Jeffry berusaha kabur dari organisasi hitam tempat ia bekerja selama ini setelah melihat bagaimana keluarga salah seorang rekannya dibunuh dengan sadis setelah temannya mati. Tak ingin kematiannya membawa maut bagi keluarga kakaknya, Jeffry memutuskan ia harus keluar dari sana. Namun, keluar dari organisasi hitam sama sekali bukanlah hal yang mudah. Bahkan, begitu ia kabur, kakaknya dibunuh. Meninggalkannya dengan seorang keponakan berumur enam tahun. Jeffry tahu, mati mungkin lebih mudah dalam situasinya ini. Namun, ia harus bertahan setidaknya untuk keponakannya. Di tengah kaburnya, ketika Jeffry sudah yakin semua mungkin berakhir malam itu, ia dipertemukan dengan penolong tak terduga, Celine. Tak hanya itu, Celine yang ternyata adalah anggota keluarga konglomerat, menawarkan perlindungan untuk Jeffry, bahkan menawarkan pernikahan padanya. Apakah ini jebakan? Akankah hidupnya lebih tenang jika ia menikah dengan Celine? Atau, haruskah ia terus kabur sementara nyawa keponakannya dipertaruhkan?
Lihat lebih banyak“Jika kau menikah denganku, akan kupastikan tidak akan ada lagi satu orang pun yang bisa sembarangan menodongkan senjata padamu. Begitu kau menikah denganku, kau akan keluar dari gang buntu ini, dari kubangan air kotor ini, dan dari orang-orang ini. Aku bisa menjamin itu. Karena akulah yang akan melindungimu,” wanita bergaun merah itu bicara.
Jeff tertegun. Siapa wanita ini sebenarnya? Jeff tak bisa melihat wajahnya karena tertutup payung yang dinaungkan wanita itu di atasnya. Beberapa saat lalu, dia yakin dia sudah hampir mati. Bahkan kini, di bawahnya tergenang darah yang bercampur air hujan. Ia pikir, suara tembakan beruntun tadi akan mengakhiri hidupnya, tapi justru itu adalah algojo kematian untuk orang-orang yang mengepungnya.
“Kau … siapa?” tanya Jeff, tak sepenuhnya percaya pada wanita itu. Tangannya semakin erat memeluk Dion, keponakannya.
“Penyelamatmu.” Setelah mengatakan itu, wanita itu menaikkan payung di atas Jeff hingga tatapan mereka bertemu.
Saat itulah, napas Jeff seolah terhenti. Jeff tak merasa mengenal wajah itu. Wajah cantik yang terkesan begitu angkuh, tapi anggun. Mata biru kehijauan yang begitu kuat menyorot tepat ke mata Jeff. Bibir merahnya bergerak tatkala wanita itu berbicara lagi,
“Jadi, apa kau bersedia menjadi mempelai priaku?”
Jeff tak bisa langsung menjawab. Bahkan meski yang menawarkan itu adalah wanita cantik yang memukaunya, tapi Jeff tidak bisa bertindak gegabah. Ia tak tahu siapa wanita ini dan apa yang dia inginkan dari Jeff.
“Apa pun yang kau pikirkan sekarang, bukankah seharusnya kau memikirkan keselamatan anak itu lebih dulu?” sebut wanita itu.
Jeff seketika tersadar dan menunduk menatap keponakannya. Ya, itu benar. Keselamatan Dion adalah prioritasnya.
“Jika kau menikah denganku, maka aku akan menjamin kehidupan anak itu. Dia akan hidup dengan tenang dan bahagia, tanpa kekurangan suatu apa pun, tanpa ancaman dari apa pun, atau siapa pun,” ucap wanita itu.
Jeff kembali mendongak menatap wanita itu. “Apa aku bisa memercayaimu?” tanya Jeff.
“Percaya atau tidak, tapi kau tak punya jalan keluar lainnya selain aku,” wanita itu berkata dengan begitu yakin. “Lagipula, jika aku melakukan hal yang mencurigakan, bukankah akan mudah bagimu untuk menghabisiku yang hanya seorang wanita ini?”
Jeff mengernyit. Yang mengusik pikiran Jeff, jika memang wanita itu mencurigakan, apakah Jeff sanggup menghabisinya, ketika wanita itulah yang menjadi penyelamatnya?
Lalu, benarkah jika Jeff menikah dengan wanita itu, dia bisa benar-benar bebas dari organisasi itu?
***
Celine tahu pria itu belum sepenuhnya percaya padanya, jadi dari gang berkubang darah itu, Celine membawa pria itu ke hotel berbintang terdekat. Meski, hotel terdekat pun, jaraknya cukup jauh dari pinggiran kota itu. Ketika mereka tiba di hotel itu, keponakan Jeff sudah tertidur, sementara Jeff masih tampak waspada.
“Tidak perlu sewaspada itu terhadapku,” Celine berkata. “Aku bukan musuh. Aku bisa memastikan itu.”
Jeff tak menanggapi, tapi ketika pintu mobil itu dibukakan, pria itu turun bersama Celine. Meski begitu, pria itu masih tampak waspada dengan situasi sekitar. Dia terus memperhatikan sekeliling, seolah takut ada yang mengikuti.
“Tidak akan ada yang mengikuti kita kemari,” Celine memberitahunya. “Tempat ini aman.”
Jeff akhirnya menatap Celine. “Apa kau bahkan tahu siapa lawanmu?”
“Siapa pun mereka, tidak akan ada yang bisa mengganggumu selama ada aku di sini,” janji Celine.
Pria itu kemudian menatap keponakannya yang tidur di gendongannya. Ya, bahkan meski pria itu tak percaya pada Celine, ia tak punya pilihan lain. Saat ini, pasti anak dalam gendongannya itu yang menjadi prioritasnya.
Maka, tanpa menunggu tanggapan Jeff, Celine memimpin pria itu masuk ke lobi hotel. Terlepas dari penampilan Jeff yang kacau dan banyak noda darah dari pakaiannya, tak ada staf yang peduli. Pun, tak ada satu pengunjung pun yang ada di lobi hotel itu. Asisten Celine, Trent, pasti sudah membereskan detail-detail tidak penting itu.
Trent juga yang menyambut Celine di lobi dan mengantarkan Celine ke suite room hotel itu. Celine memberikan key card untuk akses masuk ke kamar Jeff di depan pintu suite room-nya.
“Orang-orangku akan berjaga di luar pintu kamarmu,” Celine berkata. “Make a good use of it.”
Namun, meski Celine mengatakannya seperti itu, ia yakin, malam ini pun, pria itu tidak akan berani tidur. Ia baru saja mengalami kenyataan yang lebih mengerikan dari mimpi buruk sekalipun. Hanya dalam satu malam, hidupnya berubah menjadi neraka.
Setelah Jeff masuk ke suite room-nya, Celine berpesan pada Trent,
“Berjagalah di depan kamarnya. Pastikan dia aman.”
“Baik, Nona.”
Saat ini, pria itu lebih membutuhkan perlindungan itu daripada Celine. Karena saat ini, lebih dari siapa pun, dia berada dalam kondisi yang paling lemah.
***
Jeff menoleh waspada ke pintu suite room itu karena suara ketukan di sana. Meski begitu, Jeff tidak bereaksi atau menjawab. Hingga ia mendengar suara dari luar,
“Tuan, saya Trent, asisten pribadi Nona Celine.”
Celine? Apa itu nama wanita itu? Dan Trent … sepertinya dia yang semalam menjemput mereka di lobi hotel.
Jeff menoleh ke pintu kamar tidur yang terbuka dan tampak Dion masih tidur di sana. Anak itu pasti sangat kelelahan. Ini kesempatan Jeff untuk berbicara dengan wanita itu ketika Dion sedang tidur. Jeff lantas berdiri dan membukakan pintu.
Namun, di depan pintu itu hanya ada Trent dan beberapa orang berjas lainnya. Salah satu dari mereka mendorong troli makanan.
“Nona Celine meminta saya mengantarkan sarapan untuk Tuan,” Trent memberitahu.
“Di mana wanita itu?” tanya Jeff tanpa basa-basi.
“I’m here.” Jawaban itu datang dari pintu suite room sebelah. Jeff menoleh dan tampak Celine sepertinya baru keluar dari sana. “Trent, suaramu terlalu keras sampai terdengar dari kamarku.”
“Sepertinya soundproof hotel ini tidak begitu bagus, Nona,” Trent menjawab.
“Alasan yang bagus,” sahut Celine sembari mendengus geli. Wanita itu menghampiri Jeff dan berdiri di depan Jeff.
Wanita itu berpostur tinggi, tapi tidak lebih tinggi dari Jeff. Bahkan, Jeff harus menunduk untuk menatap wajahnya. Namun, aura wanita itu benar-benar bukan hal yang harus diremehkan.
“Tidakkah kau terlalu waspada di depan seorang wanita?” ucap wanita itu. “Aku tidak akan melakukan apa pun padamu. Apa yang bisa dilakukan seorang wanita lemah sepertiku pada orang sekuat dirimu?”
Itu benar-benar omong kosong. Tidak hanya Jeff, bahkan mungkin Trent dan orang-orangnya yang ada di koridor ini pun, tidak akan berani menyebut wanita itu lemah.
“Pasti banyak yang ingin kau tanyakan, jadi kau bisa bertanya sambil sarapan,” ucap wanita itu. “Kau pasti juga belum makan dan belum tidur sejak semalam, kan?”
Jeff mengernyit. Wanita itu … tahu terlalu banyak. Namun, sepertinya dia tidak berniat buruk. Untuk saat ini, setidaknya demi keamanan dan keselamatan Dion, Jeff harus bekerja sama.
***
Setelah membiarkan beberapa mobil van hitam berpenumpang penuh mengikuti mobilnya di kawasan klub malam milik organisasi, Jeff membawa mereka ke sebuah gedung kosong di samping gang kecil yang terletak di pinggiran kota. Jeff memilih tempat yang sepi dan memperhitungkan jalur kabur dari atas gedung juga. Itu adalah tempat yang pas untuk one man squad.Jeff tiba di depan gedung itu bertepatan dengan suara petir yang menyambar keras, lalu diikuti hujan yang seketika mengguyur deras. Menerobos hujan, Jeff turun dari mobil tanpa mematikan mesinnya, dan berlari masuk ke gedung. Ia menekan tombol peledak yang sudah ia simpan di mobilnya tatkala orang-orang yang mengejarnya lewat. Itu mengulur waktu Jeff untuk mengambil jarak. Dia menaiki tangga dan bersiap di anak tangga teratas di lantai dua gedung kosong itu, menunggu mangsanya.Jeff tak kesulitan melawan mereka dari tangga. Posisinya lebih mudah untuk melawan banyak orang. Hingga seseorang mulai menggunakan senjata api. Jeff harus menghi
Jeff melompati meja-meja yang ada di restoran itu untuk tiba di meja tempat keponakannya berada dan segera menepis kotak susu di tangan keponakannya. Keponakannya itu tampak terkejut. “Om Jeff …” Jeff menatap sekeliling, tapi ia tak lagi menemukan Veros di sana. Namun, Jeff tetap waspada. “Om Jeff, ada apa?” tanya keponakannya itu. “Es krimku mana, Om?” Mendengar pertanyaan anak itu, Jeff tersadar. Ia menoleh ke tempat ia menjatuhkan nampan tadi. Namun, tidak hanya itu. Saat ini, para staf restoran sedang lekat menatapnya, beberapa ada yang berbisik-bisik. Gawat. Jeff tak bisa menarik perhatian lagi di sini. Dia harus segera pergi dari sini. Maka, Jeff segera menggendong keponakannya dan membawanya pergi dari sana tanpa makanan atau apa pun. Mereka kembali ke mobil. Dan begitu Jeff juga masuk ke mobil setelah memasukkan Dion ke mobil, keponakannya yang duduk di jok belakang itu kembali bertanya, “Kita tidak jadi makan, Om? Es krimku?” Jeff seketika merasa bersalah pada anak it
Tak pernah sekali pun seumur hidupnya, Jeff mengira dirinya akan berada di situasi seperti ini. Bertahun-tahun menghabiskan hidupnya sebagai bagian dari organisasi hitam, dengan tangan berlumuran darahnya, tak pernah terbayangkan dia akan menggenggam tangan kecil keponakannya dengan tangan yang sama. Namun, saat ini tak ada yang bisa dilakukan Jeff selain menggenggam tangan ini. Tidak. Ia tidak boleh melepaskan genggaman tangannya pada anak ini. Sampai ia memastikan anak ini aman. “Aku senang akhirnya bisa pergi ke sini dengan Om,” celetuk anak di sebelahnya ini. Jeff menoleh padanya. “Benarkah?” Anak itu mengangguk kuat. “Aku tidak akan marah lagi pada Papa karena tidak menepati janjinya. Dan aku senang karena aku akhirnya bisa bertemu dengan Om yang selama ini hanya diceritakan Mama.” Anak itu tersenyum lebar. Hati Jeff terasa sakit melihat senyum anak itu. Seandainya dia tahu, saat ini bahkan keselamatan orang tuanya tidak terjamin. Dan itu karena Jeff. Bahkan saat ini pun, ke
Jeff membawa Dion keluar kota, ke tempat di mana tidak ada markas Bernard di sana. Setelah berkemudi selama berjam-jam, sore itu mereka berhenti di salah satu restoran fast food, sesuai permintaan Dion. Karena sejak tadi pagi, mereka hanya makan roti dan camilan seadanya yang dibeli Jeff di toko kecil yang tidak memiliki CCTV. Jeff juga berusaha menghindari jalan-jalan yang memiliki CCTV untuk tiba di kota ini. Kota ini merupakan kota perbatasan antar provinsi. Kota yang terasa lebih tenang dari kota pada umumnya. Kota yang bisa dibilang cukup sepi. Mayoritas penduduk kota ini hanyalah pekerja kantoran dan swasta. Kota ini begitu damai dan jauh dari kriminalitas. Salah satu kota yang tak menarik minat Bernard untuk dikuasai. Begitu mereka tiba di kota ini dan mobilnya melewati restoran fast food, Dion heboh ingin makan kids meal kesukaannya. Dia bilang, papanya sudah berjanji mengajaknya ke fast food akhir pekan lalu, tapi papanya tidak menepatinya karena sibuk bekerja. Mendengar c
“Jadi, dia benar-benar menggunakan jalur kabur itu?” Bernard mendengus pelan. “Sayang sekali. Dia memilih teman yang salah.” “Aku akan mengeksekusi hukumannya, Bos,” Julian menawarkan diri. “Ya,” Bernard setuju. “Jika hal seperti itu saja tidak bisa kau lakukan, apa lagi yang bisa kau lakukan selain duduk di kursi pimpinan sambil menunggu Jeff membereskan semuanya?” “Aku akan segera kembali,” pamit Julian sembari membungkuk. “Pastikan kau membawa Jeff kemari setelah menghukumnya,” Bernard mengingatkannya. “Kau tahu apa resikonya jika dia tidak kembali ke rumah ini.” “Baik, Bos,” jawab Julian sebelum ia meninggalkan ruangan itu. Namun, begitu keluar dari ruangan Bernard itu, Julian langsung meninju tembok di samping pintu. Wajahnya tampak marah dan geram. Dia harus menggunakan kesempatan ini untuk menyingkirkan Jeff. Setelah Jeff dengan sendirinya meninggalkan markas ini, Julian tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini untuk menyingkirkan Jeff. Namun, Jeff bukan lawan yang mudah
Jeff mengumpat kasar sembari melajukan mobil dan membanting setir ke kanan, tapi truk itu sempat menyerempet bagian belakang mobilnya, membuat mobilnya otomatis terbanting ke arah kanan. Untungnya, alih-alih menabrak badan truk, mobilnya menghantam pembatas jalan lampu merah. Sementara, truk yang nyaris menghancurkan mobilnya tadi terus melaju. Jika Jeff tidak sedang buru-buru, ia pasti sudah mengejar truk itu dan memberi sopirnya pelajaran. Namun saat ini, yang terpenting adalah mobil ini masih bisa berjalan. Meski bagian pintu sebelah kanannya ringsek parah. Setidaknya, Jeff tidak sampai terluka meski hantaman tadi cukup memberikan tekanan keras di tangan dan kaki kanannya. Bahkan kepalanya juga terbentur ke sisi mobil tadi. Pandangannya sedikit goyah, tapi Jeff tidak merasa terganggu dengan itu. Jalanan yang sepi karena malam sudah begitu larut memudahkan Jeff untuk meninggalkan TKP. Saat ini, prioritasnya adalah keponakannya. Maka, dengan mobil ringsek itu, Jeff melaju dengan ke
Setelah berpesan pada orang-orangnya jika ia perlu keluar sebentar, Jeff bergegas memacu mobilnya meninggalkan markas. Jeff mungkin tidak pernah menyebutkan tentang ia punya keluarga. Ia juga tidak pernah sekali pun menyinggung tentang keluarganya.Bahkan, enam belas tahun lalu ketika ia masuk ke jeruji besi dan bertemu dengan salah satu orang organisasi yang membawanya masuk ke organisasi ini, ia tidak menyebutkan tentang keluarganya. Saat itu, ia sudah bertekad untuk memutus hubungan dengan keluarganya.Namun, jika Bernard mencari tahu …Tidak, tidak. Mereka bahkan sudah bukan lagi keluarga di atas kertas sekarang. Ginna, kakaknya, sudah menikah. Bahkan, sekitar enam tahun lalu, setelah delapan tahun usia pernikahannya, dia akhirnya melahirkan seorang putra yang sehat.Sejak Jeff menjadi tahanan, ia berusaha memutuskan hubungan dengan kakaknya. Ia menolak semua kunjungan karena tahu satu-satunya orang yang mengunjunginya adalah kakaknya. Dan keputusan Jeff semakin mantap ketika ia a
Jeff baru saja kembali dari pemakaman Barga larut malam itu. Pemakaman itu dilakukan di salah satu lahan kosong milik organisasi. Makam Tanpa Nama. Hanya ada batu penanda di atas gundukan tanah tempat Barga dikuburkan. Meski begitu, Jeff berpikir untuk memberitahu keluarga Barga tentang kematian Barga. Namun, apa yang akan ia katakan pada mereka tentang kematian Barga? Dia tidak mungkin mengatakan jika Barga mati tertembak karena kelalaian Jeff, kan? Jeff menghentikan langkah di pintu belakang markas. Ia harus melapor pada bos besarnya, Bernard, bahkan meski orang-orangnya sudah melapor ketika mereka tiba kemarin. Namun, Jeff bertanggung jawab untuk tetap melapor langsung pada bos besarnya itu semenjak ia menjadi salah satu bos di organisasi. Biasanya, Bernard hanya datang ke markas jika ada hal penting atau misi penting yang harus mereka lakukan. Dan tidak banyak yang bisa menemui Bernard. Markas mereka ada di beberapa tempat dan penanggung jawab markas ini ada setidaknya lima ora
Beberapa hari sebelumnya … “Kau benar-benar akan pulang minggu ini?” tanya Jeff pada kroninya, Barga, yang sudah menjadi rekannya selama beberapa tahun terakhir ini di organisasi hitam tempatnya bekerja. Barga mengembuskan asap rokok dari mulutnya dan mengangguk. “Aku mungkin butuh bantuanmu lagi untuk menyelinap keluar agar aku bisa menemui keluargaku.” “Apa kau sadar betapa beresikonya itu?” Jeff mengingatkannya. Barga mendengus pelan, seolah meledek. “Kau yang tak punya keluarga, tidak akan pernah tahu bagaimana rasanya hidup jauh dari keluarga,” sebutnya. “Kita bicarakan lagi ini nanti setelah kau menikah dan punya anak yang lucu. Lihat apa kau bisa melewatkan sepanjang tahun tanpa menemui mereka.” “Kau baru menemui mereka minggu lalu ketika mendapat jadwal off, astaga,” dengus Jeff. “Minggu lalu hari ulang tahun istriku dan minggu ini ulang tahun anakku,” tandas Barga. “Bagaimana bisa aku tidak pulang untuk mereka?” Jeff hanya geleng-geleng kepala. Barga menjatuhkan rokok
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen