Jay bukan pria yang selalu terburu-buru dalam mengambil keputusan. Jay akan membiarkan Kaira untuk menenangkan diri sejenak karena mau bagaimanapun, hubungan Jay dan Kaira terjalin tanpa persetujuan Kaira terlebih dahulu.
Jay bukan pria egois yang memaksa Kaira untuk tetap bersamanya. Meskipun sejak menikah, Jay selalu menunjukan rasa nyaman dan ketertarikannya pada Kaira.
Biasanya, yang tidak peka dengan perasaan pasangan adalah pihak pria, tapi yang terjadi di dalam hubungan Kaira dan Jay malah sebaliknya. Jay peka dengan keinginan Kaira, tapi Kaira yang terlalu takut dengan posisinya yang hanyalah sebagai seorang pengganti, sangat mengganggu emosinya.
Jay berangkat ke kantor seperti hari-hari biasanya. Jay sengaja tidak langsung naik ke lantai dimana ruangannya berada. Jay masuk ke divisi pemasaran tempat Kaira bertugas. Jay membawa sekotak makanan untuk Kaira tapi Jay tidak ingin mengganggu Kaira.
"Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana caranya sarapan untuk Kaira bisa berada di atas mejanya? Apa kotak ini bisa ku berikan kaki?" batin Jay dengan pemikiran konyolnya.
Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Saat Jay membalikkan badannya, ada Lily yang dekat dengan Kaira di kantor sedang berdiri di depan Jay.
"Kenapa kamu ada di belakang saya?" tanya Jay pada Lily.
"Saya mau masuk tapi Presdir di depan pintu," jawab Lily dengan jujur.
"Saya mau minta tolong!" ucapan Jay terdengar begitu angkuh di telinga Lily.
"Apa, Presdir?" tanya Lily.
"Emmmm, tapi jangan bilang siapa-siapa."
"Beres!"
"Kasih ini buat Kaira. Dia belum sarapan," Jay menyodorkan kotak makanan yang sudah di siapkannya.
"Hanya ini?" Lily mengerutkan kedua alisnya, karena Lily berfikir, Jay akan membuatnya menerima tugas penting.
"Kamu mengira terlalu jauh!" jawab Jay.
"Presdir selingkuh dengan Kaira sesuai dengan rumor?" tanya Lily tanpa basa-basi.
"Hubungan kami tidak seperti itu," jawab Jay.
"Terus?"
"Llily, kenapa kau cerewet sekali?" batin Jay.
"Hubungan kami lebih dari itu," bisik Jay.
"Karena dia adalah Istriku!" batin Jay
Setelah membuat Lily terkejut dengan jawabannya yang bermakna begitu dalam, Jay berpaling dari Lily dan terus berjalan menuju lift khusus Ceo. Jay tersenyum puas karena akhirnya, sarapan yang di bawanya bisa sampai di tangan Kaira.
Demi menjauhi Keysana setelah menikah, Jay mengajukan dinas Luar Negeri selama 2 tahun. Tuan Alrecha sudah menandatangi persetujuan atas surat pengajuan tugas dari Jay.
Jay menatap kontrak itu dengan penyesalan karena ternyata bukan Keysana yang di nikahinya, melainkan Kaira yang bisa dengan mudah membuat Jay jatuh hati.
"Kai, bagaimana aku menjelaskan hal ini padamu?" gumam Jay.
"Sudahlah, aku lebih baik fokus pada rencana pesta pernikahanku dengan Kaira, supaya dia tidak merasa di sembunyikan seperti sebuah rahasia," batin Jay.
***
"Kai, sudah sarapan?" tanya Lily.
"Belum."
"Nih!" Lily memberikan kotak makanan dari Jay pada Kaira.
"Apa ini? Untukku?" tanya Kaira.
"Untuk penjaga toilet!" jawab Lily dengan kesal.
"Oh... Kamu jagain dulu pekerjaanku. Aku akan berikan ini pada penjaga toilet," Lily langsung meradang dan merasa gemas dengan otak Kaira yang hanya bisa berfikir sejengkal.
"Ya ampunnnn... Kaira, apa kau kurang gizi?" tanya Lily menaha gemas di hatinya.
"Tidak! Apa aku terlihat lebih kurus?" tanya Kaira.
"Darah naik sampai ke ubun-ubun," batin Lily.
"Kaira, kau punya otak untuk apa?"
"Berfikir," jawab Kaira secara spontan.
"Sudahlah, kotak makan itu untukmu," Lily menyerah menjelaskan pada Kaira, jika Kaira masih dalam mode bodoh.
"Gak jadi untuk penjaga toilet?" tanya Kaira dengan bingung.
"KAIRAAAAA...!!!" Lily akhirnya tidak tahan dan mengacak-acak rambut Kaira.
"Aduhhhhhh... Lily stop. Aku akan terlihat lebih jelek," protes Kaira.
"Makan sampai habis ya!"
Kaira menyingkirkan kertas-kertas yang berserakan di atas mejanya. Perutnya langsung keroncongan saat hidungnya mencium bau makanan yang menggugah seleranya. Kaira membuka tutup kotak dan terpampang hiasan yang cantik mulai berantakan karena Kaira memegangnya tidak berhati-hati.
Satu suap sayur sudah masuk ke dalam mulut Kaira. Setelah tertelan, Kaira diam sejenak. Kaira sedang mengingat-ingat, rasa sayur yang tidak asing baginya. Kaira menutup kembali makanannya, dan berjalan menghampiri Lily.
"Lily!" panggil Kaira.
"Hmmm..." jawab Lily.
"Makanan ini kamu beli atau kamu masak?" tanya Kaira.
"Kenapa masakan ini seperti masakan dia?" batin Kaira.
"Dari Presdir," bisik Lily.
"Jadi benar, ini masakan dia? Apa dia juga sudah makan?" batin Kaira.
Kaira tidak perduli dengan omongan karyawan lain. Kaira berani menggunakan lift khusus Ceo dan menemui Jay di dalam ruangannya.
"Mau bagaimanapun, nama baikku memang sudah buruk. Lebih baik, aku nikmati saja kebahagiaan sementara ini," batin Kaira.
TOK... TOK... TOK...
"Masuk!"
Kaira masuk dengan langkah pelan. Tiba-tiba hati yang yakin mulai goyah. Jay tidak mengetahui jika yang masuk ke dalam ruangannya adalah Kaira.
"Jay!" panggil Kaira. Jay langsung menatap ke arah Kaira.
"Kaira!" panggilnya dengan terkejut karena Jay tidak menyangka jika Kaira akan menemuinya.
"Jay, apa kau sudah makan?" Kaira sudah berdiri di sebelah Jay dan membuka bekal yang sama sekali belum di acak-acak olehnya.
"Bekal ini aku bawa khusus untukmu."
"Tapi, aku ingin makan bersamamu," ucap Kaira.
"Suapi aku!" pungkasnya dengan manja.
Kaira berbagi makanan dengan Jay. Suapan demi suapan sudah berlalu. Kotak makanan sudah kosong. Jay menatap Kaira dengan senyum yang menghiasi bibirnya.
"Kyaaaaa..." jay menyingkirkan laptopnya, lalu mengangkat tubuh Kaira untuk duduk di atas mejanya.
"Kenapa kau hanya seberat kapas?" ledek Jay.
"Jay, apa aku boleh menanyakan sesuatu?"
"Katakan saja!" suasana menjadi serius.
"Apa kau akan menceraikan aku, kalau wanita yang kau cinta kembali?" tanya Kaira. Yang di maksud Kaira dengan wanita yang Jay cintai adalah Keysana.
"Dia tidak akan kembali, sebesar apapun aku mencintainya," jawaban Jay sangat tidak di inginkan oleh Kaira.
"Oh! Kau sangat mencintainya?" tanya Kaira sekali lagi untuk meyakinkan hatinya.
"Memilikimu, sudah cukup bagiku," jawab Jay.
PRANGGG...
Tanpa sengaja, Kaira menyenggol sebuah foto yang terpajang di atas meja Jay. Foto yang sama sekali tidak di sadari oleh Kaira.
"Maaf!" ucap Kaira. Kaira turun dari atas meja dan hendak memungut foto itu supaya bisa di belikan bingkai yang baru.
"Jangan menyentuhnya!" ucap Jay.
"Tapi... Tapi aku hanya..." ucapan Kaira terbata-bata. Foto itu sudah ada di tangan Kaira. Foto seorang wanita yang sangat cantik, sangat jauh bila di bandingkan dengannya.
Kaira melihat Jay yang menahan amarah dan kecewanya. Kaira menaruh lagi foto itu di atas meja Jay dengan rapi.
"Aku akan belikan bingkai yang baru," seru Kaira.
"Tidak perlu!" jawab Jay.
"Baiklah! Kalau begitu, aku akan kembali bekerja," ujar Kaira.
"Kaira, kenapa kau tidak marah padaku? Kenapa kau tidak memukulku? Aku seorang suami yang masih menyimpan foto wanita lain. Apa kau tidak cemburu?" teriak Jay saat Kaira tidak memberikan respon apapun.
"Karena aku tidak memiliki hak untuk memaksamu mencintaiku!"
Lagi-lagi, saat Kaira mulai menerima statusnya sebagai menantu dan Istri pengganti dari Jay, keputusannya patah, pecah menjadi puing-puing. Kaira hanya menelan segala perasaan yang di rasakannya. Kaira hanya menekan hatinya, supaya tidak mencintai Jay, lebih dari saat ini."Dia baik, tampan. Dia juga terus memberikan perhatiannya untukku. Tapi, aku belum pernah mendengar ucapan cinta dari bibirnya," batin Kaira setelah menutup ruang kerja Jay. Kaira segera menghapus airmatanya, setelah Jay membentaknya hanya karena sebuah bingkai foto yang tidak sengaja di rusak oleh Kaira. Kaira kembali mengerjakan pekerjaannya. Setelah jam makan siang, Kaira tidak ikut Lily dan yang lain untuk makan siang di kantin. Kaira memilih sibuk mencari bingkai foto yang sama, dengan yang di rusaknya. Hingga jam istirahat selesai, Kaira belum menemukan apa yang dia cari."
Kaira memalingkan wajahnya dari pandangan Jay yang masih berada di atasnya. Jay merubah posisinya dan duduk di sebelah Kaira. Jay tidak menjawab pertanyaan Kaira. Jay merasa dirinya belum pantas membicarakan hal cinta di saat hati Kaira belum sepenuhnya untuknya."Apa aku harus menjawabnya sekarang, kalau aku mencintaimu? Bagaimana kalau kau menolakku? Hatiku belum siap untuk itu," batin Jay. Kaira berjalan dan berjongkok di depan puing-puing pecahan bingkai yang telah menguras tenaganya. Kaira menyeka airmata yang sedari tadi mengalir keluar seperti hujan."Aku tahu kalau aku bersalah! Tapi, apa kau tidak bisa menghargai usahaku? Kalau kau tidak menerima bingkai ini sebagai pengganti, seharusnya kau letakkan saja tanpa harus merusaknya di depan mataku!" ucap Kaira."Kai...""Jay... Oh, maaf. Maksudku Tuan Jay, Anda juga harus ingat kalau aku
Saat pagi hari tiba, Kaira terbangun dalam dekapan hangat Jay. Kesalahpahaman yang sudah usai, membuat Jay dan Kaira bisa tidur dengan nyenyak dalam ranjang yang sama. Kaira dan Jay, akan memulai semuanya dari awal. Mengakhiri segala keegoisan. Kaira akan mempercayai Jay sepenuhnya selama 1 bulan ini.
Kaira memasukan rambut Tania yang panjang ke dalam kloset supaya kotor dan menjijikan, sama seperti dirinya yang di buat bau oleh Tania. Apalagi, Kaira mendengar Tania menyebut nama Grace secara terang-terangan. Kaira bukan type wanita yang kasar, baru kali ini Kaira membalas perbuatan orang yang merendahkannya."Kaira, cukup!" Jay mencegah Kaira untuk meneruskan balasannya. Jay memberikan jasnya untuk Tania, sedangkan pakaian yang basah adalah pakaian Kaira. Ada rasa yang sedikit menusuk di dada, membuat sesak, tapi Kaira kembali pada janji Jay yang akan membuatnya percaya."Kau benar-benar tidak mencintainya seperti yang kau katakan, bukan? Atau, ucapan Tania jauh lebih jujur dari pada yang kau ucapkan? Hatimu yang mana yang harus aku percaya?" batin Kaira. Jay mendekati Kaira, tapi Tania menarik tangan Jay dan memberikan ponselnya.
MALAM PERTAMA... Malam ini begitu sunyi. Rembulan dan bintang, menghiasi langit yang begitu cerah. Desisan angin seperti menyapa tubuh yang sedang merasakan gejolak asmara dan desiran gairah. Seorang wanita sudah menunggu pangerannya menghampiri dengan gejolak yang sama. Tirai kamar bergerak-gerak, seakan hembusan angin mengiringi sebuah cinta yang akan tersampaikan. Lampu kamar sudah di matikan. Di balik cahaya kamar yang remang-remang, Kaira sudah memakai gaun malam tanpa bra. Dengan wajah merah dan malu-malu, ekspresi seperti itu membuat Jay tidak bisa menahan lagi gairahnya yang sudah berada di puncak. Jay mulai jalan mendekat ke arah Kaira yang sudah duduk manis menunggunya. Jay menelan ludahnya, matanya menikmati lekuk tubuh Istrinya yang begitu sempurna. Suara kaki Jay terdengar begitu berirama. Jantung yang berdebar, seperti menambahkan nada.
Saat terbangun dari tidurnya di pagi hari, Kaira merasakan pinggangnya seperti cidera. Betapa buas dan tidak terkontrolnya Jay pada saat melakukannya dengan Kaira semalam. Jay menyadari kalau Kaira sudah terbangun dari mimpi indahnya. Jay mencium tengkuk Kaira dan Kaira merasakan sesuatu yang bergerak-gerak di pinggulnya."Apa yang akan aku katakan pada Jay? Aduhhhh, malunya aku!" batin Kaira. Kaira diam saja saat merasakan Jay sudah memberikan kode untuk mengulang lagi apa yang mereka lakukan semalam. Kaira pura-pura tidur kembali."Sayang, kenapa kau tidak memujiku?" tanya Jay dengan manja."Aduhhhhh... Apa aku memiliki Suami yang tidak tahu malu? Kenapa dia bersikap seperti tidak terjadi apa-apa semalam?" batin Kaira."Sayang, aku tahu kau sudah bangun. Jadi, jawab aku! Apa aku hebat semalam?""Iya!" akhirnya Kaira menjawab
Meskipun dengan susah payah dan menahan nyeri di bagian ujung pahanya, Kaira tetap mengantar Jay ke bandara. Jay akan dinas paling cepat 2 hari dan paling lambat 10 hari. Pasangan yang baru saja di penuhi dengan cinta, harus terpisah oleh sebuah jarak. Saling percaya adalah sumber kekuatan yang pertama. Kaira di berikan cuty 3 hari oleh atasannya karena identitas Kaira sebagai Istri Jay masih di sembunyikan dan menjadi sebuah rahasia."Sayang, aku harus ke Prancis dulu baru ke Jepang.""Iya. Jangan lupa memberiku kabar dan jaga kesehatan," ucap Kaira sebelum Jay masuk ke ruang tunggu. Tuan dan Nyonya Alrecha menemani Kaira selama Jay dinas. Mereka memberikan perhatian pada Kaira bukan hanya sebatas menantu melainkan sudah seperti anak kandung. Kaira masih merasa canggung, tapi Nyonya
"Rasya, apa masih ada penerbangan ke London hari ini?" tanya Jay"Masih!" jawab Rasya."Pesankan aku tiket. Aku harus menemui Istriku.""Pekerjaan?""Ada kau, semua pasti beres.""Aku?" seru Rasya."Kau tinggallah di sini. Aku harus menjelaskannya pada Istriku sebelum semuanya semakin kacau.""Ke Jepang?" tanya Rasya."Setelah menjelaskannya, aku akan segera kembali ke sini.""Cih, kekuatan cinta!" batin Rasya menggerutu.***LONDON... Jay sampai di rumah sekitar tengah malam. Semua orang sudah tertidur termasuk Kaira. Jay melihat mobil Tuan A
Sebuah kesepakatan akhirnya terjalin setelah Jay dan Loreta saling berjabat tangan. Rasya bisa menghela napasnya sedikit lega membiarkan Tuannya itu pergi bersama Loreta.Perjanjian itu akan terpenuhi setelah Loreta mempertemukan Jay dan Kaira. Lalu, Jay melepaskan Orthela untuk kembali ke negara asalnya.Perseteruan sudah cukup membuat kacau. Loreta tidak ingin semuanya berlanjut semakin jauh karena banyak hal yang terbengkalai karena masalah yang tidak juga kunjung selesai.Loreta membawa Jay pergi ke tempat pemakaman. Pria tersebut menyipitkan matanya heran sembari melirik curiga ke arah Loreta.“Apa yang kau rencanakan dengan membawaku ke sini?” tanya Jay. Bariton suara yang tegas itu, membuat sekujur tubuh Loreta merinding.“Anda jangan salah paham, Tuan. Saya membawa Anda ke sini bukan tanpa sebab,” ujar Loreta.Dari pandangan yang cukup jauh, terlihat dua orang sedang menghadap ke salah satu makam yang tidak asing. Jay berlari tidak sabar ingin segera memeluk wanita yang be
"Jangan mendekat!" teriak Kaira. Rasanya cukup mengerikan. Kaira menjadi ketakutan. Ia berusaha pergi meski cukup sulit, tapi Orthela sudah lebih dulu memegang kendali kursi rodanya."Kenapa kau tkut? Bukankah aku sudah cukup membuatmu tenang? Kau bahkan sudah melihat bagaimana aku sangat menyesal," kata Orthela. Ia bahkan tidak merubah ekspresinya. Tetap terlihat sangat menyedihkan."Pergi! Aku memiliki keluargaku sendiri, Orthela. Aku tidak akan pernah pergi denganmu. Tidak akan pernah!" teriak Kaira."Bagaimana kalau Ziel sudah bersamaku? Apa kau tetap akan menolakku?""Apa? Kau menyandera Ziel? Orthela, dia tidak tahu apapun. Ziel msih anak-anak." Pada dasarnya, Kaira bukan wanita yang pandai mengumpat atau berkata kasar. Ia hanya berteriak meluapkan emosinya dengan kata-kata yang masih tertata dengan lembut."Aku tahu kalau kau akan menolakku. Maafkan
Tiga hari Kaira menghilang. Orang yang paling tertekan dan hampir gila adalah Jay. Jay yang tidak pernah menggunakan kekuasaannya, sekarang menekan semua orang untuk mencari Kaira sampai Kaira ditemukan. Nyonya Luna membawa Ziel pergi. Ziel yang tidak tahu apa-apa, tidak boleh terkecoh dengan keadaan yang ada. Orthela tidak memiliki niatan buruk. Racun yang sudah masuk ke dalam tubuh Kaira adalah buatan dari orangnya. Meski sudah mendapatkan penawar, tapi masih ada satu penawaran lagi yang harus hati-hati dan perlahan disuntikan ke dalam tubuh Kaira."Ini di mana?" gumam Kaira. Kaira terbangun dari tidurnya yang cukup panjang. Kepalanya terasa berdenyut dan berkunang-kunang. Tempat itu sangat asing, apalagi seseorang yang menatapnya."Kau sudah sadar? Syukurlah. Aku bisa mengembalikanmu tanpa rasa bersalah," ucap Orthela."Kau!" pekik Kaira."Jangan terlalu banyak gerak dan bicar
Kaira belum sadar setelah pengobatan. Tapi, kondisinya berangsur-angsur membaik. Tuan Alrecha dan Nyonya Luna, akhirnya mengetahui kalau keadaan sedang kacau saat ini. Keysana menemani Kaira sembari mengasuh Ziel. Rasya sibuk mengurus gugatan untuk Orthela dan Jay sekeluarga, mengurus pemakaman Grace karena keluarga Grace, semuanya sudah mengakhiri hidupnya sendiri."Grace, sejauh ini..." Jay terdiam dengan kedua matanya yang sembab. "Sejauh ini, aku tidak membencimu. Kau menunjukkan perubahan yang sangat besar. Sebagai rasa terima kasihku, aku akan merawat rumah terakhirmu," lanjutnya. Nyonya Luna mengusap-usap punggung Jay. Jay yang sedang bersimpuh menaburkan bunga di atas gundukan tanah yang masih basah, tangannya terus saja gemetar. Tuan Alrecha tidak banyak bicara. Ia cukup paham dengan perasaa
Jay masuk ke dalam rumah Orthela. Dia menggendong Grace yang sudah tiada. Tidak hanya itu, Paul yang datang berniat membawa Grace tapi dia malah menjadi sasaran utama kemarahan Jay. Jay menarik kerah kemeja yang Paul kenakan. Jay sudah membuat wajah dan tubuh Paul memar, terluka, berdarah, kesakitan, merintih dan memohon.Srek! Srek! Srek! Suara tubuh Paul yang diseret paksa membuat Delon, Orthela dan Loreta terperanjat kaget. Mata mereka terbelalak lebar. Lantai yang Jay lewati, dibanjiri oleh darah yang mengalir dari Paul dan juga Grace. Wajah Jay suram. Sorot matanya begitu tajam. Delon menelan salivanya karena baru kali ini dia melihat ekspresi iblis dari aura Jay. Jay yang ia kenal sebagai suami yang sangat lembut dan hangat tapi kali ini, ekspresinya begitu kejam.“Menarik!” ujar Jay
“Key, Rasya, aku titip Kaira dan Ziel,” ujar Jay.“Kau mau ke mana? Bukankah pengobatan Kaira hampir selesai?” tanya Keysana.“Ada sesuatu yang harus aku kerjakan. Setelah kembali nanti, aku sendiri yang akan menjelaskannya pada Kaira.” Rasya hanya diam saja. Jay meminta Rasya supaya tetap berada di rumah sakit untuk menjaga situasi di sana. Jay menggenggam erat surat dari Grace yang di dalamnya ternyata ada chip milik Orthela. Jay berfikir kalau ia tidak bisa sepenuhnya lepas tangan dalam masalah ini dan menyerahkannya pada Delon. Kenangan pahit Delon, tragedi, trauma, masih membekas jelas. Jay tidak ingin malah Delon yang terseret lebih dalam lagi. Langkah dan tindakan Jay cepat. Ia berharap kedatangannya jauh lebih dulu dibandingkan Delon di kediaman Orthela.“Delon, aku ber
Brak!“Akh! Uhuk... Uhuk... Uhuk...” Grace memegang perutnya yang ditendang Orthela. Dari mulutnya, keluar darah segar karena ia tempental dan menabrak sisi meja.Plak! Plak! Ortela menarik rambut Grace. Ia menamparnya berkali-kali. Tapi tidak ada rintihan sakit atau permohonan untuk sekedar meminta ampun.“Meski kau sudah menghilangkan semua jejak, apa kau pikir aku tidak tahu kalau kau sudah mengambilnya untuk sample?” gertak Orthela tanpa melepaskan rambut Grace.“Hahahaha... Aku juga sudah tahu akan berakhir seperti ini.”“Aku melepaskanmu, bukankah seharusnya kau membalas budi padaku?” Mata Orthela mendelik, menatap tajam seakan-akan ia akan menelan Grace hidup-hidup. Grace tidak merasa takut karena sejak awal, dia sudah siap.“Apa ini yang kau sebut sebagai kebebasan?&rd
Jay dihubungi oleh rumah sakit untuk segera datang. Ia langsung bergegas, padahal ia baru saja menemukan cara untuk menemukan penawarnya. Hanya saja, Jay lebih mementingkan untuk datang dan mendengarkan apa ucapan Dr. Crombe.“Dokter sudah menunggumu,” ucap Keysana.“Aku langsung ke sana.” Jay langsung berlari dan menuju ruang Dr. Crombe. Ternyata tidak hanya ada Dr. Crombe saja, tapi ada Dr. Sansan.“Anda sudah datang, Tuan. Silahkan duduk!” pinta Dr. Crombe.“Apa ada sesuatu yang—““Anda tenang dulu. Silahkan Anda minum terlebih dahulu.” Dr. Sansan menenangkan Jay yang sangat gelisah. Di atas meja sudah ada sebuah obat. Jay tidak mengetahui obat apa itu. Ia tidak bisa berfikir jernih. Mungkin karena ia belum siap menerima apa yang akan ia dengar.“Se
Grace kembali ke rumah Orthela. Alamat yang sudah Loreta berikan untuknya. Grace datang tanpa persiapan. Ia hanya datang dengan keyakinan sesuai alur yang akan Tuhan takdirkan.“Grace, bukankah ada satu minggu untukmu bebas?” tanya Loreta.“Tidak ada yang ingin aku nikmati,” jawab Grace. Tidak ada siapapun di rumah. Loreta, Paul dan juga Orthela pergi. Grace belum diberi tugas olehnya. Kesempatan bagi Grace untuk menemukan obat penawar. Ia tidak peduli kalau dirinya sedang dalam pengawasan atau Orthela sudah memasang jebakan.Tap... Tap... Tap... Kakinya melangkah cepat memasuki kamar Paul. Sebelum masuk ke dalam neraka, Grace sudah mengetahui keahlian setiap penghuninya. Di dalam kamar paul, Grace mulai mencari formula untuk menetralkan racun yang ada ditubuh Kaira. Grace men