas mendengar hal itu, dia lalu tersenyum tipis sambil merangkul Nira agar mereka bisa pergi bersama ke aula hotel. Satu-satunya gadis yang bisa dia ajak bersenang-senang hanyalah Nira, gadis itu begitu ramah dan Hanbin sangatlah suka dengan karakter orang yang seperti itu.

“Untung ada kau yang selalu bersikap manis di sini!” ujarnya bersemangat, “Aku tak tahu apa jadinya acara ini tanpa kau Nira, auranya pasti akan sangat mencekam jika hanya diisi oleh mereka bertiga.”

Nira terbahak mendengar hal itu sambil memukul pelan dada Hanbin. Dia tahu, Nusa Cania Nitasa atau yang mereka kenal sebagai Cuna itu memang pendiam, namun dibandingkan Jane, Cuna jauh lebih sopan dan terlihat tenang, sedangkan Nusabudi Wahyu atau si penulis horror dengan nama pena Wonu, dia lebih mirip dengan Jane, sama-sama cuek dan jarang sekali berbicara, kedua manusia dingin itu bahkan tak memberitahu nama langkap mereka saat berkenalan. Namun meskipun begitu, Nira tahu bahwa mereka semua bukanlah orang yang jahat.

“Apa yang akan kau lakukan jika kau memenangkan hadiahnya?” tanya Hanbin ketika mereka sudah duduk di bangku khusus peserta, menyaksikan acara yang kini sedang dimulai.

“Aku ingin ke Bromo, berlibur.” Nira membalas dengan asal, “kau sendiri?”

“Aku ingin beli ipad untuk adikku, agar dia bisa fokus belajar menggambar.”

Nira terkekeh kecil mendengar hal itu, “Kau sangat menyayangi adikmu ya?”

“Hanya dia yang kumiliki, Nira.” Hanbin tersenyum tipis sambil menggaruk rambutnya yang sama sekali tak gatal, “Aku akan lakukan apapun agar bisa menyenangkannya.”

“Such a good brother,” gumam Jane tanpa sadar.

“Semoga kau menang, Hanbin.” Wonu ikut berkomentar.

Hanbin menatap kesal kedua orang itu, “Kalian mengejekku huh?!”

“Aku memuji,” balas Jane menoleh menatap pemuda itu.

“Same.” Wonu membalas tanpa menoleh menatap Hanbin, Nira yang sejak tadi memerhatikan interaksi kecil itu lantas tertawa pelan melihat ekspresi kesal Hanbin.

“Kepada peserta yang sudah sampai ke posisi 5 besar, dipersilahkan naik ke atas panggung~”

Mereka terdiam mendengar pengumam itu. Cuna dengan santai memimpin langkah untuk naik ke atas panggung, diikuti oleh Hanbin, Nira, Jane, dan Wonu. Mereka berlima kini bisa melihat orang-orang penting yang datang ke acara ini, sudah pasti akan banyak penerbit yang ingin merekrut mereka.

Selagi MC sibuk membacakan ucapan selamat serta pidato singkat dari pemilik acara, mata Cuna menangkap keributan yang terjadi di luar ruangan lewat pintu keluar aula hotel yang tak tertutup dengan rapat. Mata gadis itu menatap sekelilingnya, beberapa orang yang fokus pada ponselnya, sedangkan pelayan mulai tak bisa berdiri dengan tenang. Cuna menggedipkan matanya berkali-kali ketika sadar bahwa gelas yang ada di salah satu meja mulai memperlihatkan geraknya, air disana sedikit demi sedikit bergoyang, lalu mulai bergeser bersamaan teriakan panik dari salah satu tamu undangan yang menyuarakan ketakutannya.

“GEMPA! INI GEMPA!”

Dari atas panggung itu, mereka dapat melihat dengan jelas orang-orang yang berlari berdesak-desakan untuk keluar dari aula hotel. Atap gedung itu mulai memperlihatkan rapuhnya, angin kencang mulai memaksa masuk, sedangkan jeritan yang saling sahut-menyahut mulai menambah kepanikkan yang ada.

“BAWA NIRA!” gertak Wonu pada Jane menyadarkan lamunan Cuna, gadis itu dengan cepat menatap kepergian Wonu dan langsung menarik Hanbin yang masih shock untuk ikut bersamanya.

Tak ada waktu untuk panik, pikir Cuna mencoba menenangkan dirinya sendiri.

“Ap-apa yang terjadi?!” heboh Hanbin yang baru benar-benar sadar dari keterkejutannya.

Cuna tak menjawab, gadis itu memilih untuk tetap berlari mengikut Wonu. Mereka akhirnya sampai di salah satu tumpukkan meja, ketiganyaa dengan cepat memaksa Jane dan Nira untuk sembunyi di bawah dua meja, lalu menarik meja lain dan menyusun meja-meja itu untuk menutupi segala sisi kosong yang dapat terlihat, membentuknya seperti benteng. Setelah itu barunya mereka bertiga masuk ke dalam meja tersebut dan bersembunyi.

Getaran itu sama sekali tak berhenti. Wonu menatap Cuna yang kini berada di hadapannya bersampingan dengan Hanbin, sedangkan dirinya berada di antara Jane dan Nira. Fokus pemuda itu beralih pada Nira yang sejak tadi tertunduk dengan salah satu tangan yang memeluk kedua lututnya sedangkan tangan lain dia dekatkan pada wajahnya, lalu mengigit jarinya sendiri untuk menahan gugup.

Teriakan tadi pasti menambah kepanikan di dalam diri gadis itu, Wonu juga tak begitu tahu apa yang terjadi di luar meja namun dia yakin ada hal besar yang jatuh dan menghabisi beberapa orang. Wajah pemuda itu otomatis mundur ketika tangan Jane melewati tubuhnya dan mencoba meraih Nira yang ada di sampingnya.

“Apa?” tegur Wonu tak paham.

“Berikan ini padanya,” balas Jane masih dengan tangan yang ada di depan wajahnya, “jangan mengigit jari.”

Wonu memerhatikan tangan Jane yang bergetar kecil sebelum akhirnya mengambil sapu tangan itu dan memberikannya pada Nira. “Gigit ini saja,” ucap pemuda itu memecah fokus Nira. “Ujung jarimu berdarah.”

“O-oh!” cicit Nira tanpa sadar hanya membuat Wonu dan Jane terdiam. “Te-terima kasih.”

Mereka tak membalas, “Hanbin! Bantu aku!” Cuna berteriak sekalipun suara tak begitu terdengar. Meja mereka terus bergerak karena getaran gempa tersebut, “Hanbin!”

“HAH?!” panik Hanbin menatap Cuna.

“Jangan panik!” kesal gadis itu menatap tangan Hanbin yang terus bergetar, “Bantu aku!”

“A-aku juga berusaha agar tak panik!” balas pemuda itu dengan kesal.

Keduanya sibuk mempertahankan kaki meja agar tetap bertahan sekalipun getaran itu sama sekali tak terlihat akan berhenti. “Kau yakin ini akan membuat kita selamat?” tanya Cuna pada pemuda di hadapannya, --Wonu.

Wonu menatapnya tak paham, “Semua kemungkinan di situasi seperti ini hanya bernilai 50:50,” balas pemuda itu terlihat tenang, “Jika tak selamat, ya kita mati.”

“Kau terlihat siap mati, Wonu.” Jane berkomentar dengan sinis tanpa sadar.

“Apa yang mau kau harapkan dari situasi seperti ini? Diselamatkan?”

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

10
99%(72)
9
0%(0)
8
1%(1)
7
0%(0)
6
0%(0)
5
0%(0)
4
0%(0)
3
0%(0)
2
0%(0)
1
0%(0)
10 / 10.0
73 Peringkat · 73 Ulasan-ulasan
Tulis Ulasan
user avatar
Nur Nina
semangat menulisnya kakak.........
2022-04-15 18:12:49
0
user avatar
Nur Nina
semangaaaaat kakak.........
2022-04-15 18:12:04
0
user avatar
ArgaNov
Baru baca sedikit loh, bikin dag dig dug loh
2022-03-09 13:20:39
0
user avatar
Ervin Warda
Ikut deg²an🤭 semangat nulisnya, kakak 💪
2021-07-04 17:28:22
1
user avatar
Senja Kelabu
Kereeen ceritanya... Lanjut kak
2021-07-04 15:02:59
0
user avatar
Ecca Madika
Penyuka horor mistery hadeeerrr ...
2021-06-30 18:42:59
0
user avatar
Yani
Semangat, seru kok ceritanya
2021-06-30 18:35:32
0
user avatar
Ecca Madika
Pinisirin pas baca blurbnya. Lanjut baca bab 1 makin greget...
2021-06-28 12:49:20
1
user avatar
CahyaGumilar79
Kren ceritanya bagus dan menarik 🌟❤️❤️❤️❤️
2021-06-28 12:33:05
1
user avatar
Rasyidfatir
cerita menurutku yang berbeda dari lainnya, semangat terus buat authornya💪
2021-06-24 13:13:41
1
user avatar
Savitri
Ketegangan yang udah mulai terasa dari awal kalimat!!! Seruuu, kak!!
2021-06-19 10:44:14
0
user avatar
MetiMo
Lanjut thorrr semangat
2021-06-14 16:11:21
0
user avatar
Ray Basil
Sukses semangat up thor 👍👍
2021-06-09 12:54:48
0
user avatar
Secret.Vee
Bab awal-awal aja sudah bikin tegang, seru!
2021-06-09 08:38:24
0
user avatar
Enura
Deg deg an gak sih 😂
2021-06-08 14:14:20
0
  • 1
  • 2
  • 3
  • 4
  • 5
60 Bab
01 - Chaos for The Winners
“Apa Jakarta memang sesejuk ini?” tanya Anjani Erikalia, atau mereka biasa memanggilnya menggunakan nama penanya –Jane,  “Yang kutahu tempat ini sangat panas, jauh lebih panas dibandingkan Samarinda.” Mara Sintanira, gadis yang kini tinggal di Jogja itu terkekeh kecil mendengar pertanyaan Jane, “Ya, dulu juga sangat panas. Tapi cuaca di Jawa akhir-akhir ini memang sejuk, tak begitu panas, dan selalu hujan setiap malam.” “Ah … iya, tadi malam juga hujan.” Jane kembali menatap pemandangan di luar jendela. Hari ini mereka akan pergi ke aula hotel untuk menghadiri penutupan acara sekaligus pengumuman pemenang. Dia sudah ada di Jakarta sejak dua hari yang lalu, perlombaan menulis nasional sangat jarang membawa para pesertanya untuk turun ke lapangan seperti ini namun periode kali ini memang dibuat lebih meriah dibandingkan sebelumnya. Nira –teman barunya, baru sampai ke Jakarta tadi malam. Mereka sam
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-04-05
Baca selengkapnya
02 - Run!
Suasana mendadak sunyi setelah gempa itu berakhir. Tak ada lagi suara keributan dari orang-orang yang panik berlarian ataupun suara barang-barang yang berjatuhan, Nira mengangkat kepalanya sambil melirik sekelilingnya yang kini masih tak bereaksi. Mereka pingsan? Pikirnya menatap keempat orang yang ada di sekitarnya. Gadis itu tanpa sadar menyentuh tangan Wonu lalu berpindah pada Jane, senyuman tipisnya terukir tipis saat menyadari bahwa tubuh mereka masih hangat, mereka belum mati. “Seseorang … anakku …” Nira membulatkan matanya tanpa sadar ketika mendengar suara kecil yang disambung dengan suara langkah terseret, “Anakku … tolonglah ….” Gadis itu menutup kedua telinganya dan kembali menundukkan kepala, tak ingin mendengar lagi hal-hal seperti itu dan membuat kepalanya memutarkan berbagai adegan mengerikan yang sering dia lihat di film-film. “Seseorang … to—AKH!”
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-04-05
Baca selengkapnya
03 - Getaran
Jane menatap telapak tangannya sendiri yang sejak tadi tak berhenti bergetar. Dia tahu dia masih merasakan bekas getaran gempa itu, bayangan mereka dikejar-kejar oleh mahluk seperti zombie hingga kematian Hanbin yang ada di depan matanya, semuanya masih tercetak jelas di dalam kepalanya. Dia masih sangat ingin menganggap semua ini hanyalah mimpi buruk, tapi melihat bagaimana tangannya tak berhenti bergetar, menyadari bahwa respon tubuhnya bahkan sudah tak bisa menahan ketakutannya sendiri. Dia tahu semua ini adalah realita. Terlebih setelah mereka berhasil keluar dan melihat keadaan yang ada, semua ini benar-benar membuatnya tak bisa berkata-kata. Gadis itu menggenggam lengannya sendiri mencoba menahan tubuhnya agar berhenti bergetar, sebelum akhirnya memerhatikan Wonu yang kini menyetir membawa mobil mereka menembus jalanan rusak Jakarta. “Kita akan kemana?” tanya Jane memerhatikan Wonu yang sedang memberikan sekotak tisu pada Nira, gadis itu masih m
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-04-05
Baca selengkapnya
04 - Tornado
Setelah mereka sampai, Wonu dengan cepat mengatakan pada tiga gadis itu untuk tetap berjaga di mobil sedangkan dia pergi sendiri ke dalam rumah untuk melihat keadaan. Dari pemandangan jalan kompleks perumahannya, dia tak melihat banyak kerusakan, dan juga mahluk sejenis zombie hingga dia pikir mungkin saja wilayah ini sedikit lebih aman dibandingkan hotel tempat mereka kabur tadi. Pemuda itu membuka pintu rumahnya dengan perlahan, meja kaca di ruang tamu itu sudah pecah, lemari kecil yang menyimpan beberapa piala dan boneka-boneka kecil milik adiknya juga sudah rubuh. Dia yakin gempa sebelumnya cukuplah parah karena telah menghancurkan bagian dalam rumahnya seperti ini, Wonu lalu memilih mengambil tiang panjang tempat dia biasa meletakkan topi, dan menggenggamnya untuk berjaga-jaga. Dia mendengar suara yang sedikit berisik dari arah kamar orang tuanya. Pemuda itu memilih berjalan secara perlahan, dia juga tak ingin memanggil nama orang tuanya mengingat bahwa mungkin
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-04-10
Baca selengkapnya
05 - New Theory
Satu jam lebih mereka menyusuri riol untuk menemukan jalan keluar, sampai akhirnya mereka berempat berada di bagian paling ujung gorong-gorong tersebut. Suara sungai yang mengalir deras dan cahaya tipis yang menyambut mereka membuat keempat orang itu dengan segera bersemangat untuk keluar. “Seharusnya ini sudah malam, apa ponsel kalian ada yang masih menyala?” tanya Jane menatap teman-temannya itu. Wonu dan Cuna menggeleng, sedangkan Nira kini mencari ponsel yang sudah lama dia abaikan. “Ini jam setengah 8 malam,” balas gadis itu. Mereka akhirnya berhasil keluar dari riol tersebut, walaupun tak sepekat sebelumnya, kini bau dari air pembungan itu kini tak begitu mereka cium lagi. Wonu bernapas lega tanpa sadar. “Dimana ini?” tanya Cuna. “Sepertinya daerah pinggiran kota, kita harus berhati-hati pada zombie.” Wonu membalas dan ditanggapi dengan anggukan oleh ketiga gadis itu. “Ayo naik!” ajak Jane yang akhirnya menemukan tangga agar mere
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-04-10
Baca selengkapnya
06 - For Food
“Kau mau mencoba mengigitku?” tanyanya sambil menyerahkan lengannya pada Jane. Gadis itu membulatkan matanya tak percaya ketika mendengar penawaran Cuna, “Kau gila?” tanyanya menatap lengan Cuna yang masih mengarah ke dirinya. Cuna lalu menarik tangannya kembali sambil mengangkat bahu tak acuh, “Ini kan hanya teoriku saja, tak ada salahnya mencoba.” Jane menggeleng cepat sambil melipat tangan di depan dada, “Tidak, bahkan jika teori itu berakhir benar, aku tetap takkan mau melakukannya.” Gadis itu menoleh menatap Jane sejenak lalu kembali fokus pada jalanan di hadapannya, “Kenapa?” tanyanya. “Tidak ada alasan lebih, aku hanya merasa bahwa kanibalisme bukanlah sesuatu yang seharusnya menjadi wajar untuk manusia.” Cuna mengangguk santai, “Hanya karena prinsip ya?” gumamnya tanpa sadar, “Menurutmu, apa aku adalah tipe yang berani memakan sesama untuk bertahan hidup?” tanyanya pada Jane. “Kau tipe yang berani mencoba hany
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-04-11
Baca selengkapnya
07 - Too Much
Setelah memasukan anak kecil itu ke dalam mobil, Nira dengan panik langsung berlari ke dalam minimarket dan memanggil kedua orang itu, setelahnya kembali berlari untuk menghampiri Jane. Tepat di waktu ketika Nira membawa anak itu pergi, Jane dengan sekuat tenaga mencoba mencari cara agar dia tetap bisa menahan pemuda itu di hadapannya. “KAU BODOH HUH?!” kesal pemuda itu mencoba mengejar anak kecil yang Nira bawa namun Jane dengan cepat menendangnya hingga ambruk, pemuda itu menggeram kesal menatap Jane. “Kau yang bodoh! Apa maksudmu ingin membuat adikmu hidup dengan memakan daging manusia?!” “Itu satu-satunya cara agar kita semua bisa bertahan! Kau tak tahu apapun huh?!” kesalnya bangkit berdiri, mencoba menyerang Jane namun gadis itu dengan sigap menahan serangannya. “Hanya dengan memakan sesama kita bisa hidup! Mereka telah merubah berbagai indra di tubuh kita!” Jane menatap pemuda itu tak paham, “Mereka siapa?!” “WRENA! KAU
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-04-15
Baca selengkapnya
08 - Wrena
Cuaca pagi hari menjelang siang itu sangatlah sejuk, Wonu bahkan sempat berkata bahwa ini pertamakalinya Jakarta memiliki cuaca sesejuk ini, bahkan jauh lebih sejuk dibandingkan Bandung. Walaupun upayanya membuka topik tetaplah gagal karena Jane sama sekali tak bersuara sedangkan Cuna kini sibuk menghabiskan susu kedelai untuk terus dia konsumsi. Setelah pernyataan Cuna bahwa dia merasa ingin terus mencoba menyantap manusia, gadis itu juga dengan cepat mengambil susu kedelai dan beberapa kacang untuk dia konsumsi. Dia dengan cepat membuat Jane tenang karena dia yakin gadis itu sudah cukup frustasi atas kematian Nira dan pembunuhan yang baru saja dia lakukan. Wonu juga tak ingin membahas lebih perihal apa yang baru saja mereka lewati karena dia tahu bahwa Jane masih sangatlah terluka akan hal itu. Dia tahu bahwa gadis itu memerlukan waktu untuk meluruskan isi pikirannya seperti saat dia pertama kali membunuh ayahnya sendiri. Pemuda itu malah tak begitu mengerti mengap
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-04-20
Baca selengkapnya
09 - The First Snow
Tak perlu waktu lama bagi mereka untuk sampai ke Bandung, rest area sebelumnya sudah membawa mereka pergi cukup jauh dari Jakarta dan kini mereka akhirnya sampai ke pembuka jalanan yang mulai memperlihatkan beberapa bangunan –tanda bahwa mereka sudah dekat dengan kota itu. Ketiganya terdiam, masih tak yakin dengan apa yang mereka lihat bersama, entah itu adalah kenyataan atau mereka hanya sedang berhalusinasi. “Apa … itu salju?” buka Jane pada akhirnya menyuarakan keraguannya sendiri. Wonu yang sejak tadi memegang kendali kemudi masih tak menjawab, cukup tak percaya dengan apa yang Jane katakan sekalipun dia juga melihatnya. Kumpulan salju itu turun dengan pelan layaknya sebuah kapas-kapas kecil yang berjatuhan. Perlahan juga jalanan yang mereka lewati mulai memperlihatkan tumpukkan-tumpukkan salju yang memenuhi pinggiran jalan dan bangunan. “Apa benar salju?” balas Wonu ikut bertanya. Cuna yang duduk di belakang masih terdia
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-05-18
Baca selengkapnya
10 - Rumah Gurita
“Masih lama?” tanya Jane ragu. Ini sudah dua jam berlalu semenjak mereka keluar dari mall dan memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke kota selanjutnya. Wonu sama sekali tak membalas pertanyaan Jane, dia yakin bahwa dia tidak tersesat mengingat bahwa pemuda itu sangat suka berpergian keluar kota sejak dia SMA, namun semua ini terasa begitu aneh. Hari sudah mulai sore dan matahari seakan terasa lebih cepat ketika hendak ternggelam. Pemuda itu hanya menatap sekelilingnya, dia tak merasa mereka melewati jalan yang sama, namun disisi lain juga, dia merasa bahwa mereka sejak tadi hanya berputar-putar saja. Di kursi belakang, Cuna menatap ke luar jendela memerhatikan bangunan tua yang memiliki patung gurita besar di atapnya. Dia tak begitu yakin, namun rasanya mereka sejak tadi hanya memutari pusat bangunan itu sejak dua jam yang lalu. “Rumah Gurita itu, bangunan lama ya?” tanya Cuna mengalihkan perhatian Jane dan Wonu yang sejak tadi sibuk dengan pikiran
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-05-21
Baca selengkapnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status