"Kita pulang sekarang! Kamu tidak akan menginjakkan kaki lagi di rumah yang seharusnya aku runtuhkan, kita akan membalas dendam pada mereka yang telah menyakitimu." Baru Wiliam dan Vea ingin memasuki mobil, seketika itu tubuh Vea ambruk dalam dekapan suaminya sendiri. "Vea!" Segera Wiliam memasukkan Vea ke dalam mobil dan membawanya ke rumah, sudah pasti malam ini adalah hari terberatnya yang pernah dia dapatkan. "Sial! Mereka membuat wanitaku pingsan seperti ini, aku akan pastikan kalian hancur berkeping-keping," dengusnya. Tidak lama setelah sampai di rumah, hanya ada Cici yang terlihat tidak memiliki acara malam ini. Dia membantu Wiliam merawat Vea dikarenakan hari sudah cukup larut untuk dokter datang ke rumah. "Mas, apa sebaiknya Vea kita bawa ke rumah sakit? Aku takut dia jadi demam karena terlalu banyak pikiran." Wiliam masih mencemaskan kondisi Vea, dia masih terus memegangi tangan wanitanya sampai Cici memberinya saran tidak dihiraukan. "Mas?" "Diam! Keluar dari
Sorot mata yang begitu marah pada Vea tidak bisa dia keluarkan karena takut wanitanya akan bunuh diri lagi jika dikasari. "Baiklah, aku akan melepaskan kamu. Maafkan aku telah membuatmu se takut itu. Masalah ponsel tidak masalah, aku bisa langsung membelinya yang baru," ujar Wiliam sudah menjauh dari sana. Sekarang Vea bisa bernafas lega melihat suaminya pergi. Tidak ada yang membuatnya kecuali jauh dari pria tua yang sudah memaksanya. Segera Vea membersihkan segala bekas kecupan Wiliam yang sulit dihilangkan, setidaknya dia bisa menghilangkan bau pria tua itu dari tubuhnya. "Pria tua sialan! Awas kamu aku akan beri perhitungan. Lain kali mana mau aku ditindas semacam ini, lihat apa yang akan aku lakukan." Sesudah membersihkan tubuh. Vea keluar dari kamar yang membuatnya terus terbayang wajah Wiliam. Udara segar di luar rumah mungkin bisa menyejukkan pikirannya. "Di sini rupanya," kata seseorang yang ada di belakangnya. Vea melihat seseorang dengan badan yang cukup kurus
Membawa banyak barang yang baru dibelinya di sebuah mall terbesar yang selama ini menjadi pusat perhatian kalangan atas. Silvi menaruh di atas meja setelah dirinya duduk bersama ketiga madunya. "Kado ini hanya sebuah awal di mana aku sangat setuju kamu menikah dengan Mas Wiliam. Kamu tau sendiri kalau aku ini seorang wanita yang mandul, jadi kalian itu adalah harapan aku, setidaknya aku dan Mas Wiliam terus berusaha agar kami memiliki keturunan." Kata-kata Silvi membuat suasana hati ketiganya menjadi sedih. Vea pun mengerti bagaimana rasanya menjadi wanita yang tidak sempurna dimata suaminya sendiri. "Tolong jangan bicara begitu, aku bukan orang yang tepat di sini. Aku juga tidak bisa memastikan kalau bisa hamil anaknya, semua itu sudah digariskan." Gerakan tangan keragu-raguan memegang lengan Silvi untuk menguatkannya, begitu juga Ria dan Cici yang mulai berdiri berada di samping Silvi. "Vea betul Kak Silvi, kita berdoa agar kita semua diberikan anak dari benih Mas Wiliam. Ka
Dalam hitungan jam semuanya berlalu. Seketika mereka akhirnya tidur ke kamar masing-masing, tidak dengan Silvi yang berbicara sama Wiliam. "Mas, kamu bisa lihat apa yang aku bicarakan sama Vea. Dia telah setuju menerima kamu walaupun harus menunggu beberapa waktu untuk penyesuaiannya." Saat sedang meyakinkan, dengan begitu rasa hormatnya pada wanita yang sangat merelakan kebahagiaannya terbagi Wiliam sungguh begitu mencintai Silvi. "Aku mencintai kamu sayang, terima kasih atas pengorbanan kamu selama ini, aku tau berat untuk kamu bisa menerima mereka bertiga," ucap Wiliam memeluk mesra Silvi. Wanita yang pertama kali mengenal Wiliam sudah tahu betul suaminya sangat manja saat malam hari. "Sama-sama. Aku juga senang melihat kita semua bahagia termasuk kamu, Mas. Kamu harus tau setidaknya ada yang aku berikan selama menjadi istrimu walaupun bukan seorang anak," balas Silvi kembali membahas keturunan. Dikecupnya kepala Silvi dengan lembut. Wiliam mengerti jika Silvi mau diriny
Hari sudah malam. Mobil Wiliam sudah memasuki garasi rumah dan tepat di sampingnya sudah ada Silvi yang menyambut suaminya. "Malam, Mas Wiliam. Kamu mau langsung mandi atau ke kamar Ria?" Belum sempat menjawab pertanyaan Silvi, pria itu menyelonong masuk ke dalam rumah mencari sesuatu, terlihat jika Vea bersama Cici sedang membuat sesuatu di dapur. "Ria mana?" Wiliam bertanya pada Silvi yang berjalan cepat mengikuti ritme kakinya. Rupanya Ria sedang bersiap-siap di dalam kamar untuk menyambut suaminya masuk dan tidur dengannya. "Di kamar, Mas." Tetapi Wiliam justru datang menghampiri Cici dan Vea yang sedang membuat nasi goreng, harumnya membuat indra penciumannya tidak bisa berhenti ingin mendekati aroma masakan kedua istrinya itu. "Apa yang kalian buat?" Wiliam mengejutkan keduanya, Vea dan Cici menoleh ke belakang dan terlihat Wiliam sudah tidak rapih lagi menggunakan kemeja. "Nasi goreng Mas, aku baru belajar dari Vea, ternyata dia bisa masak juga dan rasanya sangat
Pagi hari di mana Silvi, Ria dan Cici dengan rutinitas mengurus suami yang mau berangkat kerja berbeda dengan Vea yang sudah lebih dulu bekerja di tempat kerjanya. "Di mana dia?" Mencari di mana salah satu istrinya yang tidak hadir ketika Wiliam mau masuk mobil, sudah pasti Vea yang selalu membuatnya bertanya-tanya, ada yang salah dengan Wiliam sampai wanita itu belum juga membuka hatinya? "Mas Wiliam. Vea sudah pergi kerja sejak subuh tadi aku melihatnya berangkat menggunakan taksi online. Sebaiknya biarkan dia menjalani aktivitas seperti biasanya daripada nanti semakin memberontak." Suara Silvi membuat Wiliam mengerutkan dahi. Dia tidak mungkin bisa membiarkan Vea bekerja di tempat yang kecil dan penuh persaingan orang-orang yang tidak disukainya waktu itu. "Aku berangkat dulu, kalian jaga diri di rumah ya, hubungi aku kalau ada apa-apa dengan kalian bertiga." Pamitnya Wiliam ditandai lambaian ketiga tangan istrinya yang telah berlalu saat mobil semakin meninggalkan garasi
Selesai semua kerjaan Wiliam di kantor bersama para kliennya, Silvi masih mendampingi suaminya untuk membantu sedemikian rupa agar tidak menumpuk. "Mas. Apa tadi kamu bertemu dengan Vea?" Wiliam masuk ke dalam ruangan pribadinya bersama Silvi yang mengikuti dari belakang, seketika Silvi bertanya menyudutkan Wiliam harus terbuka tentang Vea. "Benar. Aku pergi ke tempat kerjanya, untuk memastikan dia baik dan tidak ada yang mengganggu karena sebelumnya sempat ada insiden antara Vea sama orang dalam," jawabnya. Silvi paham kalau suaminya sedang beralasan, rupanya Wiliam sudah jatuh cinta pada madunya yang paling muda, rasa sakit dirasakan Silvi tersembunyi di dalam lubuk hatinya. "Oh, jadi begitu rupanya. Sampai kamu tidak mengurus kantor kamu dengan baik dan mengacaukan hariku? Demi Vea?" Sekarang nada Silvi tidak mengenakan untuk Wiliam. Pria itu duduk dan menatap raut wajah istri tuanya sedang kesal. "Bukan begitu. Kamu harus paham kalau aku masih harus menjaganya agar bi
Dari kediaman Wiliam yang masih terjaga malam hari ketika semua terlelap. Ada Wiliam yang berdiri di depan teras melakukan sesuatu yang biasa Vea lakukan setiap malam, dan malam itu pun Vea baru mau keluar menghirup udara segar. "Wiliam. Kamu masih belum tidur?" Vea menyapa lebih dahulu agar Wiliam tidak terus melamun di sana sendirian. Hari sudah sangat larut, tetapi Wiliam terus melihat ke atas langit. "Belum Vea. Aku mau bicara sama kamu di sini, setidaknya kamu tidak akan menganggap aku mesum atau jahat jika di tempat terbuka," balasnya. Wanita itu sekarang berdiri di samping kiri Wiliam untuk bicara berdua. Mungkin Vea harus memberikan kesempatan Wiliam bicara padanya. "Silakan kalau kamu mau. Aku sendiri malas bicara sama kamu kalau masih terus membahas anak," balas Vea. Tangan Wiliam memegang tangan Vea dan sekarang berhadapan dengan wanitanya. Hanya dengan cara ini Wiliam bisa dekat dengan Vea. "Kamu mau mengadakan resepsi besar-besaran sama aku? Aku sudah siapkan