Share

Menjadi Istri Ke Empat CEO
Menjadi Istri Ke Empat CEO
Penulis: Rifat Nabilah

Bab 1. Pernikahan

"Saya terima nikah dan kawinnya Vea Damania binti Aziz dengan mas kawin tersebut dibayar tunai," ucapnya dengan lantang di depan penghulu dan semua tamu yang datang.

Sah!

Pilu yang dirasakan Via telah dinikahi seseorang yang sama sekali tidak dikenalnya, air matanya tidak berhenti sampai make up mahal yang menempel di wajahnya perlahan luntur, matanya juga bengkak karena terus menerus menangis, dia harus menerima dirinya dinikahi tanpa ada perasaan cinta.

"Sekarang kamu telah menjadi istriku, kamu bisa bergabung dengan ketiga istriku yang lain, lihat disebelah kanan kamu, mereka terlihat bahagia dengan pernikahan kita," tuturnya tanpa rasa bersalah sama sekali.

Lirikan Vea memang tertuju pada ketiga istri Wiliam yang sekarang menjadi istrinya, banyak pertanyaan yang ada dibenak Vea mengapa mereka bertiga menyetujui pernikahan ini begitu mudah dan mau berbagi suami dengannya.

"Aku tidak menyangka kamu menjadikan aku istri keempat! Kamu penipu! Rasanya kalau kamu jujur lebih awal aku mau dijadikan istri keempat. Aku tidak mau! Kamu bisa menikahi aku, tapi tidak dengan hatiku dengan mudah menjadi milikmu," balas Vea dengan bercucuran air mata.

Mengira pria bernama Wiliam itu hanya mau mempermainkan dirinya yang sudah sangat lelah dalam mengarungi kehidupan sebatang kara, ditambah pernikahan ini, sebuah pernikahan yang seharusnya dibangun dengan rasa cinta, saling mengenal satu sama lain justru membuat Vea telanjur menikahinya.

"Aku bukannya tidak mau bilang tentang istri-istriku, kamu juga sudah setuju duduk di sini mendengar aku ijab kabul bukan? Aku akan berikan apa saja yang kamu mau, hartaku, kesenangan dan kebahagiaan yang belum pernah kamu dapatkan selama ini, semua akan aku berikan," balasnya lagi masih tidak mau meminta maaf sudah menipu Vea tentang statusnya ini.

Tentu ucapannya membuat Vea tersinggung, mengapa pria itu hanya membicarakan harta tanpa meminta pendapatnya mengenai hatinya yang terpaksa menerima semua ini, nyaris tidak bisa dilawan pria yang terbiasa dominan dalam segala hal di depannya ini.

"Harta? Kesenangan? Kebahagiaan? Tau apa kamu tentang semua itu? Aku sudah hidup sendiri dan memenuhi segalanya sendiri sejak aku menginjakkan kakiku keluar dari tempat tinggal aku yang dulu! Kamu tidak tau apa pun yang aku rasakan!" isaknya semakin membuat dadanya sesak.

Pernikahan sudah berlalu beberapa detik yang lalu, dengan acara yang sederhana membuatnya tidak bisa membendung kesedihannya diwaktu beberapa orang tamu undangan termasuk penghulu berpamitan. Wiliam memerintahkan ketiga istrinya bersiap-siap.

"Bawa wanita ini ke dalam kamar! Jangan biarkan dia keluar dari sana sebelum berhenti menangis! Aku tidak akan mengubah keputusan aku menjadikannya istri keempat seumur hidupku, kalian tau apa yang kalian bisa lakukan untukku kan? Aku lelah mendengarkan dia terus mengoceh dan protes padaku!" hardiknya lalu pergi dari sana melepaskan jas berwarna putihnya.

Sebuah perintah yang tidak boleh diganggu gugat oleh ketiga istrinya, paling tertua bernama Silvi segera mendekati madu barunya, diikuti kedua madunya yang lain bernama Cici dan Ria dari belakangnya.

"Masuklah ke dalam kamarmu, sekarang kamar ini menjadi milik kamu, aku Silvi istri tertua di sini, aku rasa perintah Mas Wiliam sudah jelas membawamu masuk ke dalam kamar, aku akan membawakan baju ganti untukmu," ucap Silvi yang sudah berjejer dengan madu-madunya.

Di depan kamar sudut mata Vea terus berputar melihat isi yang ada di dalamnya, tentu lebih lebar daripada kosan petak yang biasa menjadi tempat tinggalnya. Namun siapa yang mau tinggal di kamar lebar dan mewah milik suami yang tidak tahu asal usulnya itu, bagi Vea sangat menakutkan.

"Tolong lepaskan aku dari sini, bantu aku kabur dari rumah yang asing buat aku, aku punya kosan sendiri dan aku memiliki kerjaan yang sudah tanda tangan kontrak dua tahun ini, bantu aku, aku mohon padamu, pada kalian bertiga, jangan kurung aku di dalam kamar ini dan menyerahkan aku pada pria itu," pinta Vea merengek meminta bantuan pada ketiganya.

Ketiganya saling beradu pandang dengan permohonan Vea, mereka tidak mungkin bisa melawan perintah suaminya yang sudah sangat baik mencukupi segala kebutuhan lahir dan batin. Kemewahan dan kebahagiaan memang dimiliki ketiganya, itu semuanya karena Wiliam.

"Sudahlah, masuk ke dalam kamar dulu, beristirahat sejenak sembari kamu mandi air hangat yang sudah disediakan, Mas Wiliam memerintah kami menjaga kamu di sini sebagai istri barunya, kalau kami membantu kamu pergi, maka kami juga akan terkena marahnya," balas Ria yang sekarang mulai membantu Silvi bicara.

Penolakan mereka untuk membuatnya pergi dari sana membuat Vea berani melangkah ingin melarikan diri, tetapi digagalkan oleh mereka bertiga yang menarik tangannya sehingga Vea sekarang masuk ke dalam kamar dengan pintu yang sudah dikunci dari luar.

"Keluarkan aku dari kamar! Kenapa kalian setega ini sama aku? Bukankah kalian juga perempuan! Mengapa kalian mau dimadu oleh pria bodoh itu? Kalian sama saja dengannya! Pasti kalian semua berniat jahat sama aku kan dari awal!" teriaknya di dalam kamar.

Silvi, Ria dan Cici hanya mendengarkan teriakan dengan wajah yang tidak begitu menyenangkan, bagi mereka Vea yang paling susah menerima suaminya, padahal Vea adalah wanita pilihan Wiliam setelah mereka, dipastikan hidupnya tidak akan pernah susah lagi.

"Bagaimana ini Kak Silvi, apa kita biarkan Vea ada di dalam kamar sendirian? Kalau dia nekat melakukan hal-hal bodoh gimana? Tapi serba salah juga sama perintah Mas Wiliam kan, kita ada di tengah-tengah kondisi yang tidak menyenangkan," keluh Cici tidak begitu menyukai peristiwa hari ini.

Cici sangat setuju Wiliam menikah lagi dengan Vea atau wanita manapun, tetapi mengurung wanita di dalam kamar menurutnya salah, sudah dipastikan Vea akan salah paham pada mereka bertiga.

"Sudahlah Ci, Ria, kalian berdua ikuti saja aturan di rumah ini, turuti Mas Wiliam beres, aku pun tidak akan kasar pada Vea, kita sama-sama tau bagaimana caranya menjaga perasaan satu sama lain bukan? Memang tidak semua wanita setuju dengan yang namanya poligami," tutur Silvi menenangkan kedua madunya.

Keduanya setuju, mungkin Vea masih membutuhkan adaptasi menerima semua kenyataan yang dihadapinya. Menurut mereka pernikahan ini akan menguntungkan Vea, tidak untuk Wiliam sama sekali. Saat masih berdiri di depan pintu, teriakan Vea semakin menggelegar.

"Heyyy! Kalian dengar aku kan? Buka pintunya! Aku akan melaporkan kalian semua ke polisi karena sudah menculik dan mengurungku seperti ini! Apa tujuan kalian yang sebenarnya setuju dengan pernikahan konyol ini? Si tua Wiliam itu juga tidak cocok menjadi suamiku! Keluarkan aku!"

Demi apa pun teriakan Vea menyambar batin Silvi, sesuatu telah dipendamnya lebih lama daripada kedua madunya. Air matanya begitu saja mengalir tanpa izinnya, Cici dan Ria memahami apa yang dirasakan Silvi. Mereka saling menguatkan dengan sebuah pelukan.

"Tujuan kami? Tentu kami tidak akan memberitahukan kamu apa yang terjadi sebenarnya, semua sudah kami tutup rapat bertiga," batin ketiganya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status