68."Reno.." Ucap Aisha lembut. Aisha memberi isyarat pada Bunda agar Bunda membantunya duduk. Bunda dan Reno segera membantu Aisha duduk.Bunda memegang pipi Aisha yang dingin dan menanyakan bagaimana keadaan Aisha. "Yang mana yang sakit sayang?" Tanya Bunda. Aisha langsung menetaskan air matanya. "Ais te-lah ke-hi-la-ngan.." Terbata bata Aisha ingin menyampaikan apa yang menimpanya. "Apa sayang? Kamu ingin mengatakan apa?" Tanya Bunda. Aisha pun memegang perutnya dan membawa tangan Bunda ke perutnya. Aisha ingin memberitahu jika ia telah kehilangan bayinya. Bunda yang memegangi perut Aisha pun terkejut mengetahui perut Aisha yang seharusnya sudah membesar tapi malah menjadi sangat datar. "Dimana bayinya Ais? Atau jangan jangan kamu.." Bunda tidak sanggup mengatakan pikiran buruknya pada Aisha. Tatapan Aisha seperti akan menangis lagi. "Kamu keguguran?" Tanya Bundaberg. Aisha segera mengangguk. "Astaghfirullah, kemalangan apa yang menimpa kamu sayang. Maafkan Bunda. Maafkan
idak berlama lama, setelah hari terang, Aisha bersiap untuk pulang ke rumah Adnan. Aisha ingin segera bertemu buah hatinya. "Kita berangkat sekarang Aisha?" Tanya Reno. Reno khawatir jika Aisha masih belum pulih. "Iya Ren. Aku sangat merindukan Hara. Aku ingin melihat senyumnya." "Kamu yakin?" "Yakin" Jawab Aisha singkat. Itupun menjadi tanda iya yang tidak bisa diganggu gugat lagi. "Baiklah kita berangkat sekarang." Setelah berkendara hampir 50 menit, Aisha dan yang lainnya tiba di tempat tujuan. "Kita masuk ke dalam sekarang Aisha?" Tanya Bunda. Bunda khawatir akan ads pertengkaran hebat nanti. "Iya Bunda. Aisha tidak akan bertengkar kok Bun. Bunda jangan khawatir ya." "Baiklah," Jawab Bunda. "Kamu tunggu di luar rumah aja ya Ren. Aku mau masuk dulu sama Bunda. Kalau terjadi sesuatu di dalam, tolong tetap disini. Aku pasti bisa menyelesaikan sendiri. Percaya padaku." "Iya, aku akan menahan diriku. Kamu jangan bertengkar ya!" "Hemm" Jawab Aisha. Aisha seg
"Kamu tahu Adnan itu sangat arogan dan tidak ingin mengalah. Dia juga kejam dan dzolim sama kamu, Ais. Apalagi yang perlu dibicarakan dengannya?" Ucap Reno. "Sesungguhnya Allah Maha Melindungi Ren. Aku pasti akan baik baik saja. Aku tahu di dalam hati Adnan masih ada sisi lembut yang hampir mati. Aku yakin, semuanya akan selesai dengan baik baik.""Tok.. Tok.." Seseorang mengetuk pintu mobil Reno. Fokus mereka pun langsung mengarah ke sumber suara ketukan pintu itu. Reno segera menurunkan kaca mobilnya. "Aisha, turunlah!" Perintah Adnan. Dari tadi rupanya Adnan mengikuti Aisha dan yang lainnya.Reno diam saja dan tidak ingin mencampuri, Aisha yang menjawab Adnan. "Hemm.. Aku akan turun.""Hati hati Aisha, jaga dirimu!" Bunda memperingatkan. "Baik Bun." Aisha segera turun dari mobil reno. Segera Adnan membawa Aisha menuju mobilnya. "Masuklah!" Perintah Adnan. "Aku sangat lapar, kita bicara di tempat makan aja!""Oke," Jawab Adnan. Adnan dan Aisha segera masuk ke dalam mobil. Adna
"Kau memang naif, Aisha.""Kau menginginkan kebebasan setelah menyakiti orang lain dan itu orang orang terdekatmu Aisha?""Hello.. Astaghfirullah Adnan. Kamu keterlaluan. Kamu pikir hanya kamu satu satu nya yang menjadi korban. Lalu aku apa? Kamu mau bertumpu pada rasa sakitmu itu terus?" Suara Aisha meninggi. "Apalagi yang kamu inginkan dariku? Nyawaku?""Ambil, ambil! Ambil semuanya. Aku juga tidsk berhak hidup di dunia ininkan?" "Kau memang egois Aisha! Aku sudah memberikannu kesempatan. Tapi kamu malah kesal dan marsh marah seperti ini. Aku tidak ingin apa apa darimu. Aku hanya ingin memperbaiki hubungan kita. Aku tidak ingin bercerai dan menyesali segala perbuatanku. Mari kita perbaiki bersama. Aku sungguh-sungguh. Aku sungguh-sungguh Aisha." Adnan menegaskan kata katanya. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi besok, yang aku tahu hari ini aku sudsh memutuskan keputusan besar dari hidupku. Akau tidak ingn meneruskan pernikahan ini. Aku ingin hidup damai dan meneruskan kehidup
Aku sangat kacau!' Batin Adnan. "Tin.. Tin.." "Ayah, lampunya sudah hijau.""Ayah!" Hara menyentuh lengan Adnan. "Kenapa sayang?" Tanya Adnan. Adnan akhirnya tersadar. "Lampunya udah hijau dari tadi Ayah.""Oh iya sayang. Maafkan Ayah ya." Adnan segera menginjak pedal mobilnya. Adnan pun melanjutkan perjalanan mereka. "Ibu dan Ayah sama sama sering melamun sekarang. Apa Ayah dan Ibu bertengkar?" Celetuk Hara. "Apa sayang? Bertengkar?" "Iya, Ayah sering melemun dan Ibu baeu kembali setelah berhari hari lergu. Oma juga ikut datang bersama Ibu tadi pagi. Kalau Ayah dan ibu tidak bertengkar kenapa Ibu harus datang bersama Om Reno?""Bukan sayang. Ayah dan Ibu gak bertengkar sayang. Ayah dan Ibu cuma ada masalah sedikit, tapi masalahnya udah selesai kok.""Ohh.. Gitu, syukurlah. Hara ingin tinggal bersama Ibu dan Ayah di rumah yang sama lagi. Hara rindu bermain dengan Ibu dan Ayah. Hara juga tidak tahu kenapa perut Ibu tadi pagi raya. Sebelumnya kan ada adik bayi di dalam perut Ibu.
"Maafkan Bapak, Ais. Maafkan Bapak.""Gak perlu minta maaf Pak. Ais senang banget Bapak akhirnya sadar. Ais pikir Bapak gak akan bangun bangun lagi. Aisha kangen banget sama Bapak. Makasih udah bangun Pak. Ais sayang Bapak," Ungkapan hati Aisha keluar sepenuhnya. Aisha tidak lupa mengusap usap punggung Pak Adhi. Setelah pertemuan haru itu, Pak Adhi kembali ke kamarnya. Aisha dsn Bunda juga kembali kesana. Bunda dan Aisha tidak bicara banyak dengan Pak Adhi karena Pak Adhi harus kembali istirahat. Kondisinya masih sangat lemah. Pak Adhi pun berusaha kembali untuk tidur. "Aisha sangat bahagia Bun.""Bunda juga sayang. Bunda akhirnya bisa melihat senyum kamu lagi setelah sekian lama kamu tidak tersenyum seperti sekarang.""Selama ini Aisha selalu nampak sedih ya Bun?" Tanya Aisha. "Aura kamu nampak sendu sayang. Semenjak Bapak sakit, Bunda jarang melihat kamu tersenyum.""Aisha memang banyak bersedih Bun. Tapi kehadiran Bunda, Hara, selalu membuat Aisha
"Ayah, Hara pergi dulu ya. Muachh" Sebuah ciuman pun mendarat di pipi Adnan. Segera Hara dan Aisha keluar dari rumah. Aisha tidak berpamitan dengan Adnan dan langsung saja naik ke mobil. Memang seharusnya ia tidak perlu berpamitan dengan Adnan. Adnan bukan bagian dari hidupnya lagi. Harapan Aisha untuk mengembalikan Adnan seperti Adnan yang dulu sudah terjun bebas ke jurang. Semuanya tinggal kenangan. "Kok lama sayang?""Hara siap siap dulu tadi Oma, terus pamit sama Ayah," Jawab Hara. Yang ditanyai Aisha tapi yang menjawab justru cucu kecilnya. "Iya Bun, tadi Hara lama pamitannya sama Mas Adnan.""Hohh.. Kalau gitu kita langsung pulang atau ada mampir kemana dulu, Ais?""Kita langsung pulang aja ya Bu. Ais udah ngantuk.""Oke sayang," Jawab Bunda***Dua hari pun berlalu, kondisi Pak Adhi semakin stabil dan mungkin bisa segera dibawa pulang hari ini juga. Aisha juga masuk kantor . Banyak hal yang harus Aisha kerjakan dan memerlukan perhatian besarnya. Perlahan, kesibukan itu melup
Hari hari pun berlalu, Aisha pun tenggelam dalam lautan kesibukannya mengurus perusahaan dan juga Pak Adhi. Aisha melupakan semua hal hal yang seharusnya memang lebih baik dilupakan. "Dret.. Dret.." "Dret.. Dret.."Aisha memandangi layar ponselnya beberapa detik dan segera menjawab panggilan telepon itu. "Hal Pak Hendra, selamat siang.""Selamat siang Bu Aisha," Jawab Pak Hendra. "Ada apa Pak?" Tanya Aisha. "Saya sudah melakukan apa yang Bu Aisha minta. Saya juga sudah memasukkan berkasnya ke Pengadilan.""Makasih ya Pak sudah membantu saya.""Sama sama Bu. Nanti saya follow up perkembangannya ke depannya. Terima kasih Bu.""Seharusnya saya yang mengucapkan terimakasih Pak. Terimakasih sudah membantu saya."Pembicaraan itu pun selesai begitu saja. Aisha pun kembali melanjutkan kegiatannya yang benar benar padat. Perlahan tapi pasti, langkah Aisha menjadi semakin terarah. Ia jadi punya tujuan dan harapan yang harus ua wujudkan. Selama