Arwen meragukan jika kematian kedua orangtuanya hanyalah karena kecelakaan biasa. Kemudian dia mencoba mengumpulkan bukti-bukti yang terlewatkan oleh polisi. Bukti-bukti itu mengarah pada sesuatu yang mengerikkan, jahat serta membuatnya merasa dekat dengan kematian. Arwen menyadari bahwa dirinya sedang diintai oleh Si Bulan Sabit serta diinginkan nyawanya. Semakin dalam dia terjerumus dalam teka-teki kematian orangtuanya, semakin dia menyadari rahasia gelap orangtuanya. Lalu bagaimana dia bisa menyelamatkan dirinya sendiri ketika semua orang di sekitarnya mengkhianatinya? Baca Misteri Bulan Sabit Berdarah dan temukan jawabannya.
View MoreTante Karin sudah berada dalam kamarnya ketika Arwen meninggalkan apartemennya. Setelah pulang dari kantor, Tante Karin masih menyempatkan diri untuk mendandaninya. Agar lebih meyakinkan, dia memakai gaun malam warna merah tanpa lengan dan setinggi lututnya. Kali ini Arwen menyerah dengan rambutnya. Tante Karin mengubahnya menjadi keriting spiral kecil-kecil yang anggun membingkai wajahnya. Matanya yang dalam dan tajam dikelilingi bulu mata yang tebal dan lentik. Eye shadow yang senada dengan tema gaun malamnya kali ini, disapukan ke matanya dengan profesional oleh Tante Karin. Bibirnya yang sudah merah dan berlekuk indah tak perlu lagi diberi banyak pewarna bibir.Dalam perjalanan menuju club malam Arwen tak hentinya berdoa mengharap keberuntungan agar rencananya berhasil kali ini.Arwen melangkah ke dalam klub malam dengan mantap. Sepatu hak tinggi dan warna senada membuatnya anggun. Warnanya seakan menyatu dengan kulitnya yang putih bersih. Dentum-dentum musik mul
Arwen turun dari apartemen tepat pukul tujuh malam. Langit cerah bertabur bintang, dan tak ada kemungkinan akan turun hujan. Angin dingin menerpa, membuat pohon-pohon bergoyang-goyang. Udara malam terasa sejuk ketika Arwen meluncutkan mobilnya di jalan raya. Trinita sudah memberinya mobil baru. Dia menurunkan kaca jendelanya, membuat semilir angin membelai rambut-rambutnya.Dia mengendarai Nissan sport hitam barunya dengan pelan karena masih satu jam lagi bertemu dengan Trinita dan kekasihnya. Cuaca yang cerah dan jalanan yang tidak macet, membuat kota Jakarta terasa tenang. Setengah jam kemudian Arwen sampai di café tempat mereka janji bertemu. Dia mengambil tempat duduk di balkon café. Suasana yang seperti ini membuat Arwen tak ingin melewatkannya dengan berada dalam ruangan yang ber-AC.Pemandangan kota Jakarta begitu indah jika dilihat pada malam hari. Lampu-lampu yang gemerlapan menerangi gedung-gedung yang menjulang tinggi seperti bintang-bintang yang d
Kira-kira pukul sembilan, acara penggalangan dana sudah berakhir. Para undangan mulai meninggalkan tempat. Hujan deras menerpa kawasan puncak disertai petir yang menyambar-nyambar. Parkiran mobil mulai sepi. Arwen sudah berada dalam mobilnya, dia terus memandang ke arah pintu keluar. Mesin mobilnya sudah menyala.Ketika Dicky Lang muncul dari pintu keluar kemudian berjalan ke arah parkir, Arwen menginjak pedal gas dan mengendarai mobilnya setengah ngebut. Sampai di tingkungan kedua jalan menurun, Arwen menghentikan mobilnya dan keluar. Baru sebentar saja di luar, Arwen langsung basah kuyup. Dia bersandar di belakang mobilnya sambil menanti mobil Dicky Lang lewat.Tak lama kemudian mobil Dicky yang sudah diketahui Arwen melalui Tante Karin melintas. Dia melambaikan tangannya menyuruh berhenti. Mobil Dicky menepi dia membuka kaca jendelanya Arwen mendekatinya.“Maaf, boleh aku menumpang mobilmu? Mobilku mogok,” kata Arwen keras sambil menunjuk ke arah mobiln
Esok paginya Arwen berbagi taksi dengan Trinita. Setelah menurunkan Trinita di kantor barunya. Arwen langsung melanjutkan perjalanan ke apartemen Tante Karin. Rupanya dia sudah dinanti Tante Karin di apartemennya. Ketika dia mengetuk pintunya, Tante Karin langsung menyuruhnya masuk seperti kemarin. Ketika sudah berada dalam ruang tengah, Arwen melihat tiga kantong warna putih berjejer di atas sofa panjang. Salah satu kantong itu adalah kantong garmen. Perasaannya langsung tak enak ketika melihatnya.Arwen terus melangkah ke dalam dan menemukan Tante Karin di dalam kamarnya masih memakai mantel tidur. Dia sedang duduk di depan meja riasnya dan melepas rol rambutnya satu persatu. Ketika melihat Arwen dari pantulan cerminnya dia menyapanya.“Pagi Arwen.”“Pagi juga Tante Karin. Rupanya aku ke sini terlalu pagi,” kata Arwen. ”Maaf sekali Tante Karin aku mengganggumu.”“Tak masalah. Apa kamu sudah sarapan?” Tanyanya ceri
Siang itu Jakarta diguyur hujan deras. Arwen sampai di apartemen Tante Karin dengan baju setengah basah. Dia mengetuk pintunya kemudian terdengar suara Tante Karin menyahut dari dalam.“Buka saja Arwen. Aku tidak mengunci pintunya,” kata Tante Karin, rupanya dia sudah tahu siapa yang datang.Arwen membuka pintunya kemudian masuk. Apartemen Tante Karin nuansanya sangat ceria. Sofa-sofa ruang tamu berbesa-beda warnya tapi serasi sekali dengan warna cat dindingnya yang menyegarkan mata. Arwen berpendapat apartemen Tante Karin lebih mirip ruang bermain anak-anak daripada apartemen orang dewasa. Tampak cocok sekali dengan pembawaan Tante Karin.Saat ini wanita itu sedang berada di dapur. Dia sedang sibuk membuah teh dan kue. Melalui pintu pemanggang yang transaparan, tampak kue dalam loyang sedang mengembang.“Baunya enak sekali Tante Karin.” Komentar Arwen ketika dia sampai di dapur.Tante Karin tersenyum kemudian mengeluarkan kuenya dari
“Kamu benar-benar akan pindah Arwen?” kata Dinar merana setelah Arwen bercerita kepadanya. Mereka berdua sedang duduk di kursi taman di bawah pohon cemara tua favorit mereka di kampus.“Oh sudahlah … jangan begitu, kamu kan bisa mengunjungiku ketika liburan. Aku janji akan mengirimi tiket penerbangan ke Jakarta.” Hibur Arwen.“Aku sudah berpikir kamu akan pindah ke Jakarta tapi aku berusaha melupakan pikiran itu.” Tambah Dinar masih merana.Arwen merubah posisi duduknya lebih menyerong ke Dinar lalu berkata.“Maafkan aku, tapi aku memang harus ke sana Dinar! Trinita memberiku tanggung jawa atas perusahaan. Dia tak mau ambil alih, dia lebih suka dengan pekerjaannya sendiri.”“Arwen, aku akan benar-benar sendirian di sini,” kata Dinar, dia sama sekali tak memandang Arwen.“Cobalah mencari pacar!” jawab Arwen enteng sambil nyengir.Dinar menoleh memandang sahabatnya, tampan
Keesokan paginya Arwen terbangun dengan kaget ketika Trinita membuka gorden kamarnya. Membuat cahaya matahari jatuh tepat mengenai wajahnya.“Arwen, cepatlah bangun!” seru Trinita. Dia sedang membuka jendela-jendela kamar.Arwen menggeliat kemudian bertanya, “memang sekarang jam berapa?”“Jam sepuluh. Cepatlah bangun dan turun! Bantu aku memasak!” cetusnya kemudian keluar kamar.Ketika pintu sudah menutup di belakang Trinita, Arwen memejamkan mata lagi. Dia mengingat-ingat mimpinya semalam. Dia melihat ayah dan ibunya menangis di depannya, ketika dia memeluk mereka, Papa memberikan amplop merah kemudian menghilang. Arwen membuka matanya dan merasakan kerinduan yang sangat kepada mereka berdua. Seketika itu Arwen langsung turun dari ranjangnya, dia tak ingin merasakannya berlarut-larut. Dia menyambar handuk dan masuk ke dalam kamar mandi. Setelah mandi dia mencari setelan kesukaannya. Celana pendek dan kamus tanpa lengan. Arwen
Keesokan harinya Arwen bangun kesiangan. Semalam dia berpikir tentang pertimbangan-pertimbangan yang akan diputuskannya. Setelah memikirkannya dia cenderung pindah ke Jakarta . Memulai hidup baru di sana. Memulai penyelidikan lagi dan yang paling berat, adalah mengemban beban perusahaan. Walaupun semalam dia merasa sebal dengan Trinita, karena seenaknya saja mengalihkan tanggung jawabnya kepada dia. Arwen kini sadar betapa beratnya Trinita mengemban tanggung jawabnya sendiri sebagai pemimpin bisnisnya.Siang itu Arwen bertemu Trinita saat turun dari kamarnya, dia berpapasan dengan Trinita di tangga.“Oh Arwen untunglah kamu sudah bangun!” Kata Trinita agak tergesa.“ Ada apa? Dan kamu mau kemana?” Arwen bertanya heran melihat Trinita memakai baju rapi dan menjijing tasnya.“ Ada urusan serius di kantor. Beberapa customer protes gara-gara pengiriman mobilnya telat, aku harus kesana membereskannya. Maaf Arwen, kamu harus menemani Tante
Sekitar pukul tiga sore Arwen kembali ke rumah diikuti Dinar. Mereka memarkir mobil di garasi yang terletak lima meter dari rumah utama. Setelah turun dari mobil Arwen melirik ke tempat biasa Trinita memarkir mobilnya, tempat itu kosong. Trinita belum pulang.Mereka berjalan di koridor yang menghubungkan garasi ke rumah. Setelah memasuki rumah, Arwen menuju dapur dan mengambil jus untuk Dinar.“Sebaiknya kita saja mandi sebelum Trinita pulang. Aku akan membantunya memasak nanti,” kata Arwen sambil menyodorkan segelas jus ke Dinar.“Baiklah. Aku harus memakai kamar mandi yang mana?“ tanya Dinar bingung. Memandang ke sekelilingnya. Rumah Arwen memang sangat besar dan banyak kamar mandi yang tersedia.“Kayak kamu nggak pernah mandi di rumahku saja,” Arwen memutar bola matanya. “Pokoknya, jangan pakai yang dekat guci besar itu. Kran di sana sedang rusak.”“Aku memakai kamar mandi yang ada di kamarmu saja,&rdq
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments