"Memang gila orang-orang di rumah ini, poligami dimudahkan, mereka saling akur satu sama lain, bahkan istri tertua seperti wanita yang begitu rela suaminya dibagi rata, si tua bangka itu seharusnya sadar diri sudah punya istri-istri cantik, malah ditambah lagi," gerutu Vea yang akhirnya berhenti teriak-teriak.
Sudah cukup lelah Vea berteriak-teriak, kini pandangannya tertuju pada jendela kaca yang terbuka, ternyata masih ada kesempatan bagi dirinya untuk kabur dari tempat yang menurutnya asing. "Jendela itu, aku harus kabur dari sini sebelum mereka semuanya menyadarinya, mana mungkin aku mau jadi istri orang yang tidak aku kenal sama sekali, baru satu hari bertatap muka langsung seenaknya bawa aku dalam pernikahan, akhirnya aku bisa pulang," ucapnya segera keluar dari jendela dengan perlahan-lahan. Sedangkan ketiga istri Wiliam masih ada di depan pintu kamar, mereka berjaga-jaga agar Vea tidak melarikan diri, tetapi ternyata Vea mendapatkan ide gila kabur lewati jalur lain. Masih mengendap-endap mencari jalan keluar dari halaman rumah Wiliam yang begitu luas, Vea kebingungan mencari arah keluar rumah. "Sedang apa kamu di situ? Tidak dengarkan perkataan istri-istriku untuk tetap tinggal di kamar? Aku akan kembalikan kamu ke tempat di mana kamu seharusnya berada, Vea istriku yang keempat," ucapnya yang posisinya membelakangi wanita itu. Padahal Vea tidak melihat siapapun di sana, mengapa Wiliam bisa mengetahui dirinya sedang kabur, dia juga harus berhadapan lagi dengan Wiliam yang terlihat marah sekarang. Dengan cepat membalikkan badannya tanpa bersuara, akan tetapi Wiliam mengangkat tubuh Vea dipanggulnya dengan satu tangan yang cukup berotot. "Eh! Turunkan! Turunkan aku pria tua tidak tau diri! Kamu mau mesum ya? Turunkan aku sekarang! Jangan bawa aku masuk lagi ke dalam rumahmu, aku tidak mau jadi istri keempat kamu, aku juga tidak mau menjadi saudara bagi istri-istrimu yang lain." Tidak dihiraukan oleh Wiliam sampai di depan kamar yang sudah disediakan untuk wanita itu, ketiga istri kebingungan karena Vea sedang dibawa suaminya, Silvi juga sudah mengira kalau Vea akan melarikan diri dikarenakan jendela-jendela di rumah ini tidak pernah ditutup sebelum Wiliam yang memerintahkannya. "Kalian pergilah ke kamar masing-masing, biarkan aku yang mengurus wanita satu ini, dia mencoba kabur dari suaminya dan tidak mau tinggal dengan suami sendiri, aku sarankan kalian tidak perlu mengurusnya lagi kalau dia tidak menginginkannya." sebuah perintah dari Wiliam pada ketiga istrinya. Mereka bertiga tidak bersuara saat melangkah pergi dari sana membiarkan Wiliam membawa masuk Vea yang sedikit berontak pada suaminya. Namun Wiliam tidak melepaskan tangannya untuk bisa membawa wanitanya masuk ke dalam kamar. "Aku tidak tahu harus bagaimana menghadapi wanita seperti kamu Vea? Kita sudah menikah dan kamu mau kabur begitu saja? Kamu tidak tau betapa aku mencintai kamu dan menginginkan kamu jadi istri keempat aku?" Dengan cepat tangan Vea terangkat saat Wiliam menurunkan tubuhnya yang sudah ada di atas ranjang tempat tidur, sebuah tamparan keras telah dilayangkan Vea untuk Wiliam yang sudah meninggikan suara di depannya. "Lancang kamu pria tua! Kamu menjebak aku, menuduhku pencuri dan kamu memaksa aku menikah denganmu, lalu kamu bilang cinta di hadapan aku? Rasanya menjijikkan! Kamu tau aku tidak menginginkan semua itu, aku tidak kenal denganmu, kehidupan aku sedang tidak baik-baik aja setelah kamu ada, apa tujuan kalian? Apa tujuan kamu membawaku ke pernikahan ini? Aku tidak punya uang! Aku bukanlah orang kaya!" Rasanya cukup meluapkan segala yang mengganjal di hati Vea, pria itu sekarang mengerti kalau Vea mau dirinya jujur tentang tujuan utama menikahi wanita itu, terlebih pernikahan ini digelar secara dadakan sekali, urat nadi dahi Wiliam berkerut menandakan dirinya berpikir kalau kemarahan Vea masih terbilang wajar. "Aku mau kamu berikan aku seorang anak, kalau bisa anak yang banyak sampai isi rumah ini penuh dengan anak-anak, itulah tujuan utama yang aku inginkan dari kamu dan pernikahan kita, semua itu juga keinginan istri-istriku yang lain, mereka tidak bisa memberikan aku keturunan, jadi aku diizinkan menikah denganmu," jawab Wiliam sekarang santai duduk dan menarik dasi dari kerah lehernya. Ada kemurkaan terpampang di wajah Vea setelah mendengar jawaban suaminya, rupanya mereka semua memanfaatkan dirinya hanya untuk kepentingan mereka, Vea tidak akan membiarkannya. "Tidak! Aku menolak memberikan kamu anak, kamu bisa menyuruh wanita lain untuk memberikan kamu seorang anak yang banyak, aku belum siap menjadi seorang ibu rumah tangga, duniaku akan aku habiskan untuk bekerja agar bisa mengumpulkan banyak uang," tegas Vea. Dengan cepat Wiliam membuka kemeja putihnya dan mendorong Vea ada di tengah kasur dengan banyak bunga mawar bertaburan, kamar pengantin yang sudah dihias sedemikian rupa agar pasangan bisa berbahagia di dalam sana. "Kamu tidak bisa menolak Vea, aku adalah suamimu yang akan membawamu pada kebahagiaan, berikan apa yang aku mau, maka uangmu juga akan jauh lebih banyak daripada kamu bertahun-tahun kerja dengan hasil yang minim," balas Wiliam sudah berada di atas tubuh Vea. Kedua tangan wanita itu tidak bisa digerakkan, cengkraman tangan Wiliam begitu keras baginya, hanya mulutnya yang bisa membantunya sekarang, Vea pun masih sekuat tenaga melepaskan diri dari Wiliam. "Lepaskan aku, aku mohon padamu jangan renggut kesucianku, biarkan aku pergi dari rumah ini, kamu masih bisa mencari wanita lain di luar sana yang jauh lebih cantik daripada aku, tolong, aku mohon padamu," rengeknya memohon dengan sungguh-sungguh. Ada ketakutan karena dirinya tidak pernah disentuh pria manapun, pertama dalam kehidupannya seorang pria sangat dekat dengan tubuhnya, gejolak lain mulai muncul tanpa disadari oleh Vea sendiri, kharisma Wiliam yang memiliki tangan berotot dan ketampanannya membuat Vea meleleh. "Diam dan nikmati dirimu sebagai seorang istri! Berikan aku anak di tahun ini, aku janji akan membawa perubahan dalam hidupmu, anakmu akan mewariskan segala yang aku miliki, kalau kamu masih berontak atau menolak permintaan aku, maka hidupmu akan aku hancurkan termasuk pekerjaanmu, kamu dipecat kemudian tidak bisa membiayai kehidupanmu sendiri," ancam keras Wiliam. Sungguh ancaman Wiliam menakutkan bagi Vea yang hanya mengandalkan dirinya sendiri, kekuasaan memang selalu menang di mana pun berada, kini dirinya berada diujung tanduk tidak bisa berontak ataupun melawan untuk melarikan diri. "Ku mohon, aku rasa aku belum siap melakukannya sekarang, berikan aku waktu untuk memikirkan permintaan kamu, dan biarkan aku bekerja seperti biasa, aku juga perlu penyesuaian di sini," kata Vea merayu Wiliam agar memberikannya sedikit kelonggaran mengerti semua ini. Pria tua yang dikatakan Vea masih nyaman duduk di atas kaki Vea, rupanya dia melupakan kalau tubuhnya jauh lebih berat dari wanitanya, Vea sedikit meringis keberatan. "Eum, Aku tidak mau memberikan waktu untuk kamu, Vea! Kamu pikir aku bodoh dan mudah dipengaruhi olehmu? Coba saja berontak! Aku juga tidak akan diberi perintah oleh siapapun, lagipula aku ini suami yang pantasnya memerintah seorang istri, dan kamu istri keempat aku, seharusnya bisa tunduk padaku," balasnya dengan kemarahan.Tepat menjelang malam Vea telah di eksekusi oleh William, waktu sangat cepat berlalu membuat wanita itu akhirnya bisa menyatu dengan Wiliam, perasaan hancur, sedih, menyesal menjadi satu, Vea masih tidak percaya dirinya akan tidur dengan pria asing. "Hiks, kamu sudah memperkosa aku, rasanya aku jijik melihatmu di dekatku, aku minta kamu keluar dari kamar ini, Wiliam! Keluar dan jangan tampakkan wajahmu di hadapan akan!" Saat Vea sudah sangat lemas dan nyeri diberbagai bagian tubuhnya, Wiliam tidak memperdulikan itu, tugasnya sudah selesai, dia juga mengambil kembali pakaian dan celananya yang ada di lantai, kesedihan Vea menyakitkan dadanya yang terasa sesak. "Tugasku selesai, istirahatlah jika kamu memang lelah, nanti malam aku mau kamu bisa makan malam denganku di sebuah restoran dekat dari sini, kamu pasti akan menyukainya," ujar Wiliam keluar dari sana. Tidak peduli dengan ucapan Wiliam, Vea masih meringkuk menangis tersedu-sedu tidak tertahan lagi, tentu apa yang dilakukan
Tentu Wiliam sekarang kepikiran Silvi berani marah padanya, tetapi masih dalam otaknya menginginkan seorang anak yang bisa membantunya kelak dalam mengelola apa yang sudah dibangunnya selama ini. "Apa yang salah dariku? Silvi sensitif sekali, padahal dia sendiri yang mau aku menikah dan menikah lagi, kalau saja mereka bertiga tidak mandul, kejadian ini tidak akan terjadi, aku harus pastikan Vea bisa pulang dengan cepat," ucap Wiliam tanpa penyesalan. Hati Silvi rasanya sakit juga sedih melihat sikap suaminya tidak terkontrol lagi atas keinginannya. Belum lama Wiliam menikah dengan Cici tetapi hasilnya tetap sama Wiliam belum juga mendapatkan keturunan yang dia mau. Setelah kejadian itu, tiga hari kemudian dokter mengizinkan Vea pulang dari rumah sakit atas permintaan Wiliam sendiri. "Kita pulang ke hotel sebagai bulan madu yang sempat tertunda saat wanita ini ada di rumah sakit, pastinya di sini jauh lebih nyaman karena tidak ada Silvi, Ria dan Cici." Dibenak Wiliam hanya ma
Mereka bertiga saling pandang atas permintaan Vea, tidak mungkin membantu Vea pergi dari Wiliam, mereka pastinya akan membantu suaminya untuk mendapatkan Vea. "Tenanglah Vea, kamu tidak perlu memikirkan Mas Wiliam seberat itu, kamu tau kan ini masih pagi, kamu tidak mau berangkat kerja di tempatmu?" tanya Silvi menyadarkan Vea. Wanita itu segera beranjak dari sana dan kembali berjalan keluar dari kamar hotel tanpa berkata-kata pada mereka bertiga, memang pekerjaannya jauh lebih penting dari segalanya. "Gawat, aku bisa dipecat beberapa hari ini tidak masuk kerja tanpa izin, Wiliam benar-benar memuakkan, aku tidak akan terima jika pekerjaanku akan berhenti gara-gara dia." Saat perjalanan menuju tempat kerja yang ada di Twenty XXII. Tepatnya ada di Jakarta Barat dekat sekali dengan kampus. Vea sudah lama bekerja di sana hampir dua tahun lamanya, dia tidak mau kehilangannya hanya karena pernikahan bodohnya. Dengan cepat Silvi menghubungi Wiliam yang berada di dalam mobil menu
"Wiliam! Keluar dari sini atau aku akan berteriak untuk mengusir kamu! Kamu sudah masuk tanpa izinku dan kamu membahas hal yang tidak pantas!" Seketika itu juga Wiliam bangun dan bertatapan langsung dengan Vea yang sedang marah besar, keempat bola mata bertemu, Wiliam seakan berkaca mata itu adalah dirinya sendiri. "Izin istri sendiri? Hal tidak pantas adalah kewajiban kamu sebagai seorang istri, apa aku salah? Rasanya aku hanya mengingatkan kamu untuk tidak menunda apa yang harus kamu berikan pada suamimu," tuturnya menambah kemarahan istrinya sendiri. Bersamaan mulut Wiliam yang tertutup, Vea menaikan tangannya untuk memukul wajah rupawan Wiliam, dia tidak tahan didesak dan dipaksa melakukan sesuatu yang tidak mau dia lakukan. "Istri? Kewajiban? Aku tidak akan mau! Lebih baik kamu hilangkan niat kamu Wiliam! Aku tidak akan sudi tidur denganmu dan aku minta segera lepaskan aku dari jerat pernikahan ini. Aku menolak menjadi istri keempat kamu! Aku muak melihat tingkah kamu sepe
"Berdirilah Wiliam! Kamu jangan seperti anak kecil yang terus merengek meminta keinginanmu bisa aku wujudkan, aku bukan orang yang tepat untuk memberikan kamu anak, percayalah aku bukan wanita yang kamu cari, segera ceraikan aku." Dengan cepat tangan Vea melepaskan tangan Wiliam yang terus menggenggamnya, tidak mau lagi berlama-lama berhadapan dengan pria tua yang membuat Vea rasanya ingin murka. "Vea, jika kamu menuruti aku, sesuatu sudah aku siapkan untukmu, aku mendapatkan informasi mengenai kedua orang tuamu, tentang keberadaan ayahmu Aziz, itu juga kalau kamu masih menganggapnya sebagai orang tuamu, ikutlah denganku." Mungkin dengan cara ini Vea akan mau diajaknya pulang, setidaknya wanita itu tidak menghindarinya. Informasi yang Wiliam dapatkan termasuk valid dan lengkap dibutuhkan oleh Vea selama ini. "Ayahku? Di mana dia? Apa kamu serius mengetahui keberadaan ayahku? Selama ini aku ingin bertemu dengannya dan bertanya banyak tentang, kenapa aku dibuang ke panti asuhan? A
Vea menundukkan kepala tidak mau Wiliam bertambah marah padanya. Mereka hampir sampai di rumah, tentu tidak akan jauh-jauh dari ketiga istri Wiliam yang selalu antusias menyambut wanita lain masuk ke dalam rumah. "Selamat datang di rumah kembali Vea dan Mas Wiliam." Silvi lebih dulu menyambut dengan membawakan kalung bunga-bunga yang segar, sedangkan Cici dan Ria menggandeng keduanya agar bisa lebih cepat masuk ke dalam rumah setelah keluar dari mobil. "Apa yang kalian lakukan lagi? Apa ini adalah penyambutan untuk madu kalian? Orang di rumah ini sangat aneh, aku baru bertemu dengan kalian semua. Tidakkah kalian bertiga merasakan cemburu?" Ucapannya dihiraukan oleh mereka. Hanya beberapa menit Vea dan Wiliam sudah ada di dalam rumah bersama Silvi, Ria dan Cici, mereka melihat ruangan telah banyak hiasan yang telah disiapkan ketiganya. Namun, tidak begitu membuat Vea merasakan kebahagiaan. "Aku mau istirahat, bisakah kamu biarkan aku istirahat hari ini sebelum kamu akan mempert
Sungguh di luar kemampuan Wiliam untuk bisa mengubah jalan pikiran Vea yang selalu menganggapnya jahat ataupun penipu, Wiliam melangkah pergi dari kamar dan menutup pintu. "Maafkan aku, Vea. Rasanya aku tidak kuat apabila mendengar kamu kecewa jika mendapat kenyataan yang tidak kamu inginkan lagi, setidaknya aku tidak melihatnya sekarang." Wiliam pergi dari rumah untuk memastikan sendiri apa yang dia dapatkan dari orang suruhannya, sedangkan Vea masih terus berada di dalam kamar yang terkunci, dan jendela sudah ditutup rapat agar wanita itu tidak bisa kabur lagi. Hari berlalu dan tiba di mana ada awak media yang datang ke kediaman Wiliam. Tepat pukul sembilan pagi Wiliam dan keempat istrinya sudah berada di ruangan khusus untuk pertemuan semacam ini, mereka semua meliput begitu juga banyak sekali kamera wartawan yang terus menyilaukan mata kelimanya. "Saya Wiliam telah menikah lagi dengan wanita bernama Vea, dia adalah pekerja di sebuah pusat perbelanjaan, dan sekarang menjadi
"Ikut denganku jika kamu tidak percaya apa yang aku katakan. Kita akan bertemu dengan kedua orang tuamu." Deg! Rasanya itu akan menyenangkan jika belum mengetahui informasi yang diberikan oleh William, tetapi sekarang Vea mengetahui keduanya tidak mau dia ada. "Aku belum siap Wiliam, bagaimana jika mereka mengusirku dan tidak mau mengakui aku sebagai anak?" Dengan cepat tangan Wiliam tetap menarik paksa wanitanya agar keluar dari rumah, mereka akan tetap pergi ke kediaman Aziz sebagai ayahnya Vea. Dalam perjalanan menuju ke sana, Vea terus menerus berusaha melupakan apa yang sudah dia ketahui. Namun, pikirannya tetap takut mereka akan mengatakan sesuatu yang menyakiti hati. Dua puluh menit dalam perjalanan, Wiliam menghentikan mobil tepat di depan rumah orang tua Vea yang sekarang menjadi kaya raya, mereka termasuk orang terpandang dan banyak sekali aset di mana-mana. "Turunlah Vea, kita sudah sampai di rumah orang tuamu, kamu harus kuat menerima kenyataan jika nanti akan men