Direktur Winy sudah menghadap Jay. Kaira make up pada saat hari pernikahan, sehingga membuat Direktur Winy tidak mengenalinya. Saat di dalam kantor, Kaira hanya memakai lipstik tipis, dengan kacamata yang tak lepas dari wajahnya.
Di mata Jay, wajah polos seperti itulah yang membuat Kaira menjadi semakin menarik. Jay duduk dengan tenang, melipat tangannya di dada, lalu menunggu Direktur Wini berbicara.
"Kamu kenapa diam saja?" tanya Jay.
"Saya menunggu Presdir menghukum saya," jawab Direktur Winy.
"Jadi dari tadi, aku menunggunya dan dia menungguku?" batin Jay.
"Apa kau tidak membaca pesanku dengan baik?"
"Baca, Presdir."
"Lalu, kenapa bisa salah?" tanya Jay.
"Presdir baru menikah, dan sepertinya tertarik dengan Kaira. Apa seperti ini, dunia kelas atas?" batin Direktur Winy.
"Maaf Presdir, bagi saya, ukuran 10 cm itu pendek. Jadi saya memilih itu," jawab Direktur Winy.
"Kamu boleh keluar! Gajimu akan aku potong, sesuai kerugian yang di rasakan Kaira," seramnya.
Direktur Winy keluar dari ruangan Jay dan menutup pintunya pelan-pelan. Bahkan sangat pelan sehingga tidak ada sedikitpun suara yang terdengar.
Jay melihat CV Kaira, di tatapnya dan di hayati dengan sempurna. Diam-diam, bibirnya tersenyum saat melihat foto Kaira yang terdapat di dalam CV. Jay tersenyum geli seperti ada sesuatu yang lucu baginya.
Jay mengambil foto Kaira yang bisa membuatnya tersenyum dan memasukkan ke dalam dompetnya.
"Lucu... Seperti anak hamster yang tidak pernah mandi," gumam Jay.
***
"Loh, sepatuku mana?" batin Kaira.
Kaira memeriksa di bawah meja kerjanya, memeriksa semua lacinya, tapi tidak menemukan sepatu dan juga pakaiannya.
"Kemana ya?" gumam Kaira dengan tangan yang menggaruk-garuk kepalanya.
"Apa yang kau cari, Hamster kecilku?" bisik Jay.
"Kyaaaaa..." Kaira terkejut hingga lompat naik ke atas kursi. Semua karyawan yang melihatnya, tertawa terbahak-bahak.
HAHAHAHAHAHA
"Siapa yang mengijinkan kalian tertawa?" tanya Jay. Ekspresi wajah hangatnya, berubah menjadi dingin dan kaku kembali.
"Turun!" Jay mengulurkan kedua tangannya untuk membantu Kaira turun dari kursi.
"Kursinya tidak tinggi. Kalau hanya segini, mudah saja." batin Kaira.
Kaira mengabaikan tangan Jay yang di ulurkannya dengan tulus. Kaira turun seorang diri lalu berdiri menghadap ke arah Jay.
"Wanita ini, benar-benar tidak tahu terimakasih!" batin Jay.
"Maaf, Presdir. Saya... Saya tadi hanya sedikit terkejut," Kaira bersikap sopan seperti karyawan yang takut pada atasan.
"Panggil aku, SUAMIKU!" bisik Jay.
"..."
***
Meskipun Jay tidak pernah bertemu Kaira setelah hari pernikahan, tapi Jay meminta Asistennya, Rasya untuk antar dan jemput Kaira ke kantor.
Hari ini, hari pertama Jay pulang bersama Kaira. Jay menunggu di pertigaan jalan di luar kantor. Kaira jalan mengendap-endap seperti seorang buronan.
"Bagaimana bisa, aku menikahi wanita siput seperti itu?" gumam Jay.
Jay tidak habis pikir dengan dirinya dan keluarganya. Mereka sudah tahu, bahwa pengantin asli sudah kabur tapi tetap setuju untuk melanjutkan pernikahan.
Kaira seperti memiliki pesona tersendiri, sehingga siapapun yang mengenalnya, akan menyayanginya. Kepolosan dan juga kejujurannya, membuat Kaira terlihat lebih mempesona.
KLEKK
"Maaf, ya Pak Rasya, lama ya?" Kaira sudah masuk ke dalam mobil tanpa menyadari kalau Jay duduk di sebelahnya.
"Apa matanya buta? Aku yang tampajn ini, sama sekali tidak di lihatnya? Apa seleranya seperti Raysa?" batin Jay.
"Aduh Nyonya muda, Anda menempatkanku pada posisi yang sulit. Aku bisa saja di kirim ke Afrika kapanpun pria di sebelah Anda ingin," batin Rasya setelah menyadari ada tatapan mematikan di belakangnya.
"Ehemmmm..."
"KYAAAAAAA..." lagi-lagi Kaira terkejut dengan kehadiran Jay di dekatnya.Ekspresi gemas dari wajah Kaira, membuat Jay mencium bibirnya seketika. Kaira yang terkejut dengan adanya Jay, lebih terkejut lagi saat Jay berani mencium bibir dan sedikit melumatnya.
"Apa aku tidak akan cepat mati, kalau di buat jantungan seperti ini?" batin Kaira.
"Kalau diam seperti ini, lebih terasa damai," Jay mencari alasan supaya Kaira tidak menanyakan dengan apa yang baru saja di lakukannya.
"Aku... Aku hanya terkejut saja, Tidak perlu menciumku," gumam Kaira.
"Dasar pasangan tidak berprasaan. Aku yang jomblo ini di abaikan begitu saja," batin Rasya.
"Wanita itu, kalau di ajak bicara pasti pembahasannya akan menjadi lebih panjang. Lebih baik langsung bertindak," Jay membalas gumaman dari bibir Kaira.
"Tidak juga," balas Kiara lagi.
"Dia begitu paham dengan wanita. Kira-kira, saat ini dia memiliki berapa wanita ya?" batin Kaira.
"Apa wanita ini berfikir aku memiliki wanita lain? Tidak mungkin! Otaknya yang besar, dan hanya di gunakan sebesar kelereng, tidak akan mungkin berfikir sampai sebegitunya," batin Jay.
Jay dan Kaira, saling membuang pandangan mereka ke arah lain, Rasya seperti melihat permusuhan dari pengantin baru. Suara batin Kaira dan Jay seperti saling bersahutan. Sepanjang perjalanan, bibir mereka saling terkunci.
Tiba-tiba saja, terdengar suara nafas seperti orang yang sudah tertidur dengan pulas. Jay melirik ke arah Kaira, dan Kaira sudah terjun bebas ke alam mimpi.
"Wanita ini, tidak ada waspadanya sama sekali. Apa dia tidak melihatku sebagai laki-laki?" batin Jay.
Jay kesal dengan hasil pikirannya sendiri. Gengsi yang sangat tinggi, membuat Jay kesulitan untuk mengenal Kaira lebih jauh lagi.
"Kai, bangun!" Jay mencolek-colek pipi Kaira. Jay melihat wajah Kaira lebih dekat. Wajah yang polos, terlihat begitu kelelahan.
"Kalau bukan karena kau tidak memiliki catatan buruk, aku mana mungkin melanjutkan pernikahan kita. Eh, kenapa jadi kita?" batin Jay.
Saat hati dan pikiran Jay menyatu mengatakan secara terang-terangan bahwa Jay mulai tertarik dengan Kaira, tapi Jay menepis pikiran yang di anggapnya sangat konyo.
Kaira tidak bangun meskipun pipinya sudah di cubit-cubit oleh Jay. Jay ragu untuk menggendong Kaira masuk ke dalam rumah. Rasya tiba-tiba membuka pintu di mana Kaira berada, lalu bersiap untuk mengendong Kaira.
"Hei, apa yang akan kau lakukan?" tanya Jay dengan marah.
"Menggendong Nyonya muda, masuk ke dalam," jawab Rasya dengan jujur.
"Dia Istriku. Aku yang wajib menggendongnya," Jay menyingkirkan tangan Rasya.
"Kalau memang suami, untuk apa ragu dari tadi?" sindir Rasya.
"Jangan coba-coba kau berani untuk menyentuhnya!" Jay memperingati Rasya dengan penuh penekanan.
Rasya menunggu Jay keluar dari mobil. Jay menggendong Kaira sangat hati-hati, supaya Kaira tidak terbangun. Jantung Jay berdebar sangat hebat.
"Padahal, tubuhnya sangat ringan. Kenapa aku berdebar seperti mengangkat 200 kg beras?
batin Jay."Istrimu tidur, Jay?" tanya Nyonya Eve yang tak lain adalah Ibunya.
"Hssssttttttt... Jangan berisik!" balas Jay dengan sangat lirih.
Kamar yang di tempati Jay ada di lantai 2, sehingga memakan waktu untuk naik ke atas tangga karena Jay harus pelan-pelan dalam melangkah supaya Kaira tidak merasa tergoncang.
"Suamiku!" tubuh Jay kaku, syarafnya sperti tidak berfungsi saat mendengar Kaira memanggilnya dengan panggilan istimewa. Jay melihat ke arah Kaira yang masih tetap nyaman dalam pelukannya.
"Sialan! Ternyata dia sedang mimpi"
Kaira terbangun di tengah malam karena perutnya yang keroncongan. Kaira teringat, bahwa dirinya tidak makan malam. Tangannya meraba sesuatu yang keras, tubuhnya juga merasakan seperti memeluk sesuatu tapi bukan sebuah guling."Eh, apa gulingnya berubah menjadi batu?" gumam Kaira."Dia berfikir apa? Aku batu?" batin Jay yang terbangun karena tangan Kaira terus meraba dada bidangnya yang tidak mengenakan baju."Bisa hentikan sentuhan tanganmu itu? Aku tidak bisa menahannya lagi kalau terus merabaku," ucap Jay sembari menghentikan tangan Kaira yang terus bergerak merabanya."Kyaaaaa... Kamu siapa?"DUKKKKKKKK... Kaira lagi-lagi terkejut dan tidak sengaja menendang Jay hingga tergelinding ke atas lantai. Jay begitu kesal. Jay mengelus-elus pinggangnya yang di tendang sangat keras oleh Kaira."Sialan! Sudah mengganggu tidurku, membangunkan
Jay langsung menurunkan Kaira, setelah Tuan dan Nyonya Alrecha memergokinya tengah memaksa Kaira untuk melakukan hal yang tidak senonoh di meja makan. Kaira tidak tahu harus bicara apa. Jay yang melihat Kaira seperti takut, menggenggam erat tangan Kaira. Ketegangan dari suasana mulai mencair, saat Nyonya Luna mengusap lembut kepala Kaira."Kai, kalau anak ini memaksamu lagi, tendang saja!" ucap Nyonya Luna dengan pedas."Anak Mama sebenarnya siapa sih? Aku atau dia?" kesal Jay."Kaira itu baik, nurut. Kalau kamu? Buat Mama selalu pusing," jawan Nyonya Luna."Kai, sini!" pinta Tuan Alrecha dengan memberikan kode sebuah lambaian tangan. Kaira menyelinap pergi, mengikuti langkah Tuan Alrecha. Nyonya Luna dan Jay, masih melanjutkan perseteruan mereka."Mama, dia itu istriku!" seru Jay saat Nyonya Luna melarangnya untu
Saat ini, Kaira sedang menjadi perbincangan hangat di forum kantor. Mereka mengira bahwa Kaira menjadi simpanan Jay, atau yang lebih keterlaluan lagi adalah, mereka mengatakan, Kaira menggoda Jay, yang statusnya adalah pemilik perusahaan yang baru. Seperti yang mereka tahu, rumor Jay sudah menikah telah menyebar. Jay menggendong Kaira, tepat di hari pertamanya masuk ke dalam kantor. Sehingga fakta-fakta seperti itu, menggiring opini buruk tanpa mereka tahu, siapa Istri Jay yang sebenarnya. Kaira tidak menanggapi hal semacam itu dengan serius, tapi sebaliknya, Jay menyelidiki sumber yang memulai untuk memecah belah beberapa pihak yang damai. Kaira masuk kerja seperti hari-hari biasanya, dan tidak menghiraukan pandangan orang lain yang melihatnya dengan tatapan jijik."Kalau aku, meskipun miskin sekalipun, tidak akan menggoda bos besar yang b
Jay bukan pria yang selalu terburu-buru dalam mengambil keputusan. Jay akan membiarkan Kaira untuk menenangkan diri sejenak karena mau bagaimanapun, hubungan Jay dan Kaira terjalin tanpa persetujuan Kaira terlebih dahulu. Jay bukan pria egois yang memaksa Kaira untuk tetap bersamanya. Meskipun sejak menikah, Jay selalu menunjukan rasa nyaman dan ketertarikannya pada Kaira. Biasanya, yang tidak peka dengan perasaan pasangan adalah pihak pria, tapi yang terjadi di dalam hubungan Kaira dan Jay malah sebaliknya. Jay peka dengan keinginan Kaira, tapi Kaira yang terlalu takut dengan posisinya yang hanyalah sebagai seorang pengganti, sangat mengganggu emosinya. Jay berangkat ke kantor seperti hari-hari biasanya. Jay sengaja tidak langsung naik ke lantai dimana ruangannya berada. Jay masuk ke divisi pemasaran tempat Kaira bertugas. Jay membawa sekotak makanan untuk Kaira tapi Jay tid
Lagi-lagi, saat Kaira mulai menerima statusnya sebagai menantu dan Istri pengganti dari Jay, keputusannya patah, pecah menjadi puing-puing. Kaira hanya menelan segala perasaan yang di rasakannya. Kaira hanya menekan hatinya, supaya tidak mencintai Jay, lebih dari saat ini."Dia baik, tampan. Dia juga terus memberikan perhatiannya untukku. Tapi, aku belum pernah mendengar ucapan cinta dari bibirnya," batin Kaira setelah menutup ruang kerja Jay. Kaira segera menghapus airmatanya, setelah Jay membentaknya hanya karena sebuah bingkai foto yang tidak sengaja di rusak oleh Kaira. Kaira kembali mengerjakan pekerjaannya. Setelah jam makan siang, Kaira tidak ikut Lily dan yang lain untuk makan siang di kantin. Kaira memilih sibuk mencari bingkai foto yang sama, dengan yang di rusaknya. Hingga jam istirahat selesai, Kaira belum menemukan apa yang dia cari."
Kaira memalingkan wajahnya dari pandangan Jay yang masih berada di atasnya. Jay merubah posisinya dan duduk di sebelah Kaira. Jay tidak menjawab pertanyaan Kaira. Jay merasa dirinya belum pantas membicarakan hal cinta di saat hati Kaira belum sepenuhnya untuknya."Apa aku harus menjawabnya sekarang, kalau aku mencintaimu? Bagaimana kalau kau menolakku? Hatiku belum siap untuk itu," batin Jay. Kaira berjalan dan berjongkok di depan puing-puing pecahan bingkai yang telah menguras tenaganya. Kaira menyeka airmata yang sedari tadi mengalir keluar seperti hujan."Aku tahu kalau aku bersalah! Tapi, apa kau tidak bisa menghargai usahaku? Kalau kau tidak menerima bingkai ini sebagai pengganti, seharusnya kau letakkan saja tanpa harus merusaknya di depan mataku!" ucap Kaira."Kai...""Jay... Oh, maaf. Maksudku Tuan Jay, Anda juga harus ingat kalau aku
Saat pagi hari tiba, Kaira terbangun dalam dekapan hangat Jay. Kesalahpahaman yang sudah usai, membuat Jay dan Kaira bisa tidur dengan nyenyak dalam ranjang yang sama. Kaira dan Jay, akan memulai semuanya dari awal. Mengakhiri segala keegoisan. Kaira akan mempercayai Jay sepenuhnya selama 1 bulan ini.
Kaira memasukan rambut Tania yang panjang ke dalam kloset supaya kotor dan menjijikan, sama seperti dirinya yang di buat bau oleh Tania. Apalagi, Kaira mendengar Tania menyebut nama Grace secara terang-terangan. Kaira bukan type wanita yang kasar, baru kali ini Kaira membalas perbuatan orang yang merendahkannya."Kaira, cukup!" Jay mencegah Kaira untuk meneruskan balasannya. Jay memberikan jasnya untuk Tania, sedangkan pakaian yang basah adalah pakaian Kaira. Ada rasa yang sedikit menusuk di dada, membuat sesak, tapi Kaira kembali pada janji Jay yang akan membuatnya percaya."Kau benar-benar tidak mencintainya seperti yang kau katakan, bukan? Atau, ucapan Tania jauh lebih jujur dari pada yang kau ucapkan? Hatimu yang mana yang harus aku percaya?" batin Kaira. Jay mendekati Kaira, tapi Tania menarik tangan Jay dan memberikan ponselnya.
Sebuah kesepakatan akhirnya terjalin setelah Jay dan Loreta saling berjabat tangan. Rasya bisa menghela napasnya sedikit lega membiarkan Tuannya itu pergi bersama Loreta.Perjanjian itu akan terpenuhi setelah Loreta mempertemukan Jay dan Kaira. Lalu, Jay melepaskan Orthela untuk kembali ke negara asalnya.Perseteruan sudah cukup membuat kacau. Loreta tidak ingin semuanya berlanjut semakin jauh karena banyak hal yang terbengkalai karena masalah yang tidak juga kunjung selesai.Loreta membawa Jay pergi ke tempat pemakaman. Pria tersebut menyipitkan matanya heran sembari melirik curiga ke arah Loreta.“Apa yang kau rencanakan dengan membawaku ke sini?” tanya Jay. Bariton suara yang tegas itu, membuat sekujur tubuh Loreta merinding.“Anda jangan salah paham, Tuan. Saya membawa Anda ke sini bukan tanpa sebab,” ujar Loreta.Dari pandangan yang cukup jauh, terlihat dua orang sedang menghadap ke salah satu makam yang tidak asing. Jay berlari tidak sabar ingin segera memeluk wanita yang be
"Jangan mendekat!" teriak Kaira. Rasanya cukup mengerikan. Kaira menjadi ketakutan. Ia berusaha pergi meski cukup sulit, tapi Orthela sudah lebih dulu memegang kendali kursi rodanya."Kenapa kau tkut? Bukankah aku sudah cukup membuatmu tenang? Kau bahkan sudah melihat bagaimana aku sangat menyesal," kata Orthela. Ia bahkan tidak merubah ekspresinya. Tetap terlihat sangat menyedihkan."Pergi! Aku memiliki keluargaku sendiri, Orthela. Aku tidak akan pernah pergi denganmu. Tidak akan pernah!" teriak Kaira."Bagaimana kalau Ziel sudah bersamaku? Apa kau tetap akan menolakku?""Apa? Kau menyandera Ziel? Orthela, dia tidak tahu apapun. Ziel msih anak-anak." Pada dasarnya, Kaira bukan wanita yang pandai mengumpat atau berkata kasar. Ia hanya berteriak meluapkan emosinya dengan kata-kata yang masih tertata dengan lembut."Aku tahu kalau kau akan menolakku. Maafkan
Tiga hari Kaira menghilang. Orang yang paling tertekan dan hampir gila adalah Jay. Jay yang tidak pernah menggunakan kekuasaannya, sekarang menekan semua orang untuk mencari Kaira sampai Kaira ditemukan. Nyonya Luna membawa Ziel pergi. Ziel yang tidak tahu apa-apa, tidak boleh terkecoh dengan keadaan yang ada. Orthela tidak memiliki niatan buruk. Racun yang sudah masuk ke dalam tubuh Kaira adalah buatan dari orangnya. Meski sudah mendapatkan penawar, tapi masih ada satu penawaran lagi yang harus hati-hati dan perlahan disuntikan ke dalam tubuh Kaira."Ini di mana?" gumam Kaira. Kaira terbangun dari tidurnya yang cukup panjang. Kepalanya terasa berdenyut dan berkunang-kunang. Tempat itu sangat asing, apalagi seseorang yang menatapnya."Kau sudah sadar? Syukurlah. Aku bisa mengembalikanmu tanpa rasa bersalah," ucap Orthela."Kau!" pekik Kaira."Jangan terlalu banyak gerak dan bicar
Kaira belum sadar setelah pengobatan. Tapi, kondisinya berangsur-angsur membaik. Tuan Alrecha dan Nyonya Luna, akhirnya mengetahui kalau keadaan sedang kacau saat ini. Keysana menemani Kaira sembari mengasuh Ziel. Rasya sibuk mengurus gugatan untuk Orthela dan Jay sekeluarga, mengurus pemakaman Grace karena keluarga Grace, semuanya sudah mengakhiri hidupnya sendiri."Grace, sejauh ini..." Jay terdiam dengan kedua matanya yang sembab. "Sejauh ini, aku tidak membencimu. Kau menunjukkan perubahan yang sangat besar. Sebagai rasa terima kasihku, aku akan merawat rumah terakhirmu," lanjutnya. Nyonya Luna mengusap-usap punggung Jay. Jay yang sedang bersimpuh menaburkan bunga di atas gundukan tanah yang masih basah, tangannya terus saja gemetar. Tuan Alrecha tidak banyak bicara. Ia cukup paham dengan perasaa
Jay masuk ke dalam rumah Orthela. Dia menggendong Grace yang sudah tiada. Tidak hanya itu, Paul yang datang berniat membawa Grace tapi dia malah menjadi sasaran utama kemarahan Jay. Jay menarik kerah kemeja yang Paul kenakan. Jay sudah membuat wajah dan tubuh Paul memar, terluka, berdarah, kesakitan, merintih dan memohon.Srek! Srek! Srek! Suara tubuh Paul yang diseret paksa membuat Delon, Orthela dan Loreta terperanjat kaget. Mata mereka terbelalak lebar. Lantai yang Jay lewati, dibanjiri oleh darah yang mengalir dari Paul dan juga Grace. Wajah Jay suram. Sorot matanya begitu tajam. Delon menelan salivanya karena baru kali ini dia melihat ekspresi iblis dari aura Jay. Jay yang ia kenal sebagai suami yang sangat lembut dan hangat tapi kali ini, ekspresinya begitu kejam.“Menarik!” ujar Jay
“Key, Rasya, aku titip Kaira dan Ziel,” ujar Jay.“Kau mau ke mana? Bukankah pengobatan Kaira hampir selesai?” tanya Keysana.“Ada sesuatu yang harus aku kerjakan. Setelah kembali nanti, aku sendiri yang akan menjelaskannya pada Kaira.” Rasya hanya diam saja. Jay meminta Rasya supaya tetap berada di rumah sakit untuk menjaga situasi di sana. Jay menggenggam erat surat dari Grace yang di dalamnya ternyata ada chip milik Orthela. Jay berfikir kalau ia tidak bisa sepenuhnya lepas tangan dalam masalah ini dan menyerahkannya pada Delon. Kenangan pahit Delon, tragedi, trauma, masih membekas jelas. Jay tidak ingin malah Delon yang terseret lebih dalam lagi. Langkah dan tindakan Jay cepat. Ia berharap kedatangannya jauh lebih dulu dibandingkan Delon di kediaman Orthela.“Delon, aku ber
Brak!“Akh! Uhuk... Uhuk... Uhuk...” Grace memegang perutnya yang ditendang Orthela. Dari mulutnya, keluar darah segar karena ia tempental dan menabrak sisi meja.Plak! Plak! Ortela menarik rambut Grace. Ia menamparnya berkali-kali. Tapi tidak ada rintihan sakit atau permohonan untuk sekedar meminta ampun.“Meski kau sudah menghilangkan semua jejak, apa kau pikir aku tidak tahu kalau kau sudah mengambilnya untuk sample?” gertak Orthela tanpa melepaskan rambut Grace.“Hahahaha... Aku juga sudah tahu akan berakhir seperti ini.”“Aku melepaskanmu, bukankah seharusnya kau membalas budi padaku?” Mata Orthela mendelik, menatap tajam seakan-akan ia akan menelan Grace hidup-hidup. Grace tidak merasa takut karena sejak awal, dia sudah siap.“Apa ini yang kau sebut sebagai kebebasan?&rd
Jay dihubungi oleh rumah sakit untuk segera datang. Ia langsung bergegas, padahal ia baru saja menemukan cara untuk menemukan penawarnya. Hanya saja, Jay lebih mementingkan untuk datang dan mendengarkan apa ucapan Dr. Crombe.“Dokter sudah menunggumu,” ucap Keysana.“Aku langsung ke sana.” Jay langsung berlari dan menuju ruang Dr. Crombe. Ternyata tidak hanya ada Dr. Crombe saja, tapi ada Dr. Sansan.“Anda sudah datang, Tuan. Silahkan duduk!” pinta Dr. Crombe.“Apa ada sesuatu yang—““Anda tenang dulu. Silahkan Anda minum terlebih dahulu.” Dr. Sansan menenangkan Jay yang sangat gelisah. Di atas meja sudah ada sebuah obat. Jay tidak mengetahui obat apa itu. Ia tidak bisa berfikir jernih. Mungkin karena ia belum siap menerima apa yang akan ia dengar.“Se
Grace kembali ke rumah Orthela. Alamat yang sudah Loreta berikan untuknya. Grace datang tanpa persiapan. Ia hanya datang dengan keyakinan sesuai alur yang akan Tuhan takdirkan.“Grace, bukankah ada satu minggu untukmu bebas?” tanya Loreta.“Tidak ada yang ingin aku nikmati,” jawab Grace. Tidak ada siapapun di rumah. Loreta, Paul dan juga Orthela pergi. Grace belum diberi tugas olehnya. Kesempatan bagi Grace untuk menemukan obat penawar. Ia tidak peduli kalau dirinya sedang dalam pengawasan atau Orthela sudah memasang jebakan.Tap... Tap... Tap... Kakinya melangkah cepat memasuki kamar Paul. Sebelum masuk ke dalam neraka, Grace sudah mengetahui keahlian setiap penghuninya. Di dalam kamar paul, Grace mulai mencari formula untuk menetralkan racun yang ada ditubuh Kaira. Grace men