"Ayo Mas pulang!" Silvi tetap memaksa suaminya pulang bersama dengan mereka bertiga lagi. Silvi hanya tidak mau juga Vea bertambah parah sakitnya harus marah-marah seperti tadi. "Silvi! Aku masih mau bersama dengan Vea, tolong kamu kalau mau pulang, pulang duluan saja bersama Ria dan Cici, aku masih mau di sini sama Vea." Posisi mereka sudah ada di luar ruangan Vea, dan Vea menghubungi ayahnya untuk menjemput dirinya malam ini juga karena tidak mau bertemu dulu sama suaminya. "Vea sakit Mas, kamu harus mengerti itu," bisik Silvi. Wiliam akhirnya berjalan mengikuti ketiga istrinya pergi dari sana pulang dengan kesalahpahaman lagi. "Wiliam ini, dia selalu bertindak sendiri tanpa meminta pendapat aku, setidaknya dia bisa mengatakan hal ini, pekerjaan itu juga penting buat semua temanku." Vea masih terus marah-marah sendiri di dalam sana, dia sendirian tanpa ada yang menemani, tetapi lebih baik seperti ini daripada dirinya ditemani Wiliam yang selalu membuat dirinya kesal. Wil
"Dengarkan aku, Vea!" Wiliam membentak istrinya dengan penuh kemarahan, selama ini Wiliam sangat sabar terhadap sikap Vea, tetapi kali ini dia tidak mau mengalah lagi. "Dengarkan aku! Kamu akan bersama denganku walaupun kamu masih mau bersama keluarga kamu dan meminta aku mengembalikan apa yang sudah aku tutup. Aku tidak membutuhkan persetujuan kamu, sekarang kamu diam dan turuti kemauan aku, kita akan segera pulang ke rumah kalau kamu sudah membaik." Tatapan tajam Wiliam membuat Vea diam dan tidak berpikir lagi, karena suaminya kalau sudah marah tidak ada yang bisa menahannya. "Baiklah," ucap Vea. Wiliam mengendus kesal di depan istrinya yang terpaksa menurutinya, dia tidak peduli apa pun yang dipikirkan oleh Vea, yang terpenting dirinya bisa membawa pulang Vea. Bahkan jika harus berseteru lagi dengan Aziz dirinya akan memberanikan diri. Pria itu keluar dari ruangan Vea dan segera menemui dokter untuk Vea bisa pulang sebelum kedua orang tua Vea akan datang menjemput istriny
"Permisi!" Sumber suaranya ada di depan rumah, dan Silvi berjalan membukakan pintu karena ada di ruang tamu bersama Ria. "Ayahnya Vea, kan?" Tentu Silvi tahu tamunya sekarang adalah ayahnya Vea yang bertemu waktu di rumah sakit, begitu juga Ria yang tahu seperti Silvi begitu melihat wajah tamunya. "Benar, bisa bertemu sama suami kalian?" Silvi berpikir sebelum menjawab permintaan ayahnya Vea, apakah harus saat ini bertemu dengan Aziz atau nanti saja. "Bisa, Pak." Ria yang lebih dulu menjawab karena Silvi diam memikirkan akibatnya nanti. Sekarang Silvi bernafas lega karena yang mengambil keputusan bukan dirinya. "Baiklah, terima kasih." "Sama-sama, aku panggilkan dulu, tapi nanti Bapak silakan tunggu di ruang tamu bersama Kak Silvi." Menurut Ria ini kesempatan suaminya bicara berdua dengan mertuanya untuk meluruskan masalah yang terjadi, karena terlihat Aziz tidak sedang marah. "Mas, kamu ada di dalam?" Ria mengetuk pintu kamar Vea beberapa kali sampai terdengar suara
["Silvi, apa ini kamu?"] ["Benar, Mas. Ini jelas aku, ada yang bisa aku bantu untuk membantu Mas?"] ["Tolong aku, berikan apa yang Vea minta sama kita waktu di rumah sakit, kamu tolong investasi ke tempat kerja Vea, tapi kamu juga harus berikan penjagaan ketat untuk setiap yang masuk ke dalam sana, aturlah bagaimana caranya, itu terserah kamu."] ["Baiklah Mas, aku akan lakukan sekarang."] ["Terima kasih Silvi, kamu bisa aku andalkan, sekarang aku baru sampai di rumah sakit, nanti hubungi aku kalau kamu sudah selesai mengurus semuanya."] ["Ok, Mas."] Wiliam memutus sambungan teleponnya. Ria menunggu apa yang dibicarakan Silvi dengan Wiliam membuatnya penasaran. "Ada apa?" "Mas Wiliam meminta aku membuka kembali tempat kerja Vea, tapi kali ini harus jauh lebih aman daripada kemarin. Aku harus pergi dulu, kamu di rumah sama Cici." "Baik, Kak Silvi." Silvi pergi sesegera mungkin dari rumah itu menuju ke tempat kerja Vea untuk mengecek tempat itu secara langsung dan mencari info
"Saya terima nikah dan kawinnya Vea Damania binti Aziz dengan mas kawin tersebut dibayar tunai," ucapnya dengan lantang di depan penghulu dan semua tamu yang datang. Sah! Pilu yang dirasakan Via telah dinikahi seseorang yang sama sekali tidak dikenalnya, air matanya tidak berhenti sampai make up mahal yang menempel di wajahnya perlahan luntur, matanya juga bengkak karena terus menerus menangis, dia harus menerima dirinya dinikahi tanpa ada perasaan cinta. "Sekarang kamu telah menjadi istriku, kamu bisa bergabung dengan ketiga istriku yang lain, lihat disebelah kanan kamu, mereka terlihat bahagia dengan pernikahan kita," tuturnya tanpa rasa bersalah sama sekali. Lirikan Vea memang tertuju pada ketiga istri Wiliam yang sekarang menjadi istrinya, banyak pertanyaan yang ada dibenak Vea mengapa mereka bertiga menyetujui pernikahan ini begitu mudah dan mau berbagi suami dengannya. "Aku tidak menyangka kamu menjadikan aku istri keempat! Kamu penipu! Rasanya kalau kamu jujur lebih a
"Memang gila orang-orang di rumah ini, poligami dimudahkan, mereka saling akur satu sama lain, bahkan istri tertua seperti wanita yang begitu rela suaminya dibagi rata, si tua bangka itu seharusnya sadar diri sudah punya istri-istri cantik, malah ditambah lagi," gerutu Vea yang akhirnya berhenti teriak-teriak. Sudah cukup lelah Vea berteriak-teriak, kini pandangannya tertuju pada jendela kaca yang terbuka, ternyata masih ada kesempatan bagi dirinya untuk kabur dari tempat yang menurutnya asing. "Jendela itu, aku harus kabur dari sini sebelum mereka semuanya menyadarinya, mana mungkin aku mau jadi istri orang yang tidak aku kenal sama sekali, baru satu hari bertatap muka langsung seenaknya bawa aku dalam pernikahan, akhirnya aku bisa pulang," ucapnya segera keluar dari jendela dengan perlahan-lahan. Sedangkan ketiga istri Wiliam masih ada di depan pintu kamar, mereka berjaga-jaga agar Vea tidak melarikan diri, tetapi ternyata Vea mendapatkan ide gila kabur lewati jalur lain. Masi
Tepat menjelang malam Vea telah di eksekusi oleh William, waktu sangat cepat berlalu membuat wanita itu akhirnya bisa menyatu dengan Wiliam, perasaan hancur, sedih, menyesal menjadi satu, Vea masih tidak percaya dirinya akan tidur dengan pria asing. "Hiks, kamu sudah memperkosa aku, rasanya aku jijik melihatmu di dekatku, aku minta kamu keluar dari kamar ini, Wiliam! Keluar dan jangan tampakkan wajahmu di hadapan akan!" Saat Vea sudah sangat lemas dan nyeri diberbagai bagian tubuhnya, Wiliam tidak memperdulikan itu, tugasnya sudah selesai, dia juga mengambil kembali pakaian dan celananya yang ada di lantai, kesedihan Vea menyakitkan dadanya yang terasa sesak. "Tugasku selesai, istirahatlah jika kamu memang lelah, nanti malam aku mau kamu bisa makan malam denganku di sebuah restoran dekat dari sini, kamu pasti akan menyukainya," ujar Wiliam keluar dari sana. Tidak peduli dengan ucapan Wiliam, Vea masih meringkuk menangis tersedu-sedu tidak tertahan lagi, tentu apa yang dilakukan
Tentu Wiliam sekarang kepikiran Silvi berani marah padanya, tetapi masih dalam otaknya menginginkan seorang anak yang bisa membantunya kelak dalam mengelola apa yang sudah dibangunnya selama ini. "Apa yang salah dariku? Silvi sensitif sekali, padahal dia sendiri yang mau aku menikah dan menikah lagi, kalau saja mereka bertiga tidak mandul, kejadian ini tidak akan terjadi, aku harus pastikan Vea bisa pulang dengan cepat," ucap Wiliam tanpa penyesalan. Hati Silvi rasanya sakit juga sedih melihat sikap suaminya tidak terkontrol lagi atas keinginannya. Belum lama Wiliam menikah dengan Cici tetapi hasilnya tetap sama Wiliam belum juga mendapatkan keturunan yang dia mau. Setelah kejadian itu, tiga hari kemudian dokter mengizinkan Vea pulang dari rumah sakit atas permintaan Wiliam sendiri. "Kita pulang ke hotel sebagai bulan madu yang sempat tertunda saat wanita ini ada di rumah sakit, pastinya di sini jauh lebih nyaman karena tidak ada Silvi, Ria dan Cici." Dibenak Wiliam hanya ma