Pagi ini, Alana Athaya bersama Tim andalannya harus pergi ke suatu perkampungan Desa yang jauh dari Kota. Desa itu bernama Desa Lominggou. Mereka memiliki tugas untuk mengikuti Olah TKP menyelidiki kasus kematian seorang perempuan muda yang tidak diketahui identitasnya.
Dari laporan awal, mayat itu membusuk di tempat Peternakan Sapi. Mayatnya sudah membusuk dan tubuhnya penuh di tutupi dengan kotoran sapi yang menumpuk. kemungkinan pelaku melakukan itu tujuannya agar jenazah tersebut tertutupi dan mengsugestikan aromanya, sehingga sedikit menyamarkan. Laporan itu menurut laporan Edi pemilik peternakan sapi tersebut dan Sudi yang menemukan jenazah tersebut, saat hendak membersihkan kandang sapinya. Ruang Otopsi. “Seorang perempuan berumur 25 tahun. Dengan berat 85 kg, tinggi badan 165 Cm, rambut berwarna hitam panjang, berkulit sawo matang, bergolongan darah O,” jelas Alana. “Ada luka bekas tali yang kuat dalam pergelangan tangan dan pergelangan kaki. Kemungkinan besar, pelaku mengikatkan tali atau sesuatu yang sangat kencang,” kata Lili, rekan Alana. “Tidak ada sidik jari tangan. Namun, terdapat cakaran dan sayatan pisau di pergelangan tangan kiri. Pembunuhnya menggunakan tangan kiri, yang berarti kidal,” ucap Alana, seraya melihat luka pada tubuh jenazah perempuan tersebut. Alana melihat bagian kepala korban. “Ada tarikan kencang pada rambutnya. Sehingga, hampir terlepas.” Lili melihat daerah kepala pada korban. "Ini bukan hampir, tapi sudah terlepas. Akibat dari darah yang sudah mengering sehingga kulit rambutnya menyatu kembali." Lili perlahan melihat keadaan tubuh korban. “Kemungkinan pelaku menutupnya dengan kotoran sapi agar membuat sugesti pada bau mayat,” tukas Lili. “Saya yang akan mencari DNA pada darahnya, Lili bisa mencari bukti lain, agar kasus ini semakin cepat terselesaikan.” Waktu interogasi. “Pada hari senin, ketika saya sudah memberikan sapi makan, saya mencium aroma bau busuk. Saya mencari dari mana datangnya aroma tersebut. Di ujung yang searah dengan pintu, di sana terdapat tumpukan kotoran sapi. Ya, saya pikir, baunya berasal dari kotoran itu. Makin hari, bau itu semakin tajam. Hari sabtu, saya memberanikan diri untuk menyingkirkannya. Mencari-cari dari mana aroma yang tidak sedap itu berasal. Hingga, sampai di dasarnya. Karena, saya merasa sangat penasaran dan saya juga tidak bisa menebak dan mengira. Saya begitu terkejut saat menemukan jenazah di balik kotoran itu. Karena, warnanya sudah tidak berupa, yang pertama saya lihat dan pegang itu sebelum saya tahu itu adalah perutnya yang sudah lebam, saya mencoba menjebloskan jari saya karena untuk memastikan dan ... ya bau sekali aromanya. Darah, semuanya. Aromanya sudah tidak karuan, semuanya menjadi satu,” jelas Sudi. “Apakah ada pagar atau kunci yang rusak?” tanya Bima, ditemani oleh Athur. “Tidak ada. Walaupun, tempatnya yang luas. Namun, tidak ada celah sama sekali. Kuncinya juga saya pegang. Tetapi, saya tidak tahu apakah ada cadangan kunci lain atau tidak.” **** “Mengapa kotoran itu dibiarkan menumpuk?” tanya Bima, menyelidiki. “Sebelum Saya berangkat ke luar kota, saya sudah membersihkan kotoran tersebut. Tidak ada kotoran sapi yang menumpuk. Dan juga, sudah lebih dari satu bulan saya meninggalkan peternakan dan menitipkannya kepada Pak Sudi. Ya ... hanya untuk memberikan makan saja. Di kepergian saya biarlah kotoran sapi itu tidak perlu di bersihkan. Karna, saya sedikit tidak enak kepada Pak Sudi,” jelas Edi. “Di umurnya yang seharusnya sudah tidak bekerja, mengapa harus Pak Sudi? Jika diberi upah, bukannya menjadi kewajiban Pak Sudi, untuk menjaga sapi, termasuk juga kepada kebersihannya?” tanya Athur. “Saya hanya berniat untuk membantu dengan memberikan pekerjaan kepada Pak Sudi. Saya berikan keringanan, untuk tidak membersihkan kotoran. Karena, tempatnya luas. Di tambah lagi umur Pak Sudi yang sudah 80 tahun, pasti keberatan ... kasihan. Terlebih lagi, Pak Sudi lebih mengetahui mengenai rumput-rumput yang harus di makan sapi-sapi.” Edi memperlihatkan foto pada saat sebelum diberitahukannya di temukan seorang jenazah di peternakannya. Saat di mana sedang pergi keluar kota bersama keluarganya. Edi, istrinya Ima, dan kedua anaknya, Diandra yang sedang berkuliah dan adiknya yang masih kecil berumur 5 tahun. “Ini pagi sebelum Pak Sudi menelepon menemukan mayat dalam peternakan saya. Siang itu saya langsung bergegas memutuskan untuk pulang.” “Selain Bapak Edi yang memiliki kunci, siapa lagi?” lanjut Bima, menyelidiki. “Saya hanya memiliki dua kunci, saya memegangnya dan kunci cadangan yang saya berikan kepada Pak Sudi,” kata Edi. “Baik, Terima kasih atas penjelasannya.” **** “Menurut penjelasan dari Pak Edi, apakah betul tugas Pak Sudi hanya memberikan makan tanpa membersihkan lapangan peternakan tersebut?” Bima menyelidiki, berharap bisa menemukan kabar terbaru. “Betul. Namun, saya merasa malu. Maksud saya, saya membersihkan kotoran sapi tersebut, untuk memberikan rasa terima kasih kepada Pak Edi, karena telah memberikan saya pekerjaan,” jelas Sudi. “Apakah sebelum Jenazah tersebut ditemukan, ada kecurigaan lain?” Bima membaca penjelasan dari saksi-saksi yang telah di kumpulkan. “Tidak ada.” **** Kafe Argyagya perbatasan antara Desa Lominggou dengan kota. Pukul 01.15 malam. Alana dan Bima beristirahat sejenak dalam perjalanan pulang menuju rumahnya. Mereka akan melanjutkan menyelusuri kasus ini esok pagi. Karena, ada beberapa berkas yang tertinggal di rumahnya yang harus Alana dan Bima ambil, untuk keperluan penelusuran mereka. “Gimana?” Alana seraya meminum Kopi Americano. “Apa ada kabar terbaru? Sepertinya, kita kekurangan saksi. Kita harus lebih teliti.” “Ini menjadi salah satu alasan, mengapa pelaku menutupinya dengan kotoran sapi. Selain untuk menghilangkan jejak, pelaku pikir untuk mensugestikan baunya,” ucap Alana, seraya melihat foto korban dalam laptopnya. "Tak ada sidik jari ... tetapi tenang saja, bagaimanapun kejahatan disembunyikan, semua itu akan terungkap. Semesta yang akan ikut mengungkapkan." Bima meneguk kopinya. “Lalu selanjutnya, apa langkah yang akan kita ambil?” “Seperti yang sudah saksi jelaskan dari sini kita dapat mengetahui. Jika, tidak ada hal yang rusak dalam bangunan tersebut, sudah jelas bahwa pelaku memiliki akses untuk masuk ke dalam peternakan. Sedangkan, menurut Pak Edi hanya terdapat 2 kunci. Semua itu, hanya di miliki Pak Edi dan Pak Sudi,” jelas Alana seraya membuka lembaran-lembaran penjelasan dari saksi yang telah di rekap oleh Bima. “Saya perlu berbicara dengan Pak Sudi.” “Apa Pak Sudi yang melakukannya?” tanya Bima penasaran. "Penasaran." “Berat dari jenazah tersebut 85kg. cukup gemuk. Jika di lihat dari umurnya Pak Sudi, Pak Sudi sudah tidak seharusnya untuk bekerja. Kemungkinan yang kecil. Bahkan, logika saja mengatakan tidak mungkin. Memakai alat dorong saja tidak akan mungkin, Bim.” “Mungkin aja, Na." Alana mendelik.”Ck! Be smart, Bima! Kita enggak ada waktu lagi buat main-main! Coba jelasin, kalo iya Pak Sudi yang lakuin, angkat jenazahnya pake apa coba?” tegas Alana.Pukul 07: 23 pagi ... Ya, butuh waktu 6 jam untuk menempuh perjalanan dari Desa Lominggou ke Kota. Alana membuka pintu rumahnya. Dengan membawa raganya yang lelah, kurangnya istirahat, membuat suasana hatinya begitu berantakan. Ceklekk Ketika melihat keadaan di dalam rumah, Alana begitu terkejut melihatnya. Aldo bersama teman-temannya tergeletak tertidur pulas di ruang tengah. Seketika pandangan Alana tertuju pada beberapa botol minuman keras dan sampah bekas kulit kacang yang begitu berserakan. “Kakak tinggal sehari aja udah seenaknya gini hidup kamu! Enak banget ya? Merasa bebas? Merasa udah bisa cari duit sendiri? Keren kamu kaya gini?” teriak Alana. "Bangun!" Mendengar itu, Aldo bersama teman-temannya tersentak kaget. “Eh ekhmm ... kakak ... katanya pulang besok,” ucap Aldo panik. “Udah dong kak, nanti Aldo beresin, ribet banget. Gitu doang marah.” Tatapan Alana begitu murka. “Pulang! Enak saja mengotori rumah saya!” Lalu Alana menatap wajah Aldo. “Lo itu! Masih kelas 12
Satu Tim itu berkumpul di ruang otopsi. Secara langsung, mengotopsi jenazah. “Pada darah yang di temukan, terdapat golongan darah A+. Yang di mana, darah tersebut di temukan di baju milik korban. Sepertinya, korban berusaha untuk melawan. Juga, terdapat sayatan pisau di bajunya. Tentunya, darah tersebut berbeda dengan darah korban yang mana Korban bergolongan darah B+,” jelas Alana. Lili memperlihatkan beberapa luka yang berada pada tubuh korban. “Ada cakaran pada perutnya. Rambutnya juga hampir terlepas. Ada ikatan yang kuat pada pergelangan kedua kaki dan tangan. Sepertinya, korban di ikat dengan kuat. Apa yang telah mereka lakukan? Apa mereka menariknya?” kata Lili. “Kemungkinan besar itu dapat terjadi. Tulang atas tangan kanan yang retak dan sebelah kiri terlepas.” Alana melihat hasil CT scan dari tubuh korban. **** "Tempat kediaman Pak Sudi dengan peternakan sapi milik Pak Edi, apakah memiliki jarak yang jauh?" tanya Bima. Sudi menahan jantungnya seraya batuk-batuk. "Rumah s
Setelah berpikir dan memilih tempat tinggal. Malam itu, Alana memilih tinggal di Apartemen. Alana sudah memilih untuk tidak tinggal bersama keluarganya lagi. Bukan lepas tanggung jawab. Hanya saja, di dalam posisinya, Alana selalu berkelahi dengan pikirannya. Tidak mudah jika harus bersama-sama lagi. Alana berdiam diri di atas rooftop sambil meminum Americano kesukaannya. Melihat pemandangan kota dari atas begitu menenangkan. "Sibuk banget ya orang-orang," gumamnya. 'Dunia masih terus akan berjalan tak akan menunggu bahkan tidak akan peduli sehancur apapun kamu saat ini'. Quote yang Alana baca dari handphone-nya. Tak lama handphone Alana berdering ... Alana reflek melihat siapa yang meneleponnya saat itu. "Dia lagi." Alana lalu mengangkat teleponnya. "Apa?" tanya Alana. "Nongkrong gak sih? Gue gabut, temenin kuy," ajak Bima. "Makanya punya pacar, Bim. Enggak mood gue, lanjut aja," jawab Alana. "Sharelock cepetan, Gue bayarin. Gue traktir." Bima terus memaksa. "Enggak,"
Malam itu, diparkiran mobil. Air mata Bima yang menetas tak bisa Bima pendam. "Bajingan lo! Brengsek!" Beberapa pukulan tepat sasaran di pipi sebelah kanan Adelio. Amarah Bima semakin detik semakin membara. Melihat tingkah Adelio yang memainkan perasaan Alana. "Mati lo!" Satu pukulan yang menghantam pipi kiri Adelio. Begitu pun, Adelio membalas pukulan Bima.Alana terus berusaha untuk menghentikan aksi Bima. Sedangkan, perempuan itu berusaha menghentikan aksi Adelio. Dan ya, Bima dan Adelio penuh luka lebam dan darah di wajahnya. Alana beberapa kali menenangkan bahkan memisahkannya. Namun, nihil dan sangat mustahil. Tubuhnya yang kecil, jelas jauh berbeda dengan Bima dan Adelio. Namun, seketika Bima bisa tenang saat mendengar Alana mengatakan. "Bima! Lupain Alana." Dan Adelio tenang karena kekasihnya yang melakukannya.Alana menatap wajah Adelio dengan penuh kesedihan dan kekecewaan yang bercampur menjadi satu. Terlihat Alana yang berusaha menahan tangisnya. "Jadi gimana, Adelio?" T
"Duduk, Bimaaa Argiantara!!" teriak Alana. "Ini apa? Kok ada sapu kecil?" Bima menyapu dan menekan-nekan blush on pada tangannya. "Lembut lagi."Di hari liburnya, Alana sedang merapikan kamarnya. "Bim, sumpah! Lo pagi-pagi gini ganggu gue, sana mending pulang aja," gerutu Alana, seraya berjalan menuju dapur untuk menata beberapa barang yang berantakan. Sedangkan Bima, terus mengikuti Alana seperti Anak yang terus mengikuti Induknya. "Ayo jogging, Na," ajak Bima. Sudah menggunakan style olahraga serba hitam, terlihat gagah dan tampan. Siapa pun yang melihatnya pasti sangat terpesona dengan pesona Bima, terkecuali Alana. "Sendiri aja, gue sibuk," ketus Alana seraya menata telur di kulkas. Bima menghalangi jalan Alana. "Lo pasti gabut kan di Apartemen sendirian? Mending jogging, bikin sehat juga." "Gue udah sehat." Alana menunjukkan otot lengannya. Bima menyipitkan kedua matanya. "Mana? Itu lemak sama kadar air. Kaya balon di kasih air," ejek Bima. "Syalan!" ketus Alana seraya men
Alana melihat keadaan jenazah. "Zea Hutami, berusia 17 tahun. Dengan berat badan 70kg dan Tinggi Badan 160cm, memiliki Golongan Darah B+," ungkap Alana. "Apa yang terjadi, pelakunya sangat kejam." "Entah dengan motif apa. Apa pelaku memiliki dendam? Ada luka sayatan di kedua lengannya," timpal Lili di ruangan Otopsi. Alana selalu sepaket dengan Lili ketika melakukan Otopsi. Alana sedang menangani kasus meninggalnya remaja perempuan yang berstatus masih menjadi pelajar di sekolah menengah atas yang di temukan di semak-semak belukar berjarak 2 km dari rumahnya. Menurut orang-orang yang mengenalnya, Zea sudah menghilang sekitar 3 hari yang lalu. "Kemungkinan besar Zea meninggal sudah dua hari yang lalu." Alana melihat bagian kepala. "Rambutnya, sudah jelas ada tarikan, karena terlihat rambutnya yang mulai habis. "Dari penjelasan rumah sakit, Zea memiliki riwayat penyakit pada lambungnya yang sudah kronis." Alana mengecek bagian atas hingga bagian bawah tubuh korban. Terlihat beberap
"Mengenai desas-desus yang dipercayai oleh orang-orang sekitaran sini, memangnya benar Pak, bahwa keluarga Pak Santoso menjalankan ilmu hitam atau semacam aliran sesat?" tanya Bima."Saya tidak bisa mengatakan itu sebuah kebenaran, namun banyak kejadian yang menjadi pendorong bahwa kecurigaan kita selama ini adalah benar," jawab Dodi. Tetangga Santoso kedua yang Tim datangi."Jadi ini semua tidak ada hal yang membuktikan ya, Pak? Lantas bagaimana bisa hal ini menyebar begitu saja dan mengarah kepada keluarga Pak Santoso?" tanya Lili."Menyebar begitu saja, sejak saya pindah ke sini sekitar 5 tahun yang lalu, semua itu sudah tersebar.""Apa Pak Dodi mengetahui, siapa orang yang menyebabkan desas-desus ini menyebar? Atau siapa orang yang mengungkapkan pertama kali kepada Pak Dodi?" tanya Alana."Mungkin, bisa ditanyakan kepada Mayang." Dodi berpikir sejenak. "Ya ... sepertinya dia mengetahui lebih banyak, karena dia tinggal bersebrangan dengan rumah Pak Santoso."Bima menimpal. "Atau le
"Sri boleh ikut nggak? Sri takut," pinta Sri seraya memegang pangkal lengan Mayang.Perempuan dengan untunan kepang di rambutnya itu, meminta tolong untuk bisa ikut dengan mereka. Apapun itu, pekerjaan apapun itu, Sri akan lakukan asalkan Sri tidak sendirian. Karena memang hal ini menyangkut hal mistis. Alana beserta Tim mengajak Sri untuk ikut dengan mereka agar Sri tidak merasa terancam dan memiliki teman. Mayang mengajaknya untuk bekerja di salah satu kafe baru milik keluarganya sebagai waitress. Perjalanannya memakan waktu 4 jam. Hingga larut malam, Mereka masih di dalam perjalanan pulang menuju kota. Ya, melewati pepohonan yang menjulang tinggi. Memakan waktu yang cukup lama, hingga sampai di markas Tim. "Kita akan melanjutkan esok hari, karena sudah larut malam. Agenda pertama kali untuk besok, kita akan melakukan olah TKP, lalu di lanjutkan untuk penggeledahan di rumah Zea," ucap Bima.****"Bim! Saya menemukan pisau di ujung pohon sana." Athur kembali menemui Bima yang sedan