Home / Rumah Tangga / Menikahi CEO Philophobia / Bab 5 : Uluran Tangan Gavin

Share

Bab 5 : Uluran Tangan Gavin

Author: Apple Cherry
last update Last Updated: 2021-10-29 02:14:34

Ara keluar dari ruangan ibunya, sudah waktunya dia pulang dan memikirkan bagaimana caranya mendapatkan uang untuk melunasi biaya rumah sakit. 

Saat dia sedang memutar otaknya, sambil mengingat-ingat kiranya ada seseorang yang dapat membantunya, tapi tidak ada yang terlintas dalam benaknya kecuali Gavin. 

"Lupakan, Ara! Kau belum mengenalnya, bagaimana bisa kau menerima tawaran orang asing. Walaupun, Gavin memang baik, tapi..." 

"Wow! Lihatlah, siapa dia, Frey. Bukankah dia si buntelan lemak, Arabella? Hahahaha...." 

"Coba kulihat? Oh my God! Benar, dia kan Arabella teman sekelas kita di SMA dulu? Wah, kau lupa ya, Jen. Dia sudah bukan buntelan lemak lagi. Tubuhnya kurus sekarang, nyaris tak memiliki lemak. Hahahaha!" 

Ara menghentikan langkahnya dengan perasaan kesal, tapi dia tidak mau menunjukkan hal itu di depan dua wanita yang bernama Freya dan Jennifer, mereka berdua adalah teman sekelas Ara. 

Meskipun Ara tidak tahu kenapa dirinya bisa bertemu dengan dua orang itu. Baru mendengar suara tanpa melihat wajahnya saja Ara sudah tahu, bahwa mereka adalah orang yang selalu menghinanya dulu. 

"Sombong sekali, kau! Tidak mau menatap kita? Hei, kau di rumah sakit bukan untuk menggoda dokter, kan? Aku sudah dengar, kau bekerja keras rupanya. Tentu saja, kalau tidak bekerja keras, mana bisa kau menghidupi dirimu sendiri, iya, kan?" 

Freya melipat kedua tangannya ke dada sambil memasang raut sinis. 

Jennifer mengambil beberapa lembar uang dari tasnya, lalu memberikan uang itu kepada Ara. "Ambillah. Anggap saja ini kompensasi karena kita telah mengganggumu, jangan marah, ya?" 

Ara mengangkat wajahnya lalu tersenyum. Ia menggenggam uang itu, lalu berjalan mendekati Jennifer. "Simpan uang ini, aku bukan pengemis." 

"Apa? Hahahaha lihatlah, Jen. Dia sungguh sombong," ejek Freya. 

"Ambillah, Ara. Aku dengar kau menemui mami Kania, bukan?" 

Mami Kania adalah mucikari yang memang ditemui oleh Ara kemarin. Tapi bagaimana Jennifer tahu hal itu?

"Kau bicara apa, Jen?" tanya Ara. 

"Kita berdua sudah tahu kalau kau menjual diri untuk uang, kan?" bisik Freya dengan nada menghina. "Kau sungguh memalukan, Arabella. Jangan karena wajahmu cantik, tubuhmu tidak lagi gemuk, ya. Kau kira ada yang mau membayarmu? Cih!!" 

"Sudahlah, terima ini." Jennifer melemparkan lembaran uang ke wajah Ara, hingga uang itu berhamburan jatuh ke lantai. 

Arabella tidak tahu apa masalah yang diperbuatnya pada Freya dan Jennifer. Kenapa mereka selalu saja menghinanya, apakah ini semua salahnya? 

Dengan hati yang perih sambil memendam rasa emosi. Ara memungut lembaran uang tersebut. Freya dan Jennifer terkekeh melihat Ara membungkuk mengambil lembaran uang itu satu persatu. 

"Lihatlah, rupanya dia tidak sesombong yang kita kira, Frey." 

"Baguslah, itu tandanya dia sadar siapa dirinya." Jennifer menanggapi. 

Namun Ara bukan mengambil uang itu untuk dirinya, melainkan dia memberikan uang itu pada dua wanita di depannya. 

"Jangan menyampah. Bawalah sampah ini." Ara menaruh uang itu ke telapak tangan Jennifer. 

"Apa?" Jennifer geram, ia meremas uang itu. 

"Beraninya, kau!" sentak Freya. 

"Kalian benar, aku ini memang menemui Mami Kania kemarin, tapi aku penasaran dari mana kalian mengenal Mami Kania? Bukankah orang itu tidak sembarangan bisa dikenal kecuali kalian terlibat langsung dengannya? Jangan-jangan..." Ara menggeleng. 

"Cari tahu lagi, tanyakan pada Mami Kania apakah aku menjual diriku atau tidak! Aku memang miskin, tapi setidaknya aku tidak munafik seperti kalian," sentak Ara. 

"Kau menuduh kami menjual harga diri pada Mami Kania, begitu?" Jennifer melotot sambil berkacak pinggang dengan sombongnya. 

"Kau gila, Arabella! Yang hina itu dirimu, bukan kami!" Freya tidak kalah geram, dia meninggikan suaranya. 

"Hentikan, pelankan suara kalian. Ini rumah sakit. Apa kalian tidak berpendidikan? Ah, aku lupa. Otak kalian bukan berisi pendidikan, tapi hanya berisi sampah." Ara tersenyum bengis. Jennifer dan Freya tidak menyangka bahwa Ara yang pendiam telah berubah. 

"Kau keterlaluan, Ara! Kau menuduh kami yang tidak-tidak!" Jennifer tidak terima dengan sikap Ara.

"Siapa yang memulai, hah? Gunakan mulutmu dengan benar, jangan suka menghina orang. Aku tidak pernah menyusahkan hidupmu. Jangan kau urus bibir mu saja dengan mengoleskan lipstick di sana, rawat juga mulutmu untuk menyaring kata-kata yang tidak bermoral. Memalukan!" Ara sudah merasa terhina dengan kata-kata mereka berdua, tidak masalah bukan, jika dia balik menghina mereka, pikirnya. 

Freya dan Jennifer hendak menarik rambut Ara, tapi Ara lebih dulu menangkisnya.

"Jangan sentuh rambutku. Atau bagian tubuhku yang lainnya. Aku masih bersih, tapi aku tidak yakin kalian bersih, kalian mengenal Mami Kania, kan? Cih! Rupanya kalian yang menjijikkan! Jangan coba mengusikku lagi, atau kalian akan menyesal!" 

"Brengsek kau Arabella!" 

Hidup Ara sudah terbiasa begini. Menerima hinaan, hanya karena dia miskin. Tapi Ara tidak bisa ditindas oleh siapapun juga. Dia mengurus hidupnya sendiri, tanpa membebani orang lain. Meski hatinya sakit, tidak dipungkiri, dia selalu teriris ketika menerima kata-kata buruk dari orang lain tentang dirinya. 

"Kau sudah biasa, Ara. Jangan menangis," ucapnya pada dirinya sendiri. Semula ia ingin pulang ke rumah kontrakannya. Tapi, Ara memutuskan untuk duduk di taman rumah sakit sambil menenangkan hatinya. 

"Kau tidak salah, Ara. Bahkan jika kau menjual dirimu, kau tidak menyusahkan orang lain. Jangan menangis, ini bukan kesalahanmu." Ara menyentuh dadanya, meski matanya terasa pedih dan panas. Hingga bulir bening akhirnya menetes membasahi pipinya. 

"Aku tidak meminta hidup seperti ini, kalau boleh memilih aku ingin hidup bahagia bersama keluargaku. Tapi..." Dadanya terasa sesak, tak kuat lagi menahan tangisnya. 

Tangannya basah, lalu dia menengadah menatap langit yang menggelap. Rupanya bukan hanya air matanya yang jatuh, hujan seolah melindunginya dari perasaan malu. Air langit turun dengan derasnya, sehingga air matanya tersamarkan, berbaur dengan air hujan. 

"Terima kasih, Tuhan. Setidaknya ini melegakan," gumamnya sambil memejamkan mata, dia membiarkan hujan membuatnya basah kuyup tanpa berusaha menghindar mencari tempat berteduh. 

Saat dinginnya hujan menyentuh kulit putihnya, tiba-tiba saja sebuah payung menutupinya, membuatnya terkejut. Arabella mengangkat wajahnya, lalu di depannya sedang berdiri sosok pria sedang menatapnya dalam ke sepasang matanya yang basah. 

"Kau? Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Ara saat melihat Gavin, pria yang kemarin membantunya. Lalu kenapa dia bisa ada di sini?

"Apa kau sedang menikmati air hujan?" pria itu malah balik bertanya pada Ara. 

"Tidak. Aku hanya sedang...." Tidak mungkin Ara memberitahu pria itu kalau dia sedang menangis. 

"Tidak perlu menjawab jika tidak ingin menjawabnya. Ikutlah denganku, sepertinya keadaanmu tidak sedang baik-baik saja, Arabella." 

Apakah ini saatnya Ara menerima tawaran pria bernama Gavin itu? Tapi, dia bisa apa sekarang. Sementara ibunya membutuhkan uang itu. 

"Aku minta maaf," ucap Ara dengan suara tercekat. 

"Aku tidak ingin mendengar kata itu. Ikutlah denganku, kita bicarakan lagi semuanya." Gavin mengulurkan tangannya pada Ara. 

Ara tidak tahu, apakah dia sudah melakukan hal yang benar atau tidak? Saat ini sepertinya tidak ada pilihan untuknya menolak Gavin. Meski ragu, dia meraih tangan Gavin.

Related chapters

  • Menikahi CEO Philophobia   Bab 6 : Ciuman Pertama

    Kita adalah sepasang kekasih, yang sedang di mabuk asmara. Begitulah judul yang diberikan Ara untuk tema pesta malam ini. Walaupun Ara bukan pertama kalinya berakting, tapi tetap saja dia gugup. Malam ini dia bukan hanya akan berakting, tapi orang yang dia temui adalah keluarga besar Gavin, calon suaminya. "Sayang, maaf kalau aku agak gugup. Tapi bisakah kau ambilkan aku minum?" Ara menutupi mulutnya sambil sesekali mengedipkan mata. Gavin tak kuat menahan diri untuk tidak tertawa. "Hentikan. Aku tidak tahan lagi, jangan panggil sayang. Aku ingin tertawa terus," ucap Gavin. "Gavin! Kau ingin penampilan malam ini sukses, kan? Astaga, kau kira aku tidak menahan diri sejak tadi, aku jug ..." Ara menghentikan kata-katanya saat Gavin tiba-tiba menarik tubuhnya. Keduanya saling menatap satu sama lain, ada yang berbeda dengan tatapan Gavin. "Kau mau apa?" Mata Ara me

    Last Updated : 2021-12-03
  • Menikahi CEO Philophobia   Bab 7 : Gadis Yang Polos

    Kejadian sebelumnya ....Aku menarik napas ku dalam-dalam, saat melihat gadis di sampingku basah kuyup terkena hujan deras tadi. Apakah dia sebodoh itu? Duduk di bawah hujan tanpa payung. Atau dia memang sengaja ingin menutupi tangisannya?Tidak sengaja aku melihat dia sedang berbicara dengan dua wanita, walau itu sepertinya bukan pembicaraan yang tenang. Gadis itu terlihat menahan marah dan kuakui dia pandai menutupi emosinya itu. Tadinya aku ingin menemuinya untuk membicarakan masalah tawaranku. Aku malah tidak sengaja menyaksikan pertengkaran dia dengan dua wanita yang aku tidak tahu mereka itu siapa."Pakailah handuk ini, ini bukan handuk milikku. Itu handuk baru, tenang saja," ucapku padanya karena kalau dibiarkan dia bisa sakit. Ah, kenapa aku ini, apa aku sedang perhatian padanya? Entahlah."Terima kasih, Gavin." Dia mengambil handuk itu lalu mulai mengelap rambutny

    Last Updated : 2021-12-03
  • Menikahi CEO Philophobia   Bab 8 : Basah!

    "Huh? Apa yang kau lakukan di sini, Gavin?"Ara menganga saat Gavin mencengkeram dua bahunya kuat dan kini tepat berada di atasnya. Tatapan mata lelaki itu menggelap, auranya berbeda, tidak seperti biasanya."Aku menginginkanmu." Suaranya agak serak, dengan rahang yang mengeras."A-apa maksud kau, hah! Jangan bercanda!"Tubuhnya seolah membeku, dia tidak dapat menggerakkan tangannya, semuanya kaku."Menyingkir, kau! Aku kenapa tidak dapat bergerak? Gavin, kau jangan macam-macam!" Ara terus memberi peringatan. Tapi bibir Gavin malah merebut paksa bibirnya, hingga ciuman yang memburu pun terjadi.Apa ini? Kenapa Ara tidak dapat menghentikan aksi Gavin. Ciuman ini? Kenapa Gavin malah melakukannya pada Ara? Dia sama sekali tidak ingat apa yang baru saja terjadi pada dirinya."Gavin!" Ara mendorong tubuh Gavin saat tubuhnya bisa digerakkan kembali. "Kau brengse

    Last Updated : 2021-12-03
  • Menikahi CEO Philophobia   Bab 9 : Arabella Yang Berbeda

    "Ya, Tuan. Apa Anda menginginkan saya?" Suara seorang wanita yang katanya paling cantik di sebuah bar ternama, membuat Gavin menoleh sekilas.Wanita itu memang cantik, tubuhnya bagus dan terlihat anggun dan seksi. Gavin tersenyum kecil, dia berusaha untuk tetap bersikap wajar. Ini bukan pertama kalinya Gavin mendatangi tempat seperti itu untuk mencari wanita.Tentu saja, hanya untuk mengecek apakah traumanya sudah menghilang? Sebab semalam dia menyentuh Arabella dan semuanya baik-baik saja. Gavin tidak merasakan reaksi yang biasanya dia rasakan, saat dekat dengan wanita.Waktu menunjukkan pukul tiga dini hari. Mungkin ini adalah hal yang gila. Seharusnya dia kembali ke rumah dan tidak perlu memastikan, tapi dia penasaran ada apa dengan Arabella? Kenapa dia baik-baik saja saat bercumbu dan nyaris saja bercinta dengan wanita itu?"Coba kemari, duduk dekatku," pinta Gavin. Wanita itu mengangguk setuju dengan

    Last Updated : 2021-12-04
  • Menikahi CEO Philophobia   Bab 10 : Ciuman Terima Kasih

    "Gavin, kumohon dengarkan dulu penjelasan ku. Kenapa kau selalu mengabaikan aku?" Tatap seorang gadis di depan Gavin. Keduanya tidak sengaja bertemu saat Gavin hendak membeli sesuatu di supermarket bersama dengan Arabella."Kau bertanya padaku? Lucu sekali, kau pasti tahu persis kenapa aku mengabaikan kau, bukan? Aluna! Ngomong-ngomong di mana kekasih terbaikmu? Apa dia sudah membuang mu?" sindir Gavin."Gavin, kau salah sangka! Aku dan Cedric tidak seperti yang kau bayangkan. Aku memang pergi dengannya, tapi bukan untuk bersama dalam artian berpacaran,""Sudahlah, aku tidak perduli. Walaupun kau memiliki hubungan atau tidak dengannya. Tapi semua yang terjadi di antara kita sudah berakhir. Aku sudah harus pergi, Luna." Gavin tersenyum sarkastik lalu berbalik meninggalkan wanita itu.Sementara wanita yang bernama Luna itu terlihat sangat terpukul dengan perkataan Gavin barusan."Aku masih m

    Last Updated : 2021-12-05
  • Menikahi CEO Philophobia   Bab 11 : Hanya Sebuah Bisnis

    Kakiku terasa pegal dengan tumit yang agak perih karena high heels yang aku kenakan begitu menyiksa. Aku sudah berada di kamarku, sendirian. Malam ini adalah Malam pertama aku sebagai istri Gavin Narendra Tama. Tapi, pria itu mungkin sudah tidur di kamarnya.Kamarnya, bukan bersamaku. Tidak, memang sudah seharusnya begitu, kan? Ini bukan pernikahan, ini hanyalah sebuah kontrak selama satu tahun. Orang-orang melihat ini adalah pernikahan yang sakral, di penuhi cinta karena akting kami yang sungguh meyakinkan.Aku hanya tersenyum getir. Tapi apa lagi yang kuharap kan, sih? Begini saja sudah sangat bagus untukku. Setidaknya Ibuku mendapatkan perawatan yang terbaik di rumah sakit ternama. Tentunya tanpa memikirkan biaya yang sangat besar karena Gavin sudah melunasinya.Meskipun begitu, aku terkadang bingung dengan diriku sendiri. Tadi, sewaktu Gavin begitu bangga memperkenalkan aku sebagai istrinya, di hadapan t

    Last Updated : 2021-12-05
  • Menikahi CEO Philophobia   Bab 12 : Bergairah

    Mau tidak mau menerima tawaran orang tuanya, Gavin meski tidak nyaman akhirnya berada di dalam kamar yang sama dengan Arabella, istrinya. Mereka sepakat untuk tetap menjaga jarak aman dan tidak saling menyentuh sesuai perjanjian.Lelah. Setelah berbincang sambil makan malam dengan keluarga besar Gavin. Arabella memutuskan untuk beristirahat. Untungnya, rumah keluarga Gavin sangat besar, sehingga kamar itu bisa dikatakan lebih mirip ukuran sebuah rumah. Memiliki kelengkapan yang lengkap seperti dapur, kamar mandi tentunya, dan juga ruang bersantai dengan televisi yang besar."Ini kamar?" Arabella bukan pertama kali ke rumah tersebut. Saat Gavin mabuk, Arabella juga bermalam di kamar itu."Sial!! Aku jadi teringat lagi saat Gavin mabuk, dia memang payah!" Daripada memikirkan ingatan lalu, akhirnya Ara memutuskan untuk tidur.Entahlah, kemana Gavin pergi. Tadi dia berpamitan pada Ara untuk mengobrol dengan ka

    Last Updated : 2021-12-05
  • Menikahi CEO Philophobia   Bab 13 : Cepat Hamil

    Hari kedua Ara dan Gavin berada di rumah besar keluarga Marcellino Narendra. Hari ini kakak Gavin yang bernama Fabian Narendra akan pindah ke rumah pribadinya di luar negeri bersama keluarga kecilnya. Gavin merasa sedikit sedih, karena walaupun kakaknya itu seringkali mengusilinya, mem-bully-nya. Tapi dia adalah satu-satunya saudara Gavin."Kau kenapa? Kulihat murung terus sejak tadi," tegur Ara sambil menuangkan air ke dalam gelasnya. Dia pikir cukup satu malam saja dia merasakan malu karena mimpinya yang sungguh keterlaluan itu. Sekarang Ara berusaha untuk bersikap biasa saja pada Gavin."Tidak." Gavin menjawabnya singkat. "Berikan aku air.""Rupanya kau haus, kenapa tidak bilang." Ara mengambil gelas bermaksud menuangkan air di gelas baru. Tapi Gavin malah mengambil gelas milik Ara kemudian meminum sisa air yang ada didalamnya."Hei! Itu kan, milikku!""Ini hanya air, kau bisa ambil yan

    Last Updated : 2021-12-06

Latest chapter

  • Menikahi CEO Philophobia   Akhir Yang Indah (2) END STORY

    "Dokter apa yang terjadi dengan istri, saya?""Istri Anda hamil.""Apa? Saya hamil, Dok?""Ya, menurut hasil pemeriksaan awal, usia kandungan memasuki bulan ke tiga. Keadaannya cukup baik. hanya saja, Nyonya harus banyak istirahat dan tidak boleh kelelahan. Konsumsi makanan bergizi, vitamin, itu sangat penting."Evelyn masih tak menyangka, bahwa dia hamil. "Astaga Sayang! Kau dengar, ada bayi di dalam sini! Ini adalah anak kita, Sayang!" Oliver kelihatan benar-benar bahagia. Dia tak kuasa menyembunyikan perasaan haru di hadapan istrinya."Aku benar-benar tidak menyangka, Oli. Aku hamil. Aku akan jadi seorang ibu?"Oliver menciumi Evelyn dengan derai air mata. Setelah penantian panjang, akhirnya dia dan Evelyn akan segera diberkati keturunan.***"Gavin, kita harus segera ke rumah sakit." "Ya, Sayang. Sebentar, aku harus menggendong Aelly dulu.""Oh, sweety. Kau benar-benar ayah yang luar biasa, Vin."Gavin menarik tubuh Ara ke sisinya, lalu mengecup keningnya. "Kau lah yang luar bia

  • Menikahi CEO Philophobia   Akhir Yang Indah (1)

    Dokter sudah mengatakan jika operasi yang dilakukan Gilbert berjalan lancar. Setelah dua puluh empat jam akhirnya Gilbert pun sadar. Arabella lah yang pertama dilihat olehnya. Laki-laki itu merasa diberkahi, sebab Tuhan masih mengasihaninya dan memberinya kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya terhadap putrinya, Arabella. "Ara." "Kau sudah bangun, Tuan."Mungkin berlebihan dan terkesan tidak tahu diri. Gilbert merasa ingin sekali mendengar Arabella memanggilnya ayah. Tapi, dia tidak mau menyampaikan itu pada Arabella, sebab baginya melihat Ara yang mau berbicara dengannya saja, itu sudah merupakan hal yang luar biasa. "Iya, berkatmu, Arabella. Aku ingin kau memaafkan ku. Jadi, aku memohon pada Tuhan, dalam gelap, dalam kesakitan, aku mohon agar aku bisa melihatmu, walau mungkin untuk terakhir kali."Arabella menggeleng, dia tentu tidak mau itu menjadi yang terakhir. "Kau tidak boleh berkata begitu, Ayah." Gilbert yang masih terbaring lemah, mendadak menegakkan tubuhnya meski di

  • Menikahi CEO Philophobia   Berdamai Dengan Keadaan

    Rasa resah dan gelisah melingkupi Arabella. Dia harus berasa di posisi yang sangat menyulitkan nya. Laki-laki itu benar ayahnya, seburuk-buruknya tetap dia lah orang yang memiliki hubungan darah dengannya. Arabella tak mau, jika Tuhan mengambil orang itu. Lebih baik, hubungan mereka buruk selamanya, asalkan Gilbert harus tetap hidup. "Sayangku, aku mengerti yang kau rasakan." Gavin, dia selalu datang memberikan setidaknya sedikit ketenangan dan juga pelukan hangat yang membuatnya kuat. "Vin, apa yang harus aku lakukan??" "Kau harus ikuti kata hatimu, Arabella. Lakukan apa yang hatimu suarakan. dengarkan dengan perasaan bukan dengan emosimu." Matanya berkaca, dia mengeratkan peluk, sembari menahan agar tidak menangis. "Jangan menangis, karena Arabella yang kukenal adalah wanita yang kuat. Sudah terlalu sering kau menangis, padahal hal yang jauh lebih sulit dari ini sudah pernah kau lalui." Keberuntungan yang Ara miliki adalah Gavin, s

  • Menikahi CEO Philophobia   Kesungguhan Gilbert

    "Saya mohon, Tuan Gavin. Izinkan Ara ikut saya ke rumah. Saya akan menjelaskan semuanya secara terang-terangan pada Oliver dan Evelyn tentang siapa Arabella, dan juga masa lalu saya bersama ibu Ara."Gavin awalnya menolak. Tapi, dia juga tidak mungkin membiarkan masalah menguap begitu saja. Padahal dia yakin Arabella juga ingin kejelasan, setidaknya itu adalah bentuk penyesalan Gilbert yang telah menyia-nyiakan Ara dan ibunya."Baiklah. Saya akan izinkan Arabella pergi. Tapi saya akan ikut bersamanya.""Ya, tentu, memang Anda harus ikut, Tuan. Terima kasih, karena sudah mengizinkan saya mengajak Ara."Ara hanya diam, dia menyerahkan segalanya ke tangan Gavin. Kalau Gavin yang memintanya pergi, maka dia akan pergi. Sedangkan kalau tanpa restu Gavin, Ara tidak akan pergi."Ara, aku akan menemani mu. Kau mau ya, ikut untuk menjelaskan semuanya. Ini juga yang diinginkan ibumu, kan?"Ara menatap sekilas wajah Gilbert. Dia masih sediki

  • Menikahi CEO Philophobia   Luluh, kah?

    Evelyn benar-benar cemas karena Arabella meminta bertemu empat mata dengan papa mertuanya. Sedang dia tau, bahwa papa mertuanya itu bukan termasuk orang yang bisa diajak bicara.Setelah sekitar tiga puluh menit Arabella bersama dengan Gilbert, entah apa yang mereka berdua bicarakan. Akhirnya Arabella keluar dengan wajah yang datar pada awalnya. "Ara, kau akhirnya keluar juga. aku sangat mencemaskan mu."Barulah Arabella tersenyum. Dia menggenggam tangan Evelyn, dengan raut yang terlihat santai, seolah tak terjadi apa-apa."Aku baik-baik saja. Syukurlah, semuanya bisa diselesaikan. Aku sudah bicara, dan Tuan Gilbert akan menyelesaikan semuanya. Kau bisa lanjut dengan proyek yang sebelumnya berjalan, tanpa perlu memperpanjang semuanya lagi.""Hah? Apa maksud mu, Arabella? Bagaimana bisa?" tanya Evelyn yang kaget bukan main. Tidak mungkin itu terjadi begitu saja. Karena dia tau persis bagaimana watak papa mertuanya. Apakah dia luluh? apa yang Ar

  • Menikahi CEO Philophobia   Penyesalan Gilbert

    "Selamat siang, Tuan Gilbert." "Kamu? Kamu Arabella, kan?""Ya, saya Arabella, lama tidak bertemu, Tuan. Rasanya saya juga lupa, kapan terakhir kali kita saling mengenal. Karena waktu itu saya masih sangat kecil. Kalaulah bukan karena Ibu yang memintaku menemui Anda, mungkin saya sudah mengubur nama Anda dalam-dalam." Perkataan Arabella itu sangat membuat Gilbert terpukul. Tapi, pria tua itu menyadari, dia memang bersalah. Gilbert berjalan melangkahkan kakinya mendekati Arabella hingga jarak keduanya hanya sekitar satu meter saja. "Duduklah dulu, Ara. Silakan, kita bisa berbicara dulu."Ara pun duduk, meski sejujurnya enggan. "Baik, kita bicara. Meski saya enggan, saya malas berbicara dengan orang seperti Anda, Tuan." "Arabella, maafkan Ayah, Nak.""Anda bukan ayah saya." "Ara, aku adalah ayahmu. Suka tidak suka, aku adalah suami ibumu.""Apa?" decih malas Arabella. "Kau bilang suami ibuku? Apakah

  • Menikahi CEO Philophobia   Ulah Gilbert dan Air Mata Arabella

    "Oli, sudahlah, aku tau kau kesal. Tapi kau sendiri tau, kan? itu papamu, dia memang begitu sejak dulu.""Eve, tapi kali ini dia sudah sangat keterlaluan. Bukannya kita sudah sepakat, untuk tidak ikut campur dengan urusan masing-masing lagi. Tapi, dia malah terlalu jauh mencampuri urusan kita."Meski Evelyn juga heran, terutama dengan kata-kata Gilbert yang terang-terangan mengatakan tidak menyukai Gavin. Tapi, dia tidak mau itu menjadi beban pikiran suaminya. "Hei, tidak akan ada yang terjadi. Papa tidak bisa melakukan hal yang lebih dari sekedar menggertak kita. Iya, kan?"Oliver memeluk Evelyn. Beruntung istrinya itu sangat penyabar dan mengerti keadaannya. "Maafkan aku, ya, Eve. Karena dia membuat kamu susah sekarang.""Tidak, aku justru sangat bersyukur, di saat seperti ini kau membelaku." "Tentu saja, kau adalah istriku, jadi sudah sewajarnya aku membela mu, kan?" "Hem, kau harus tau, aku sangat bahagia, Oli. Kuharap kau terus

  • Menikahi CEO Philophobia   Semua Karena Gilbert

    Gilbert dalam keadaan geram segera meminta orang kepercayaannya untuk menemui Evelyn dan meminta Evelyn membatalkan kontrak kerja sama dengan Gavin. Namun tak lama kemudian. Evelyn dan Oliver datang dalam keadaan tidak terima sebab menurut mereka Gilbert sudah keterlaluan ikut campur dengan urusan mereka. "Pa, kita harus bicara.""Kalian berdua duduk."Evelyn dan Oliver duduk dengan kemarahan yang tertahan. Tak mengerti kenapa Gilbert sangat tidak setuju dengan kerja sama Evelyn dah Gavin. Padahal semuanya susah sesuai prosedur dan perusahaan Gavin juga terbukti telah berhasil selamat dari ancaman kebangkrutan dan mulai berjaya lagi. "Kalian tahu, kan, bahwa kalian tidak memiliki hak untuk menolak permintaan Papa."Oliver kelihatan sangat kesal, dia berdiri lalu menantang papanya dengan tatapan tajam. "Papa punya alasan?" "Oli, duduklah, kau tidak boleh begitu di depan papamu," pinta Evelyn. "Tidak, Eve. Ka

  • Menikahi CEO Philophobia   Ancaman Gilbert

    Kedatangan Evelyn ke rumahnya membuat Arabella kepikiran. Jadi, rupanya sosok Gilbert bukan hanya menyebalkan, dan jahat di matanya saja, melainkan di depan anak dan menantunya? "Ah, aku lupa, dia adalah ayahku." Ara berdesis sebelum akhirnya dia duduk di depan meja kerjanya. "Jadi, dia juga mengucilkan Evelyn karena Evelyn belum punya anak?" Ara teringat waktu Evelyn berkata, dia dikucilkan. Sebab selama berumah tangga kurang lebih sepuluh tahun, dia belum juga dikaruniai keturunan. Setahu Evelyn, Gilbert ingin sekali memiliki cucu. Dia ingin sekali punya cucu perempuan. "Tidak, aku tidak akan biarkan laki-laki tua yang sudah menghancurkan hidup ku dan ibu, juga hendak merenggut kebahagiaan putriku?" "Aku pulang, Sayang..." "Gavin." Ara berdiri, dia langsung menghambur ke arah suaminya yang baru pulang dari bekerja. "Akhirnya kau pulang, Sayang." "Hem, tentu saja. apa kau menungguku?" "Ya, tentu saja ak

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status