"Sri boleh ikut nggak? Sri takut," pinta Sri seraya memegang pangkal lengan Mayang.Perempuan dengan untunan kepang di rambutnya itu, meminta tolong untuk bisa ikut dengan mereka. Apapun itu, pekerjaan apapun itu, Sri akan lakukan asalkan Sri tidak sendirian. Karena memang hal ini menyangkut hal mistis. Alana beserta Tim mengajak Sri untuk ikut dengan mereka agar Sri tidak merasa terancam dan memiliki teman. Mayang mengajaknya untuk bekerja di salah satu kafe baru milik keluarganya sebagai waitress. Perjalanannya memakan waktu 4 jam. Hingga larut malam, Mereka masih di dalam perjalanan pulang menuju kota. Ya, melewati pepohonan yang menjulang tinggi. Memakan waktu yang cukup lama, hingga sampai di markas Tim. "Kita akan melanjutkan esok hari, karena sudah larut malam. Agenda pertama kali untuk besok, kita akan melakukan olah TKP, lalu di lanjutkan untuk penggeledahan di rumah Zea," ucap Bima.****"Bim! Saya menemukan pisau di ujung pohon sana." Athur kembali menemui Bima yang sedan
Lili meneliti identitas lebih jauh di internet mengenai jenazah tanpa identitas itu. "Motif ditambahkan kotoran sapi, agar tidak meninggalkan jejak. Namun, sepertinya pelaku sedang sial," kata Alana, membuat Lili terpukau. Lili tersenyum. "Ini yang saya suka dari Alana. Keren," kata Lili."Dari awal saya sudah mencurigai bahwa jenazah tanpa identitas itu bukan asli kota ini. Maksudnya, Ia pendatang. Dari postur tubuhnya memang terlihat warga lokal," jelas Alana. "Hidungnya terlihat orang timur, rambutnya yang panjang, bulu mata yang lentik. Coba tolong bantu amati."Alana mengeluarkan beberapa sumber dari laptopnya dan dari buku yang sengaja Alana beli. "5 bulan yang lalu, ada sukarelawan yang mengekspos mengenai Kota Hema. Di sana hanya kota terpencil. Namun, kota itu makmur dan sangat tentram. Karena memang, kini sudah banyak diketahui orang." Alana menjelaskan seraya menunjukkan potret seorang sukarelawan wanita. "Jadi?"Alana memberikan satu video. "Ini cuplikan video singkat b
Lili menemui Alana di ruangannya untuk menanyakan kemajuan dalam pencarian bukti kasus pembunuhan Zea."Bagaimana?" "Saya sudah menemukan akun sosial media milik Ibu Maya, Ibu dari Zea. Aktif sekitar 5 bulan yang lalu. Yang di mana, jika melihat dari foto keluarga dari tahun ke tahun terlihat tentram dan baik-baik saja. Bahkan, setiap Zea berulang tahun, Zea selalu di rayakan. Hingga terakhir pada bulan Oktober, Zea diberikan kado sebuah motor matic," jelas Alana. "Tetapi hal itu biasa terjadi ketika seseorang menyembunyikan sesuatu, bukan?""Tunggu dulu, masih ada lagi." Alana memperlihatkan kembali. "Beberapa video dari akun tersebut juga, memberikan beberapa cuplikan kebersamaan, Keluarga Pak Santoso sering sekali hangout bersama-sama, sering sekali berlibur, di semua videonya pun, Zea terlihat bahagia, tidak ada keterpaksaan." Lili melihat beberapa foto dan video yang sudah Alana jadikan beberapa dokumen di laptopnya. "Ini baru satu akun, saya juga menemukan di akun milik Pak
Ceklek Suara pintu terbuka, diikuti suara pintu terseret. Kamar yang rapih, bernuansa putih dan hijau sage menyatu. Hingga ketika melihatnya, terlihat mendamaikan dan menyejukkan mata. Lili mengerutkan keningnya. "Apanya yang nyeremin?" Alana dan Lili langsung mencari tahu ruangan tersebut, mencari dan berharap menemukan beberapa bukti yang kuat agar kasus ini terselesaikan. "Buka satu persatu semua laci, Na," perintah Lili. "Baik."Semua laci dari empat lemari besar mereka keluarkan. Hingga, tak ada sesuatu yang luput dari penglihatan mereka.Satu lemari telah Lili geledah. "Tidak ada, Na." Lili seraya membereskan barang-barangnya dan memasukkannya kembali."Sama, ini juga." Alana membuka lemari disisinya. "Coba sebelahnya, Li."Lagi-lagi, mereka tak menemukan hal yang mengarah kepada bukti-bukti yang mereka cari."Tinggal dua lemari, Li. Bagi-bagi saja, Li. Fokus!" Alana dan Lili mencari beberapa bukti di lemari terakhirnya."Ada?" tanya Alana seraya terus mencarinya."Tak ada
Alana menyimpan beberapa obat di meja. "Kami telah menemukan beberapa obat. Yang saya ketahui ini, ada beberapa obat kanker serta obat jantung, yang di mana masing-masing tertera nama Ibu Maya dan Pak Santoso. Apa benar Bapak, Ibu, memiliki riwayat penyakit ini?" Maya hanya bisa menangis seraya mengangguk dengan pelan. "Saya sudah sangat lelah dengan hidup ini. Ditambah lagi harus menjelaskan hal yang membuat saya sangat lemas dan energi saya habis jika harus membahas terus, Zea itu penyemangat bagi hidup saya walaupun memang Zea tidak seperti anak yang lain." "Tidak seperti anak lain?" tanya Bima. "Zea itu mengidap penyakit mental. Zea selalu berteriak. Katanya, selalu ada bisikan. Zea selalu ketakutan, Zea selalu melukai dirinya sendiri. Jika emosinya tak dapat Zea kontrol, Zea selalu melempar barang berat atau memukuli dirinya." Menjelaskan itu, Maya menangis sejadi-jadinya. "Kasihan anak saya, hidup matinya tidak ada kebahagiaan. Tidak ada keadilan. Hebatnya Zea, Zea selalu b
Atas bukti-bukti yang telah dikumpulkan, membuat Tim harus mencari keberadaan Sri dan Mayang untuk meminta penjelasan mengenai saksi atas Maya dan Santoso. Karena diketahui sudah memfitnah dan mencemarkan nama baik. "Bagaimana?" tanya Alana. "Apa Mayang berada di rumahnya?""Tidak ada," tegas Bima. Hari itu, Tim memutuskan untuk pergi ke kafe milik keluarga Mayang. Karena Mayang sudah tidak berada di rumah dengan semua furnitur rumahnya. Menempuh jarak 5km, dengan emosi Tim yang meluap-luap, semuanya penuh harapan, berharap apa yang ditakutkan tidak terjadi. "Masalahnya menjadi rumit, kasus Zea masih belum terpecahkan," kata Alana. Athur menimpal. "Kita hanya berputar-putar. Selama ini, hanya memecahkan sikap asli dari Sri dan Mayang saja." "Setidaknya kita mengetahui bahwa kedua orang tua Zea tidak bersalah. Mari tuntaskan," jawab Lili. "Benar ... tidak ada yang perlu disesalkan dalam berproses, fokus saja," sahut Bima seraya menyetir. Sementara itu, terdengar banyak kla
Alana tersenyum melihat tingkah Bima kegelian akibat ulah Athur."Gitu banget Bim. Lo yang pindah, atau gue yang pindah?" rayu Athur lagi.Tak ada reaksi dari Bima."Yaudah, Na. Pindah sini ... gue pengen bobo bareng sama Bima, pengen kelonin dia, pengen tepuk-tepuk dia." Athur masih merayu Bima.Alana melihat Bima saat itu Ia masih berpura-pura tertidur, walaupun terlihat matanya bergerak-gerak. "Yaudah." Alana hendak berdiri saat itu.Tangan Bima langsung menahan Alana, dengan posisi masih berpura-pura tertidur."Oh ... nggak jadi Thur, udah tidur bayinya. Tadinya kan mau dikasih ASA (Air Susu Athur) ... kayaknya udah kenyang.""Kenyang minum susu siapa, Bim?""Wah ... parah si Athur," kata Lili."Siapa?" tanya Alana."Pinggirnya! Hahaha!" seru Athur.Alana melihat Bima yang saat itu senyum-senyum seorang diri.Alana langsung mengusap wajah Bima. "Mesum!!""Apa! Nggak ya! Na! Gue mau tidur, nggak nyenyak gara-gara Athur!! Tolong Alana!!" Bima mengadu kepada Alana. Lucu, seperti ana
Suasana sudah terlihat sedikit cerah. waktu sudah menunjukkan pukul 07:30. Hanya sisa beberapa jam lagi, mereka beristirahat sejenak disebuah toko dan pom mini kecil, yang berada di pertengahan jalan. Saat itu, Bima membangunkan semuanya saat sedang tertidur lelap. Masing-masing dari mereka penuh harapan untuk cepat bisa sampai, tetapi masih belum lagi. "Ck! Belum sampai juga? Yahh ... pedahal udah panas punggung banget ini," ucap Alana seraya keluar dari mobil."Bangun! Heh!!" Lili membangunkan Athur."Lebahnya nyengat," ucap Athur seraya memposisikan badannya dan tidur kembali."Hah?" ucap Lili keheranan.Bima berteriak. "Udah, Li. Waktu kita nggak banyak, si Athur emang suka ngigo, udah biarin dia sama bunga mawar beserta madu dan lebahnya.""Enggak jelas emang! Lo nggak akan sarapan!" ketus Lili seraya terus membangunkan. "Bangun ... Athur!"Tamparan dari Lili berhasil membuat Athur terbangun. "Hah!!" Athur terbangun dengan wajah panik. "Lebahnya nyengat! Bunganya kebakaran!""