Celine ikut mendengarkan apa yang dikatakan Bernard pada Jeff tadi.
Berhati-hati pada Celine? Huh, pria itu belum-belum sudah berusaha menjegal Celine. Namun, Celine tak merasa perlu mengkhawatirkan itu. Jeff tidak bodoh. Saat ini, Bernard adalah musuhnya. Pria itu tidak akan …
Tut. Sambungan telepon diputus. Celine tertegun.
Jeff? Dia memutus sambungan telepon dan tak membiarkan Celine mendengar percakapannya dengan Bernard? Apa yang pria itu pikirkan?
Celine mengepalkan tangan geram. Namun, ia berusaha menenangkan diri. Ada Erin di sana.
Ugh, sial. Apa yang Celine lakukan ini? Apa kepercayaannya pada Jeff hanya sebatas ini? Dia tahu Jeff lebih baik dari siapa pun. Pria itu tidak akan goyah karena orang seperti Bernard.
Terlebih, tidakkah ini terlalu awal untuk kecurigaan di antara mereka? Meski, Celine tidak akan menyalahkan Jeff jika pria itu mengamuk saat ia mengetahui apa yang disembunyikan Celine darinya. Namun, tidak sekarang. Jika kepercayaan pria itu pada Celine sudah goyah sejak awal, pria itu tidak akan benar-benar bisa bebas dari organisasi hitam yang merantainya.
Celine menghela napas berat. Bernard, pria licik itu. Bahkan setelah semua yang dia lakukan pada Jeff, dia masih berani muncul di depan Jeff. Well, tidak mengejutkan. Saat ini, pasti dia semakin menginginkan Jeff. Karena itu, dia mengambil resiko. Bahkan meski nyawa dan seluruh organisasinya dipertaruhkan di sini.
Jeff cukup berharga untuk pengorbanan itu.
***
“Apa maksudmu?” tuntut Jeff sembari berdiri dan menatap tajam Bernard, tanpa membalas uluran tangannya.
“Apa kau tidak penasaran, alasan wanita itu memilihmu untuk menjadi suaminya ketika dia tak tahu apa pun tentangmu?” lanjut Bernard, meninggalkan formalitas. “Kau juga … tak tahu apa pun tentang wanita itu, kan?”
“Dan menurutmu, kau tahu tentang istriku?” balas Jeff sengit.
Bernard tersenyum. “Jika ada yang ingin kau tanyakan tentang istrimu, kau bisa datang langsung padaku. Aku akan memberitahumu semua yang ingin kau tahu tentang istrimu,” ucapnya.
“Apa yang membuatmu berpikir aku akan datang padamu untuk mencari tahu tentang istriku sendiri?” balas Jeff dingin. “Kalaupun ada yang perlu aku tahu tentang istriku, aku akan bertanya langsung padanya.”
“Ah, benar juga.” Bernard tersenyum kecil, tapi Jeff bisa melihat kelicikan di sana.
“Jika tak ada lagi yang ingin kau katakan, kau bisa pergi,” Jeff menutup. “Dan aku tidak suka kau bersikap sok kenal padaku di sini.”
Jeff melirik Julian yang tampak mengepalkan tangan geram. Ya, saat ini dia mungkin ingin menghajar Jeff di sini, tapi sepertinya tak ada yang bisa dia lakukan. Kalaupun dia bisa, dia tidak akan bisa mendaratkan satu pukulan pun pada Jeff.
“Saya mohon maaf jika saya menyinggung Tuan Jeff. Saya berjanji, hal seperti ini tidak akan terjadi lagi, Tuan,” janji Bernard.
Bernard kemudian membungkuk pada Jeff sembari pamit, sebelum ia meninggalkan ruangan itu bersama Julian. Seperginya Bernard dan Julian, Jeff terduduk di kursinya sembari mengembuskan napas berat. Namun kemudian, ia tersadar jika ada Erin di sana dan Jeff segera menegakkan tubuh.
“Saya akan meminta tamu berikutnya menunggu selama tiga puluh menit,” Erin berkata.
“Sepuluh menit,” Jeff membalas. “Beri aku waktu sepuluh menit.”
“Baik, Tuan.” Lalu, Erin keluar dari ruangan itu, meninggalkan Jeff sendirian di sana.
Jeff mendaratkan kepala di sandaran kursi kerjanya dan menatap langit-langit ruangan itu. Ia tak menduga akan bertemu dengan Bernard secepat ini. Ia benar-benar beruntung karena masih bisa mengendalikan dirinya sendiri. Antara dia ingin menghancurkan Bernard, sekaligus takut jika Bernard akan melakukan sesuatu pada Dion dan Celine. Untungnya, Jeff masih bisa menjaga kewarasannya dan mempertahankan ketenangannya di depan Bernard.
Sekarang, setelah mereka bertemu di sini, Jeff menemukan jalan untuk membalas Bernard. Dia bahkan membungkuk di depan Jeff. Seperti yang dijanjikan Celine, Bernard tak akan bisa melakukan apa pun pada Jeff dan Dion. Namun, bukan berarti ketakutan itu lenyap begitu saja. Jeff tahu Bernard lebih baik dari siapa pun. Dia bukan orang yang akan menyerah dengan mudah meski berhadapan dengan kekuasaan yang lebih besar darinya.
Itulah salah satu alasan organisasinya cukup ditakuti. Kebenaranian Bernard untuk melawan siapa pun yang bahkan lebih tangguh darinya membuatnya menjadi lawan yangtak bisa diremehkan. Dia selalu punya cara licik untuk melawan mereka yang lebih kuat.
Mungkin, saat ini dia tak bisa melakukan apa pun pada Jeff. Namun, bukan berarti dia akan berhenti mencari cara untuk terus mendekati Jeff. Seperti tadi. Dan kali ini, dia mungkin akan menggunakan Celine.
Ah, Celine.
Jeff seketika menegakkan tubuh dan menunduk menatap ponselnya di meja. Sambungan telepon dengan Celine tadi terputus. Apa yang wanita itu pikirkan tentangnya sekarang? Dia mungkin berpikir jika Jeff goyah karena Bernard. Jeff harus menjelaskan pada Celine.
Namun, bagaimana Jeff akan menjelaskannya pada Celine?
***
Sore itu, Celine menemani Dion mengecek buku-buku ensiklopedia yang Celine belikan untuk anak itu. Kemarin, anak itu menyebutkan tentang buku ensiklopedia dinosaurus yang dia punya di rumahnya pada Eddie. Jadi, tadi Celine mengirim salah satu orangnya untuk membelikan berbagai macam buku ensiklopedia anak. Keputusannya tidak salah. Dion tampak senang ketika menerima buku-buku itu dan menghabiskan sepanjang sore memeriksa buku-buku itu.
“Tante, aku suka sekali buku-buku ini. Terima kasih, Tante Celine,” ucap Dion sembari tersenyum lebar padanya.
Celine membalas senyum anak itu. “Kalau ada buku lain yang Dion mau, Dion bisa mengatakannya pada Tante,” ucapnya.
Dion mengangguk, lalu kembali asyik dengan buku-buku itu. Saat itulah, pintu ruang keluarga tempat mereka berada terbuka dan Jeff muncul dari balik pintu itu.
“Om Jeff!” seru Dion sembari berdiri dan menghambur ke arah Jeff.
Jeff tersenyum dan membungkuk untuk menyambut Dion dan mengangkat anak itu ke gendongannya. Dion lantas menceritakan tentang buku-buku barunya yang dibelikan Celine. Jeff menatap Celine selama beberapa saat, tapi pria itu tak mengatakan apa pun. Bahkan setelah dia memutus sambungan telepon mereka seperti tadi, dia tidak lagi menelepon Celine.
Meski begitu, Celine tak ingin mendesak pria itu. Jeff pasti punya alasannya sendiri. Untuk saat ini, dia tidak akan membahas itu karena ada Dion di sini.
“Tapi, apa kau merepotkan orang-orang rumah selama Om tidak di sini?” interogasi Jeff pada Dion.
“Tidak!” tepis Dion. “Aku jadi anak baik dan tidak merepotkan siapa pun. Aku makan tepat waktu dan menghabiskan makananku.”
Jeff tersenyum mendengar itu. “Good boy,” pujinya. “Kau juga tidak mengganggu tantemu, kan?”
“Tidak,” jawab Dion. “Tanya saja pada Tante Celine.”
Jeff kembali menatap Celine, tapi pria itu masih tak mengatakan apa pun. Ah, rasanya seolah ada jarak dan tembok tinggi yang menghalangi mereka. Pria itu yang mengatakan tentang mereka yang kini menjadi keluarga, tapi saat ini … Celine seolah tak bisa masuk ke konsep keluarga yang ada di depannya itu.
Ah … tidakkah pria itu terlalu cepat berpaling dari Celine?
***
Ketika Jeff masuk ke ruang keluarga, ia melihat Dion dan Celine ada di sana. Mereka tampak bersenang-senang dengan tumpukan buku di depan mereka. Jeff merasa sedikit cemburu karena tidak berada di antara mereka. Namun, perasaan itu tak bertahan lama karena Dion langsung menghambur ke arahnya dan berceloteh menceritakan tentang buku-buku barunya yang dibelikan Celine.Jeff menatap Celine, tapi ia tak tahu harus mengatakan apa pada wanita itu. Setelah memutus sambungan telepon seperti tadi, Jeff tak sanggup menelepon Celine lagi untuk memberikan penjelasan. Ia tak tahu harus bagaimana mengatakannya pada wanita itu.Jeff akhirnya kembali menatap Dion dan bertanya, “Tapi, apa kau merepotkan orang-orang rumah selama Om tidak di sini?”“Tidak! Aku jadi anak baik dan tidak merepotkan siapa pun. Aku makan tepat waktu dan menghabiskan makananku,” jawab Dion lancar.Jeff tersenyum. Syukurlah. Tampaknya Dion benar-benar sudah merasa nyaman di sini. “Good boy,” ucap Jeff. “Kau juga tidak menggang
Beberapa hari sebelumnya … “Kau benar-benar akan pulang minggu ini?” tanya Jeff pada kroninya, Barga, yang sudah menjadi rekannya selama beberapa tahun terakhir ini di organisasi hitam tempatnya bekerja. Barga mengembuskan asap rokok dari mulutnya dan mengangguk. “Aku mungkin butuh bantuanmu lagi untuk menyelinap keluar agar aku bisa menemui keluargaku.” “Apa kau sadar betapa beresikonya itu?” Jeff mengingatkannya. Barga mendengus pelan, seolah meledek. “Kau yang tak punya keluarga, tidak akan pernah tahu bagaimana rasanya hidup jauh dari keluarga,” sebutnya. “Kita bicarakan lagi ini nanti setelah kau menikah dan punya anak yang lucu. Lihat apa kau bisa melewatkan sepanjang tahun tanpa menemui mereka.” “Kau baru menemui mereka minggu lalu ketika mendapat jadwal off, astaga,” dengus Jeff. “Minggu lalu hari ulang tahun istriku dan minggu ini ulang tahun anakku,” tandas Barga. “Bagaimana bisa aku tidak pulang untuk mereka?” Jeff hanya geleng-geleng kepala. Barga menjatuhkan rokok
Jeff baru saja kembali dari pemakaman Barga larut malam itu. Pemakaman itu dilakukan di salah satu lahan kosong milik organisasi. Makam Tanpa Nama. Hanya ada batu penanda di atas gundukan tanah tempat Barga dikuburkan. Meski begitu, Jeff berpikir untuk memberitahu keluarga Barga tentang kematian Barga. Namun, apa yang akan ia katakan pada mereka tentang kematian Barga? Dia tidak mungkin mengatakan jika Barga mati tertembak karena kelalaian Jeff, kan? Jeff menghentikan langkah di pintu belakang markas. Ia harus melapor pada bos besarnya, Bernard, bahkan meski orang-orangnya sudah melapor ketika mereka tiba kemarin. Namun, Jeff bertanggung jawab untuk tetap melapor langsung pada bos besarnya itu semenjak ia menjadi salah satu bos di organisasi. Biasanya, Bernard hanya datang ke markas jika ada hal penting atau misi penting yang harus mereka lakukan. Dan tidak banyak yang bisa menemui Bernard. Markas mereka ada di beberapa tempat dan penanggung jawab markas ini ada setidaknya lima ora
Setelah berpesan pada orang-orangnya jika ia perlu keluar sebentar, Jeff bergegas memacu mobilnya meninggalkan markas. Jeff mungkin tidak pernah menyebutkan tentang ia punya keluarga. Ia juga tidak pernah sekali pun menyinggung tentang keluarganya.Bahkan, enam belas tahun lalu ketika ia masuk ke jeruji besi dan bertemu dengan salah satu orang organisasi yang membawanya masuk ke organisasi ini, ia tidak menyebutkan tentang keluarganya. Saat itu, ia sudah bertekad untuk memutus hubungan dengan keluarganya.Namun, jika Bernard mencari tahu …Tidak, tidak. Mereka bahkan sudah bukan lagi keluarga di atas kertas sekarang. Ginna, kakaknya, sudah menikah. Bahkan, sekitar enam tahun lalu, setelah delapan tahun usia pernikahannya, dia akhirnya melahirkan seorang putra yang sehat.Sejak Jeff menjadi tahanan, ia berusaha memutuskan hubungan dengan kakaknya. Ia menolak semua kunjungan karena tahu satu-satunya orang yang mengunjunginya adalah kakaknya. Dan keputusan Jeff semakin mantap ketika ia a
Jeff mengumpat kasar sembari melajukan mobil dan membanting setir ke kanan, tapi truk itu sempat menyerempet bagian belakang mobilnya, membuat mobilnya otomatis terbanting ke arah kanan. Untungnya, alih-alih menabrak badan truk, mobilnya menghantam pembatas jalan lampu merah. Sementara, truk yang nyaris menghancurkan mobilnya tadi terus melaju. Jika Jeff tidak sedang buru-buru, ia pasti sudah mengejar truk itu dan memberi sopirnya pelajaran. Namun saat ini, yang terpenting adalah mobil ini masih bisa berjalan. Meski bagian pintu sebelah kanannya ringsek parah. Setidaknya, Jeff tidak sampai terluka meski hantaman tadi cukup memberikan tekanan keras di tangan dan kaki kanannya. Bahkan kepalanya juga terbentur ke sisi mobil tadi. Pandangannya sedikit goyah, tapi Jeff tidak merasa terganggu dengan itu. Jalanan yang sepi karena malam sudah begitu larut memudahkan Jeff untuk meninggalkan TKP. Saat ini, prioritasnya adalah keponakannya. Maka, dengan mobil ringsek itu, Jeff melaju dengan ke
“Jadi, dia benar-benar menggunakan jalur kabur itu?” Bernard mendengus pelan. “Sayang sekali. Dia memilih teman yang salah.” “Aku akan mengeksekusi hukumannya, Bos,” Julian menawarkan diri. “Ya,” Bernard setuju. “Jika hal seperti itu saja tidak bisa kau lakukan, apa lagi yang bisa kau lakukan selain duduk di kursi pimpinan sambil menunggu Jeff membereskan semuanya?” “Aku akan segera kembali,” pamit Julian sembari membungkuk. “Pastikan kau membawa Jeff kemari setelah menghukumnya,” Bernard mengingatkannya. “Kau tahu apa resikonya jika dia tidak kembali ke rumah ini.” “Baik, Bos,” jawab Julian sebelum ia meninggalkan ruangan itu. Namun, begitu keluar dari ruangan Bernard itu, Julian langsung meninju tembok di samping pintu. Wajahnya tampak marah dan geram. Dia harus menggunakan kesempatan ini untuk menyingkirkan Jeff. Setelah Jeff dengan sendirinya meninggalkan markas ini, Julian tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini untuk menyingkirkan Jeff. Namun, Jeff bukan lawan yang mudah
Jeff membawa Dion keluar kota, ke tempat di mana tidak ada markas Bernard di sana. Setelah berkemudi selama berjam-jam, sore itu mereka berhenti di salah satu restoran fast food, sesuai permintaan Dion. Karena sejak tadi pagi, mereka hanya makan roti dan camilan seadanya yang dibeli Jeff di toko kecil yang tidak memiliki CCTV. Jeff juga berusaha menghindari jalan-jalan yang memiliki CCTV untuk tiba di kota ini. Kota ini merupakan kota perbatasan antar provinsi. Kota yang terasa lebih tenang dari kota pada umumnya. Kota yang bisa dibilang cukup sepi. Mayoritas penduduk kota ini hanyalah pekerja kantoran dan swasta. Kota ini begitu damai dan jauh dari kriminalitas. Salah satu kota yang tak menarik minat Bernard untuk dikuasai. Begitu mereka tiba di kota ini dan mobilnya melewati restoran fast food, Dion heboh ingin makan kids meal kesukaannya. Dia bilang, papanya sudah berjanji mengajaknya ke fast food akhir pekan lalu, tapi papanya tidak menepatinya karena sibuk bekerja. Mendengar c
Tak pernah sekali pun seumur hidupnya, Jeff mengira dirinya akan berada di situasi seperti ini. Bertahun-tahun menghabiskan hidupnya sebagai bagian dari organisasi hitam, dengan tangan berlumuran darahnya, tak pernah terbayangkan dia akan menggenggam tangan kecil keponakannya dengan tangan yang sama. Namun, saat ini tak ada yang bisa dilakukan Jeff selain menggenggam tangan ini. Tidak. Ia tidak boleh melepaskan genggaman tangannya pada anak ini. Sampai ia memastikan anak ini aman. “Aku senang akhirnya bisa pergi ke sini dengan Om,” celetuk anak di sebelahnya ini. Jeff menoleh padanya. “Benarkah?” Anak itu mengangguk kuat. “Aku tidak akan marah lagi pada Papa karena tidak menepati janjinya. Dan aku senang karena aku akhirnya bisa bertemu dengan Om yang selama ini hanya diceritakan Mama.” Anak itu tersenyum lebar. Hati Jeff terasa sakit melihat senyum anak itu. Seandainya dia tahu, saat ini bahkan keselamatan orang tuanya tidak terjamin. Dan itu karena Jeff. Bahkan saat ini pun, ke
Setelah membiarkan beberapa mobil van hitam berpenumpang penuh mengikuti mobilnya di kawasan klub malam milik organisasi, Jeff membawa mereka ke sebuah gedung kosong di samping gang kecil yang terletak di pinggiran kota. Jeff memilih tempat yang sepi dan memperhitungkan jalur kabur dari atas gedung juga. Itu adalah tempat yang pas untuk one man squad.Jeff tiba di depan gedung itu bertepatan dengan suara petir yang menyambar keras, lalu diikuti hujan yang seketika mengguyur deras. Menerobos hujan, Jeff turun dari mobil tanpa mematikan mesinnya, dan berlari masuk ke gedung. Ia menekan tombol peledak yang sudah ia simpan di mobilnya tatkala orang-orang yang mengejarnya lewat. Itu mengulur waktu Jeff untuk mengambil jarak. Dia menaiki tangga dan bersiap di anak tangga teratas di lantai dua gedung kosong itu, menunggu mangsanya.Jeff tak kesulitan melawan mereka dari tangga. Posisinya lebih mudah untuk melawan banyak orang. Hingga seseorang mulai menggunakan senjata api. Jeff harus menghi
Jeff melompati meja-meja yang ada di restoran itu untuk tiba di meja tempat keponakannya berada dan segera menepis kotak susu di tangan keponakannya. Keponakannya itu tampak terkejut. “Om Jeff …” Jeff menatap sekeliling, tapi ia tak lagi menemukan Veros di sana. Namun, Jeff tetap waspada. “Om Jeff, ada apa?” tanya keponakannya itu. “Es krimku mana, Om?” Mendengar pertanyaan anak itu, Jeff tersadar. Ia menoleh ke tempat ia menjatuhkan nampan tadi. Namun, tidak hanya itu. Saat ini, para staf restoran sedang lekat menatapnya, beberapa ada yang berbisik-bisik. Gawat. Jeff tak bisa menarik perhatian lagi di sini. Dia harus segera pergi dari sini. Maka, Jeff segera menggendong keponakannya dan membawanya pergi dari sana tanpa makanan atau apa pun. Mereka kembali ke mobil. Dan begitu Jeff juga masuk ke mobil setelah memasukkan Dion ke mobil, keponakannya yang duduk di jok belakang itu kembali bertanya, “Kita tidak jadi makan, Om? Es krimku?” Jeff seketika merasa bersalah pada anak it
Tak pernah sekali pun seumur hidupnya, Jeff mengira dirinya akan berada di situasi seperti ini. Bertahun-tahun menghabiskan hidupnya sebagai bagian dari organisasi hitam, dengan tangan berlumuran darahnya, tak pernah terbayangkan dia akan menggenggam tangan kecil keponakannya dengan tangan yang sama. Namun, saat ini tak ada yang bisa dilakukan Jeff selain menggenggam tangan ini. Tidak. Ia tidak boleh melepaskan genggaman tangannya pada anak ini. Sampai ia memastikan anak ini aman. “Aku senang akhirnya bisa pergi ke sini dengan Om,” celetuk anak di sebelahnya ini. Jeff menoleh padanya. “Benarkah?” Anak itu mengangguk kuat. “Aku tidak akan marah lagi pada Papa karena tidak menepati janjinya. Dan aku senang karena aku akhirnya bisa bertemu dengan Om yang selama ini hanya diceritakan Mama.” Anak itu tersenyum lebar. Hati Jeff terasa sakit melihat senyum anak itu. Seandainya dia tahu, saat ini bahkan keselamatan orang tuanya tidak terjamin. Dan itu karena Jeff. Bahkan saat ini pun, ke
Jeff membawa Dion keluar kota, ke tempat di mana tidak ada markas Bernard di sana. Setelah berkemudi selama berjam-jam, sore itu mereka berhenti di salah satu restoran fast food, sesuai permintaan Dion. Karena sejak tadi pagi, mereka hanya makan roti dan camilan seadanya yang dibeli Jeff di toko kecil yang tidak memiliki CCTV. Jeff juga berusaha menghindari jalan-jalan yang memiliki CCTV untuk tiba di kota ini. Kota ini merupakan kota perbatasan antar provinsi. Kota yang terasa lebih tenang dari kota pada umumnya. Kota yang bisa dibilang cukup sepi. Mayoritas penduduk kota ini hanyalah pekerja kantoran dan swasta. Kota ini begitu damai dan jauh dari kriminalitas. Salah satu kota yang tak menarik minat Bernard untuk dikuasai. Begitu mereka tiba di kota ini dan mobilnya melewati restoran fast food, Dion heboh ingin makan kids meal kesukaannya. Dia bilang, papanya sudah berjanji mengajaknya ke fast food akhir pekan lalu, tapi papanya tidak menepatinya karena sibuk bekerja. Mendengar c
“Jadi, dia benar-benar menggunakan jalur kabur itu?” Bernard mendengus pelan. “Sayang sekali. Dia memilih teman yang salah.” “Aku akan mengeksekusi hukumannya, Bos,” Julian menawarkan diri. “Ya,” Bernard setuju. “Jika hal seperti itu saja tidak bisa kau lakukan, apa lagi yang bisa kau lakukan selain duduk di kursi pimpinan sambil menunggu Jeff membereskan semuanya?” “Aku akan segera kembali,” pamit Julian sembari membungkuk. “Pastikan kau membawa Jeff kemari setelah menghukumnya,” Bernard mengingatkannya. “Kau tahu apa resikonya jika dia tidak kembali ke rumah ini.” “Baik, Bos,” jawab Julian sebelum ia meninggalkan ruangan itu. Namun, begitu keluar dari ruangan Bernard itu, Julian langsung meninju tembok di samping pintu. Wajahnya tampak marah dan geram. Dia harus menggunakan kesempatan ini untuk menyingkirkan Jeff. Setelah Jeff dengan sendirinya meninggalkan markas ini, Julian tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini untuk menyingkirkan Jeff. Namun, Jeff bukan lawan yang mudah
Jeff mengumpat kasar sembari melajukan mobil dan membanting setir ke kanan, tapi truk itu sempat menyerempet bagian belakang mobilnya, membuat mobilnya otomatis terbanting ke arah kanan. Untungnya, alih-alih menabrak badan truk, mobilnya menghantam pembatas jalan lampu merah. Sementara, truk yang nyaris menghancurkan mobilnya tadi terus melaju. Jika Jeff tidak sedang buru-buru, ia pasti sudah mengejar truk itu dan memberi sopirnya pelajaran. Namun saat ini, yang terpenting adalah mobil ini masih bisa berjalan. Meski bagian pintu sebelah kanannya ringsek parah. Setidaknya, Jeff tidak sampai terluka meski hantaman tadi cukup memberikan tekanan keras di tangan dan kaki kanannya. Bahkan kepalanya juga terbentur ke sisi mobil tadi. Pandangannya sedikit goyah, tapi Jeff tidak merasa terganggu dengan itu. Jalanan yang sepi karena malam sudah begitu larut memudahkan Jeff untuk meninggalkan TKP. Saat ini, prioritasnya adalah keponakannya. Maka, dengan mobil ringsek itu, Jeff melaju dengan ke
Setelah berpesan pada orang-orangnya jika ia perlu keluar sebentar, Jeff bergegas memacu mobilnya meninggalkan markas. Jeff mungkin tidak pernah menyebutkan tentang ia punya keluarga. Ia juga tidak pernah sekali pun menyinggung tentang keluarganya.Bahkan, enam belas tahun lalu ketika ia masuk ke jeruji besi dan bertemu dengan salah satu orang organisasi yang membawanya masuk ke organisasi ini, ia tidak menyebutkan tentang keluarganya. Saat itu, ia sudah bertekad untuk memutus hubungan dengan keluarganya.Namun, jika Bernard mencari tahu …Tidak, tidak. Mereka bahkan sudah bukan lagi keluarga di atas kertas sekarang. Ginna, kakaknya, sudah menikah. Bahkan, sekitar enam tahun lalu, setelah delapan tahun usia pernikahannya, dia akhirnya melahirkan seorang putra yang sehat.Sejak Jeff menjadi tahanan, ia berusaha memutuskan hubungan dengan kakaknya. Ia menolak semua kunjungan karena tahu satu-satunya orang yang mengunjunginya adalah kakaknya. Dan keputusan Jeff semakin mantap ketika ia a
Jeff baru saja kembali dari pemakaman Barga larut malam itu. Pemakaman itu dilakukan di salah satu lahan kosong milik organisasi. Makam Tanpa Nama. Hanya ada batu penanda di atas gundukan tanah tempat Barga dikuburkan. Meski begitu, Jeff berpikir untuk memberitahu keluarga Barga tentang kematian Barga. Namun, apa yang akan ia katakan pada mereka tentang kematian Barga? Dia tidak mungkin mengatakan jika Barga mati tertembak karena kelalaian Jeff, kan? Jeff menghentikan langkah di pintu belakang markas. Ia harus melapor pada bos besarnya, Bernard, bahkan meski orang-orangnya sudah melapor ketika mereka tiba kemarin. Namun, Jeff bertanggung jawab untuk tetap melapor langsung pada bos besarnya itu semenjak ia menjadi salah satu bos di organisasi. Biasanya, Bernard hanya datang ke markas jika ada hal penting atau misi penting yang harus mereka lakukan. Dan tidak banyak yang bisa menemui Bernard. Markas mereka ada di beberapa tempat dan penanggung jawab markas ini ada setidaknya lima ora
Beberapa hari sebelumnya … “Kau benar-benar akan pulang minggu ini?” tanya Jeff pada kroninya, Barga, yang sudah menjadi rekannya selama beberapa tahun terakhir ini di organisasi hitam tempatnya bekerja. Barga mengembuskan asap rokok dari mulutnya dan mengangguk. “Aku mungkin butuh bantuanmu lagi untuk menyelinap keluar agar aku bisa menemui keluargaku.” “Apa kau sadar betapa beresikonya itu?” Jeff mengingatkannya. Barga mendengus pelan, seolah meledek. “Kau yang tak punya keluarga, tidak akan pernah tahu bagaimana rasanya hidup jauh dari keluarga,” sebutnya. “Kita bicarakan lagi ini nanti setelah kau menikah dan punya anak yang lucu. Lihat apa kau bisa melewatkan sepanjang tahun tanpa menemui mereka.” “Kau baru menemui mereka minggu lalu ketika mendapat jadwal off, astaga,” dengus Jeff. “Minggu lalu hari ulang tahun istriku dan minggu ini ulang tahun anakku,” tandas Barga. “Bagaimana bisa aku tidak pulang untuk mereka?” Jeff hanya geleng-geleng kepala. Barga menjatuhkan rokok