“Jika kau menikah denganku, akan kupastikan tidak akan ada lagi satu orang pun yang bisa sembarangan menodongkan senjata padamu. Begitu kau menikah denganku, kau akan keluar dari gang buntu ini, dari kubangan air kotor ini, dan dari orang-orang ini. Aku bisa menjamin itu. Karena akulah yang akan melindungimu,” wanita bergaun merah itu bicara.Jeff tertegun. Siapa wanita ini sebenarnya? Jeff tak bisa melihat wajahnya karena tertutup payung yang dinaungkan wanita itu di atasnya. Beberapa saat lalu, dia yakin dia sudah hampir mati. Bahkan kini, di bawahnya tergenang darah yang bercampur air hujan. Ia pikir, suara tembakan beruntun tadi akan mengakhiri hidupnya, tapi justru itu adalah algojo kematian untuk orang-orang yang mengepungnya.“Kau … siapa?” tanya Jeff, tak sepenuhnya percaya pada wanita itu. Tangannya semakin erat memeluk Dion, keponakannya.“Penyelamatmu.” Setelah mengatakan itu, wanita itu menaikkan payung di atas Jeff hingga tatapan mereka bertemu.Saat itulah, napas Jeff se
Wanita itu tak mengatakan apa pun sepanjang mereka sarapan. Jeff sendiri tak tahu apa saja yang ia masukkan ke mulutnya. Ia tak peduli, selama ia bisa mengisi energi. Sepanjang sarapan itu, Jeff tak mengurangi kewaspadaannya dari wanita yang duduk di ujung lain meja makan itu.“Aku memesan cukup banyak makanan. Tapi, jika kau masih merasa kurang …”“Ini sudah cukup,” Jeff menyela. “Ada hal lain selain makanan yang seharusnya kau berikan padaku.”Wanita itu menghela napas. “Baiklah. Kau bisa bertanya,” ucap wanita itu.“Siapa kau sebenarnya?” Jeff bertanya tanpa basa-basi.Tidak hanya wanita itu bisa melawan orang-orang yang mengepung Jeff semalam dengan mudah, ketika mereka tiba di hotel ini pun, mereka bisa masuk tanpa menarik perhatian para staf hotel. Seolah … hotel ini adalah milik wanita itu.Wanita itu menjentikkan jari, lalu Trent yang berdiri di belakang wanita itu, menghampiri Jeff dan meletakkan sebuah kartu nama di meja. Jeff tak mengambil kartu nama itu, tapi dia bisa memb
Setelah Jeff menandatangani kontrak pernikahannya dengan Celine, dia meminta waktu mengenai syarat untuk diajukan pada wanita itu. Wanita itu lantas menawarkan agar mereka tinggal di rumahnya untuk keamanan. Jeff tak punya alasan untuk menolak itu. Terlebih, itu yang lebih dia butuhkan saat ini.Jeff tidak terkejut ketika mereka tiba di rumah Celine. Wanita itu adalah putri konglomerat. Itu pun, putri tunggal. Kedua orang tuanya sudah meninggal dan dia pemilik saham terbesar di Royale Group. Terlepas dari kekuasan besarnya itu, sepertinya dia punya banyak musuh yang membatasi gerak-geriknya di perusahaan. Karena itulah, dia membutuhkan Jeff.“Ini rumah Tante?” tanya Dion ketika mereka turun dari mobil.“Bukan,” jawab Celine. “Ini rumah kita.” Wanita itu tersenyum pada Dion.“Kita benar-benar akan tinggal bersama … dengan Om dan Tante juga …” Mata Dion berbinar senang.Jeff tersenyum ketika anak itu menoleh padanya. Ya, saat ini anak itu hanya perlu tahu hal-hal yang akan membuatnya te
Jeff menahan napas tatkala dia dan Celine akhirnya sah menjadi suami-istri. Satu minggu setelah Jeff datang ke rumah Celine, mereka mendaftarkan pernikahan mereka dan melangsungkan upacara pernikahan dengan sederhana di rumah itu, yang hanya dihadiri orang rumah itu dan orang-orang yang mengawal Celine. Meski begitu, Celine berkata jika resepsi pernikahan akan dilangsungkan besar-besaran.Jeff melirik ke arah Celine yang kini resmi menjadi istrinya. Tak sedikit pun terbayang dalam pikirannya, ia akan benar-benar bebas dari organisasi hitam yang menaunginya belasan tahun terakhir ini. Jeff bahkan harus membuang keluarganya sendiri demi keselamatan mereka. Namun, sekarang dia malah di sini, menikah dengan putri konglomerat yang tiba-tiba menjadi penyelamatnya.Namun, tentu saja Jeff tahu, ini bukan pernikahan biasa. Setelah ini, akan ada banyak hal yang harus ia lakukan untuk membayar pernikahan yang menjamin keselamatannya dan keponakannya ini.“Aku tahu ada banyak hal di kepalamu seka
Satu-satunya alasan Jeff tidak se-nervous dari saat ia akan berangkat dari rumah Celine tadi adalah karena wanita itu ikut pergi bersamanya ke headquarter Royale Group. Terlepas dari mendadaknya berita pernikahan mereka dan mendadaknya kedatangan mereka pagi itu, ada banyak eksekutif yang hadir dan menyambut kedatangan mereka di lobi.Jeff tahu ia tidak seharusnya gentar, tapi ia tidak terbiasa menghadapi orang-orang ini. Tidak dengan cara seperti ini. Kecuali jika Celine memberinya tugas untuk membunuh mereka semua di sini, Jeff akan melakukan itu dengan percaya diri.“Jeff,” panggil Celine pelan.Jeff menoleh padanya.“Jangan berpikir untuk melakukan hal-hal aneh di sini,” ucap wanita itu sembari tersenyum geli. “Aku seolah bisa mendengar apa yang kau pikirkan.”“Ah … maaf …” Jeff tersenyum kecil.Ia merasa lebih relaks sekarang. Celine seolah mengatakan jika Jeff tidak akan perlu melakukan hal seperti itu selama Celine ada di sampingnya.Ketika mereka menaiki lift, Celine berkata,
Celine ikut mendengarkan apa yang dikatakan Bernard pada Jeff tadi.Berhati-hati pada Celine? Huh, pria itu belum-belum sudah berusaha menjegal Celine. Namun, Celine tak merasa perlu mengkhawatirkan itu. Jeff tidak bodoh. Saat ini, Bernard adalah musuhnya. Pria itu tidak akan …Tut. Sambungan telepon diputus. Celine tertegun.Jeff? Dia memutus sambungan telepon dan tak membiarkan Celine mendengar percakapannya dengan Bernard? Apa yang pria itu pikirkan?Celine mengepalkan tangan geram. Namun, ia berusaha menenangkan diri. Ada Erin di sana.Ugh, sial. Apa yang Celine lakukan ini? Apa kepercayaannya pada Jeff hanya sebatas ini? Dia tahu Jeff lebih baik dari siapa pun. Pria itu tidak akan goyah karena orang seperti Bernard.Terlebih, tidakkah ini terlalu awal untuk kecurigaan di antara mereka? Meski, Celine tidak akan menyalahkan Jeff jika pria itu mengamuk saat ia mengetahui apa yang disembunyikan Celine darinya. Namun, tidak sekarang. Jika kepercayaan pria itu pada Celine sudah goyah s
Ketika Jeff masuk ke ruang keluarga, ia melihat Dion dan Celine ada di sana. Mereka tampak bersenang-senang dengan tumpukan buku di depan mereka. Jeff merasa sedikit cemburu karena tidak berada di antara mereka. Namun, perasaan itu tak bertahan lama karena Dion langsung menghambur ke arahnya dan berceloteh menceritakan tentang buku-buku barunya yang dibelikan Celine.Jeff menatap Celine, tapi ia tak tahu harus mengatakan apa pada wanita itu. Setelah memutus sambungan telepon seperti tadi, Jeff tak sanggup menelepon Celine lagi untuk memberikan penjelasan. Ia tak tahu harus bagaimana mengatakannya pada wanita itu.Jeff akhirnya kembali menatap Dion dan bertanya, “Tapi, apa kau merepotkan orang-orang rumah selama Om tidak di sini?”“Tidak! Aku jadi anak baik dan tidak merepotkan siapa pun. Aku makan tepat waktu dan menghabiskan makananku,” jawab Dion lancar.Jeff tersenyum. Syukurlah. Tampaknya Dion benar-benar sudah merasa nyaman di sini. “Good boy,” ucap Jeff. “Kau juga tidak menggang
Beberapa hari sebelumnya … “Kau benar-benar akan pulang minggu ini?” tanya Jeff pada kroninya, Barga, yang sudah menjadi rekannya selama beberapa tahun terakhir ini di organisasi hitam tempatnya bekerja. Barga mengembuskan asap rokok dari mulutnya dan mengangguk. “Aku mungkin butuh bantuanmu lagi untuk menyelinap keluar agar aku bisa menemui keluargaku.” “Apa kau sadar betapa beresikonya itu?” Jeff mengingatkannya. Barga mendengus pelan, seolah meledek. “Kau yang tak punya keluarga, tidak akan pernah tahu bagaimana rasanya hidup jauh dari keluarga,” sebutnya. “Kita bicarakan lagi ini nanti setelah kau menikah dan punya anak yang lucu. Lihat apa kau bisa melewatkan sepanjang tahun tanpa menemui mereka.” “Kau baru menemui mereka minggu lalu ketika mendapat jadwal off, astaga,” dengus Jeff. “Minggu lalu hari ulang tahun istriku dan minggu ini ulang tahun anakku,” tandas Barga. “Bagaimana bisa aku tidak pulang untuk mereka?” Jeff hanya geleng-geleng kepala. Barga menjatuhkan rokok
Setelah membiarkan beberapa mobil van hitam berpenumpang penuh mengikuti mobilnya di kawasan klub malam milik organisasi, Jeff membawa mereka ke sebuah gedung kosong di samping gang kecil yang terletak di pinggiran kota. Jeff memilih tempat yang sepi dan memperhitungkan jalur kabur dari atas gedung juga. Itu adalah tempat yang pas untuk one man squad.Jeff tiba di depan gedung itu bertepatan dengan suara petir yang menyambar keras, lalu diikuti hujan yang seketika mengguyur deras. Menerobos hujan, Jeff turun dari mobil tanpa mematikan mesinnya, dan berlari masuk ke gedung. Ia menekan tombol peledak yang sudah ia simpan di mobilnya tatkala orang-orang yang mengejarnya lewat. Itu mengulur waktu Jeff untuk mengambil jarak. Dia menaiki tangga dan bersiap di anak tangga teratas di lantai dua gedung kosong itu, menunggu mangsanya.Jeff tak kesulitan melawan mereka dari tangga. Posisinya lebih mudah untuk melawan banyak orang. Hingga seseorang mulai menggunakan senjata api. Jeff harus menghi
Jeff melompati meja-meja yang ada di restoran itu untuk tiba di meja tempat keponakannya berada dan segera menepis kotak susu di tangan keponakannya. Keponakannya itu tampak terkejut. “Om Jeff …” Jeff menatap sekeliling, tapi ia tak lagi menemukan Veros di sana. Namun, Jeff tetap waspada. “Om Jeff, ada apa?” tanya keponakannya itu. “Es krimku mana, Om?” Mendengar pertanyaan anak itu, Jeff tersadar. Ia menoleh ke tempat ia menjatuhkan nampan tadi. Namun, tidak hanya itu. Saat ini, para staf restoran sedang lekat menatapnya, beberapa ada yang berbisik-bisik. Gawat. Jeff tak bisa menarik perhatian lagi di sini. Dia harus segera pergi dari sini. Maka, Jeff segera menggendong keponakannya dan membawanya pergi dari sana tanpa makanan atau apa pun. Mereka kembali ke mobil. Dan begitu Jeff juga masuk ke mobil setelah memasukkan Dion ke mobil, keponakannya yang duduk di jok belakang itu kembali bertanya, “Kita tidak jadi makan, Om? Es krimku?” Jeff seketika merasa bersalah pada anak it
Tak pernah sekali pun seumur hidupnya, Jeff mengira dirinya akan berada di situasi seperti ini. Bertahun-tahun menghabiskan hidupnya sebagai bagian dari organisasi hitam, dengan tangan berlumuran darahnya, tak pernah terbayangkan dia akan menggenggam tangan kecil keponakannya dengan tangan yang sama. Namun, saat ini tak ada yang bisa dilakukan Jeff selain menggenggam tangan ini. Tidak. Ia tidak boleh melepaskan genggaman tangannya pada anak ini. Sampai ia memastikan anak ini aman. “Aku senang akhirnya bisa pergi ke sini dengan Om,” celetuk anak di sebelahnya ini. Jeff menoleh padanya. “Benarkah?” Anak itu mengangguk kuat. “Aku tidak akan marah lagi pada Papa karena tidak menepati janjinya. Dan aku senang karena aku akhirnya bisa bertemu dengan Om yang selama ini hanya diceritakan Mama.” Anak itu tersenyum lebar. Hati Jeff terasa sakit melihat senyum anak itu. Seandainya dia tahu, saat ini bahkan keselamatan orang tuanya tidak terjamin. Dan itu karena Jeff. Bahkan saat ini pun, ke
Jeff membawa Dion keluar kota, ke tempat di mana tidak ada markas Bernard di sana. Setelah berkemudi selama berjam-jam, sore itu mereka berhenti di salah satu restoran fast food, sesuai permintaan Dion. Karena sejak tadi pagi, mereka hanya makan roti dan camilan seadanya yang dibeli Jeff di toko kecil yang tidak memiliki CCTV. Jeff juga berusaha menghindari jalan-jalan yang memiliki CCTV untuk tiba di kota ini. Kota ini merupakan kota perbatasan antar provinsi. Kota yang terasa lebih tenang dari kota pada umumnya. Kota yang bisa dibilang cukup sepi. Mayoritas penduduk kota ini hanyalah pekerja kantoran dan swasta. Kota ini begitu damai dan jauh dari kriminalitas. Salah satu kota yang tak menarik minat Bernard untuk dikuasai. Begitu mereka tiba di kota ini dan mobilnya melewati restoran fast food, Dion heboh ingin makan kids meal kesukaannya. Dia bilang, papanya sudah berjanji mengajaknya ke fast food akhir pekan lalu, tapi papanya tidak menepatinya karena sibuk bekerja. Mendengar c
“Jadi, dia benar-benar menggunakan jalur kabur itu?” Bernard mendengus pelan. “Sayang sekali. Dia memilih teman yang salah.” “Aku akan mengeksekusi hukumannya, Bos,” Julian menawarkan diri. “Ya,” Bernard setuju. “Jika hal seperti itu saja tidak bisa kau lakukan, apa lagi yang bisa kau lakukan selain duduk di kursi pimpinan sambil menunggu Jeff membereskan semuanya?” “Aku akan segera kembali,” pamit Julian sembari membungkuk. “Pastikan kau membawa Jeff kemari setelah menghukumnya,” Bernard mengingatkannya. “Kau tahu apa resikonya jika dia tidak kembali ke rumah ini.” “Baik, Bos,” jawab Julian sebelum ia meninggalkan ruangan itu. Namun, begitu keluar dari ruangan Bernard itu, Julian langsung meninju tembok di samping pintu. Wajahnya tampak marah dan geram. Dia harus menggunakan kesempatan ini untuk menyingkirkan Jeff. Setelah Jeff dengan sendirinya meninggalkan markas ini, Julian tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini untuk menyingkirkan Jeff. Namun, Jeff bukan lawan yang mudah
Jeff mengumpat kasar sembari melajukan mobil dan membanting setir ke kanan, tapi truk itu sempat menyerempet bagian belakang mobilnya, membuat mobilnya otomatis terbanting ke arah kanan. Untungnya, alih-alih menabrak badan truk, mobilnya menghantam pembatas jalan lampu merah. Sementara, truk yang nyaris menghancurkan mobilnya tadi terus melaju. Jika Jeff tidak sedang buru-buru, ia pasti sudah mengejar truk itu dan memberi sopirnya pelajaran. Namun saat ini, yang terpenting adalah mobil ini masih bisa berjalan. Meski bagian pintu sebelah kanannya ringsek parah. Setidaknya, Jeff tidak sampai terluka meski hantaman tadi cukup memberikan tekanan keras di tangan dan kaki kanannya. Bahkan kepalanya juga terbentur ke sisi mobil tadi. Pandangannya sedikit goyah, tapi Jeff tidak merasa terganggu dengan itu. Jalanan yang sepi karena malam sudah begitu larut memudahkan Jeff untuk meninggalkan TKP. Saat ini, prioritasnya adalah keponakannya. Maka, dengan mobil ringsek itu, Jeff melaju dengan ke
Setelah berpesan pada orang-orangnya jika ia perlu keluar sebentar, Jeff bergegas memacu mobilnya meninggalkan markas. Jeff mungkin tidak pernah menyebutkan tentang ia punya keluarga. Ia juga tidak pernah sekali pun menyinggung tentang keluarganya.Bahkan, enam belas tahun lalu ketika ia masuk ke jeruji besi dan bertemu dengan salah satu orang organisasi yang membawanya masuk ke organisasi ini, ia tidak menyebutkan tentang keluarganya. Saat itu, ia sudah bertekad untuk memutus hubungan dengan keluarganya.Namun, jika Bernard mencari tahu …Tidak, tidak. Mereka bahkan sudah bukan lagi keluarga di atas kertas sekarang. Ginna, kakaknya, sudah menikah. Bahkan, sekitar enam tahun lalu, setelah delapan tahun usia pernikahannya, dia akhirnya melahirkan seorang putra yang sehat.Sejak Jeff menjadi tahanan, ia berusaha memutuskan hubungan dengan kakaknya. Ia menolak semua kunjungan karena tahu satu-satunya orang yang mengunjunginya adalah kakaknya. Dan keputusan Jeff semakin mantap ketika ia a
Jeff baru saja kembali dari pemakaman Barga larut malam itu. Pemakaman itu dilakukan di salah satu lahan kosong milik organisasi. Makam Tanpa Nama. Hanya ada batu penanda di atas gundukan tanah tempat Barga dikuburkan. Meski begitu, Jeff berpikir untuk memberitahu keluarga Barga tentang kematian Barga. Namun, apa yang akan ia katakan pada mereka tentang kematian Barga? Dia tidak mungkin mengatakan jika Barga mati tertembak karena kelalaian Jeff, kan? Jeff menghentikan langkah di pintu belakang markas. Ia harus melapor pada bos besarnya, Bernard, bahkan meski orang-orangnya sudah melapor ketika mereka tiba kemarin. Namun, Jeff bertanggung jawab untuk tetap melapor langsung pada bos besarnya itu semenjak ia menjadi salah satu bos di organisasi. Biasanya, Bernard hanya datang ke markas jika ada hal penting atau misi penting yang harus mereka lakukan. Dan tidak banyak yang bisa menemui Bernard. Markas mereka ada di beberapa tempat dan penanggung jawab markas ini ada setidaknya lima ora
Beberapa hari sebelumnya … “Kau benar-benar akan pulang minggu ini?” tanya Jeff pada kroninya, Barga, yang sudah menjadi rekannya selama beberapa tahun terakhir ini di organisasi hitam tempatnya bekerja. Barga mengembuskan asap rokok dari mulutnya dan mengangguk. “Aku mungkin butuh bantuanmu lagi untuk menyelinap keluar agar aku bisa menemui keluargaku.” “Apa kau sadar betapa beresikonya itu?” Jeff mengingatkannya. Barga mendengus pelan, seolah meledek. “Kau yang tak punya keluarga, tidak akan pernah tahu bagaimana rasanya hidup jauh dari keluarga,” sebutnya. “Kita bicarakan lagi ini nanti setelah kau menikah dan punya anak yang lucu. Lihat apa kau bisa melewatkan sepanjang tahun tanpa menemui mereka.” “Kau baru menemui mereka minggu lalu ketika mendapat jadwal off, astaga,” dengus Jeff. “Minggu lalu hari ulang tahun istriku dan minggu ini ulang tahun anakku,” tandas Barga. “Bagaimana bisa aku tidak pulang untuk mereka?” Jeff hanya geleng-geleng kepala. Barga menjatuhkan rokok