Share

Menikahi CEO Philophobia
Menikahi CEO Philophobia
Author: Apple Cherry

Bab 1 : Pria Itu Bernama Gavin

Aku masuk ke dalam mobil sport yang sangat mewah. Bahkan aku baru melihat mobil yang sangat bagus dan berkilau seperti itu. 

"Apakah ini mobilmu, Pak?" kataku dengan polosnya. Aku hanya penasaran apa ini mobilnya? Kalau iya, berarti dia sangatlah Kaya Raya.

"Aku bukan pencuri mobil. Tentu ini mobilku. Kau pikir ini mobil curian?" jawabnya meski terdengar seperti penegasan tapi dia bersikap sangat santai.

"Ah... Begitu ya, maafkan saya." Aku pun memutuskan untuk diam dan tidak berkata-kata. Tapi aku baru ingat...

"Astaga. Jam berapa sekarang?" tanyaku reflek meraih tangan pria itu dan menatap arloji yang dikenakannya. 

"Tuhan! Ini sudah hampir terlewatkan. Cek tadi mana?" ucapku panik sambil merogoh bra yang aku kenakan tanpa memperdulikan pria di depanku yang melotot menatapku.

"Hei, hentikan!" ucapnya tapi aku tidak peduli langsung mengambil cek yang aku selipkan di dalam pakaian dalam ku.

"Untunglah masih ada. Tapi bagaimana caranya menggunakan ini," gumam ku. Aku belum pernah menggunakan cek sebelumnya.

"Kau mau apa hah?" tanya pria yang terlupa hingga aku abaikan karena kepanikan ku.

"Maaf aku melupakan anda, Pak. Tapi bisakah bapak bantu saya dulu? Saya harus mentransfer uang untuk biaya rumah sakit ibu saya. Lima puluh juta sekarang. Tapi pria tadi memberiku cek ini dan aku tidak tahu bagaimana cara menggunakannya." 

Aku menyerahkan cek tersebut padanya. 

Dia mengambil cek yang aku berikan lalu mengeluarkan ponselnya. "Tulis nomor rekening tujuan."

Aku pun melakukan seperti perintahnya. Aku mengingat nomor rekening Alissa, karena setiap satu bulan sekali aku yang mengirimkan uang untuk ibuku. Bahkan aku juga yang membuatkan Alissa rekening baru tersebut.

Pria itu terlihat mengusap layar ponselnya beberapa kali sebelum akhirnya dia memperlihatkan padaku tampilan layar ponselnya. 

"Sudah ku lakukan. Seratus juta."

"Hah?" aku kaget saat melihat angka seratus juta di layar itu. "Tapi aku hanya meminta lima pulih juta, Pak."

"Aku menambahkannya semauku. Dan buang saja ini," ucapnya sambil meremas kertas cek yang tadi aku berikan lalu melemparnya ke sembarang tempat.

"Astaga. Tapi pak, itu cek nya..." aku pun tergagap bingung. Apa yang sebenarnya orang itu inginkan dariku. Dia mentransfer seratus juta untuk ibuku. Lalu bagaimana cara aku mengembalikan uang itu?

"Masuklah. Jangan banyak tanya, aku lelah dan ingin istirahat," ucap lelaki itu. Aku hanya mengangguk dan langsung masuk ke dalam mobilnya.

Di dalam mobil aku hanya diam karena jujur aku hampir meledak karena semua ini. Dia melihatku sekilas saat aku sedang menarik napas dalam-dalam lalu membuangnya. 

"Kau jujur. Karena itu aku membawamu pulang ke rumahku."

Aku menoleh saat mendengar kata-kata itu terlontar dari mulutnya. "Maksud Bapak apa?" tanyaku bingung.

"Apa aku ini tua sampai kau memanggilku bapak?"

Aku menggeleng cepat. Dia tidak mungkin tua, dia sangat tampan, monologku. "Tidak, bukan begitu." 

"Panggil aku Gavin. Hanya Gavin tanpa embel-embel apapun di depan dan dibelakangnya."

Aku mengangguk. "Iya. Baiklah Gavin."

"Bagus. Namamu siapa?"

"Arabella." Aku menundukkan kepalaku karena ketegasannya yang membuat nyaliku menciut.

"Oh jadi namamu Arabella. Rupanya kau terpaksa menjual diri demi ibumu, begitu-Ara?"

Jantungku berdegup lebih cepat seolah berlarian dan akan lepas hingga aku merasa seperti akan terjun dari tebing yang sangat tinggi. Aku berdebar dan terkena serangan jantung dalam satu waktu, itu yang aku rasakan sekarang.

"Iya, Gavin." Aku hampir menyebutnya bapak lagi. 

"Orang yang membayar mu tadi. Lima puluh juta. Apa kau kenal?"

"Tidak." Aku menggeleng karena memang aku tidak mengenalnya. Mami yang mencarikan orang itu untuk menjadi pelanggan pertamaku. Untung saja aku bisa lepas dari jeratan itu.

"Dia adalah bawahan ku di kantor. Hari ini dia seharusnya mengurus meeting penting dan dia pergi begitu saja. Rupanya dia bedebah yang hanya memikirkan hawa nafsu. Dia menyewa wanita seharga lima puluh juta."

Aku kembali dikejutkan dengan kata-katanya.

"Aku..." bingung ingin berkata apa. Aku di sini tidak tahu harus berbuat apa sekarang. 

"Kau tahu kenapa aku mengajakmu pergi?" tanyanya dan aku menggeleng lagi. Hanya gelengan karena memang aku tidak tahu.

"Karena aku juga tidak tahu kenapa. Kenapa aku malah membawamu, Ara. Sudahlah, anggap saja tadi bantuan dariku secara cuma-cuma untuk membantu ibumu."

Apakah bisa sesimpel itu? Lalu apa yang harus aku lakukan untuk membalas kebaikan itu.

"Kau sedang berpikir apa yang harus kau lakukan untuk membalas kebaikanku, begitu bukan?" ucapnya seolah bisa membaca pikiranku.

"Iya Gavin. Aku tidak mungkin menerima kebaikan orang secara percuma." 

Gavin hanya menganggukkan kepala. Aku semakin bingung dibuatnya.

"Biar aku pikirkan nanti. Sekarang kau ikut saja pulang bersamaku ke rumah." 

Aku tidak dapat menolak meski aku tidak tahu apa yang akan dilakukan Gavin terhadapku nanti.

Mobil mewah itu berhenti tepat di depan sebuah mansion yang sangat mewah. Aku membelalakkan mata karena baru pertama kali melihat gedung yang sangat megah yang disebut rumah oleh Gavin meski menurutku itu lebih pantas dikatakan sebagai istana.

"Masuklah, Ara." Pintu rumah itu terbuka dengan pelayan yang sudah berbaris menyambut kedatangan Gavin.

"Selamat datang Tuan Gavin." 

Wah... Ini seperti drama yang aku lihat di televisi. Saat orang kaya raya datang lalu disambut oleh pelayan yang begitu rapi berbaris dengan seragam yang bahkan sepertinya terbuat dari bahan kain yang sangat mahal.

"Ara. Ikut aku ke dalam," ajaknya.

"Baik, Gavin." Aku hanya menuruti perintahnya. Setidaknya itu yang bisa aku lakukan sekarang.

Para pelayan menatap penuh curiga terhadapku tapi aku hanya membalasnya dengan senyuman kecil.

Langkah kakiku terhenti saat Gavin juga berhenti tepat di depan sebuah ruangan yang aku kira tadinya itu adalah sebuah ruang pertemuan keluarga.

"Ini kamar untukmu, Ara."

Aku memang orang miskin tapi aku bukan tidak pernah melihat rumah orang kaya. Hanya saja sumpah demi apapun aku baru pertama kali melihat ruangan yang disebut kamar seperti yang terbentang di depanku.

"Ini kamar?"

"Ya. Apa kau mengira ini perpustakaan?" Gavin begitu dingin dia tidak tertawa saat mengucapkan kata yang menurutku agak lucu. 

"Mana mungkin perpustakaan. Kukira aku baru pertama kali melihat kamar semewah ini,"

"Masuklah ini kamar yang paling kecil."

"Apa?" kataku kembali terkejut.

"Ya. Ini kecil. Kalau kau mau ke kamar yang lebih besar kau bisa ke kamarku, Ara."

Aku meneguk ludah. Jadi apa maksud dia itu?

"Ingat satu hal Ara. Aku membawamu bukan untuk menidurimu." Lagi-lagi dia menyentuh bahuku, dan aku merinding.

"Ah... Iya, terima kasih."

"Aku tidak yakin setelah aku mengutarakan maksudku kau akan berterima kasih padaku, Ara."

Aku berpikir keras mencerna maksud kata-katanya itu. "Kau memiliki rencana apa?" tanyaku nyaris mati penasaran sejak aku bertemu dengannya tadi. 

Aku tentu tidak dapat menebak apa kiranya yang menjadi tujuannya membawaku. 

"Istirahat saja dulu. Besok aku akan mengatakan maksudku padamu, Arabella."

Bagaimana caraku bertemu dengan pria bernama Gavin itu? Akan kalian ketahui setelah ini. 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Apple Cherry
satu bab awal yang menariik
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status