Share

Bab 4. Di Hotel

Tentu Wiliam sekarang kepikiran Silvi berani marah padanya, tetapi masih dalam otaknya menginginkan seorang anak yang bisa membantunya kelak dalam mengelola apa yang sudah dibangunnya selama ini.

"Apa yang salah dariku? Silvi sensitif sekali, padahal dia sendiri yang mau aku menikah dan menikah lagi, kalau saja mereka bertiga tidak mandul, kejadian ini tidak akan terjadi, aku harus pastikan Vea bisa pulang dengan cepat," ucap Wiliam tanpa penyesalan.

Hati Silvi rasanya sakit juga sedih melihat sikap suaminya tidak terkontrol lagi atas keinginannya. Belum lama Wiliam menikah dengan Cici tetapi hasilnya tetap sama Wiliam belum juga mendapatkan keturunan yang dia mau. Setelah kejadian itu, tiga hari kemudian dokter mengizinkan Vea pulang dari rumah sakit atas permintaan Wiliam sendiri.

"Kita pulang ke hotel sebagai bulan madu yang sempat tertunda saat wanita ini ada di rumah sakit, pastinya di sini jauh lebih nyaman karena tidak ada Silvi, Ria dan Cici."

Dibenak Wiliam hanya mau berdua dengan Vea selama satu minggu ini, walaupun akhirnya dia juga memberitahukan keberadaannya pada Silvi sebagai tanda Wiliam masih menghargai istri-istrinya yang lain.

"Di mana aku? Kenapa rasanya pusing sekali, apa yang terjadi padaku? Aku bukan di rumah itu lagi, apa aku sudah ada di dunia lain?"

Mata wanita itu terbuka dan bertanya-tanya, Wiliam duduk tidak jauh dari sana terus memperhatikan wanitanya perlahan sadarkan diri.

"Syukurlah kamu sudah bangun, kita bisa langsung melanjutkan bulan madu yang sempat tertunda karena ulah kamu sendiri, bagaimana kita langsung saja mulai? Aku akan siapkan bunga-bunga agar kamar ini jauh lebih harum."

Terperanjat seketika Wiliam panjang bicara padanya, Vea tidak menyangka dirinya masih satu ruangan yang sama dengan pria tua yang telah merenggut segalanya darinya.

"Ngomong apa kamu? Bulan madu? Tidak ada yang namanya bulan madu! Aku mau pergi dari sini! Aku tidak mau melihat muka kamu lagi pria tua yang suka gonta ganti istri!"

Begitu marah Vea pada Wiliam semakin membuatnya berani meninggikan suara, apalagi Wiliam terus menguji kesabarannya, dengan cepat dia turun dari kasur walaupun kondisi tubuhnya masih sangat lemas.

"Mau kemana kamu? Apa pun yang kamu katakan tadi tidak akan mengubah jadwal kita berdua dalam berbulan madu dan kamu harus segera memberikan aku seorang anak, aku mau kita progam hamil dalam satu tahun ini, kalau tidak, aku akan menikah lagi dan menceraikan salah satu dari kalian," balas Wiliam membuka satu persatu kemejanya.

Mata Vea melorot ke bagian perut Wiliam yang begitu menggiurkan, tetapi dalam kesadarannya dia harus segera kabur dari ruangan itu sebelum Wiliam melakukan yang sama seperti waktu di kamar.

"Jangan mendekat! Aku minta kamu jaga diri kamu dari aku, kita tidak saling mencintai, mana mungkin bisa memiliki seorang anak, aku mau pergi dari sini dan melanjutkan kehidupan aku dengan normal, jangan halangi aku, Wiliam!"

Jalan sudah dikepung oleh Wiliam, Vea kesulitan bergerak untuk keluar dari kamar hotel itu, Wiliam juga sudah siap dengan aksinya agar tidak berlama-lama memberikan penyatuan pada Vea.

"Serahkan tubuhmu, dari sana anakku akan dilahirkan, ku mohon turuti kemauan aku untuk melahirkan seorang anak, hanya itu saja mengapa kamu sulit memberikannya? Kehidupan kamu jauh lebih normal bersama denganku."

Bujukan Wiliam terus menggema di telinga Vea yang dari tadi menangis tanpa henti dengan menutupi bagian atasnya yang sudah terlepas oleh Wiliam, ternyata Wiliam membukanya saat Vea masih tertidur.

"Tidak mau! Aku mohon Wiliam, kamu masih bisa bersama wanita yang jauh lebih cantik daripada aku, biarkan aku pergi darimu, aku tau kamu tidak sejahat itu, aku minta kamu cukup sampai di sini, aku tidak bisa memberikan kamu keturunan."

Titik lelah Vea berkecamuk dalam dirinya, dia mungkin tidak bisa keluar tanpa seizin Wiliam yang menyimpan kunci kamar hotelnya, dia terus memohon agar Wiliam melepaskannya.

"Omong kosong! Jangan banyak membuang waktumu, aku mau anak ya, Anak! Sekarang lakukan dulu, aku janji tidak akan membatasi kamu pergi, tapi biarkan kita menyatu di atas ranjang itu."

Merosot Vea tidak kuat mendengarkan Wiliam terus bicara tentang penyatuan, dirinya meringkuk dan menangis tanpa bisa melakukan apa-apa, Wiliam yang berkuasa sekarang padanya. Dengan cepat pria tua itu membawa tubuh wanitanya ke atas tempat tidur yang bernuansa serba putih. Tatapan keduanya beradu dan Wiliam lembut memberikan ciumannya pada Vea.

"Bagus sayang, lakukan tugasmu dengan baik, kamu hanya perlu diam dan biarkan aku yang bekerja, kamu mau tetap bekerja bukan? Aku akan biarkan setelah ini, asalkan kamu menuruti semua kemauan aku, segalanya menjadi lancar," bisik Wiliam menggigit kecil telinga Vea.

Wanita itu tidak dapat berbuat apa-apa, dia hanya menerima apa yang dilakukan suaminya, seluruh tubuhnya begitu sangat panas, semua bagaikan mimpi buruk dengan mata terbuka.

Tok! Tok! Tok!

"Mas Wiliam! Keluar dari kamar, aku mau bicara padamu, kita harus biarkan Vea sembuh dulu baru kamu bisa melakukan sesuai dengan keinginanmu," teriak Silvi bersama Ria dan Cici.

Pria tua itu turun dari ranjangnya dan segera menggunakan celananya kembali dan membukakan pintu, ternyata Silvi terlambat, Wiliam sudah kembali membuat Vea trauma atas keinginan yang sangat berambisi itu.

Plak!

"Kamu tega ya, Mas. Kenapa kamu lakukan itu tanpa persetujuan aku dan yang lainnya? Kamu juga tau dia baru sembuh dari sakitnya dan sekarang kamu masih melakukan itu? Di mata otak kamu Mas?"

Kedua bola mata Silvi melebar kuat menatap mata suaminya sendiri, tidak habis pikir dengan Wiliam yang masih terus menyerang Vea dalam kondisi sakit bahkan lukanya belum kering.

"Silvi sayang, kamu tau kan kita harus punya keturunan, jadi aku sudah melakukan dengan cepat, sekarang dia bebas mau kemana aja, aku akan biarkan, bahkan kalian mau bersatu padu bergosip atau belanja pun aku tidak masalah, aku rasa tamparan kamu berlebihan sayang, jangan diulangi," kata Wiliam keluar dari kamar.

Ketiga istri Wiliam masuk ke dalam kamar melihat Vea yang masih terselimuti dengan selimut tebalnya, kini Silvi semakin yakin Vea sangat trauma atas perlakuan suaminya.

"Tenanglah, kami tidak jahat padamu, aku akan membantumu menggunakan pakaian kembali, percaya padaku," ucap Silvi pada Vea yang masih terus terisak.

Ria dan Cici hanya membantu sedikit membawakan air dari kamar mandi untuk membersihkan tubuh Vea, setidaknya mereka membantu madu mereka sendiri yang sudah dianggap saudara.

"Hiks, pria itu telah merenggut segalanya! Kalian tau itu kan? Dia jahat dan penuh dirasuki setan, aku tidak mau berurusan dengannya lagi, tolong, biarkan aku pergi dari sini, bantu aku kabur," pintanya memegang lengan Silvi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status